BAB I
PENDAHULUAN
1
Fenomena mistisisme terdapat di semua tradisi agama besar di dunia, meskipun sebagian
besar dari lireratur tentangnya dimulai dari premis yang sulit dibuktikan. Mistisisme (tasawuf)
merupakan dunia ke-batin-an yang sifatnya sangat personal dalam kaitannya dengan kebutuhan
ketenangan secara psikologis dan spiritual. Untuk mencapai “kesempurnaan” dalam laku mistik,
seseorang harus dapat melewati tangga-tangga berjenjang menuju penyatuan diri dengan
Tuhanyakni syari’at, tarekat, hakikat dan ma’rifat. LIhat dalam R. C. Zaehner, Mistisisme Hindu
Islam, Terj. Suhadi (Yogyakarta: LKiS, 2004). Hlm. v -vii
2
Mustofa. Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), Hlm 106
1
menganggap Tasawuf adalah inti dari Islam. Perdebatan ini sudah terjadi sejak
istilah ‘tasawuf’ atau ‘sufi’ muncul pertama kali dan sampai sekarang tetap tak
terjadi titik temu, bahkan cenderung lebih ‘keras’ benturannya.
Secara umum, istilah tasawuf merujuk pada aspek keruhanian dan
tazkiyatun nafs (akhlak) dalam ajaran Islam. Karena penekanannya pada aspek
keruhanian, maka membicarakan tasawuf adalah seperti membicarakan samudera
tanpa tepi, dan mustahil kita memberikan gambaran yang utuh tentang tasawuf
dalam ribuan buku sekalipun. Karenanya tulisan ini dibatasi hanya pada aspek
sejarah dan perkembangannya dalam tradisi Islam, sebagaimana telah dicatat
dalam berbagai literatur yang penyusun temukan.
Tasawuf Abad Ketiga dan Keempat Hijriyah menurut Abu Al-Wafa’,
pada abad-abad ini ada dua macam aliran tasawuf.3 Pertama, aliran para sufi yang
pendapat-pendapatnya moderat. Tasawufnya selalu merujuk kepada Al-Qur’an
dan Sunnah. Dengan kata lain, tasawuf aliran ini selalu mengikuti pertimbangan
syari’ah. Sebagian sufinya adalah ulama terkenal dan tasawufnya didominasi ciri-
ciri moral. Kedua, aliran para sufi yang terpesona keadaan-keadaan fana. Mereka
ini sering mengucapkan kata-kata ganjil, yang terkenal sebagai syathahat. Di
antara tokohnya adalah Al-Hallaj dan Abu Yazid Al-Busthami.4
Dalam makalah ini akan mencoba menjelaskan tentang perjalanan hidup
al-Hallaj dan ajaran yang seperti apa yang akhirnya membawa al-Hallaj dalam
kematian.
A. Biografi Al Hallaj
Nama lengkapnya al-Hallaj adalah Abu al-Mughits al-Husain bin Mansur
bin Muhammad al-Baidhawi, lahir di Baida, sebuah kota kecil di wilayah Persia,
pada tahun 244 H/858 M.5 dan dia mulai dewasa di kota Wasith, dekat Baghdad.
3
Taftazani, Sufi dari Zaman , Jamil, Cakrawala Tasawuf (Ciputat: Gaung Persada Press,
2004), hlm. 95 & 140.
4
Haidar Bagir, Buku Saku Tasawuf, (Bandung: Mizan, 2006), hlm. 101. Abu Yazid
terkenal dengan ungkapan “Subhani-subhani”, Maha suci aku-maha suci aku, dan al-Hallaj
polpuler dengan statemen, “Anal Haq”, Akulah Kebenaran. Mengenai Abu Yazid, lihat dalam al-
Thusi, Al-Luma’…, hlm. 770-778. Tentang al-Hallaj, lihat dalam Louis Massignon, Al-Hallaj Sang
Sufi Syahid, terj. Dewi Candraningrum (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2007).
