Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aliran Al-Maturidiyah adalah aliran yang tidak jauh berbeda dengan aliran Al-
Asy’ariyah. Keduanya lahir sebagai bentuk pembelaan terhadap sunnah. Bila aliran Al-
Asy’ariyah berkembang di Basrah maka aliran Al-Maturidiyah berkembang di Samarkand.
Kota tempat aliran ini lahir merupakan salah satu kawasan peradaban yang maju.
Menjadi pusat perkembangan Mu’tazilah disamping ditemukannya aliran Mujassimah,
Qaramithah dan Jahmiyah. Juga terdapat pengikut Majusi, Yahudi dan Nasrani dalam jumlah
yang besar. Al-Maturidi saat itu terlihat dalam banyak pertentangan dan dialog setela melihat
kenyataan berkurangnya pembelaan terhadap sunnah. Hal ini dapat dipahami karena teologi
mayortas saat itu adalah aliran Mu’tazilah yang banyak menyerang golongan ahli fiqih dan
ahli hadist. Diperkkuat lagi dengan unsur terokratis penguasa.
Asy’ari maupun Maturidi bukan tidak paham terhadap mazhab Mu’tazilah. Bahkan al-
Asy’ary pada awalnya adalah seorang Mu’taazilah namun terdoronoleh kainginan
mempertahakan sunnah maka lahirlah ajaran mereka hingga kemudian keduanya diberi gelar
imam ahlussunnah wal jama’ah.
Dalam sejarah dinyatakan bahwa pada zaman itu terjadilaj apa yang dinamakan fitnah
“Al-Qur’an Makhluk” yang mengorbankan beribu-ribu ulama yang fudak sepaham dengan
kaum Mu’tazilah. Pada masa Abu assan Al-Asy’ari muda remaja, ulama-ulama Mu’tazilan
sangat banyak di Basrah, Kufah dan Baghdad. Masa itu zaman gilang gemilang bagi mereka,
karena pahamnya disokong oleh pemerintah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah aliran dan pemikiran Al-Asy’ariyah?
2. Bagaimanakah sejarah aliran dan pemikiran Al-Maturidiyah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah dan pemikiran kalam Al-Asy’ariyah
2. Untuk mengetahui sejarah pemikiran kalam Al-Maturidiyah

Page 1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Aliran Al-Asy'ariyah


1. Pengertian Asy'ariyah

Nama lengkap Al-asy'ari adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail bin Ishaq bin
Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-
asy'ari. Ia lahir di Bashrah pada tahun 260H/875M. Ketika berusia 40 tahun, ia hijrah
ke kota Bagdad dan wafat di sana pada tahun 324H/935M.

Gerakan Al-Asy'ariah mulai pada abad ke-4. Ia terlibat dalam konflik dengan
kelompok-kelompok lain, khususnya Mu'tazilah. Dalam konflik keras ini ,al-
Baqilani memberikan andil besar.ia di anggap sebagai pendiri kedua aliran
Asy'ariah. Permusuhan ini mencapai puncaknya pada abad ke-5 H atas prakarsa Al-
kundari (456 H = 1064M), yang membela Mu'tazilah.Di khurasan ia mengorbankan
fitnah yang berl;angsung selama 10 th. Tragedi ini menyebabkan imam al-Haramain
menyinggir ke jihaz.sejumlah tokoh besar dari aliran Al-Asy'ariah di penjarakan,
termasuk al-Qusyairi (466 H=1074M)sang sufi yang menulis risalah yang berjudul
Syikayah al-Sunnah di Hikayah ma Nalahum min al-Mihnah.

Hingga hari ini, pendapat Al-Asy'ariah masih tetap menjadi akidah Ahlul
Sunnah Wal Jamaah Pendapatnya sangat dekat dengan pendapat al-Maturidi yang
satu saat pernah di tentang karena persaingan dalam masalah fiqih, karena ia
mewakili orang-orang Syafi'iyah dan Malikiyah mendominasi pendapat Al-
Asy'ariyah.

