Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aqidah pada masa Nabi adalah aqidah paling bersih, yaitu aqidah islam yang
sebenaranya, karena belum tercampur oleh kepentingan apapun selain hanya karena Allah
SWT. Ini disebabkan karena Nabi adalah sebagai penafsir al-Quran satu-satunya, sehingga
setiap sahabat yang membutuhkan penjelasan al-Quran yang berkaitan dengan keyakinan
maka Nabi langsung menjelaskan maksudnya. Selain itu umat terbimbing langsung oleh
Nabi, sehingga dalam memahami agama tidak terjadi perbedaan. Kemudian pada masa
sahabat muncullah aliran-aliran pemikiran tertentu.
Salah satu aliran tersebut adalah aliran ahlussunah wal jama’ah. Menurut para ulama
dan pemikir islam lainnya, mengatakan bahwa aliran inni merupakan aliran yang sampai saat
ini secara konsisten menerapkan ajaran dan amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah dan para
sahabat. Meskipun pada awalnya titik fokus aliran ini tentang ushuluddin, akan tetapi seiring
berjalannya zaman titik fokus adliran ini tidak hanya pada ushuluddin saja, seperti fiqih
bahkan masalah lainnya.
Melalui makalah ini akan dijelaskan beberapa hal yang terkait dengan ahlussunnah
wal jama’ah, baik tentang sejarah munculnya, pelopornya, perkembangannya serta doktrin-
doktrin didalamnya dan tentunya tentang kepercayaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu ulama khalaf?
2. Bagaimana definisi ahlussunnah wal jama’ah?
3. Bagaimana sejarah munculnya ahlussunnah wal jama’ah?
4. Siapa saja tokoh ahlussunnah wal jama’ah?
5. Apa saja doktrin-doktrin ahlussunnah wal jama’ah?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui ulama khalaf.
2. Untuk mengetahui definisi ahlussunnah wal jama’ah.
3. Untuk mengetahui sejarah munculnya ahlussunnah wal jama’ah.
4. Untuk mengetahui pemikir aliran ahlussunnah wal jama’ah.
5. Untuk mengetahui doktrin-doktrin ahlussunnah wal jama’ah.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ulama Khalaf
Kata khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulam yang lahir setelah abad ke
III H dengan karakteristik yang bertolak belakang dengan ulama salaf, diantaranya tentang
penakwilan terhadap sifat-sifat Allah yang serupa dengan mahluk pada pengertian yang
sesuai dengan ketinggian dan kesucian-Nya.
Ulama khalaf merupakan sekelompok orang yang menghidupkan dan meneruskan
tradisi salaf, yaitu menolak bid’ah serta mengembalikan semua panutan terhadap al-Quran
dan sunnah. Kehadiran ulama khalaf ialah untuk menangani permasalahan dalam
menafsirkan sumber agama islam agar tidak terjadi penyelewengan.
B. Definisi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Menurut kaum Nahdiyin, ahlussunnah wal jama’ah disingkat menjadi “Aswaja”
yang terdiri dari 3 kata, yaitu:1
1. Ahlun yang artinya keluarga, golongan, pengikut, atau komonitas.
2. Sunnah yang artinya segala sesuatu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, maksudnya
semua yang datang dari Nabi SAW. berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi
SAW.
3. Al-jama’ah yang artinya apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah SAW
pada masa Khulafaur Rasyidin.
Ahlussunnah adalah mereka yang mengikuti dengan konsisten semua ajaran dan
amalan yang berasal dari Nabi Muhammad SAW.
Menurut bahasa kata As-Sunnah mempunyai bentuk jamak yaitu As-Sunnan yang
berarti sejarah (perjalanan hidup) dan jalan (metode) yang ditempuh. Dengan demikian,
secara bahasa kata Sunnah merupakan sejarah dan metode yang diikuti oleh orang lain atau
sesudahnya.
Sedangkan menurut istilah, Ahlus Sunnah adalah orang yang mengikuti sunnah dan
berpegang teguh dengannya, yaitu para sahabat dan setiap muslim yang mengikuti jalan
mereka sampai hari kiamat. Kemudian kata Jamaah secara bahasa berarti kelompok, bersatu,
lawan dari kata berpecah belah.
Pengertian ahlussunnah wal jama’ah menurut beberapa pendapat, yaitu:

1
Dr. H. Subaidi,M.Pd., Pendidikan Islam: Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah, (Jepara:
Unisnu Press, 2019), 2.

2
1. Ibnu Mandur berkata, “Sunnah makna awalnya adalah jalan yang ditempuh oleh
para pendahulu yang akhirnya ditempuh oleh orang lain sesudahnya.”
2. Syekh Abdul Kadir Jeilani berpandat bahwa, Sunnah ialah segala sesuatu yang
dilakukan Rasulullah SAW., sedangkan al Jamaah ialah apa yang disepakatioleh
para jamaah sahabat Nabi pada masanya khalifah yang empat
(KhulafaurRasyiddin).
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ahlus Sunnah wal Jamaah
merupakan orang-orang yang mengikuti akidah Islam yang benar, komitmen dengan
Rasulullah SAW bersama sahabat, tabi’in dan semua generasi yang yang mengikuti mereka
dengan baik hingga hari kiamat.
C. Sejarah Munculnya Aliran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Awal mula munculnya aliran ini ialah berawal dari ketidak sepemikirannya Imam
Abu Hasan al-Asy’ari dengan guru spiritualnya, menurut beliau paham yang dianut oleh
gurunya banyak keyakinan yang tidak benar. Sehingga beliau keluar darinpaham tersebut
dan membangun paham sendiri yaitu paham ahlus sunnah wal jama’ah.
Paham ini juga dikenal dengan paham Asy’ariyah, karena dinisbatkan kepada Abu
Hasan al-Asy’ari. Juga sering disebut sebagai paham Ahlussunnah saja, juga sering
disebut sunni dan pengikutnya disebut sunniyun.
Ahlus Sunnah wal Jama‘ah merupakan salah satu dari beberapa aliran Kalam. Adapun
ungkapan Ahl al-Sunnah (sering juga disebut dengan sunni) dapat dibedakan menjadi dua
pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok
Syi‘ah. Dalam pengertian ini, Mu‘tazilah sebagaimana Asy‘ariyah masuk dalam barisan
Sunni. Sementara Sunni dalam pengertian khusus adalah madzhab yang berada dalam barisan
Asy‘ariyah dan merupakan lawan dari Mu‘tazilah.
Dalam sumber lain diterangkan bahwa, Ahl al-Sunnah dikenal luas dan populer sejak
adanya kaum Mu‘tazilah yang menggagas rasionalisme dan didukung oleh penguasa Bani
Abbasiyah. Sebagai madzhab pemerintah, Mu‘tazilah menggunakan cara-cara kekerasan
dalam menghadapi lawan-lawannya. Aliran ini memaksa para pejabat dan tokoh-tokoh agama
untuk berpendapat tentang kemakhlukan al-Qur‘an. Akibatnya, aliran ini melakukan mihnah
(inquisition), yaitu ujian akidah kepada para pejabat dan ulama‘. Materi pokok yang diujikan
adalah masalah al-Qur‘an. Tujuan al-Makmun melakukan mihnah adalah membebaskan
manusia dari syirik. Jumlah ulama yang pernah diuji sebanyak 30 orang dan diantara ulama
yang melawannya secara gigih adalah Ahmad bin Hanbal. Kegiatan tersebut akhirnya
memunculkan term Ahl al Sunnah Wa al-Jama‘ah.

3
Selain itu, istilah Ahlus Sunnah wal Jama‘ah tidak dikenal pada zaman Nabi SAW,
pemerintahan al-Khulafa‘ ar-Rasyidin, dan pada zaman pemerintahan Bani Ummayah (41-
133 H/ 611-750 M). Istilah ini pertama kali dipakai pada masa Khalifah Abu Ja‘far al-Mansur
(137-159 H/ 754-775 M) dan Khalifah Harun ar-Rasyid (170-194 H/ 785-809 M), keduanya
berasal dari Dinasti Abbasiyah (750 M-1258 M). Istilah Ahlus Sunnah wal Jama‘ah semakin
tampak pada zaman pemerintahan Khalifah al-Makmun (198-218 H/ 813-833 M).2
D. Tokoh Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
1. Al-Asy’ari
Nama lengkap imam Asy’ari adalah Abu Al-Hasan Ali bin Isma’il bin Ishaq bin
Salim bin Isma’il bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-
Asy’ari. Menurut beberapa riwayat, Al-Asy’ari lahir di Bashrah pada thun 260 H/875 M.
Ketika berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat disana pada tahun
324 H/935 M.3
Pada mulanya ia adalah murid al-Jubba’i dan salah satu orang terkemuka dalam
golongan Mu’tazilah sehingga, menurut al-Husain Ibn Muhammad al-‘Askari, al-Jubba’i
berani mempercayakan perdebatan dengan lawan kepadanya. Ia telah menganut faham
Mu’tazilah selam 30 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba ia mengumumkan di hadapan
jama’ah bahwa dirinya telah meninggalkan faham Mu’tazilah.
Menurut Ibn Asakir, yang melatarbelakangi Al-Asy’ari meninggalkan faham
Mu’tazilah adalah ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah sebanyak tiga kali, yaitu pada
malam ke-10, ke-20, dan ke-30 bulan Ramadhan. Dalam ketiga mimpimya tersebut,
Rasulullah memperingatinya agar meninggalkan faham Mu’tazilah dan memebela faham
yang telah beliau riwayatkan.
Pemikiran-pemikiran Al-Asy’ari, sebagai berikut:
a. Tuhan dan sifat-sifatnya
Menurut Al-Asy’ari, Allah memiliki sifat, seperti mendengar, melihat,
mengetahui dan sebagainya, akan tatapi hal tersebut tidak boleh diartikan secara
harfiah melainkan secara simbolis. Sebab mendengar dan melihatnya Allah itu
tidak sama dengan makhluknya begitu pula dengan sifat yang lainnya. Begitu juga
dengan penegtahuan Allah berbeda dengan pengetahuan yang kita miliki. Al-

2
Dr.H.Jamaluddin,M.Us, Ilmu Kalam: Khazanah Intelektual Pemikiran Dalam Islam, (PT. Indragiri,
2020), 156-159.
3
Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 120.

4
Asy’ari juga mengatakan bahwa sifat-sifat Allh berbeda dengan Allah sendiri,
tetapi menyangkut hakikatnya tidak berpisah dari esensinya.
b. Kebebasan dalam berkehendak
Dalam hal apakah manusia memeliki kemampuan untuk memilih,
menentukan, serta mengaktualisasikan perbuatannya? Al-Asy’ari membedakan
antara khaliq dan dan kasb. Menurutnya Allah adalah pencipta perbuatan manusia,
sementara manusia sendiri yang mengupayakannya. Hanya Allah lah yang mampu
menciptakan segala sesuatu, termasuk keinginan manusia itu sendiri.
c. Akal dan wahyu serta kriteria baik dan buruk
Walaupun Al-Asy’ari dan orang Mu’tazilah mengakui pentingnya akal dan
wahyu, mereka berbeda pendapat hal tersebut. Menurut Al-Asy’ari lebih
mengutamakan wahyu, sednagkan Mu’tazilah lebih mengutamakan akal. Begitu
pula dalam menentukan baik dan buruk, Al-Asy’ari berpendapak baik dan buruk
harus berdasarkan pada wahyu, sedangkan menurut Mu’tazilah berdasarkan pada
akal.4
d. Qadimnya al-Quran
Berlainan dengan pendapat Mu'tazilah yang mengatakan bahwa Al-Qur’an itu
diciptakan, maka Asy'ariah berpendapat bahwa Al-Qur’an sebagai manifestasi
(perwujudan) Kalamullah yang qadim (tidak diciptakan). Untuk menciptakan itu
perlu kata kun, dan untuk terciptanya, kata kun itu diperlukan pula kata kun yang
lain. Begitulah seterusnya, kata kun yang satu memerlukan kata kun yang lain
yang tak ada habis-habisnya. Tentu saja hal ini tidak mungkin terjadi. Dengan
demikian maka Al-Qur’an (Kalamullah) tidak mungkin diciptakan (baru). Yang
baru adalah Al-Qur’an yang berupa huruf dan suara yang disalin menjadi mushaf
yang bertuliskan Al-Qur’an.5
e. Melihat Allah
Al-Asy’ari tidak sependapat denag kelompok ortodoks ekstrim, terutama
Zahiriyah yang mengatakan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat dan bahwa Allah
bersemayam di Arsy. Ia juga tidak sependapat dengan Mu’tazilah yang
mengingkari ru’yatullah (melihat Allah) di akhirat. Al-Asy’ari yakin bahwa Allah
dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ru’yat

4
Ibid...,122.
5
Muhammad Hasbi, Ilmu Kalam: Memotret Berbagai Aliran Teologi Dalam Islam, (Yogyakarta:
Trustmedia Publishing, 2015), 56.

5
dapat terjadi manakala Allah sendiri yang menyebabkan dapat dilihat atau bila
mana Allah menciptakan kemampuan pebglihatan manusia untuk melihat-Nya.
f. Keadilan
Pandangan mengenai keadilan Tuhan, aliran Asy'ariah berbeda dengan aliran
Mu'tazilah. Menurut aliran Mu'tazilah, Tuhan dikatakan adil jika Ia membalas
orang yang telah berbuat dosa besar dan tidak bertobat dari dosanya dengan
balasan di neraka, dan orang yang taat kepadanya dengan balasan surga. Bagi
aliran Asy'ariah, kekuasaan Tuhan mutlak. Tuhan tidak berkewajiban menyiksa
orang yang berbuat dosa, dan tidak berkewajiban pula memberi balasan berupa
surga kepada orang beriman. Tuhan bebas berbuat menurut kehendak-Nya,
sehingga seandainya Tuhan masukkan semua manusia ke surga, bukanlah Ia
bersifat tidak adil. Begitu pula sebaliknya, seandainya Tuhan memasukkan
seluruh manusia ke dalam neraka, maka bukanlah ia bersifat zalim.
g. Kedudukan orang berdosa
Al-Asy’ari menolak ajaran posisi menengah yang dianut Mu’tazilah.
Mengingat kenyataan bahwa iman merupakan lawan kufr, predikat bagi seseorang
haruslah salah satu diantaranya. Jiak tidak mukmik, ia kafir. Oleh karena itu, Al-
Asy’ari berpendapat bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adlah mukmin yang
fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufr.6
2. Al-Maturidi
Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi
Al-Hanaf dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di daerah Samarkand, wilayah
Trmsoxiana di Asia Tengah, sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak
diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertenghan abad ke-3 H, dan wafat pada
tahun 333 H/944 M. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi bernama Nasyr bin Yahya
Al-Balakhi (W.268 H). Al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutawakkil (232-274
H/847-861 M).
Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk meneuni bidang teologi
dari pada fiqih. Ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapi faham-
faham teologi yang banyak berkembang pada masyarakat islam, yang dipandangnya tidak
sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara. Pemikirannya banyak
dituangkan dalam bentuk karya tulis, diantaranya Kitab Tauhid, Ta’wil Al-Quran, Makhaz