5
Anwar, Rosihon, Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm. 135
2
Ketika usia 16 tahun, yaitu di tahun 260 H (873 M), dia telah pergi belajar pada
seorang sufi yang besar dan terkenal, yaituSahl bin Abdullah al-Tusturi di negeri
Ahwaaz. Selama 2 tahun lamanya dia belajar kepada sufi besar itu. Sehabis
belajar dengan Tusturi, dia berangkat ke Basrah dan belajar kepada Sufi ‘Amar al-
Makki, di tahun 264 H (878 M) dia masuk ke Baghdad dan belajar kepada al-
Junaid. Setelah itu dia pun pergi mengembara dari satu negeri ke negeri lain,
menambah pengetahuan dan pengamalan dalam ilmu tasawuf. Sehingga tidak ada
lagi seorang syeikh ternama, semua telah dijelangnya dan dimintanya fatwa dan
tuntutannya. Dan tiga kali dia naik Haji ke Mekkah.6
Saat pergi ke Mekkah untuk pertama kalinya dalam rangka menunaikan
ibadah haji, dan kembali keBaghdad, mulailah ia memperoleh murid atau
pengikut yang semakin lama semakin banyak. Ia juga melakukan perlawatan ke
berbagai negeri, seperti Ahwaz, Khurasan, Turkistan, dan bahkan juga ke India.
Dimanapun ia berada, ia melaksanakan dakwah, mengajak umat agar
mendekatkan diri kepada Allah. Dengan demikian pengikut-pengikutnya yang
dikenal dengan sebutan Hallajiyah, makin bertambah besar. Para pengikutnya itu
yakin bahwa ia adalah seorang wali, yang memiliki berbagai kekeramatan.
Dia kembali ke Baghdad pada tahun 296 H / 909 M. Di kota ini, secara
kebetulan ia bersahabat dengan kepala rumah tangga istana, Nashr al-Qusyairi,
yang mengingatkan sistem tata usaha yang baik dan pemerintah yang bersih. Al-
Hallaj selalu mendorong sahabatnya melakukan perbaikan dalam pemerintahan
dan selalu melontarkan kritik terhadap penyelewengan yang terjadi. Gagasan
"pemerintah yang bersih" dari Nash al-Qusyairi dan al-Hallaj ini jelas berbahaya,
karena khalifah tidak boleh dikatakan tidak memiliki kekuasaan yang nyata dan
hanya merupakan lambang saja.7
Mungkin karena kekhawatiran pada kebesaran pengaruhnya,
kecenderungan pada aliran syi'ah, dan besarnya jumlah pengikutnya, penguasa
di Baghdad menangkap dan memenjarakannya pada 910 (297 H). Dengan
6
Hamka, Tasauf, Perkembangan dan Pemurniannya, (Pustaka Pelajar, Jakarta, 1994),
hlm. 108
7
IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Djambatan, Jakarta, 1992),
hlm. 292
3
sejumlah tuduhan (bahwa ia berkomplot dengan kaum Qaramith, yang
mengancam kekuasaan Daulat Bani Abbas; ia dianggap bersifat ketuhanan oleh
sebagian pengikutnya yang fanatik; ia mengucapkan "ana al-haq" (akulah yang
maka benar); dan menyatakan bahwa ibadah haji tidak wajib).8
Karena ucapannya, al-Hallaj dipenjara, tetapi setelah satu tahun dipenjara
dia dapat melarikan diri dengan pertolongan seorang penjaga yang menaruh
simpati kepadanya. Dari Baghdad dapatlah ia melarikan diri ke Sus dalam wilayah
Ahwas. Disinilah ia bersembunyi empat tahun lamanya. Namun pada tahun 301 H
/ 930 M dapat ditangkap kembali dan dimasukkan lagi ke penjara sampai delapan
tahun lamanya. Akhirnya pada tahun 309 H / 921 M, diadakan persidangan ulama
dibawah kerajaan Bani Abbas di masa khalifah al-Muktadirbillah. Pada tanggal 18
Zulkaidah 309 H, jatuhlah hukuman padanya. Dia dihukum bunuh dengan mula-
mula di pukul dan di cambuk dengan cemeti, lalu di salib, sesudah itu dipotong
kedua tangan dan kakinya, di penggal lehernya dan ditinggalkan tergantung
pecahan-pecahan tubuh itu di pintu gerbang kota Baghdad, kemudian dibakar dan
abunya dihanyutkan ke sungai Dajlah.9
Konon al-Hallaj menghadapi hukuman itu dengan penuh keberanian dan
berkata pada saat di salib : "Ya Allah, mereka adalah hamba-hambaMu, yang
telah terhimpun untuk membunuhku, karena fanatik pada agama-Mu dan hendak
mendekatkan diri kepada-Mu. Ampunilah mereka, sekiranya Engkau singkapkan
kepada mereka apa yang telah Engkau singkapkan kepadaku, niscaya mereka
tidak akan memperlakukan seperti ini".10
B. Karya-karya al-Hallaj
Selama di penjara, al-Hallaj banyak menulis hingga mencapai 48 buah
buku. Judul-judul kitabnya itu tampak asing dan isinya juga banyak yang aneh
dan sulit dipahami. Kitab-kitab itu antara lain :
1. Kitab al-Shaihur fi Naqshid Duhur
2. Kitab al-Abad wa al-Mabud
8
Anwar, Rosihon, Ilmu Tasawuf….. hlm. 136
9
Asmara As, Pengantar Studi Tasawuf, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 312
10
IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi….., hlm. 293
4
3. Kitab Kaifa Kana wa Kaifa Yakun
4. Kitab Huwa Huwa
5. Kitab Sirru al-Alam wa al-Tauhid
6. Kitab al-Thawasin al-Azal
7. dan lain-lain.11
11
Mansur, Laily, Ajaran dan Teladan Para Sufi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm.