2. Tokoh-tokoh Asy'ariyah

Setelah meninggalnya Abu Hasan al-Asy'ari maka aliran Asy'ariyah ini


mengalami kemunduran atau kesurutan. Maka pada saat itu juga muncul pihak-pihak
yang yang menentang aliran asy'ariyah tersebut, seperti pengikut mazhab Hambali.
Ketika itu muncullah seorang menteri dari Bani Saljuk yang bernama Nidhomul
Muluk (m. 485 H/1092 M mendirikan dua buah madrasah yang terkenal yaitu,
Nidhomiyah di Naisabur dan di Baghdad.

Page 2
Kemudian tokoh-tokoh ulama terkenal yang berperan dalam kemajuan aliran
Asy'ariyah tersebut adalah:

a. Abu Bakar bin Tayyib al- Baqillany (m. 403 H/1013 M), lahir di kota
Bashrah. Kitab karangannya yang terkenal ialah at-Tamhid, berisi antara lain
tentang atom, sifat dan cara pembuktian.
b. Abu al- Ma'aly bin Abdillah al- Juwainy (419-478 H/1028-1085M), lahir di
kota Naisabur, kemudian pindah ke kota Mu'askar dan akhirnya sampai di
Baghdad. Dia mengikuti ajaran-ajaran al- Baqillany dan al- Asy'ari.
c. Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad al-Qazali (450-505 H/1059-
1111M) lahir di kota Thus, negeri Khurasan. Gurunya adalah Imam Juwainy.
Kitabnya yang terkenal adalah Bidayatul Hidayah suatu kitab pengantar ilmu
tasauf dan Ihya' 'Ulumudddin yang berisi tentang cara-cara menghidupkan
kembali jiwa beragama yang waktu itu mulai luntur.
d. Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf asSanusi, lahir di kota Tilimsan
Aljazair (833-895H/1427-1490M). Diantara kitab karangannya adalah:
Aqidah Ahli Tauhid, berisi pandangan-pandangan tauhid dan Ummul
Barahin berisi pembagian sifat-sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi Allah dan
Rasul-Nya.
e. Imam Abu Abdillah Muhammad at-Taimi al Kubro ibnu Khatib Fahruddin ar
Razi. Lahir di Persia 543H. Dia menulis kitab ilmu kalam, fiqih, tafsir dan
lain-lain.
f. Abdul Fattah Muhammad Abdul Karim ibnu Abi Bakar Ahmad asy
Syahrastani. Lahir di Khurasan (479-574H/1086-1153M). kitab karangannya
yang terkenal al Milal Wan Nihal. Menerangkan golongan-golongan dalam
Islam dan berbagai paham keagamaan dan falsafat. Kitab ini terdiri dari 3 juz
dalam satu jilid.
3. Pemikiran Al-Asy'ari

Ada tiga periode dalam hidupnya yang berbeda dan merupakan


perkembangan ijtihadnya dalam masalah akidah yaitu :

a. Periode Pertama

Beliau hidup di bawah pengaruh Al-Jubbai, syaikh aliran Muktazilah.


Bahkan sampai menjadi orang kepercayaannya. Periode ini berlangsung kira-kira

Page 3
selama 40-an tahun. Periode ini membuatnya sangat mengerti seluk-beluk akidah
Muktazilah, hingga sampai pada titik kelemahannya dan kelebihannya.

b. Periode Kedua

Beliau berbalik pikiran yang berseberangan paham dengan paham-paham


Muktazilah yang selama ini telah mewarnai pemikirannya. Hal ini terjadi setelah
beliau merenung dan mengkaji ulang semua pemikiran Muktazilah selama 15 hari.
Selama hari-hari itu, beliau juga beristikharah kepada Allah untuk mengevaluasi dan
mengkritik balik pemikiran akidah muktazilah.

c. Periode Ketiga

Pada periode ini beliau tidak hanya menetapkan 7 sifat Allah, tetapi semua
sifat Allah yang bersumber dari nash-nash yang shahih. Kesemuanya diterima dan
ditetapkan, tanpa takyif, ta'thil, tabdil, tamtsil dan tahrif. Beliau pada periode ini
menerima bahwa Allah itu benar-benar punya wajah, tangan, kaki, betis dan
seterusnya.

