Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

KELOMPOK
1.Elok Faiqotul
2.Krisna aji
3.Adam shulton
Pengertian Asy’ari dan Maturidi

Pengertian Asy’ari
Asy’ari adalah suatu paham teologi yang disandarkan kepada Abu Al-Hasan Al-Asy’ari.

Pengertian Maturidi
Maturidi adalah suatu paham teologi yang disandarkan kepada Abu Manshur Al-Maturidi.
Sejarah Kemunculan dan Perkembangan Aliran Asy’ari dan Maturidi
1. Asy’ari

a. Sejarah Kemunculan
Aliran Asy'ariyah adalah aliran teologi Islam yang lahir pada dasawarsa kedua abad ke-10 (awal
abad ke-4). Pengikut aliran ini, bersama pengikut Maturudiyah dan Salafiyah, mangaku termasuk
golongan ahlus sunnah wal jama’ah. Pendiri teologi Asy'ariyah ini adalah Imam Asy'ari (Abu al-Hasan
Ali bin Ismail al-Asy'ari. Abu Hasan al-Asy'ari, nama lengkapnya adalah Abul Hasan bin Ismail bin
Ishaq bin Salim bin Abdillah bin Musa bin Abi Burdah bin Abi Musa al-Asy'ari. Ia adalah seorang
ulama yang dikenal sebagai salah seorang perantara dalam sengketa antara Ali dan Muawiyah. Abul
Hasan al-Asy'ari lahir di Basrah pada 260 H/873 M dan meninggal di Bagdad pada 324 H/935 M.
b. perkembangan
Pikiran-pikiran Imam al-Asy'ari, merupakan jalan tengah antara golongan-golongan berlawana
atau antara aliran rasionalis dan tekstualis. Dalam mengemukakan dalil dan alasan, ia juga
memakai dalil-dalil akal dan naqli bersama-sama. Sesudah ia mempercayai isi al-Qur'an dan al-
Hadits, ia mencari alasan-alasan dari akal pikiran untuk memperkuatnya. Jadi ia tidak
menganggap akal pikiran sebagai hakim atas nash-nash agama untuk mena’wilkan dan
melampaui ketentuan arti lahirnya, melainkan dianggapnya sebagai pelayan dan penguat arti
lahir nash tersebut. Ia tidak meninggalkan cara yang lazim dipakai oleh ahli filsafat dan logika,
sesuai dengan alam pikiran dan selera masanya. Meskipun demikian, Imam al-Asy'ari tetap
menyatakan kesetiaanya kepada Imam Ahamd bin Hanbal atau aliran ahlus sunnah yaitu suatu
aliran yang menentang aliran Mu’tazilah sebelum alAsy'ari, bahkan ia mengikuti jejak ulama salaf
yaitu sahabat-sahabat dan tabi’in-tabi’in, terutama dalam menghadapi ayat-ayat mutasyabihat,
di mana mereka tidak memerlukan pena’wilan.
2. Maturidi