111
12
Mansur, Laily, Ajaran dan Teladan …..hlm. 112
5
يس أَبَى َوا ْستَ ْكبَ َر ْ وا آل َد َم فَ َس َج ُد
َ ِوا إِالَّ إِ ْبل ْ َوإِ ْذ قُ ْلنَا لِ ْل َمالَئِ َك ِة ا ْس ُج ُد
}34 : َو َكانَ ِمنَ ْال َكافِ ِرينَ {البقرة
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat:
"Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan
dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”. (QS. Al-
Baqarah : 34).
Sesuai dengan ajarannya, maka tatkala ia mengatakan "Aku adalah al-
Haq" bukanlah al-Hallaj yang mengucapkan kata-kata itu, tetapi roh Tuhan yang
mengambil dalam dirinya.
Sementara itu, hululnya Tuhan kepada manusia erat kaitannya
dengan maqamat sebagaimana telah disebutkan, terutama maqam fana. Fana bagi
al-Hallaj mengandung tiga tingkatan : tingkat memfanakan semua kecenderungan
dan keinginan jiwa; tingkat memfanakan semua fikiran (tajrid aqli), khayalan,
perasaan dan perbuatan hingga tersimpul semata-mata hanya kepada Allah, dan
tingkat menghilang semua kekuatan pikir dan kesadaran. Dari tingkat fana
dilanjutkan ke tingkat fana al-fana, peleburan ujud jati diri manusia menjadi sadar
ketuhanan melarut dalam hulul hingga yang disadarinya hanyalah Tuhan.
Menurut Al-Hallaj Allah itu mempunyai dua sifat dasar, yaitu sifat
ketuhanan (Lahut)dan sifat kemanusiaan (Nasut).13 Demikian juga dengan
manusia, mempunyai sifat kemanusian(Nasut) dan mempunyai sifat
ketuhanan (Lahut) dalam dirinya. Paham Al-Hallaj ini dapat dilihat dari
tafsirannya mengenai kejadian Adam dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat
34: Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat; sujudlah kamu
kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur; dan ia
termasuk golongan orang-orang kafir. (QS.2:34).
Allah memberikan perintah kepada malaikat untuk sujud kepada Adam
karena pada diri Adam, Allah menjelma sebagaimana Dia menjelma (hulul) dalam
diri ‘Isa a.s.14 Allah swt menjelma dalam diri Adam, berarti Allah menjadikan
Adam sesuai dengan bentuk-nya. Dengan adanya paham ini dapat berpangkal
13
Dahlan Tamarin, Tasawuf Irfani, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), hal: 77
14
Asmaran, Pengantar Studi …….. hal: 309
6
pada hadits yang berpengaruh besar bagi kaum sufi: “Sesungguhnya Allah
menciptakan Adam sesuai dengan bentukNya.” Paham ini lebih jelas kelihatan
dalam gubahan syairnya tentang:
2. Al-Haqiqatul Muhammadiyah
15
Asmaran, Pengantar Studi …….. hal: 310
16
Asmaran, Pengantar Studi …….. hal: 310
17
Anwar, Rosihon, Ilmu Tasawuf….. hlm: 166
7
MenurutAl-Hallaj HaqiqahMuhamadiyah atau NurMuhammad merupakan
sumber dari segala sesuatu, segala kejadian, segala amal perbuatan dan ilmu
pengetahuan, dan dengan perantaranyalah seluruh alam ini dijadikan. Al-Hallaj
memandang kepada Nabi Muhammad dalam dua bentuk yang berbeda satu sama
lain. Satu bentuk adalah berupa Nur Muhammad yang qadim, telah ada sebelum
adanya segala yang maujud ini dan pengetahuan yang gaib. Yang kedua adalah
bentuk Nabi yang diutus keadaannya baharu, dibatasi oleh tempat dan waktu dan
dari sini lahir kenabian dan kewalian.18
Ide Nur Muhammad itu menghendaki adanya Insan Kamil sebagai
manifestasi sempurna pada manusia. Dari sini al-Hallaj menampilkan Insan Kamil
itu bukan pada diri Nabi Muhammad sendiri melainkan kepada diri Nabi Isa al-
Masih. Bagi al-Hallaj, Isa al-Masih adalah al-Syahid ala wujudillah, tempat tajalli
dan berujudnya Tuhan. Demikian juga hidup kewalian yang sesungguhnya ada
pada kehidupan Isa al-Masih itu.
