Anda di halaman 1dari 6

UAS TASAWUF

Disusun oleh:

Putri Arum Pengajeng (1810502012)

Dosen Pengampu:

Dr. Ahmad Zainal

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2019/2020
Tasawuf dan Karakter Islam Indonesia

Tasawuf merupakan salah satu cabang ilmu dalam Islam yang menekankan pada aspek
spiritual dan kebersihan batin. Dalam kaitannya dengan diri manusia, tasawuf adalah ilmu untuk
mengelola aspek rohaninya yang lebih sering disebut dengan hati atau qalbu. Dalam kaitannya
dengan kehidupan, ilmu ini mengarahkan manusia untuk lebih memprioritaskan kehidupan
akhirat dari pada kehidupan dunia. Sedangkan dalam kaitannya dengan pemahaman keagamaan,
tasawuf lebih cenderung mengkaji aspek esoterik dari pada eksoterik, lebih menekankan
penafsiran bathiniyah dari pada penafsiran lahiriyah. Kelahiran tasawuf atau sufisme sebagai
sebuah ilmu diketahui memiliki banyak versi. Mengenai kemunculan tasawuf sendiri terdapat
dua anggapan, yakni ada yang menganggap bahwa lahirnya ilmu tasawuf disebabkan karena
adanya pengaruh ajaran di luar Islam, tetapi ada pula yang menganggap lahirnya tasawuf itu
bersamaan dengan lahirnya agama Islam.

Angggapan bahwa tasawuf atau sufisme itu lahir dari agama Islam sendiri, hal ini dapat
dilihat dalam ayat Al-Quran maupun Hadits tentang ajaran tasawuf, salah satunya dalam surat
Al-Baqarah ayat 115
“ Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di
situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha
Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah : 115)

Dalam ayat lain Allah juga menerangkan,


“Telah Kami ciptakan manusia dan kami mengetahui apa yang dibisikkan olehnya. Kami
lebih dekat kepada manusia ketimbang pembuluh darah yang ada pada lehernya”. (Q.S.
Qaaf: 16).

Selain itu, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari juga disebutkan hal serupa, yang
artinya
“Jika seorang hamba mendekati-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta, jka ia
medekati-Ku sehasta, niscaya Aku akan mendekatinya sedepa, dan jika ia mendekati-Ku
datang dengan berjalan, niscaya Aku akan mendatanginya dengan berlari”.

1. Aspek Histori (tasawuf diperiode rosul, sahabat, dan tabiin)


A. Tasawuf pada periode Rasulullah SAW
Pada masa ini banyak ditemui contoh-contoh kehidupan sufi yang terdapat pada
diri Rasulullah SAW. Dalam kehidupan beliau sehari-hari yang penuh dengan
penderitaan, juga beliau menghabiskan waktunya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Sebelum diangkat sebagai Rasul beliau sering melakuka khalwat di Gua Hira (Bukit Nur)
untuk mendapat petunjuk dari tuhan. Didapati beliau melakukan khalwat berulang-ulang
kali hanya dengan bekal beberapa potong roti kering dengan airminum serta buah-buahan
yang hal ini menggambarkan makanan yang sangat sederhana bagi seorang sufi.
Di tempat itu, beliau mengasingkan diri (uzlah) dan memisahkan diri (infirad) dari
masyarakat Quraisy yang sudah rusak dan menimpang dari ajaran tuhannya. Beliau ingin
mencari kehidupan yang berbeda dengan kehidupan orang-orang Quraisy tersebut
menuju suatu kehidupan yang membawa kepada kesempurnaan dan kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Kemudian setelah beliau diangkatsebagai Rasul dan telah menjabat sebagai
pemimpin atau kepala Negara di madinah, kehidupan beliau juga Nampak sederhana
sekali. Begitulah kehidupan sufisme dari seorang Rasulullah SAW, mereka sebagai
pemimpin untuk umat islam. Kehidupan beliau penuh dengan kesederhanaan. Hidup
beliau digunakan untuk berkhidmat dan dan berbakti kepada Allah, menyampaikan
agama islam kepada seluruh umat manusia , tidak menghiraukan kepentingan diri sendiri
ataupun nama keluarganya, namun seluruh hidupnya digunakan untuk umatnya.
B. Tasawuf pada Periode Sahabat
Para sahabat besar juga mencontoh kehidupan Rasulullah Saw. Pada era
kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, semua kehidupan mereka penuh dengan
kesederhanaan dan fokus perhatian mereka hanya tertuju kepada Allah dan berbakti
kepada masyarakat. Masing-masing tasawuf yang dimiliki para sahabat Khulafaur
Rasyidin akan dijelaskan secara singkat di bawah ini.

