Anda di halaman 1dari 12

AL HALLAJ

(Abu al-Mughits al-Husain bin Mansur bin Muhammad al-Baidhawi)

Oleh: Lamya Hayatina

BAB I

PENDAHULUAN

Tasawuf adalah nama lain dari mistisisme dalam Islam.1 Di kalangan


orientalis barat dikenal dengan sebutan sufisme, yang merupakan istilah khusus
mistisime Islam. Sehingga kata sufisme tidak ada pada mistisisme agama-agama
lain.2 Tasawuf atau mistisisme dalam Islam ber-esensi pada hidup dan
berkembang mulai dari bentuk hidup kezuhudan, dalam bentuk tasawuf amali,
kemudian tasawuf falsafi.
Barangkali sepanjang sejarahnya, dalam peradaban Islam, elemen
‘Tasawuf’ adalah yang paling banyak disalahpahami dan paling sering memicu
kontroversi. Secara garis besar ada dua pendapat tentang Tasawuf: (1) para
penentang, yg menuduh Tasawuf adalah sesat, bid’ah, khurafat, berbau klenik
(takhayul), dan sinkretis serta tidak berasal dari tradisi Islam; (2) pendukung, yg

1
Fenomena mistisisme terdapat di semua tradisi agama besar di dunia, meskipun sebagian
besar dari lireratur tentangnya dimulai dari premis yang sulit dibuktikan. Mistisisme (tasawuf)
merupakan dunia ke-batin-an yang sifatnya sangat personal dalam kaitannya dengan kebutuhan
ketenangan secara psikologis dan spiritual. Untuk mencapai “kesempurnaan” dalam laku mistik,
seseorang harus dapat melewati tangga-tangga berjenjang menuju penyatuan diri dengan
Tuhanyakni syari’at, tarekat, hakikat dan ma’rifat. LIhat dalam R. C. Zaehner, Mistisisme Hindu
Islam, Terj. Suhadi (Yogyakarta: LKiS, 2004). Hlm. v -vii
2
Mustofa. Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), Hlm 106

1
menganggap Tasawuf adalah inti dari Islam. Perdebatan ini sudah terjadi sejak
istilah ‘tasawuf’ atau ‘sufi’ muncul pertama kali dan sampai sekarang tetap tak
terjadi titik temu, bahkan cenderung lebih ‘keras’ benturannya.
Secara umum, istilah tasawuf merujuk pada aspek keruhanian dan
tazkiyatun nafs (akhlak) dalam ajaran Islam. Karena penekanannya pada aspek
keruhanian, maka membicarakan tasawuf adalah seperti membicarakan samudera
tanpa tepi, dan mustahil kita memberikan gambaran yang utuh tentang tasawuf
dalam ribuan buku sekalipun. Karenanya tulisan ini dibatasi hanya pada aspek
sejarah dan perkembangannya dalam tradisi Islam, sebagaimana telah dicatat
dalam berbagai literatur yang penyusun temukan.
     Tasawuf Abad Ketiga dan Keempat Hijriyah menurut Abu Al-Wafa’,
pada abad-abad ini ada dua macam aliran tasawuf.3 Pertama, aliran para sufi yang
pendapat-pendapatnya moderat. Tasawufnya selalu merujuk kepada Al-Qur’an
dan Sunnah. Dengan kata lain, tasawuf aliran ini selalu mengikuti pertimbangan
syari’ah. Sebagian sufinya adalah ulama terkenal dan tasawufnya didominasi ciri-
ciri moral. Kedua, aliran para sufi yang terpesona keadaan-keadaan fana. Mereka
ini sering mengucapkan kata-kata ganjil, yang terkenal sebagai syathahat. Di
antara tokohnya adalah Al-Hallaj dan Abu Yazid Al-Busthami.4
Dalam makalah ini akan mencoba menjelaskan tentang perjalanan hidup
al-Hallaj dan ajaran yang seperti apa yang akhirnya membawa al-Hallaj dalam
kematian.

A. Biografi Al Hallaj
Nama lengkapnya al-Hallaj adalah Abu al-Mughits al-Husain bin Mansur
bin Muhammad al-Baidhawi, lahir di Baida, sebuah kota kecil di wilayah Persia,
pada tahun 244 H/858 M.5 dan dia mulai dewasa di kota Wasith, dekat Baghdad.

3
Taftazani, Sufi dari Zaman , Jamil, Cakrawala Tasawuf (Ciputat: Gaung Persada Press,
2004), hlm. 95 & 140.
4
Haidar Bagir, Buku Saku Tasawuf, (Bandung: Mizan, 2006), hlm. 101. Abu Yazid
terkenal dengan ungkapan “Subhani-subhani”, Maha suci aku-maha suci aku, dan al-Hallaj
polpuler dengan statemen, “Anal Haq”, Akulah Kebenaran. Mengenai Abu Yazid, lihat dalam al-
Thusi, Al-Luma’…, hlm. 770-778. Tentang al-Hallaj, lihat dalam Louis Massignon, Al-Hallaj Sang
Sufi Syahid, terj. Dewi Candraningrum (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2007).
5
Anwar, Rosihon, Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm. 135

2
Ketika usia 16 tahun, yaitu di tahun 260 H (873 M), dia telah pergi belajar pada
seorang sufi yang besar dan terkenal, yaituSahl bin Abdullah al-Tusturi di negeri
Ahwaaz. Selama 2 tahun lamanya dia belajar kepada sufi besar itu. Sehabis
belajar dengan Tusturi, dia berangkat ke Basrah dan belajar kepada Sufi ‘Amar al-
Makki, di tahun 264 H (878 M) dia masuk ke Baghdad dan belajar kepada al-
Junaid. Setelah itu dia pun pergi mengembara dari satu negeri ke negeri lain,
menambah pengetahuan dan pengamalan dalam ilmu tasawuf. Sehingga tidak ada
lagi seorang syeikh ternama, semua telah dijelangnya dan dimintanya fatwa dan
tuntutannya. Dan tiga kali dia naik Haji ke Mekkah.6
Saat pergi ke Mekkah untuk pertama kalinya dalam rangka menunaikan
ibadah haji, dan kembali keBaghdad, mulailah ia memperoleh murid atau
pengikut yang semakin lama semakin banyak. Ia juga melakukan perlawatan ke
berbagai negeri, seperti Ahwaz, Khurasan, Turkistan, dan bahkan juga ke India.
Dimanapun ia berada, ia melaksanakan dakwah, mengajak umat agar
mendekatkan diri kepada Allah. Dengan demikian pengikut-pengikutnya yang
dikenal dengan sebutan Hallajiyah, makin bertambah besar. Para pengikutnya itu
yakin bahwa ia adalah seorang wali, yang memiliki berbagai kekeramatan.
Dia kembali ke Baghdad pada tahun 296 H / 909 M. Di kota ini, secara
kebetulan ia bersahabat dengan kepala rumah tangga istana, Nashr al-Qusyairi,
yang mengingatkan sistem tata usaha yang baik dan pemerintah yang bersih. Al-
Hallaj selalu mendorong sahabatnya melakukan perbaikan dalam pemerintahan
dan selalu melontarkan kritik terhadap penyelewengan yang terjadi. Gagasan
"pemerintah yang bersih" dari Nash al-Qusyairi dan al-Hallaj ini jelas berbahaya,
karena khalifah tidak boleh dikatakan tidak memiliki kekuasaan yang nyata dan
hanya merupakan lambang saja.7
Mungkin karena kekhawatiran pada kebesaran pengaruhnya,
kecenderungan pada aliran syi'ah, dan besarnya jumlah pengikutnya, penguasa
di Baghdad menangkap dan memenjarakannya pada 910 (297 H). Dengan

6
Hamka, Tasauf, Perkembangan dan Pemurniannya, (Pustaka Pelajar, Jakarta, 1994),
hlm. 108
7
IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Djambatan, Jakarta, 1992),
hlm. 292