6
Ibid...,124.

6
Asy-Ayara’i, Al-Jadl, Ushul Fi Ushul Ad-Din, Maqalat Fi Al-Ahkam Radd Awa’il Al-
Abdillah Li Al-Ka’bi, Radd Al-Ushul Al-Khamisah Li Abu Muhammad Al-Bahili, Radd Al-
Imamah Li Al-Ba’ad Ar-Rawafid, dan Risalah Fi Al-Aqaid.7
Pemikiran-pemikiran Al-Maturidi, sebagai berikut:8
a. Sifat-sifat Tuhan
Mengenai sifat-sifat Tuhan, terdapat persamaan antara ajaran Maturidiah dan
ajaran Asy’ariah. Bagi mereka, Tuhan memiliki sifat-sifat. Tuhan mengetahui
bukan dengan zat, melainkan dengan sifat-Nya (Pengetahuan-Nya), begitu juga
Tuhan berkuasa bukan dengan zat-Nya, melainkan dengan kekuasaan-Nya.
b. Manusia mewujudkan perbuatannya sendiri
Mengenai perbuatan Manusia, aliran Maturidiah sependapat dengan aliran
Mu’tazilah. Mereka mengatakan bahwa manusialah sebenarnya yang mewujudkan
perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian, maka paham Maturidiah dalam hal ini
sejalan dengan paham Qadariah atau Mu’tazilah bukan paham Jabariah atau Kasb
Asy’ariah.
c. Al-Quran (kalmullah) bersifat qadim
Mengenai kedudukan Al-Qur’an, Maturidiah tidak sepaham dengan
Mu’tazilah. Aliran Maturidiah sebagaimana aliran Asy’ariah berpendapat bahwa
Al-Qur’an (Kalamullah) itu diciptakan, tetapi bersifat qadim. Begitu pula
mengenai kewajiban Tuhan mewujudkan perbuatan yang baik dan yang terbaik
sebagaimana pendapat Mu’tazilah, ditolak oleh Al-Maturidi. Menurut Al-
Maturidi, perbuatan Tuhan itu tidak bisa dikatakan wajib, karena perbuatan wajib
itu mengandung unsur paksaan, sedangkan perbuatan Tuhan itu jika karena
terpaksa bertentangan dengan sifat Iradah-Nya. Namun demikian, Al-Maturidi
percaya bahwa Tuhan berbuat tidak sia-sia. Perbuatan Tuhan itu ada tujuannya.
d. Kedudukan orang berdosa
Dalam soal dosa besar, Al Maturidi sepaham dengan Asy’ari, yaitu bahwa
orang yang berdosa besar masih tetap mukmin. Mengenai balasan tentang dosa
besar itu akan ditentukan Tuhan di akhirat kelak. Al-Maturidi juga menolak
paham posisi di antara dua posisi seperti ajaran Mu’tazilah.
e. Janji dan ancaman Allah kelak aka tejadi

7
Ibid...,124-125.
8
Hasan Basri dkk, Ilmu Kalam: Sejarah Dan Pokok Pikiran Aliran-Aliran, (Bandung: Azkia Pustaka
Utama, 2007), 62-64.

7
Mengenai janji dan ancaman (al wa’ad wal wa’id), aliran ini sepaham dengan
aliran Mu’tazilah. Janji dan ancaman Tuhan kelak akan terjadi. Demikian juga
dalam hal anthromorfisme (tajassum) Maturidiah sependapat dengan Mu’tazilah.
Aliran Maturidiah tidak sependapat dengan Asy’ariah yang mengatakan bahwa
ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan yang mempunyai bentuk tidak dapat diberi
interpretasi atau ta’wil. Menurut pendapat Al-Maturidi, tangan Tuhan, wajah
Tuhan, dan sebagainya mesti diberi arti majazi atau kiasan bukan dalam arti
ta’wil.
f. Perbuatan baik dan buruk
Akal sanggup mengetahui perbuatan baik dan buruk, namun tuntutan
kewajiban untuk melakukan dan meninggalkan suatu perbuatan datangnya dari
Tuhan, bukan dari akal itu sendiri.
E. Doktrin-Doktrin Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa aliran ahlussunnah wal jama’ah
identik dengan aliran Asy’ariyah, maka artinya kepercayaan aliran Asy’ariyah menjadi
kepercayaan ahlussunnah wal jama’ah. Kepercayan-kepercayaan tersebut anatara lain:9
1. Allah bisa dilihat dengan mata kepala di akhirat.
2. Sifat-sifat Allah yaitu siafat-sifat positif (ma’ani), yaitu kodrat, iradat, dan
seterusnya adalah sifat-sifat lain dari dzat Allah tapi bukan juga lain dari dzat.
3. Al-Quran sebagai manifestasi kalmulllah yang qadim adalah qadim, sedangkan al-
Quran berupa huruf dan suara adalah baru.
4. Allah menghendaki kabaikan dan keburukan.
5. Membuat yang baik dan terbaik.
6. Mengutus utusan (Rasul).
7. Memberi pahala kepada orang-oramg yang taat dan menjatuhkan siksa atas orang
yang durhaka.
8. Allah boleh memberi beban di atas kesanggupan manusia.
9. Kabaikan dan keburukan tidak dapat diketahui akal semata-mata.
10. Pekerjaan manusia, Allah lah yang menentukan.
11. Ada syafa’at di hari kiamat.
12. Utusan-Nya yaitu nabi Muhammad diperkuat dengan mukjizat-mukjizatnya.