Abu Bakar, adalah seorang saudagar yang kaya raya di Makkah, namun ia rela
meninggalkan semua harta bendanya demi mengikuti dakwah Rasulullah Saw. Abu
Bakar juga memiliki akhlak yang tinggi dan selalu hidup saleh dan taqwa. Pada masa
kehidupannya hanya memakai pakaian sehelai kain saja. Bahkan segala harta
bendanya dikorbankan demi kepentingan agama dan negara.

Umar bin Khattab, adalah sahabat Nabi Saw yang memiliki jiwa yang murni dan
akhlak yang tinggi. Ada riwayat yang mengisahkan kehidupan sufisme Umar, yang
semuanya ketika ia menjabat sebagai khalifah. Yang pertama ketika Umar naik ke atas
mimbar untuk menyampaikan pidato, sedangkan pakaian yang ia pakai bertambal-
tambal. Yang kedua, ketika Abdullah bin Umar masih kecil bermain-main dengan
temannya, semua temannya tersebut mengejek karena pakaian yang dipakainya penuh
tambalan.

Utsman bin Affan, adalah sosok yang diberi oleh Allah kelapangan rezeki. Meski
begitu ia tidak terlalu terpengaruh dengan kekayaannya. Ia selalu memegang Al-
Qur’an pada tangannya. Menjelang malam hari ia hanya belajar Al-Qur’an sampai
jauh malam. Bahkan ketika dibunuh oleh pemberontak, ia berada dalam membaca Al-
Qur’an.

a. Tasawuf pada periode tabiin


Ada dua tabi’in besar pada masa ini dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu
tasawuf, antara lain Hasan Basri, Rabiatul Adawiyah, Sufyan Tsauri, Rabi’ bin
Haitsam, Jabir bin Hayyan, Kulaib Ash-Shidawi, Manshur bin ‘Ammar, Malik bin
Dinar, Al-Fadhl Al-Ragassyi, Rabbaah bin ‘Amr Al-Qisyi, Shalih bin Basyr Al-Murri,
Abdul Wahid bin Zaid, Ibrahim bin Adham, Syaqiq Al-Balakhi, dan lain-lain yang
tidak dapat disebutkan disini. Namun yang paling popular di antaranya ialah Hasan
Basri, Rabiatul Adawiyah, dan Sufyan Tsauri.
I. Hasan Basri
Hasan Basri lahir di Madinah pada tahun 21 Hijriyah atau 632 Masehi,
dan meninggal pada tahun 110 H. Hasan Basri adalah salah seorang tabi’in
yang terbesar dan ternama, baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam
kesalehan dan kehidupan zuhudnya. Hasan Basri pula yang mula-mula
membahas ilmu-ilmu kebatinan, kemurnian akhlak, dan usaha-usaha untuk
membersihkan jiwa. Hasan Basri belajar tasawuf kepada Huzaifah yang
kemudian menjadikannya sebagai orang besar dalam perkembangan ilmu
tasawuf, bahkan dianggap sebagai imam orang-orang sufi. Dasar ajaran
tasawuf Hasan Basri adalah zuhud terhadap dunia, menolak kemegahan dunia
semata-mata menuju kepada Allah, bertawakal kepada-Nya, khauf (takut),
dan raja’ (pengharapan).

II. Rabiatul Adawiyah


Seorang sufi wanita yang besar pada masa ini juga ialah bernama Rabiah
binti Ismail Al-Adawiyah, yang dikenal dengan nama Rabiatul Adawiyah.
Menurut Ibnu Hilqan, Rabiatul Adawiyah wafat sekitar tahun 135 H/796 M.
Ia dikenal sebagai seorang yang hidup saleh dan taqwa. Sepanjang hari ia
menegakkan ibadah, seperti shalat dan berpuasa. Ia memiliki murid yang
terdiri dari kaum wanita. Secara garis besar, konsep tasawuf Rabiatul
Adawiyah dikenal dengan ajaran cinta (mahabbah atau hubbulillah).

III. Sufyan Tsauri


Sufyan Tsauri lahir pada tahun 97 H/602 M, dan wafat di Basrah tahun
121 H/732 M. Ia merupakan seorang ulama hadits yang terkenal dan seorang
tabi’in yang sangat zahid dan tak tertandingi. Dalam hal meriwayatkan hadits,
ia dijuluki sebagai ‘Amirul Mukminin dalam hal hadits’. Sufyan Tsauri
pernah mengungkapkan perihal kesufiannya, bahwa jangan kau rusak
agamamu dengan kemewahan dan kemegahan yang berlimpah ruah, karena
hal itu akan menyebabkan umat Islam tenggelam dalam keduniawian, dan
tidak dapat lagi dibedakan mana yang halal dan mana yang haram.

2. Perambahan Tasawuf di Nusantara


a) Tokoh-tokoh Tasawuf di Nusantara
1. Hamzah Fansuri
Kiranya namanya di nusantara, kalangan ulama dan sarjana penyelidik keislaman
tidak asing lagi. Beliau adalah tokoh yang mengembangkan aliran wahdatul wujud
Ibnu ‘Arabi. Sekembalinya dari perantauan menuntut ilmu, Hamzah mengajarkan
agama di Aceh melalui lembaga pendidikan “Dayah” (pesantren) di Oboh Simpang
Kanan.
Sufi yang jelas-jelas berpengaruh luar biasa dalam kehidupan intelektual al
fansuri adalah Muhyidin ibnu Arabi. Akan tetapi karya-karya al-Fansuri juga
menunjukkan bahwa dia akrab dengan ide-ide para sufi semisal al-Jilli (wafat 832 H/
1428 M), Athar (wafat 618 H/ 1221 M) Rumi (wafat 672 H / 1273 M).
2. Yusuf al Makassari
Seorang tokoh sufi yang agung yang tiada taranya, berasal dari Sulawesi ialah
Syeikh Yusuf Makasari. Beliau dilahirkan pada 8 Syawal 1036 H atau bersamaan
dengan 3 Juli 1629 M, yang berarti belum beberapa lama setelah kedatangan tiga
orang penyebar Islam ke Sulawesi (yaitu Datuk Ri Banding dan kawan-kawannya
dari Minangkabau). Untuk diri sebesar ini selain ia dinamakan dengan Muhammad
yusuf diberi gelar juga dengan ”Tuanku Salamaka”, ”Abdul Mahasin”,
”Hidayatullah” dll.
Dalam salah satu karangannya beliau menulis diujung namanya dengan bahasa
arab ”al-Mankasti” yaitu mungkin yang beliau maksudkan adalah ”Makassar” yaitu
nama kota di Sulawesi Selatan dimasa pertengahan dan nama kota itu sekarang
diganti pula dengan ”Ujung Pandang” yaitu mengambil nama yang lebih tua dari pada
nama Makasar.
Naluri atau fitrah pribadinya sejak kecil telah menampakkan diri cinta akan
pengetahuan keislaman, dalam tempo relatif singkat al-Qur’an 30 juz telah tamat
dipelajarinya. Setelah lancar benar tentang al-Qur’an dan mungkin beliau termasuk
seorang penghafal maka dilanjutkannya pula dengan pengetahuan-pengetahuan lain
yang ada hubungannya dengan itu. Dimulainya dengan ilmu nahwu, ilmu sharaf
kemudian meningkat hingga keilmu bayan, mani’, badi’, balaghah, manthiq, dan
sebagainya.
Beriringan dengan ilmu-ilmu yang disebut ”ilmu alat” itu beliau belajar pula ilmu
fiqih, ilmu ushuludin, dan ilmu tasawuf. Ilmu yang terakhir ini nampaknya seumpama
tanaman yang ditanam ditanah yang subur. Kiranya lebih serasi pada pribadinya.
Namun walaupun demikian adanya tiadalah dapat dibantah bahwa Syeikh Yusuf juga
mempelajari ilmu-ilmu yang lainnya, seumpama ilmu hadist dan sekte-sektenya, juga