18
Mansur, Laily, Ajaran dan Teladan ….. hlm. 113
8
tidak perlu seorang menganggap agama yang dianutnya yang paling benar, tidak
perlu seorang mencela agama lain karena agama itu semua benar karena adalah
agama Allah, memeluk sesuatu agama adalah berdasarkan takdir Allah. Tidak
perlu bersengketa karena agama, tetapi yang penting setiap pemeluk agama
memperdalam agamanya masing-masing.
Paham Wahdah al-adyan (kesatuan semua agama) ini muncul sebagai
konsenkuensi dari paham Nur Muhammad. Pendapat Al-Hallaj tentang qadimnya
Nur Muhammad telah mendorong untuk berkesimpulan bahwa sumber semua
agama adalah satu. Agama-agama tersebut diberikan kepada manusia bukan atas
pilihannya sendiri, tetapi dipilihkan untuknya.19
19
Muhammad Solihin dan Rosihin Anwar, Ilmu Tasawuf……..hal:. 315
20
Hamka, Tasauf, Perkembangan…..., hlm. 116
9
BAB III
PENUTUP
Hulul yaitu ketuhanan (lahut) menjelma ke dalam diri insan (nasut). Dan
menurut al-Hallaj bahwa dalam diri manusia sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan.
Sesuai dengan ajarannya, al-Hallaj mengatakan "Aku adalah Haq".
Persatuan antara Tuhan dan Manusia dapat terjadi dengan mengambil
bentuk hulul. Agar manusia dapat bersatu, manusia harus terlebih dahulu
menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya. Setelah sifat-sifat kemanusiaannya
hilang dan hanya tinggal sifat ketuhanan yang ada dalam dirinya.
Setelah manusia memahami dan bisa melaksanakan maka akan dengan
mudah memahami dan merasakan hulu seperti yang dialami oleh al-Hallaj.
Tentang pluralisme agama yang ada di dunia ini pada dasarnya itu hanyalah
perbedaan nama saja. Tetapi hakekatnya adalah satu. Mereka mempunyai tujuan
yang sama yaitu menuju Allah. Hanya isi dan jalan yang ditempuh dalam menuju
Tuhan (beribadah) berbeda. Jadi walaupun kita berlainan agama tidak perlu saling
mencela dan berselisih. Yang terpenting adalah bagaimana kita lebih mendalami
ajaran kita masing-masing.
A. Kesimpulan
Nama al-Hallaj adalah Abu al-Mughits al-Husain bin Mansur bin
Muhammad al-Baidhawi, lahir di Baida, sebuah kota kecil di wilayah Persia, pada
tahun 244 H / 858 M. al-Hallaj adalah sufi terkemuka dari abad ke-9 (3 H).
Karena ucapannya "Ana al-Haq (Akulah yang maha benar)", al-Hallaj
dipenjara. Yang akhirnya pada tahun 309 H / 921 M al-Hallaj dihukum mati.
Ajaran Tasawuf al-Hallaj yaitu tentang :
1. Hulul
2. Al-Haqiqatul Muhammadiyah
10
3. Kesatuan segala agama.
Kitab karya al-Hallaj mencapai 48 buah buku. Kitabnya antara lain :
1. Kitab al-Shaihur fi Naqshid Duhur
2. Kitab al-Abad wa al-Mabud
3. Kitab Kaifa Kana wa Kaifa Yakun
4. Kitab Huwa Huwa
5. Kitab Sirru al-Alam wa al-Tauhid
6. Kitab al-Thawasin al-Azal
7. dan lain-lain.
11
DAFTAR PUSTAKA
Taftazani, Sufi dari Zaman , Jamil, Cakrawala Tasawuf (Ciputat: Gaung Persada
Press, 2004),
12