9
Novan Ardy Wiyana, Ilmu Kalam, (Bumiayu: Teras, 2013), 162-163.

8
13. Kebangkitan di akhirat, pengumpulan manusia di padang mahsyar, pertanyaan
Munkar dan Nakir di kubur, timbangan amal perbuatan manusia, jembatan
shiratal mustaqim, semuanya adalah benar.
14. Surga dan neraka adalah makhluk.
15. Semua sahabat-sahabat Nabi adal baik dan adil.
16. Ijma’ adalah suatu kebenaran yang harus diterima.
17. Orang mukmin yang mengerjakan dosa besar akan masuk neraka sampai selesai
menjalani siksa dan akhirnya akan masuk surga.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ulama khalaf merupakan sekelompok orang yang menghidupkan dan meneruskan tradisi
salaf, yaitu menolak bid’ah serta mengembalikan semua panutan terhadap al-Quran dan
sunnah. Kehadiran ulama khalaf ialah untuk menangani permasalahan dalam menafsirkan
sumber agama islam agar tidak terjadi penyelewengan.
2. Ahlus Sunnah wal Jamaah merupakan orang-orang yang mengikuti akidah Islam yang
benar, komitmen dengan Rasulullah SAW bersama sahabat, tabi’in dan semua generasi
yang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.
3. awal mula aliran ASWAJA ialah bermula dari ketidak sepemikirannya Al-Asy’ari dengan
ajaran yang disampaikan oleh gurunya. Dari hal itulah muncullah aliran ini, bahkan orang-
orang menyebut aliran ini dengan faham Asy’ariyah.
4. Tokoh-tokoh pemikir aliarn ini adalah Al-Asy’ari (Abu Al-Hasan Ali bin Isma’il bin Ishaq
bin Salim bin Isma’il bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-
Asy’ari) dan Al-Maturidi (Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-
Maturidi As-Samarqandi Al-Hanaf).
5. Doktrin-doktrin Ahlus Sunnah Wal Jama’ah lebih indentik dengan pemikiran Asy’ariyah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon. 2007. Ilmu Kalam. Bandung, Pustaka Setia.


Basri, Hasan, dkk. 2007. Ilmu Kalam: Sejarah Dan Pokok Pikiran Aliran-Aliran. Bandung,
Azkia Pustaka Utama.
Dr. H. Subaidi,M.Pd. 2019. Pendidikan Islam: Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-
Nahdliyah. Jepara, Unisnu Press.
Dr.H.Jamaluddin,M.Us. 2020. Ilmu Kalam: Khazanah Intelektual Pemikiran Dalam Islam.
PT. Indragiri.
Hasbi, Muhammad. 2015. Ilmu Kalam: Memotret Berbagai Aliran Teologi Dalam Islam.
Yogyakarta, Trustmedia Publishing.
Wiyana, Novan Ardy. 2013. Ilmu Kalam. Bumiayu, Teras.

11

Anda mungkin juga menyukai