ilmu tafsir dalam berbagai bentuk dan coraknya, termasuk ”ilmu asbaabun nuzul ”,
”ilmu tafsir”dll. Karangan-karangan Syeikh Yusuf Tajul Khalwati yang berbahasa
arab mungkin merupakan salinan tulisan tangan telah diserahkan oleh Haji
Muhammad Nur (salah seorang keturunan khatib di Bone dan mungkin adalah
keturunan Syeikh Yusuf sendiri).Kitab-kitabnya antara lain :Ar-Risalatun
Naqsabandiyyah, Fathur Rahman, Zubdatul Asraar, Asraaris Shalaah, Tuhfatur
Rabbaniyyah, Safinatunnajah, Tuhfatul Labiib.
3. Abdurrauf as-Singkili
Nama lengkapnya Abdul Rauf Singkel dalam ejaan bahasa arab disebut ’Abd ar-
Rauf bin ’Ali al-Jawiyy al-Fansuriyy as-Sinkilyy, selanjutnya akan disebut
Abdurrauf. Ia adalah seorang Melayu dari Fansur, Sinkil (Singkel) di wilayah pantai
barat laut Aceh. Hingga saat ini tiak ada data pasti mengenai tanggal dan tahun
kelahirannya. Akan tetapi menurut hipotesis Rinkes, Abdurrauf dilahirkan sekitar
tahun 1615 M. Rinkes mendasarkan dugaannya setelah menghitung mundur dari saat
kembalinya Abdurrahman dari tanah Arab ke Aceh pada 1661 M.
Abdurrahman wafat pada tahun 1693 M dan dimakamkan disamping makam
teuku Anjong yang dianggap paling keramat di aceh, dekat kuala sungai Aceh. Oleh
karena itulah di Aceh ia dikenal dengan sebutan Teuku di Kuala. Berkat
kemasyurannya, nama Abdurrauf diabadikan menjadi nama sebuah perguruan tinggi
di Aceh, yaitu Univeraitas Syiah Kuala.Abdurrauf telah menghasilkan berbagai
karangan yang mencakup bidang fiqih, hadist, tasawuf, tafsir al-Qur’an, dan ilmu-
ilmu agama lainnya. Beberapa karangan yang dihubungkan dengan Abdurrauf
dibidang tasawuf antara lain :Tanbih al-Masyi al-Manshub Ila Thariq al-Qusyassyiyy
(pedoman bagi orang yang menempuh tarekat al-Qusyasyiyy, bahasa arab) ’Umdah
al-Muhtajin Ila Suluk Maslak al-Mufarridin (pijakan bagi orang-orang yang
menempuh jalan tasawuf, bahasa melayu).
Sullam al-Mustafidin (tanga setiap orang yang mencari faedah, bahasa Melayu).
Piagam tentang Dzikir (bahasa Melayu). Kifayah al-Muhtajin Ila Masyrab al-
Muwahhidin al-Qa’ilin bi Wahdah al-Wujud (bekal bagi orang yang membutuhkan
minuman ahli tauhid penganut Wahdatul Wujud, bahasa Melayu).
4. Syamsuddin as-Sumatrani
Syamsuddin as-Sumatrani adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mana dua
tokoh ini merupakan seorang ulama sufi yang mengembangkan paham wahdatul
wujud. Beliau hidup pada masa kesultanan Aceh di bawah kekuasaan Sultan Iskandar
Muda (1607-1636 M).
Sebagai seorang ulama sufi tentu beliau sangat mendalami ilmu yang berkaitan
tetang tasawuf itu terbagi menjadi dua aliran yaitu aliran tasawuf sunni dan tasawuf
falsafi ini seperti Al-Hallaj, Abu Yajid AL-Busatami dan Ibnu Arabi yang
terkenaldengan Tasawuf Wahdatul Wujud atau Wujudiyahnya. Pengakuan bahwa
tidak ada wujud selain Allah disebut dalam pengajaran Syamsuddin sebagai tauhid
hakiki (al-tawhid al-haqiqi) atau tauhid yang murni (al-tawhid al-khalish).

b) Penerimaan Masyarakat Terhadap Tasawuf

Anda mungkin juga menyukai