4. Pemikiran Teologi Al-Asy’ari

Inti pokok teologi Al-Asy’ari adalah Sunnisme. Hal ini dikatakan sendiri
dalam bukunya, misalnya dalam Al-Ibanah. Bahwa pedoman yang dianutnya adalah
berpegang teguh kepada kitab al-Qur’an, sunnah Rasul dan riwayat (shahih) dari
para sahabat, tabi’in dan pemuka hadist. Di samping itu, ia juga akan mengikuti
fatwa Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hambal (Al-Asy’ari, tt: 8).
Selanjutnya pokok-pokok pandangan al-Asy’ari secara rinci disimpulkan berikut :

1. Al-Qur’an sebagai Kalam Allah Sebagai reaksi atau teologi Mu’tazilah, Al-Asy’ari
mengecam pendapat yang mengatakan bahwa Al-Qur’an diciptakan Allah, dan
karenanya maka ia adalah ”mahluq”. Golongan yang berpandangan semacam ini
dikecam oleh AlAsy’ari sebagai pendapat yang mengadopsi pendirian orang kafir
yang mengenggap Al-Qur’an sebagai ucapan manusia (In huwa illa qaul al-basyar).
Bahkan lebih jauh Al-Asy’ari berpendapat bahwa orang yang meyakini Al-Qur’an
sebagai mahluq adalah, kafir. Bagi Al-Asy’ari menentukan apakah Al-Qur’an itu
sebagai kalam Allah yang qadim atau sebagai mahluq yang hadis (baru) adalah amat
penting.

Page 4
2. Tuhan Memiliki Sifat Dari beberapa ayat al-Qur’an, jelas disebut bahwa Tuhan itu
Alim, mengetahui dengan pengetahuannya. Bukan dengan Zat-Nya, dan mustahil
Tuhan itu merupakanpengetahuan. Di sini terlihat Al-Asy’ari menetapkan sifat sama
dengan kalangan salaf, namun cara penafsirannya berbeda. Kaum salaf hanya
menetapkan sifat kepada Tuhan sebagaimana dalam teks ayat, tanpa melakukan
pembahasan. Bagi Al-Asy’ari, arti sifat berbeda dengan makna zat tetapi bukan pula
lain dari zat. Pemaknaan semacam ini seperti tidak jauh berbeda dengan ungkapan
Mu’tazilah. Bagi mereka sifat sama dengan zat. Jika dikatakan bahwa Tuhan
mengetahui (Alim), maka ini artinya menetapkan pengetahuan bagi Allah, dan yang
mengetahui itu adalah zatNya. Dan penetapan ini hanya digunakan untuk
menjelaskan bahwa Allah (Tuhan) itu tidak jahil.

pengetahuan. Di sini terlihat Al-Asy’ari menetapkan sifat sama dengan


kalangan salaf, namun cara penafsirannya berbeda. Kaum salaf hanya menetapkan
sifat kepada Tuhan sebagaimana dalam teks ayat, tanpa melakukan pembahasan.
Bagi Al-Asy’ari, arti sifat berbeda dengan makna zat tetapi bukan pula lain dari zat.
Pemaknaan semacam ini seperti tidak jauh berbeda dengan ungkapan Mu’tazilah.
Bagi mereka sifat sama dengan zat. Jika dikatakan bahwa Tuhan mengetahui (Alim),
maka ini artinya menetapkan pengetahuan bagi Allah, dan yang mengetahui itu
adalah zatNya. Dan penetapan ini hanya digunakan untuk menjelaskan bahwa Allah
(Tuhan) itu tidak jahil.

3. Perbuatan Tuhan dan Teori Kasb

Berbeda dengan Mu’tazilah yang berpendapat bahwa Tuhan wajib berbuat


yang terbaik untuk manusia, AlAsy’ari berpendapat sebaliknya. Bagi Asy’ary Tuhan
tidak mempunyai kewajiban apa-apa terhadap manusia. Dengan kekuasaam-Nya
yang mutlak. Tuhan bisa saja, memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki
atau sebaliknya. Ia juga berkuasa menyantuni orang-orang mukmin atau
menyesatkan orang-orang kafir. Bahkan lebilh dari itu, semua Ia berkuasa
menyantuni orang-orang kafir. Semua yang terjadi dialam ini atas kehendak dan
ketetapan Tuhan (Al-Asy’ari, tt: 9). Bertitik tolak dari paham kekuasaan mutlak tak
terbatas yang dimiliki Tuhan, Al-Asy’ary berpendapat bahwa Allah (Tuhan) tidak
wajib berbuat adil. Seperti dikatakan dalam Al-Luma’, sebagaimana dikutip zainun
Kamal, bagi Al-Asy’ari tidak dikatakan salah kalau Tuhan memasukkan seluruh

Page 5
ummat manusia ke dalam surga, termasuk orang-orang kafir. Dan juga sebaliknya,
tidak bisa dikatakan bahwa Tuhan itu dzalim, jika Ia memasukkan seluruh ummat
manusia ke dalam neraka.

Pendirian Al-Asy’ary di atas tampakaya banyak diilhami ayat-ayat al-Qur’an.


Misanya ”Inna rabbaka fa’ aalun lima yuridu” dan ayat ”Man yahdi Allahu fahuwa
al-muhtadi wa man yudhlil fa ulaika hum al-khasirun” Ayat-ayat inilah yang mugkin
mendorong Al-Asy’ari berpendirian bahwa Tuhan memiliki kekuasaan mutlak dan
karena itu ia dapat berbuat apa saja sesuai dengan kehendak-Nya terhadap makhluq
ciptaan-Nya. Sebenarnya Al-Asy’ary sepekat dengan Mu’tazilah bahwa Tuhan itu
Maha Adil, tetapi ia tidak sepakat bahwa Tuhan harus adil.

Tuhan mustahil, tidak adil kata Al-Asy’ari sebab ketidakadilan itu berarti
merampas hak orang lain. Akan tetapi di alam semesta ini tidak ada yang bukan
milik Tuhan. Karena itu jika Tuhan bertindak seperti yang tidak adil dengan alasan
apapun, Dia tetap tidak bisa dikatakan tidak adil. Di sini terdapat kejanggalan
menyangkut nilai intrinsik, yaitu bahwa Tuhan diungkapkan tidak sesuai dengan
citra-Nya. Tuhan memiliki sejumlah nama atribut dan kualitas.

Page 6
B. Sejarah Aliran Al-Maturidi
1. Pengertian Al-Maturidi

Aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin
Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad
Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi,
kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.

Maturidiyah adalah merupakan salah satu sekte Ahl Al-Sunnah wal-Jamaah yang
tumbuh hampir bersamaan dengan asy’ariyah. definisi dari aliran Maturidiyah adalah aliran
kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan
argumentasi dan dalil aqli kalami.

Maturidiyah juga timbul sebagai reaksi atas aliran Mu’tazilah. Namun, Al-Maturidi
adalah pengikut Abu Hanifah yang menggunakan rasio dalam pandangan keagamaannya,
sehingga dalam bidang teologipun, Al-Maturidi banyak menggunakan akal. Dan dengan ini
Al-Maturidi mempunyai beberapa perbedaan pendapat dengan Asy’ariyah.

Salah satu pengikut Al-Maturidi adalah Abu al-Yusr Muhammad al-Badzawi. Yang ia
ketahui ajaran Al-Maturidi melalui orang tuanya. Seperti al-Baqillani dan al-Juwaini, namun
al-Bazdawi tidak selamanya atau tidak semua sepaham dengan al-Maturidi. sehinggan antara
kedua pemuka ini memiliki pendapat yang berbeda pemahaman, sehingga dikatakan bahwa
dalam aliran Maturidiyah terdapat dua golongan, yaitu pengikut-pengikut al-Maturidi sendiri
dan golongan Bukhara yaitu pengikut pengikut Al-Bazdawi.

1) Golongan Maturidiyah Samarkand


Yang menjadi golongan ini adalah pengikut Al-Maturidi sendiri, golongan ini
cenderung ke arah paham Mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat Tuhan,
Maturidi dan Asy’ari terdapat kesamaan pandangan, menurut Maturidi, Tuhan mempunyai
sifat-sifat, Tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengna pengetahuannya.
Aliran Maturidi ini juga sepaham dengan Mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid.
Bahwa janji dan ancama tuhan itu kelak pasti akan datang.
2) Maturidiyah Bukhara (Al-Bazdawi)
Golongan ini dipimpin oelh Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi. Ia merupakan
pengikut Maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Nenek Al-

Page 7
Bazdawi merupakan salah satu murid Maturidi. Dari orang tuanya Al-Bazdawi dapat
menerima ajaran Maturidi. dengan demikian yang dimaksud golongan Bukhara adalah
pengikut-pengikut Al-Bazdawi di dalam aliran Al-Matruridiyah, yang mempunyai pendapat
lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al-Asy’ary.
Aliran Maturidiyah Bukhara lebih dekat dengan kepada Asy’ariyah sedangkan aliran
Maturidiyah Samarkand dalam beberapa hal lebih dekat kepada Mu’tazilah, terutama dalam
masalah keterbukaan terhadap peranan akal.
Namun walaipun sebagai aliran Maturidiyah. Al-Bazdawi tidak selamanya sepaham
dengan Maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagian umat Islam yang
bermadzhab Hanafi. Dan pemikiran-pemikiran Maturidiyah sampai sekarang masih hidup
dan berkembang dikalangan umat Islam.

2. Doktrin Teologi Al-Maturidi


a) Akal dan Wahyu
Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mndasarkan pada Al-Qur’an dan akal dan
Al-Maturidi menyamakannya dengan Asy’ari. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan
kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam
mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan agar
manusia mengguanakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan dan keimanannya
terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk
ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut,
tentunya Allah tidak akan menyuruh manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak
mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti
meninggalkan kewajiban yang diperintahkan ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al-
Maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.
Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan
buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah
hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi
demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai pembimbing.
Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu :
1) Akal dengan sendirinyahanya mengetahui kebaikan sesuatu itu
2) Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu
3) Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk
ajaran wahyu.

Page 8
Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah dan yang buruk itu buruk karena
larangan Allah. Pada konteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah darai Mu’tazilah dan
Al-Asy’ari.
b) Perbuatan Manusia
Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu
dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Dalam hal ini, Al-Maturidi mempertemukan antara
ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia.
Dengan demikian tidak ada pertetangan antara Qudrat Tuhan yang menciptakan
perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia. Kemudian karena daya di ciptakan
dalam diri manusia dan perbuatan yang di lakukan adalah perbuatan manusia sendiri dalam
arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu juga daya manusia.
c) Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Perbuatan manusia dan segala sesuatu dalam wujud ini, baik atau yang buruk adalah
ciptaan-Nya. Menurut Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenangnya, tetapi
perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah
ditetapkan-Nya sendiri.
d) Sifat Tuhan
Faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mu’tazilah. Perbedaan keduanya
terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan mu’tazilah
menolak adanya sifat-sifat Tuhan. Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti sama’, bashar, kalam
dan yang lain sebagainya. Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai
esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu Mulzamah yang artinya
ada bersama atau inheren dzat tanpa terpisah. Sifat tidak terwujud tersendiri dari dzat.
Sehingga berbilang sifat tidak akan membawa kepada bilangannya yang qadim.
Faham tentang makna sifat Tuhan ini cenderung mendekati faham Mu’tazilah,
perbedaannya terletak pada pengakuan terhadap adanya sifat Tuhan.
e) Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitahukan
oleh Al-Qur’an, antara lain firma Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 22 dan 23. Akan tetapi,
melihat Tuhan kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di akhirat tidak sama
dengan keadaan di dunia.
f) Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam yang terusus dengan huruf dan bersuara
dengan kalam nafsi maksudnya adalah sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak. Kalam

Page 9
nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara
adalah baharu atau hadist. Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya bagaimana Allah
bersifat dengannya tidak di ketahu, kecuali dengan suatu perantara.
g) Perbuatan Manusia
Al-Maturidi berpendapat bahwa, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini,
kecuali semuanya atas kehendak Tuhan dan tidak ada yang memaksa atau membatasi
kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh
kehendak-Nya sendiri. Sebab karena itu, Tuhan tidak wajib berbuat yang baik atau
terbaik bagi manusia. Setiap perbuatan Tuhan yang bersifat mencipta atau kewajiban-
kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan
yang di kehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah :
1) Tuhan tidak akan membebankan kewajiban-kewajiban kepada manusia diluar batas
kemampuannya, karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan dan manusia juga
diberi kemerdekaan oleh Tuhan dalam kemampuan dan perbuatannya.
2) Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntunan keadilan yang
sudah ditetapkan-Nya.
h) Pelaku Dosa Besar atau Murtakib Al-Kabir
Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal
didalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Karena, Tuhan sudah menjanjikan akan
memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka
adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa syirik. Dan demikian, berbuat dosa besar
selain syirik tidak akan membuat pelaku kekal didalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan
dosa besar selain syirik tidaklah menajdikan seseorang kafir atau murtad.
i) Pengutusan Rasul
Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandangan Mu’tazilah yang
berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-tengan umatnya adalah kewajiban Tuhan
agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.
Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajarannya
wahyu yang disampaikna Rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada
pada diluar kemampuannya kepada akalnya.

Page 10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gerakan Al-Asy'ariah mulai pada abad ke-4. Ia terlibat dalam konflik dengan
kelompok-kelompok lain, khususnya Mu'tazilah. Dalam konflik keras ini ,al-Baqilani
memberikan andil besar.ia di anggap sebagai pendiri kedua aliran Asy'ariah.
Permusuhan ini mencapai puncaknya pada abad ke-5 H atas prakarsa Al-kundari (456
H = 1064M), yang membela Mu'tazilah.Di khurasan ia mengorbankan fitnah yang
berl;angsung selama 10 th. Tragedi ini menyebabkan imam al-Haramain menyinggir ke
jihaz.sejumlah tokoh besar dari aliran Al-Asy'ariah di penjarakan, termasuk al-Qusyairi
(466 H=1074M)sang sufi yang menulis risalah yang berjudul Syikayah al-Sunnah di
Hikayah ma Nalahum min al-Mihnah. Hingga hari ini, pendapat Al-Asy'ariah masih
tetap menjadi akidah Ahlul Sunnah Wal Jamaah

Aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad
bin Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan
dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur
al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini. Maturidiyah adalah
merupakan salah satu sekte Ahl Al-Sunnah wal-Jamaah yang tumbuh hampir
bersamaan dengan asy’ariyah. definisi dari aliran Maturidiyah adalah aliran kalam yang
dinisbatkan kepada Abu Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan
argumentasi dan dalil aqli kalami.

Page 11
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/izulbungsu0013/5bb341e76ddcae22133550b3/aliran-al-
asy-ariyah-dan-maturidiyah-dalam-prespektif-ilmu-kalam
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/fikrah/article/viewFile/544/561
https://www.academia.edu/13563617/Ahlussunnah_wal_jamaah_Al-Asyari_and_Al-
Maturidi
https://maktabahmahasiswa.blogspot.com/2019/03/bab-i-pendahuluan-a.html?m=1

Page 12

Anda mungkin juga menyukai