3
sejumlah tuduhan (bahwa ia berkomplot dengan kaum Qaramith, yang
mengancam kekuasaan Daulat Bani Abbas; ia dianggap bersifat ketuhanan oleh
sebagian pengikutnya yang fanatik; ia mengucapkan "ana al-haq" (akulah yang
maka benar); dan menyatakan bahwa ibadah haji tidak wajib).8
Karena ucapannya, al-Hallaj dipenjara, tetapi setelah satu tahun dipenjara
dia dapat melarikan diri dengan pertolongan seorang penjaga yang menaruh
simpati kepadanya. Dari Baghdad dapatlah ia melarikan diri ke Sus dalam wilayah
Ahwas. Disinilah ia bersembunyi empat tahun lamanya. Namun pada tahun 301 H
/ 930 M dapat ditangkap kembali dan dimasukkan lagi ke penjara sampai delapan
tahun lamanya. Akhirnya pada tahun 309 H / 921 M, diadakan persidangan ulama
dibawah kerajaan Bani Abbas di masa khalifah al-Muktadirbillah. Pada tanggal 18
Zulkaidah 309 H, jatuhlah hukuman padanya. Dia dihukum bunuh dengan mula-
mula di pukul dan di cambuk dengan cemeti, lalu di salib, sesudah itu dipotong
kedua tangan dan kakinya, di penggal lehernya dan ditinggalkan tergantung
pecahan-pecahan tubuh itu di pintu gerbang kota Baghdad, kemudian dibakar dan
abunya dihanyutkan ke sungai Dajlah.9
Konon al-Hallaj menghadapi hukuman itu dengan penuh keberanian dan
berkata pada saat di salib : "Ya Allah, mereka adalah hamba-hambaMu, yang
telah terhimpun untuk membunuhku, karena fanatik pada agama-Mu dan hendak
mendekatkan diri kepada-Mu. Ampunilah mereka, sekiranya Engkau singkapkan
kepada mereka apa yang telah Engkau singkapkan kepadaku, niscaya mereka
tidak akan memperlakukan seperti ini".10

B. Karya-karya al-Hallaj
Selama di penjara, al-Hallaj banyak menulis hingga mencapai 48 buah
buku. Judul-judul kitabnya itu tampak asing dan isinya juga banyak yang aneh
dan sulit dipahami. Kitab-kitab itu antara lain :
1. Kitab al-Shaihur fi Naqshid Duhur
2. Kitab al-Abad wa al-Mabud
8
Anwar, Rosihon, Ilmu Tasawuf….. hlm. 136
9
Asmara As, Pengantar Studi Tasawuf, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 312
10
IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi….., hlm. 293

4
3. Kitab Kaifa Kana wa Kaifa Yakun
4. Kitab Huwa Huwa
5. Kitab Sirru al-Alam wa al-Tauhid
6. Kitab al-Thawasin al-Azal
7. dan lain-lain.11

Kitab-kitab itu hanya tinggal catatan, karena ketika hukuman


dilaksanakan, kitab-kitab itu juga ikut dimusnahkan, kecuali sebuah yang
disimpan pendukungnya yaitu Ibnu 'Atha dengan judul Al-Thawasin al-Azal.Dari
kitab-kitab ini dan sumber-sumber muridnya dapat diketahui tentang ajaran-ajaran
al-Hallaj dalam tasawuf.

C. Ajaran Tasawuf Al-Hallaj


1. Hulul
Al-Hallaj mengajarkan bahwa Tuhan memiliki sifat lahut dan nasut,
demikian juga manusia. Melaluimaqamat, manusia mampu ke tingkat fana, suatu
tingkat dimana manusia telah mampu menghilangkannasut-nya dan
meningkatkan lahut yang mengontrol dan menjadi ini kehidupan. Yang demikian
itu memungkinkan untuk hulul-nya Tuhan dalam dirinya, atau dengan kata lain,
Tuhan menitis kepada hamba yang dipilih-Nya, melalui titik sentral manusia yaitu
roh.12
Adapun menurut istilah ilmu tasawuf, al-hulul berarti paham yang
mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk
mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam
tubuh itu dilenyapkan.
Al-Hallaj berpendapat bahwa dalam diri manusia sebenarnya ada sifat-
sifat ketuhanan. Ia menakwilkan ayat:

11
Mansur, Laily, Ajaran dan Teladan Para Sufi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm.
111
12
Mansur, Laily, Ajaran dan Teladan …..hlm. 112

5
‫يس أَبَى َوا ْستَ ْكبَ َر‬ ْ ‫وا آل َد َم فَ َس َج ُد‬
َ ِ‫وا إِالَّ إِ ْبل‬ ْ ‫َوإِ ْذ قُ ْلنَا لِ ْل َمالَئِ َك ِة ا ْس ُج ُد‬
}34 : ‫َو َكانَ ِمنَ ْال َكافِ ِرينَ {البقرة‬
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat:
"Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan
dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”. (QS. Al-
Baqarah : 34).
Sesuai dengan ajarannya, maka tatkala ia mengatakan "Aku adalah al-
Haq" bukanlah al-Hallaj yang mengucapkan kata-kata itu, tetapi roh Tuhan yang
mengambil dalam dirinya.
Sementara itu, hululnya Tuhan kepada manusia erat kaitannya
dengan maqamat sebagaimana telah disebutkan, terutama maqam fana. Fana bagi
al-Hallaj mengandung tiga tingkatan : tingkat memfanakan semua kecenderungan
dan keinginan jiwa; tingkat memfanakan semua fikiran (tajrid aqli), khayalan,
perasaan dan perbuatan hingga tersimpul semata-mata hanya kepada Allah, dan
tingkat menghilang semua kekuatan pikir dan kesadaran. Dari tingkat fana
dilanjutkan ke tingkat fana al-fana, peleburan ujud jati diri manusia menjadi sadar
ketuhanan melarut dalam hulul hingga yang disadarinya hanyalah Tuhan.
Menurut Al-Hallaj Allah itu mempunyai dua sifat dasar, yaitu sifat
ketuhanan (Lahut)dan sifat kemanusiaan (Nasut).13 Demikian juga dengan
manusia, mempunyai sifat kemanusian(Nasut) dan mempunyai sifat
ketuhanan (Lahut) dalam dirinya. Paham Al-Hallaj ini dapat dilihat dari
tafsirannya mengenai kejadian Adam dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat
34: Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat; sujudlah kamu
kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur; dan ia
termasuk golongan orang-orang kafir. (QS.2:34).
Allah memberikan perintah kepada malaikat untuk sujud kepada Adam
karena pada diri Adam, Allah menjelma sebagaimana Dia menjelma (hulul) dalam
diri ‘Isa a.s.14 Allah swt menjelma dalam diri Adam, berarti Allah menjadikan
Adam sesuai dengan bentuk-nya. Dengan adanya paham ini dapat berpangkal
13
Dahlan Tamarin, Tasawuf Irfani, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), hal: 77
14
Asmaran, Pengantar Studi …….. hal: 309

6
pada hadits yang berpengaruh besar bagi kaum sufi: “Sesungguhnya Allah
menciptakan Adam sesuai dengan bentukNya.” Paham ini lebih jelas kelihatan
dalam gubahan syairnya tentang:  

            Maha Suci Zat yang menyatakan nasutNya


Dengan lahutNya, yang cerlang seiring bersama
Lalu dalam makhlukNya pun tampak nyata
Bagai si peminum serta si pemakan tampak sosokNya
Hingga semua makhluknya melihatNya
Bagai bertemunya dua kelopak mata.15
Menurut paham tasawuf Al-Hallaj, dalam diri manusia terdapat sifat
ketuhanan dan dalam diri Tuhan terdapat sifat kemanusiaan. Agar manusia dapat
bersatu dengan Tuhan, ia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat
kemanusiaan melalui fana’. Kalau sifat-sifat kemanusian telah hilang dari dirinya
dan yang tinggal hanya sifat ketuhanan, maka di situlah Tuhan dapat mengambil
tempat (hulul) dalam dirinya. Antara roh Tuhan dan roh manusia dapat bersatu
dalam tubuh manusia. Dalam gubahan syair Al-Hallaj mengungkapkan:
            Padu sudah rohMu dengan rohKu jadi Satu
              Bagai khamar dan air bening terpadu Satu
              Dan jika sesuatu menyetuhMu, tersentuhlah aku
              Karena itu Kau, dalam segala hal, adalah aku.16
Dari syair-syair diatas tampak jelas bahwa Al-Hallaj membawa
konsep hulul. Yang dimaksud hulul diatas ialah penyatuan sifat ketuhanan dengan
sifat kemanusian. Adapun menurut istilah tasawuf, Hulul merupakan suatu paham
yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk
mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam
tubuh itu dilenyapkan.17

2. Al-Haqiqatul Muhammadiyah
15
Asmaran, Pengantar Studi …….. hal: 310
16
Asmaran, Pengantar Studi …….. hal: 310
17
Anwar, Rosihon, Ilmu Tasawuf….. hlm: 166

7
MenurutAl-Hallaj HaqiqahMuhamadiyah atau NurMuhammad merupakan
sumber dari segala sesuatu, segala kejadian, segala amal perbuatan dan ilmu
pengetahuan, dan dengan perantaranyalah seluruh alam ini dijadikan. Al-Hallaj
memandang kepada Nabi Muhammad dalam dua bentuk yang berbeda satu sama
lain. Satu bentuk adalah berupa Nur Muhammad yang qadim, telah ada sebelum
adanya segala yang maujud ini dan pengetahuan yang gaib. Yang kedua adalah
bentuk Nabi yang diutus keadaannya baharu, dibatasi oleh tempat dan waktu dan
dari sini lahir kenabian dan kewalian.18
Ide Nur Muhammad itu menghendaki adanya Insan Kamil sebagai
manifestasi sempurna pada manusia. Dari sini al-Hallaj menampilkan Insan Kamil
itu bukan pada diri Nabi Muhammad sendiri melainkan kepada diri Nabi Isa al-
Masih. Bagi al-Hallaj, Isa al-Masih adalah al-Syahid ala wujudillah, tempat tajalli
dan berujudnya Tuhan. Demikian juga hidup kewalian yang sesungguhnya ada
pada kehidupan Isa al-Masih itu.

3. Kesatuan Segala Agama


Di samping ide Hulul dan Nur Muhammad yang qadim. Al-Hallaj juga
mengemukakan pandangannya bahwa semua agama pada hakikatnya adalah satu,
karena semuanya mempunyai tujuan yang sama yaitu, mengakui dan menyembah
Allah, Tuhan semesta alam, Tuhan semua agama. Nama agama berbagai macam,
ada agama Islam, Yahudi, Kristen dan lainnya, semua itu hanyalah perbedaan
nama, namun hakikatnya adalah satu. Semua agama yang namanya berbeda-beda
merupakan jalan menuju Allah.
Orang yang memilih suatu agama atau lahir dalam lingkungan keluarga
yang menganut salah satu agama yang berbagai macam itu bukan atas
kehendaknya sendiri, tetapi telah ditentukan atau sudah ditakdirkan oleh Allah.
Dan begitu juga ibadah (ritual) yang berbeda warna dan cara, isinya hanya satu
ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pada hari ini orang boleh saja
beribadah dalam masjid, dalam gereja, dalam pura dan seterusnya, karena tempat-
tempat itu merupakan tempat menyembah Allah. Untuk itu menurut Al-Hallaj

18
Mansur, Laily, Ajaran dan Teladan ….. hlm. 113

8
tidak perlu seorang menganggap agama yang dianutnya yang paling benar, tidak
perlu seorang mencela agama lain karena agama itu semua benar karena adalah
agama Allah, memeluk sesuatu agama adalah berdasarkan takdir Allah. Tidak
perlu bersengketa karena agama, tetapi yang penting setiap pemeluk agama
memperdalam agamanya masing-masing.
Paham Wahdah al-adyan (kesatuan semua agama) ini muncul sebagai
konsenkuensi dari paham Nur Muhammad. Pendapat Al-Hallaj tentang qadimnya
Nur Muhammad telah mendorong untuk berkesimpulan bahwa sumber semua
agama adalah satu. Agama-agama tersebut diberikan kepada manusia bukan atas
pilihannya sendiri, tetapi dipilihkan untuknya.19

D. Respon Ulama terhadap Ajaran al-Hallaj


Berbagai ragam perkataan orang tentang al-Hallaj. Setengahnya
mengkafirkan dan setengahnya lagi membela. Beberapa perkataan, terutama dari
pihak kekuasaan pada masa itu tersiar bahwasanya ajaran al-Hallaj sangat
merusak ketenteraman umum.
Kebanyakan kaum fiqhi mengkafirkannya,dengan alasan bahwasanya,
mengatakan bahwa dari manusia bersatu dengan Tuhan, adalah stirik yang besar,
sebab mempersekutukan Tuhan dengan dirinya, oleh karena itu hukum bunuh
yang diterimanya adalah hal yang patut. Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, pengrang
yang ternama Ibnu Nadim dan lain lain berpendapat demikian. Tetapi ulama-
ulama yang lain seperti Ibnu syuriah, seorang ulama yang sangat terkemuka dalam
madzhab Malik, telah memberikan jawaban: “Ilmuku tidak mendalam tentang
tentang dirinya, sebab itu saya tidak berkata apa-apa.20
Imam Ghozali seketika ditanya orang pula pendapatnya, tentang Al Hallaj
“Ana’l Haaq” itu, telah menjawab:”Perkataan yang demikian keluar dari mulutnya
adalah karena sangat cintanya kepada Allah,Apabila cinta sudah sekian
mendalamnya, tidak dirasakan lagi perpisahan diantara diri dengan yang dicintai

19
Muhammad Solihin dan Rosihin Anwar, Ilmu Tasawuf……..hal:. 315
20
Hamka, Tasauf, Perkembangan…..., hlm. 116

9
BAB III
PENUTUP

Hulul yaitu ketuhanan (lahut) menjelma ke dalam diri insan (nasut). Dan
menurut al-Hallaj bahwa dalam diri manusia sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan.
Sesuai dengan ajarannya, al-Hallaj mengatakan "Aku adalah Haq".
Persatuan antara Tuhan dan Manusia dapat terjadi dengan mengambil
bentuk hulul. Agar manusia dapat bersatu, manusia harus terlebih dahulu
menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya. Setelah sifat-sifat kemanusiaannya
hilang dan hanya tinggal sifat ketuhanan yang ada dalam dirinya.
Setelah manusia memahami dan bisa melaksanakan maka akan dengan
mudah memahami dan merasakan hulu seperti yang dialami oleh al-Hallaj.
Tentang pluralisme agama yang ada di dunia ini pada dasarnya itu hanyalah
perbedaan nama saja. Tetapi hakekatnya adalah satu. Mereka mempunyai tujuan
yang sama yaitu menuju Allah. Hanya isi dan jalan yang ditempuh dalam menuju
Tuhan (beribadah) berbeda. Jadi walaupun kita berlainan agama tidak perlu saling
mencela dan berselisih. Yang terpenting adalah bagaimana kita lebih mendalami
ajaran kita masing-masing.

A. Kesimpulan
Nama al-Hallaj adalah Abu al-Mughits al-Husain bin Mansur bin
Muhammad al-Baidhawi, lahir di Baida, sebuah kota kecil di wilayah Persia, pada
tahun 244 H / 858 M. al-Hallaj adalah sufi terkemuka dari abad ke-9 (3 H).
Karena ucapannya "Ana al-Haq (Akulah yang maha benar)", al-Hallaj
dipenjara. Yang akhirnya pada tahun 309 H / 921 M al-Hallaj dihukum mati.
Ajaran Tasawuf al-Hallaj yaitu tentang :
1. Hulul
2. Al-Haqiqatul Muhammadiyah

10
3. Kesatuan segala agama.
Kitab karya al-Hallaj mencapai 48 buah buku. Kitabnya antara lain :
1. Kitab al-Shaihur fi Naqshid Duhur
2. Kitab al-Abad wa al-Mabud
3. Kitab Kaifa Kana wa Kaifa Yakun
4. Kitab Huwa Huwa
5. Kitab Sirru al-Alam wa al-Tauhid
6. Kitab al-Thawasin al-Azal
7. dan lain-lain.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon, Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung, 2000.

Asmara As, Pengantar Studi Tasawuf, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Hamka, Tasauf, Perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka Pelajar, Jakarta,


1994.

IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta,


1992.

Mansur, Laily, Ajaran dan Teladan Para Sufi, Raja Grafindo Persada, Jakarta,


2002.

R. C. Zaehner, Mistisisme Hindu Islam, Terj. Suhadi (Yogyakarta: LKiS, 2004).

Mustofa. Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)

Taftazani, Sufi dari Zaman , Jamil, Cakrawala Tasawuf (Ciputat: Gaung Persada
Press, 2004),

Louis Massignon, Al-Hallaj Sang Sufi Syahid, terj. Dewi Candraningrum


(Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2007).

Dahlan Tamarin, Tasawuf Irfani, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010)

12

Anda mungkin juga menyukai