a. Sejarah Kemunculan dan Perkembangan


Abu Manshur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Ia dilahirkan di sebuah kota kecil di
daerah Samarkan yang bernama Maturid, di wilayah Temsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang
disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan
abad ke-3 hijriyah. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi yang bernama
Nasyr bin Yahya Al-Balakhi, ia wafat pada tahun 268 H. al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutwakil
yang memerintah pada tahun 232-274 H/847-861 M. Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan
untuk menekuni bidang teologi dari pada fiqih. Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk
karya tulis, diantaranya adalah kitab Tauhid, Ta’wil Al-Qur'an Makhas Asy-Syara’I, Al-jald, dll. Selain itu ada
pula karangan-karangan yang diduga ditulis oleh Al-Maturidi yaitu Al-aqaid dan sarah fiqih.
Al-Maturidiah merupakan salah satu sekte Ahl-al-sunnah al-Jamaah, yang tampil dengan Asy’ariyah.
Maturidiah dan Asy’ariyah di lahirkan oleh kondisi sosial dan pemikiran yang sama. Kedua aliran ini datang
untuk memenuhi kebuTuhan mendesak yng menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstriminasi
kaum rasionalis, dimana yang berada di paling depan.
TOKOH DAN DOKTRIN KALAM ALIRAN ASY’ARI DAN MATURIDI
1. Tokoh dan Doktrin Kalam Asy’ariah
a. Asy’ari
1.) Sejarah Singkat Al-Asy’ari
Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu Al-Hasan Ali bin Isma’il bin Ishaq bin Salim bin Isma’il bin Abdillah bin
Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari. Menurut beberapa riwayat, Al-Asy’ari lahir di Nashrah
pada tahun 260 H/875 M. Ketika berusia lebih dari 40 tahun ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat disana
pada tahun 324H/935M.
Menurut Ibn Asakir, ayah Al-Asy’ari adalah seorang berpaham ahli sunnah dan ahli hadits. Ia wafat ketika
Al-Asy’ari masih kecil. Sebelum ia wafat, ia berwasiat kepada seorang sahabatnya yang bernama Zakaria
bin Yahya As-Saji agar mendidik Al-Asy’ari. Ibu Al-Asy’ari, sepeninggal ayahnya, menikah lagi dengan tokoh
Mu’tazilah yang bernama Abu Ali Al-Jubba’i, ayah kandung Abu Hasyim Al-Jubba’i. Berkat didikan ayah
tirinya itu, Al-Asy’ari kemudian menjadi tokoh Mu’tazilah. Ia sering menggantikan Al-Jubba’i dalam
perdebatan menentang lawan-lawan Mu’tazilah. Selain itu, banyak menulis buku yang membela alirannya.
2.) Doktrin Kalam Al-Asy’ari
a.) Tuhan dan Sifat-Sifatnya
Al-Asy’ari dihadapkan pada 2 pandangan ekstrim. Di satu pihak ia berhadapan dengan
kelompok Mujassimah dan kelompok Musyabbihah yang berpendapat bahwa Allah
mempunyai semua sifat yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, dan sifat itu harus
dipahami menurut arti harfiahnya. Di lain pihak, ia berhadapan dengan kelompok Mu’tazilah
yang berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain selain esensinya. Adapun tangan, kaki,
telinga Allah, atau Arsyi atau kursi tidak boleh diartikan secara harfiah, melainkan harus
dijelaskan alegioris.
Menghadapi 2 kelompok tersebut, Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memilik sifat-
sifat itu, seperti mempunyai tangan dan kaki, dan tidak boleh diartikan secara harfiah,
melainkan secara simbolis. Selanjutnya, Al-Asy’ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik
sehingga tidak bisa dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat-sifat
Allah berbeda dengan Allah sendiri, tetapi sejauh menyangkut realitasnya (haqiqah) tidak
terpisah dari esensinya. Dengan demikian, tidak berbeda dengan-Nya.
b.) Kebebasan dalam Berkehendak (Free Will)
Al-Asy’ari membedakan antara Khaliq dan Kasb. Menurutnya, Allah adalah pencipta (Khaliq)
perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib). Hanya Allah
lah yang mampu menciptakan segala sesuatu termasuk keinginan manusia.
c.) Akal dan Wahyu dan Kriteria Baik dan Buruk
Walaupun Al-Asy’ari dan Mu’tazilah mengakui pentingnya akal dan wahyu, mereka berbeda dalam
menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Al-Asy’ari
mengutamakan wahyu sedangkan Mu’tazilah mengutamakan akal.
Dalam menentukan baik dan buruk terjadi perbedaan pendapat diantara mereka. Al-asy’ari
berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu, sedangkan Mu’tazilah
berdasarkan akal.
d.) Qodimnya Al-Qur’an
Al-Asy’ari mengatakan bahwa walaupun Al-Qur’an terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu
tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak Qodim.
2. Tokoh dan Doktrin Kalam Maturidiyah
a. Al-Maturidi
1.) Riwayat Singkat Al-Maturidi
Abu Manshur Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil didaerah Samarkand,
wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, sekarang Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak
diketahui secara pasti, perkiraan sekitar pertengahan abad ke-3 H. Beliau wafat pada tahun
333H/944M. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi bernama Nasyir bin Yahya Al-Balakhi.
Wafat pada tahun 268H. Al-Maturidi hidup pada masa Khalifah Al-Mutawakil (232-274H/847-
861M).
Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi
daripada fiqih. Hal ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapi
paham-paham teologi yang banyak berkembang pada masyarakat Islam, yang
dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara’. Pemikiran-
pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis, diantaranya Kitab Tauhid, Ta’wil
Al-Qur’an, Makhaz Asy-Syara’i, Al-Jadl, Ushul Fi Ushul Ad-Din.
2.) Doktrin Teologi Al-Maturidi
a.) Akal dan Wahyu
Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur’an dan akal. Dalam hal ini, ia sama dengan Al-Asy’ari.
Namun porsi yang diberikannya kepada akal lebih besar daripada Al-Asy’ari.
Menurut Al-Maturidi mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui
dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui kedua hal tersebut sesuai dengan ayat-
ayat Al-Qur’an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha
memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan
pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaan-Nya.
Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk
sesuatu itu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah
hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai dan buruknya sesuatu. Beliau mengakui bahwa
akal tidak selalu membedakan antara baik dan buruk, namun terkadang pula mampu
mengetahui sebagian baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu diperlukan
untuk dijadikan sebagai pembimbing.
Pembahasan Kalam Menurut Aliran Asy’ari dan Maturidi
1. Asy’ari
a. Pelaku Dosa Besar
Terhadap pelaku dosa besar, Al-Asy’ari mengatakan tidak mengafirkan orang-orang yang sujud ke Baitullah (Ahl Al-Qiblah)
walaupun melakukan dosa besar, seperti berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman
dengan keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Akan tetapi, jika dosa besar itu dilakukannya dengan
anggapan bahwa hal ini dibolehkan (halal) dan tidak meyakini keharamanntya, ia dipandang telah kafir.
b. Iman dan Kufur
Dalam maqamat dan al-ibanah disebutkan bahwa, iman adalah qawl dan amal dapat bertambah serta berkurang. Dalam al-
luma, iman diartikan sebagai tashdiq bi Allah. Argumentasinya, bahwa kata mukmin seperti disebutkan dalam surat yusuf
ayat 7 memiliki hubungan makna dengan kata sadiqin dalam ayat itu juga. Dengan demikian, menurut al-Asy’ari, iman adalah
tasdhiq bi al-qalb (membenarkan dengan hati).
Asma wa Sifat
Menurut al-Asy’ari, tidak dapat diingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat mengetahui, menghendaki, berkuasa, dan
sebagainya di samping mempunyai pengetahuan, kemauan, dan daya. Ia lebih jauh berpendapat bahwa Allah memang
memiliki sifat-sifat (bertentangan dengan Mu’tazilah) dan bahwa sifat-sifat itu, seperti mempunyai tangan dan kaki, tidak
boleh diartikan secara harfiah melainkan secara simbolis.
2. Maturidi
a. Pelaku Dosa Besar
Aliran Maturidiyah, baik Samarkand atau Bukhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa besar
masih tetap sebagai mukmin karena ada keimanan dalam dirinya. Balasan bagi pelaku dosa besar
kelak di akhirat bergantung pada apa yang dilakukannya di dunia. Jika ia meninggal tanpa
bertaubat, keputusan diserahkan pada kehendak Allah SWT. Jika ia menghendaki pelaku dosa
besar itu di ampuni, ia akan dimasukkan kedalam neraka, tetapi tidak kekal.
b. Iman dan Kufur
Aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah Tasdiq bi Al-Qalb, bukan semata-
mata Iqrar bin Al-Lisan. Al-Maturidi menegaskan bahwa keimanan itu tidak cukup hanya dengan
perkataan semata, tanpa di imani oleh Qalb. Apa yang di ucapkan lidah dalam bentuk pernyataan
iman, menjadi batal bila hati tidak mengakui ucapan lidah.
c. Asma wa Sifat
Terdapat perbedaan pandangan antara Maturidi Samarkand dan Bukhara. Maturidi Samarkand,
berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja. Dengan
demikian, Tuhan mempunyai kewajiban melakukan yang baik kepada manusia.
KESIMPULAN
1. PENGERTIAN ASY’ARIYAH ADALAH ASY’ARI ADALAH SUATU PAHAM TEOLOGI YANG DISANDARKAN KEPADA ABU AL-HASAN AL-
ASY’ARI. SEDANGKAN PENGERTIAN MATURIDIYAH ADALAH MATURIDI ADALAH SUATU PAHAM TEOLOGI YANG DISANDARKAN KEPADA
ABU MANSHUR AL-MATURIDI.
2. PERBEDAAN ANTARA ASY’ARIYAH DAN MATURIDIYAH MENGENAI PELAKU DOSA BESAR, IMAN DAN KUFUR, DAN ASMA WA SIFAT.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai