Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Akidah atau keyakinan adalah sesuatu yang harus ada dalam diri
setiap manusia. Sama halnya dengan nilai dirinya, bahkan melebihinya. Hal
itu terbukti bahwa orang rela mati demi mempertahankan keyakinannya.
Pokok dari keyakinan itu ialah Tuhan. Tuhan merupakan tempat
pelarian terakhir bagi manusia apabila mengalami kegagalan. Kalau mereka
tidak berhasil menemukan Tuhan dalam rumusan yang haqiqi, maka mereka
terpaksa merekayasa Tuhan-Tuhan simbolis dengan imajinasi masing-masing.
Seperti Firman Allah :

Yang artinya, “ apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya


hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tetkala Dia
menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Manusia itu selalu tidak
berterima kasih. “ (Q.S. Al Isra’ : 67)
Pada hakikatnya setiap manusia itu bertuhan, bahkan bagi yang
ateisme. Umat Islam berkeyakinan bahwa Tuhan mereka adalah yang
menciptakan mereka dan semua yang ada di alam ini, yakni Allah SWT.
Dengan adanya ajaran mengenai ketauhidan diharapkan mampu
menambah iman seorang muslim dan lebih mendekatkan diri kepada Allah
serta menjauhi larangan larangan-Nya. Dalam ilmu tauhid memberikan bekal
bekal pengertian tentang pedoman keyakinan hidup manusia. Ilmu tauhid
berperan untuk memberi pedoman arah agar manusia selalu tetap sadar akan
kewajibannya sebagai makhluk terhadap penciptanya. lmu tauhid
mempelajari tentang sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan salah satunya

1
adalah iman kepada Allah. Ilmu tauhid berguna untuk mengetahui sifat sifat
Allah dan Rasul-Nya dengan dalil dalil yang pasti dan meyakinkan dan
memperoleh kebahagiaan abadi. Dengan mempelajari ilmu tauhid akan
mengetahui yang baik dan yang buruk.

1.2.Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini, yaitu :
1. Apa pengertian Ahlussunnah Wal Jamaah ?
2. Apa pengertian Salaf dan Khalaf ?
3. Apa saja cirri cirri salaf ?
4. Apa saja golongan golongan salaf dan khalaf ?
5. Siapa tokoh pemikiran salaf dan khalaf ?

1.3.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian Ahlussunnah Wal Jamaah
2. Untuk mengetahui pengertian Salaf dan Khalaf
3. Untuk mengetahui cirri cirri salaf
4. Untuk mengetahui tokoh dan pemikirannya
5. Untuk mengetahui golongan ajaran tersebut

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Ahlussunnah Wal Jamaah


Menurut bahasa kata As-Sunnah mempunyai bentuk jamak yaitu As-
Sunnan, yang berarti sejarah (perjalanan hidup) dan jalan (metode) yang
ditempuh1. Ibnu Mandur berkata, “Sunnah makna awalnya adalah jalan yang
ditempuh oleh para pendahulu yang akhirnya ditempuh oleh orang lain
sesudahnya.2
Dengan demikian, secara bahasa kata Sunnah merupakan sejarah dan
metode yang diikuti oleh orang lain atau sesudahnya. Sedangkan menurut
istilah, Ahlus Sunnah adalah orang yang mengikuti sunnah dan berpegang
teguh dengannya, yaitu para sahabat dan setiap muslim yang mengikuti jalan
3
mereka sampai hari kiamat. Kemudian kata Jamaah secara bahasa berarti
kelompok, bersatu, lawan dari kata berpecah belah. 4
Menurut istilah Syekh Abdul Kadir Jeilani berpandat bahwa, Sunnah
ialah segala sesuatu yang dilakukan Rasulullah SAW., sedangkan al Jamaah
ialah apa yang disepakati oleh para jamaah sahabat Nabi pada masanya
khalifah yang empat (Khulafaur Rasyiddin).5
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ahlussunnah
wal Jamaah merupakan orang-orang yang mengikuti akidah Islam yang
benar, komitmen dengan manhaj Rasulullah SAW bersama sahabat, tabi’in
dan semua generasi yang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari
kiamat.

1
Qadri Fathurrahman, M. Hambal Shafiran, Sejarah Pemikiran Islam, Dirasatul
Firaq, Solo : Pustaka Arafah, 2010, h. 18.
2
Ibid, h. 18.
3
Ibid, h. 19.
4
Ibid, h. 20.
5
Tgk. H.A Syihab, Akidah Ahlus Sunnah, Jakarta: Bumi Aksara, 1998, h. 10.

3
2.2.Pengertian Salaf

Aliran salaf sesuai maknanya yaitu tradisional menunjukkan aliran ini


aliran pertama dari Ahlussunnah wal Jamaah, salaf berarti pula ulama-ulama
shaleh yang hidup pada 3 abad pertama Islam.
Beberapa ulama mendefinisikan tentang arti salaf, di antaranya As-
Syahrastani mengatakan bahwa ulama Salaf adalah yang tidak menggunakan
ta’wil (dalam ayat-ayat metasyabihat) dan tidak mempunyai paham tasybih.
Mahmud Al-Bisybisyi dalam Al-Firaq Al-Islamiyyah mendefinisikan
sebagai sahabat, tabi’in, dan tabi’in yang dapat diketahui dari sikapnya
menampik penafsiran yang mendalam mengenai sifat-sifat Allah yang
menyerupai segala sesuatu yang baru untuk menyucikan dan mengagungkan-
Nya.6
Aliran ini senantiasa mempertahankan kemurnian ajaran Rasulullah
SAW dan masa sahabat serta masa tabi’in. akidah salafiah sangat
bertentangan dengan konsep ahli kalam (mu’tazilah). Akidahnya semata-
mata berdasarkan tektual (harfiah) dan sama sekali tidak mau menerima
segala sesuatu yang kontekstual saja. Mereka kurang berkontribusi pada
peranan akal (rasio).7
Ibrahim Madzkur menguraikan karakteristik ulama salaf sebagai berikut.
Pertama, mereka lebih mendahulukan riwayat (naql) daripada dirayah (aql).
Kedua, dalam persoalan cabang pokok-pokok agama (ushuluddin) dan
persoalan cabang agama (furu’ ad-din), mereka bertolak dari penjelasan al
Kitab dan as Sunnah. Ketiga, mereka mengimami Allah tanpa perenungan
lebih lanjut (tentang dzat-Nya) dan tidak pula mempunyai paham
antrhopomor phisme. Keempat, mereka memahami ayat-ayat al Qur’an
sesuai dengan makna lahirnya dan tidak berupaya mena’wilkannya.8

6
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2003, h.
109.
7
Tgk. H. A. Syihab Akidah Ahlus Sunnah, Jakarta: Bumi Aksara, 1998, h. 25.
8
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2003, h.
110.

4
2.3. Sejarah Salaf
Salaf menurut para ulama adalah sahabat, tabi’in (orang-orang yang
mengikuti sahabat) dan tabi’ut tabi’in (orang-orang yang mengikuti tabi’in).
Tiga generasi awal inilah yang disebut dengan salafush sholih (orang-orang
terdahulu yang sholih). Merekalah tiga generasi utama dan terbaik dari umat
ini, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam,”Sebaik-baik
manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya kemudian
generasi sesudahnya lagi.” (HR. Ahmad, Ibnu Abi ’Ashim, Bukhari dan
Tirmidzi). Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam telah mempersaksikan
’kebaikan’ tiga generasi awal umat ini yang menunjukkan akan keutamaan
dan kemuliaan mereka, semangat mereka dalam melakukan kebaikan, luasnya
ilmu mereka tentang syari’at Allah, semangat mereka berpegang teguh pada
sunnah beliau shallallahu ’alaihi wa sallam. (Lihat Al Wajiz fii Aqidah
Salafish Sholih dan Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Dr. Muhammad
Kholifah At Tamimi)

2.4. Ciri Ciri Ulama Salaf


a. Mendahulukan Wahyu dari pada akal dalam pengambilan dalil.
b. Membatasi pengambilan dalil hanya dari Al Qur’an dan Sunnah.

c. Mengembalikan makna ta’wil kepada “Ahlul Kalam” yaitu ALLAH


SWT.

d. Menjaga diri dengan tetap berpegang kepada manhaj / jalan para


sahabat.

2.5.Tokoh Dan Pemikiran Salaf


1. Imam Ahmad Bin Hanbali
Ibn Hanbali merupakan anak dari pasangan suami istri, ibunya
bernama Shahifah binti Maimunah dengan ayahnya yang bernama
Muhammad bin Hanbal, jika di urut-urutkan akan bertemu dengan
keluarga Nabi Muhammad SAW. Dilahirkan di Baghdad pada tahun 164
H/780 M dan meninggal 241 H/855 M.ia sering dipanggil Abu Abdillah

5
yang merupakan nama salah satu anaknya. Namun, ia lebih dikenal
dengan nama Imam Hanbali Karena merupakan pendiri madzhab
Hanbali.9
Pendidikannya bermula melalui didikan ayahnya, namun ketika
genap berusia 16 tahun ayahnya meninggal dunia. Kemudian ia berguru
pada ulama-ulama Baghdad, berlanjut di Kuffah, Basrah, Syam, Yaman,
Mekah dan terakhir di Madinah. Di antara guru-gurunya bernama
Hammad bin Khalid, Isma’il bin Aliyyah dan masih banyak lagi. Ia
mempelajari ilmu Fiqh, Hadist, Tafsir, Kalam, Ushul dan Bahasa Arab. 10
Ketika itu aliran Ahlussunnah mendapat intimidasi luar biasa dari
penguasa Mu’tazilah (Khalifah Al Makmun). Dalam sejarah Islam
dikenal dengan peristiwa Fitnah Khalqil Qur’an yang menggugat bahwa
al Qur’an bukan Kalamullah.
Di sinilah perjuangan Ibn Hanbal memuncak, ia mempertaruhkan
jiwa raganya untuk siap keluar masuk penjara dan penganiayaan ribuan
kali cambuk yang harus dideritanya hingga terlepas kain penutup
auratnya. Hal itu dilakukan demi mempertahamkan akidah Ahlussunnah
wal Jamaah yang ia bawa. Ia berjuang sendiri sementara ulama-ulama
lain tak sanggup dan menyerah.11
Namun, menurut Harun Nasution ada satu orang yang kuat
keyakinannya seperti Ibn Hanbal, yaitu Muhammad ibn Nuh, ia
sependapat dengan Ibn Hanbal bahwa al Qur’an itu tidak diciptakan atau
bersifat qadim. Akhirnya keduanya dipenjarakan, Muhammad ibn Nuh
wafat di dalam penjara.12
Pemikiran Ibn Hanbal menurut Abdul Rozak dan Rosihon Anwar
dalam bukunya, terbagi menjadi dua, sebagai berikut:
a. Tentang ayat-ayat mutasyabihat

9
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2003, h.
111.
10
Ibid., h. 111.
11
Tgk. H. Z. A. Syihab, Akidah Ahlu Sunnah, Jakarta: Bumi Aksara, 1998, h. 32.
12
Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta: UI-Press, 1986, h. 64.

6
Dalam memahami ayat-ayat al Qur’an, Ibn Hanbali menggunakan
pendekatan tekstual tanpa menggunakan pendekatan kontekstual,
terutama ayat-ayat yang mutasyabihat.13
Seperti ia menafsirakan tentang ayat ini :

Artinya :
“ (yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, yang bersemayam si atas Arsy.”
(Q.S. Thaha 20:5)
Menurut Ibn Hanbal ia menafsirkan bahwa Istiwa di atas Arsy
terserah pada Allah dan bagaimana saja Dia kehendaki dengan tiada
batas dan tiada seorang pun sanggup menyifatinya.
b. Tentang status al Qur’an
Salah satu persoalan teologis yang dihadapi Ibn Hanbal, yang
kemudian membuatnya dipenjarakan berulang kali ialah status al Qur’an.
apakah al Qur’an itu makhluk atau bukan. Ia berpendapat bahwa al
Qur’an tidak diciptakan, sesuai pola pikirnya yang menyerahkan
sepenuhnya kepada Allah tentang sifat-sifat Allah.

2. Ibn Taimiyah
Ibn Taimiyah dilahirkan di Harran pada tahun 661 H dan
meninggal pada tahun 729 H. Nama aslinya Taqiyuddin bin Al Halim bin
Taimiyah, namun lebih terkenal dengan sebutan Ibn Taimiyah.
Ibn Taimiyah terkenal sangat cerdas sehingga pada usia 17 tahun,
ia telah dipercaya masyarakat untuk memberikan pandangan-pandangan
mengenai hukum secara resmi di istana Gubernur Damaskus, pemikiran-
pemikirannya dijadikan landasan hukum di Damaskus. Hal ini membuat
risau ulama-ulama kota tersebut yang banyak menganut paham
Mu’tzilah. Karena Ibn Taimiyah ialah ulama salaf yang ekstrim dan
kurang memberi ruang gerak kepada akal. Ia banyak mengkritik ulama-
ulama seperti Imam Al Ghazali dan Ibn Arabi. Ibn Taimiyah

13
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2003, h.
112.

7
beranggapan bahwa mereka tidak 100% berdasar pada wahyu Illahi.
Sebagai ulama salaf sudah barang tentu sepenuhnya pada tekstual saja
tanpa repot menggunakan kontekstual, karena menurutnya semua ia
serahkan kepada Allah semata. Dalam perjuangannya ini Ibn Taimiyah
seperti halnya ulama terdahulunya Ibn Hanbal yang harus rela kaluar
masuk penjara demi mempersatukan umat dan kembali kepada ajaran
14
Rasulullah SAW yang benar. Bahkan ia pun wafat di dalam penjara.
Sebagai ulama salaf pemikiran-pemikiran Ibn Taimiyah pada intinya
sama, yaitu lebih mengedepankan tekstual dibanding kontekstual.
Pemikiran Ibn Taimiyah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Sangat berpegang teguh pada nash
b. Tidak memberikan ruang gerak pada akal
c. Bahwa al Qur’an mengandung semua ilmu agama
d. Di dalam Islam yang diteladani hanya pada tiga generasi saja, yakni
masa Sahabat Nabi, Tabi’in, Tabi’i Tabi’in
e. Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan Tauhid dan
tetap mentanzihkan-Nya.

3. Ibn Qayyim Al Jawjiyyah


Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Syamsuddin Muhammad
Abu Bakr bin Ayyub bin Sad bin Huraiz bin Makk Zainuddin az-Zuri
ad-Dimasyqi dan dikenal dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Dia
dilahirkan pada tanggal 7 Shafar tahun 691 H. Dia tumbuh dewasa
dalam suasana ilmiah yang kondusif. Ayahnya adalah kepala sekolah
al-Jauziyah di Dimasyq (Damaskus) selama beberapa tahun. Karena
itulah, sang ayah digelari Qayyim al-Jauziyah. Sebab itu pula sang
anak dikenal di kalangan ulama dengan nama Ibnu Qayyim al-
Jauziyah.15

14
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2003, h.
115.
15
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/01/22/ly5t39-inilah-
tokohtokoh-gerakan-salafiyah

8
Seperti gurunya Ibn Taimiyah, Ibn Qayyim meneruskan jejak
beliau untuk kembali kepada sumber-sumber dinul Islam yang suci
dan murni, yakni Ahlussunnah wal Jamaah yang tidak terkotori oleh
ra’yu-ra’yu (pendapat-pendapat) Ahlul Ahwa’ wal bida’ (Ahli
Bid’ah) serta helah-helah (tipu daya) orang-orang yang suka
mempermainkan agama. Adapun cara pengambilan istinbath hukum,
beliau berpegang kepada al Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ Fatwa-fatwa
shahabat dan Qiyas.16
Menurut Syihab aliran salafiah selanjutnya berkembang ke
seantero dunia. Di kawasan Timur Tengah dikembangakan oleh
Syekh Muhammad Abduh, Syekh Jamaluddin Al Afghani, Rasyid
Ridha. Di Afrika dikembangkan oleh Syekh Sanusi. Di India oleh
Sayid Ahmad din Irfan dan Syekh Ahmad Sirhindi. Sementara di
Indonesia dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan dan Ahmad Surkati,
serta masih banyak lagi ulama-ulama pengembang Ahlussunnah wal
Jamaah versi Salaf ini.17

2.6.Golongan
Syaikh Al ‘Utsaimin menjelaskan satu persatu gambaran firqah sesat
dan menyimpang dari ajaran Islam. Berikut ini intisari penjelasan beliau
dengan beberapa tambahan dari sumber lain. Mereka itu adalah:18
1. Rafidhah (Syi’ah)
Yaitu orang-orang yang melampaui batas dalam mengagungkan ahlul
bait (keluarga Nabi). Mereka juga mengkafirkan orang-orang selain
golongannya, baik itu dari kalangan para Shahabat maupun yang lainnya. Ada
juga di antara mereka yang menuduh para Shahabat telah menjadi fasik
sesudah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka ini pun terdiri
dari banyak sekte. Di antara mereka ada yang sangat ekstrim hingga berani
mempertuhankan ‘Ali bin Abi Thalib, dan ada pula di antara mereka yang

16
http://iappi.fr-bb.com/t86-mengenal-imam-ibnul-qayyim-aljauziyyah
17
Tgk. H. Z. A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah, Jakarta: Bumi Aksara, 1998, h. 34.

18
www. Muslim.or.id

9
lebih rendah kesesatannya dibandingkan mereka ini. Tokoh mereka di zaman
ini adalah Khomeini beserta begundal-begundalnya.
2. Jahmiyah
Disebut demikian karena mereka adalah penganut paham Jahm bin
Shofwan yang madzhabnya sesat. Madzhab mereka dalam masalah tauhid
adalah menolak sifat-sifat Allah. Sedangkan madzhab mereka dalam masalah
takdir adalah menganut paham Jabriyah. Paham Jabriyah menganggap bahwa
manusia adalah makhluk yang terpaksa dan tidak memiliki pilihan dalam
mengerjakan kebaikan dan keburukan. Adapun dalam masalah keimanan
madzhab mereka adalah menganut paham Murji’ah yang menyatakan bahwa
iman itu cukup dengan pengakuan hati tanpa harus diikuti dengan ucapan dan
amalan. Sehingga konsekuensi dari pendapat mereka ialah pelaku dosa besar
adalah seorang mukmin yang sempurna imannya. Wallaahul musta’aan.
3. Khawarij
Mereka ini adalah orang-orang yang memberontak kepada khalifah ‘Ali bin
Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu karena alasan pemutusan hukum. Di antara ciri
pemahaman mereka ialah membolehkan pemberontakan kepada penguasa
muslim dan mengkafirkan pelaku dosa besar. Mereka ini juga terbagi menjadi
bersekte-sekte lagi.
4. Qadariyah
Mereka ini adalah orang-orang yang berpendapat menolak keberadaan
takdir. Sehingga mereka meyakini bahwa hamba memiliki kehendak bebas
dan kemampuan berbuat yang terlepas sama sekali dari kehendak dan
kekuasaan Allah. Pelopor yang menampakkan pendapat ini adalah Ma’bad Al
Juhani di akhir-akhir periode kehidupan para Shahabat. Di antara mereka ada
yang ekstrim dan ada yang tidak. Namun yang tidak ekstrim ini menyatakan
bahwa terjadinya perbuatan hamba bukan karena kehendak, kekuasaan dan
ciptaan Allah, jadi inipun sama sesatnya.
5. Murji’ah
Menurut mereka amal bukanlah bagian dari iman. Sehingga cukuplah
iman itu dengan modal pengakuan hati saja. Konsekuensi pendapat mereka
adalah pelaku dosa besar termasuk orang yang imannya sempurna. Meskipun

10
dia melakukan kemaksiatan apapun dan meninggalkan ketaatan apapun.
Madzhab mereka ini merupakan kebalikan dari madzhab Khawarij.
6. Mu’tazilah
Mereka adalah para pengikut Washil bin ‘Atha’ yang beri’tizal
(menyempal) dari majelis pengajian Hasan Al Bashri. Dia menyatakan bahwa
orang yang melakukan dosa besar itu di dunia dihukumi sebagai orang yang
berada di antara dua posisi (manzilah baina manzilatain), tidak kafir tapi juga
tidak beriman. Akan tetapi menurutnya di akhirat mereka akhirnya juga akan
kekal di dalam Neraka. Tokoh lain yang mengikuti jejaknya adalah Amr bin
‘Ubaid. Madzhab mereka dalam masalah tauhid Asma’ wa Shifat adalah
menolak (ta’thil) sebagaimana kelakuan kaum Jahmiyah. Dalam masalah
takdir mereka ini menganut paham Qadariyah. Sedang dalam masalah pelaku
dosa besar mereka menganggapnya tidak kafir tapi juga tidak beriman.
Dengan dua prinsip terakhir ini pada hakikatnya mereka bertentangan dengan
Jahmiyah. Karena Jahmiyah menganut paham Jabriyah dan menganggap dosa
tidaklah membahayakan keimanan. Inilah anehnya bid’ah, dua prinsip aliran
sesat yang bertentangan bisa bertemu dalam satu tubuh. Tahsabuhum jamii’an
wa quluubuhum syattaa. Kalian lihat mereka itu bersatu padu akan tetapi
sebenarnya hati mereka tercerai-berai. (lihat QS. Al Hasyr: 14).

14. Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu,
kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok.
permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. kamu kira mereka itu
bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. yang demikian itu Karena
Sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti. ( Al Hasyr : 14 ).
7. Karramiyah

11
Mereka adalah pengikut Muhammad bin Karram yang cenderung kepada
madzhab Tasybih (penyerupaan sifat Allah dengan makhluk) dan mengikuti
pendapat Murji’ah, mereka ini juga terdiri dari banyak sekte.
8. Kullabiyah
Mereka ini adalah pengikut Abdullah bin Sa’id bin Kullab Al Bashri.
Mereka inilah yang mengeluarkan statemen tentang Tujuh Sifat Allah yang
mereka tetapkan dengan akal. Kemudian kaum Asya’irah (yang mengaku
mengikuti Imam Abul Hasan Al Asy’ari) pada masa ini pun mengikuti jejak
langkah mereka yang sesat itu. Perlu diketahui bahwa Imam Abul Hasan Al
Asy’ari pada awalnya menganut paham Mu’tazilah sampai usia sekitar 40
tahun. Kemudian sesudah itu beliau bertaubat darinya dan membongkar
kebatilan madzhab Mu’tazilah. Di tengah perjalanannya kembali kepada
manhaj Ahlus Sunnah beliau sempat memiliki keyakinan semacam ini yang
tidak mau mengakui sifat-sifat Allah kecuali tujuh saja yaitu: hidup,
mengetahui, berkuasa, berbicara, berkehendak, mendengar dan melihat.
Kemudian akhirnya beliau bertaubat secara total dan berpegang teguh dengan
madzhab Ahlus Sunnah, semoga Allah merahmati beliau.

2.7.Pengertian Khalaf
Kata Khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulama yang lahir
setelah abad III H dengan karakteristik yang bertolak belakang dengan apa
yang dimiliki salaf,diantaranya tentang penakwilan terhadap sifat-sifat Tuhan
yang serupa dengan makhluk pada pengertian yang sesuai dengan ketinggian
dan kesucian-Nya.

Ahli Khalaf merupakan gerakan ulama yang menghidupkan dan


meneruskan tradisi salaf, menolak bid'ah dan khurafat supaya kembali
kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Perkembangan zaman terutama dalam
pemikiran dan kebudayaan asing telah mula menyelinap masuk ke dalam
pemikiran dan kebudayaan umat Islam. Kehadiran golongan Khalaf juga
bertujuan untuk menangani permasalahan dalam mentafsirkan sumber agama
Islam daripada sebarang penyelewengan dan membersihkan Akidah Islam

12
daripada pemikiran falsafah, ketuhanan Yunani, Batiniah, Tasawuf Falsafi
dan kebudayaan lama Parsi daripada terus bertapak dalam masyarakat Islam.

Khalaf ialah firqah yang dibawa oleh ulama pada tiga abad pertama
Islam. Sedangkan Ahlussunnah versi Khalaf ini merupakan kelanjutan dari
versi sebelumnya, yakni pada awal abad ke tiga hijriah.
Firqah ini menengahi antara dua Firqah Mu’tazilah dan Ahlussunah
versi Salaf. Jika Mu’tazilah mengedepankan rasionalime dan Ahlussunnah
lebih mengedepankan Nash atau Wahyu secara tekstual. Firqah
Ahlussunnah versi Khalaf ini cenderung moderat, artinya Akal dan Wahyu
saling mendukung, kecuali dalam masalah tertentu akal tidak cukup untuk
memahami wahyu karena keterbatasannya. Namun, firqah ini masih sejalan
dengan aliran Ahlussunnah wal Jamaah, karena tetap berpegang teguh pada
ajaran Rasul yang lurus yakni al Qur’an dan Hadist sebagai sumber utama
pedoman hidup.

2.8. Sejarah Khalaf

Dalam Islam, berdasar pada fakta sejarah yang ada, ulama terbagi menjadi
dua kategori besar, ulama salaf dan ulama khalaf. Klasifikasi yang demikian
berdasar pada masa atau periode tertentu, yaitu periode ulama salaf dan ulama
khalaf. Ulama generasi awal dan ulama generasi akhir. Ada jarak dan batas
waktu pemisah. Istilah ini tidak hendak memisah atau memutus akar
terjemahan Islam dari Rasulullah yang diwariskan kepada ulama salaf, namun
hanya sekadar sebutan yang didasarkan atas masa tertentu. Ulama khalaf
adalah penerus ulama salaf.

Sebagaimana diterangkan dalam kitab Tuhfah al Murid bahwa yang


termasuk ulama salaf adalah para Nabi, sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in,
terutama empat imam madhab. Yakni, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam
Syafi’i, dan Imam Hanbali. Dari sini bisa disimpulkan, ulama salaf adalah
para ulama yang hidup pada era para Nabi, sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in.
Sedangkan ulama khalaf adalah mereka yang hidup setelah masa tabi’it
tabi’in.

13
Berdasarkan pada tarikh, imam empat madhab yang terakhir adalah Imam
Ahmad bin Hanbal yang lahir di Bagdad pada bulan Rabi’ul akhir tahun 164
H/780 M, dan wafat pada Rabi’ulawal tahun 241 H/855 M. Dengan demikian,
maka masa ulama’ salaf kira-kira berakhir sekitar tahun 241 H atau 855 M.
Dan setelahnya, termasuk ulama khalaf .

Pendapat lain mengatakan masa pemisah antara periode ulama salaf dan
khalaf dibatasi dengan masa atau kurun tertentu. Paling tidak, ada tiga
pendapat soal batas waktu ini sebagaimana penjelasan dalam kitab Raudlah al
Ulama. Pertama, ulama salaf adalah ulama yang hidup sebelum tahun 300
Hijriyah dan ulama khalaf adalah ulama yang hidup setelah tahun tersebut.
Kedua, ulama salaf hidup sebelum tahun 400 hijriyah. Sedangkan ulama
khalaf hidup setelah tahun 400 hijriyah. Dan yang ketiga, berpendapat bahwa
ulama salaf adalah mereka yang hidup sebelum tahun 500 Hijriyah, sementara
ulama khalaf adalah ulama yang hidup setelah tahun 500 Hijriyah.

2.9. Tokoh Dan Pemikiran Khalaf


1. Al Asy’ari

Nama aslinya Abu Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Basyar Ishak bin
Salim bin Isma’il binAbdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin
Abi Musa Abdullah bin Qais al Asy’ari (cucu sahabat Nabi). Dilahirkan di
Basrah pada tahun 260 H dan wafat di Baghdad tahun 324 H.19 Ayahnya
meninggal ketika Asy’ari masih kecil, sehingga Ibunya menikah lagi dengan
seorang tokoh Mu’tazilah bernama Abu Ali Jubba’i. Kemudian ia dididik
oleh ayah tirinya itu hingga ia menguasai betul masalah Mu’tazilah, selama
40 tahun Asy’ari belajar dengannya.

Entah mengapa Asy’ari setelah sekian tahun mempelajari Mu’tazilah.


Tiba-tiba ia menyatakan keluar dari Mu’tazilah. Banyak peneliti yang
mengemukakan pendapatnya tentang kepindahan Asy’ari ini.dalam buku
Ilmu Kalam karya Abdul Rozak mengatakan bahwa Asy’ari bermimpi

19
M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, Jakarta: RakaGrafindo Persada, 1996, h. 121

14
bertemu Rasulullah SAW selama tiga kali pada malam ke-10, ke-20, ke-30
bulan Ramadhan. Dalam mimpinya dikatakan bahwa Rasulullah SAW
memperingatkannya agar meninggalkan paham Mu’tazilah dan membela
paham yang telah diriwayatkan oleh beliau.20

M. Yusran dalam bukunya yang berjudul Ilmu Tauhid mengatakan


bahwa Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah karena ia merasa tidak puas
tentang aliran tersebut. Sehingga ia merenung di dalam rumah selama 15
hari dan memeutuskan untuk keluar dari firqah Mu’tazilah.21

Asy’ari berpendapat bahwa akal manusia terbatas untuk menguak


realitas ketuhanan kecuali yang di informasikan secara langsung melalui al
Qur’an. Hal inilah yang menurut penulis membuat Asy’ari keluar dari firqah
Mu’tazilah yang selalu mengedepankan akal tanpa di landasi dalil-dalil yang
kuat.

Pokok-pokok pemikiran Asy’ari sebagai berikut:22

a. Bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat sebagaimana yang


disebutkan dalam al Qur’an. Hal ini jelas bertentangan dengan
Mu’tazilah yang beranggapan bahwa Tuhan tidak mempunyai
sifat.
b. Bahwa al Qur’an adalah Qadam, berlawanan dengan
Mu’tazilah yang menurutnya al Qur’an itu di ciptakan atau
mahluk.
c. Bahwa Allah dapat dilihat dengan mata kepala manusia di
dalam surga.
d. Bahwa perbuatan manusia itu diciptakan Allah, bukan
diciptakan oleh manusia itu sendiri.

20
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Jakarta: Pustaka Setia, 2003. H.
120
21
M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, Jakarta: RakaGrafindo Persada, 1996, h. 122.
22
M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, Jakarta: RakaGrafindo Persada, 1996, h. 123-
125.

15
e. Antropomorhisme, bahwa Allah bertahta di Arsy, mempunyai
tangan, mata, dan sebagainya. Namun, menurutnya itu
mengandung makna kiasan, artinya tidak sama seperti
mahluknya, sesuai sifat Allah Muhallafatul lil hawaditsi.
f. Bahwa Allah itu adil
g. Bahwa muslim yang berbuat dosa besar tetap Islam dan tidak
kafir, ia akan tetap disiksa namun tidak selamanya.

2. Al Maturidi
Ia hidup sejaman dengan Asy’ari. Nama aslinya Abu Mansur
Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al Maturidi. Dilahirkan di
Maturid, Samarkand pada pertengahan abad ke-9 masehi dan wafat pada
tahun 332 H.
Pemikiran al Maturidi secara garis besar selaras dengan Abu Hasan
Asy’ari, namun Al Maturidi lebih rasional ketimbang Asy’ri, sesuai
madzhab yang ia anut yakni Madzhab Hanafi.

Berikut beberapa pemikiran Al Maturid:23


a. Bahwa Allah mempunyai sifat (sejalan dengan Asy’ari)
b. Perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan, namun menurutnya
manusia juga mempunyai daya untuk berbuat sesuatu, yakni dengan
mempertemukan ikhtiar (manusia) dan qudrat Tuhan sebagai
pencipta perbuatan manusia.
c. Bahwa al Qur’an merupakan Qadam
d. Bahwa Allah itu adil
e. Bahwa muslim yang berdosa besar tetap Islam, kan dimasukkan
neraka namun tidak selamanya.
f. Antropomorphisme

23
M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, Jakarta: RakaGrafindo Persada, 1996, h. 128-
129.

16
3. Al Bazdawiyah
Seorang tokoh besar dan intelektual terkemuka dalam ilmu fiqih,
ushul fiqih (madzhab Hanafi), tafsir dan ilmu kalam (teologi).
Nama aslinya Ali Bin Muhammad Bin Husein Bin Abdul Karim Bin
Musa Bin Isa Bin Mujahid Al Bazdawi. Lahir di Bazdah (Bazdawah) pada
tahun 400 H. kemudian belajar di Samarkand dan meninggal di Kash,
Uzbekistan pada tahun 482 H.
Ia adalah murid dari Al Maturidiyah yang juga penganut Madzhab
Hanafi. Perjuangan gurunya itu ia lanjutkan, demi mempersatukan umat
kembali kepada jalan yang benar sesuai ajaran Rasulullah SAW. Ajarannya
sama halnya dengan Al Maturidi, yakni berlandas pada wahyu dan akal.
Namun, jika Al Maturidi lebih besar dalam penggunaan akal dripada wahyu,
Al Bazdawiyah menyeimbangkan sama besarnya antar keduanya, yakni
wahyu 50% dan akal 50%.

2.10. Perbedaan Salaf dan Khalaf


1. Kriteria Takfir
Pandangan Salaf bahwa Alquran adalah Kalamullah yang tidak
perlu dijelaskan apakah ia makhluk atau bukan, sementara pada
masa Khalaf pembahasan ini tidak lagi diperdebatkan.
2. Pembagian Takfir
Penggunaan Ta’wil pada masa Salaf untuk menjelaskan sifat-sifat
Allah tidak dapat dibenarkan demi mepertahankan kebenaran
nas}, sementara pada masa Khalaf dibenarkan selama memenuhi
standar kaidah ta’wil.
3. Beberapa kriteria Takfir pada masa Salaf disempurnakan oleh
masa Khalaf.
Takfir pada masa awal belum terjabarkan dengan sistematis, hanya
bersumber dari Alquran dan hadis secara tersurat, sehingga menimbulkan
beberapa pemahaman yang tidak sesuai dengan prinsip ajaran Islam itu sendiri.
Ditambah lagi munculnya kelompok-kelompok yang terlalu menonjolkan
pemahaman mereka dan menolak pemahaman kelompok lain yang seharusnya

17
bisa disinkronkan. Kemunafikan adalah bentuk dari kekafiran sebagaimana
yang tersebut dalam Syarh} Usul as-Sunnah dikarenakan merujuk kepada sikap
orang-orang munafik pada masa Rasul, bentuk kemunafikan ini dijelaskan
kembali sehingga ada yang mengeluarkan dari keislaman dan adapula yang
tidak sampai mengeluarkan seseorang dari keislamannya.
Menurut Ibn Taimiyyah sesuatu yang merupakan ranah ijtihad termasuk
dalam masalah tawassul tidak dapat dikafirkan. Hal-hal yang debatable dan
multitafsir memerlukan telaah lebih lanjut sehingga bisa ditetapkan letak
kesalahan yang menyebabkan kekafiran. Kemudian Ibn al-Qayyim mengatakan
jika pelanggaran dilakukan dengan sengaja dan penuh kesadaran maka akan
menyebabkan tercabutnya keimanan dan dapat ditakfirkan.
Pada masa Khalaf telah ditata kriteria secara sistematis sehingga lebih
mudah dimengerti dan dengan bahasa yang lebih tegas sehingga terhindar dari
pemahaman yang parsial. Umpamanya pengingkaran terhadap yang haram
dengan mengingkari keharamannya dan pengingkaran terhadap syahadah. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat al Ima>m al-Asy‟ariy. Adapula yang menolak
dasar akidah dan syariah. Hal tersebut menurut pendapat al-Gazaliy, dan
menurut al-Qaradawiy mengingkari syariat dengan cara terang-terangan tanpa
rasa malu.
Faktor penyebab perbedaannya adalah kemajuan pengetahuan yang luar
biasa pada saat itu dan kemahiran ulama dalam memunculkan model berpikir
sistematis untuk menjelaskan dengan mudah.

18
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Ahlussunnah wal Jamaah merupakan orang-orang yang mengikuti


akidah Islam yang benar, komitmen dengan manhaj Rasulullah SAW bersama
sahabat, tabi’in dan semua generasi yang yang mengikuti mereka dengan baik
hingga hari kiamat. Dalam Ahllussunnah wal Jamaah terbagi menjadi dua,
yaitu Salaf dan Khalaf. Keduanya termasuk dalam Ahlussunnah, karena
sama-sama berlandas pada ajaran Rasulullah SAW yang sesungguhnya.
Hanya saja terdapat beberapa perbedaan di dalamnya. Namun, perbedaan itu
jika ditelusuri dan di telusuri maka akan ditemukan titik temu antara
keduanya.

Aliran Salaf ini senantiasa mempertahankan kemurnian ajaran


Rasulullah SAW dan masa sahabat serta masa tabi’in. akidah salafiah sangat
bertentangan dengan konsep ahli kalam (mu’tazilah). Sedangkan aliran khalaf
merupakan gerakan ulama yang menghidupkan dan meneruskan tradisi salaf,
menolak bid'ah dan khurafat supaya kembali kepada Al-Quran dan As-
Sunnah.

Tokoh tokoh dalam pemikiran Salaf yaitu Imam Ahmad Bin


Hanbali, Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim Al Jawjiyyah. Sedangkan tokoh
tokoh pemikiran khalaf yaitu Al Asy’ari, Al Maturidi dan Al Bazdawiyah.

19
DAFTAR PUSTAKA

Fathurrahman Qadri, M. Hanbal Shafiran, Sejarah Pemikiran Islam,


Dirasatul Firaq, Solo: Pustaka Arafah, 2010.
Rozak Abdul, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2003.
Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta: UI-Press, 1986.
Muslim. (2008, November 13). muslim . Retrieved Desember 20, 2019, from
www.muslim.or.id:https://muslim.or.id/430-mari-mengenal-manhaj-
salatf.html

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/01/22/ly5t39-
inilah-tokohtokoh-gerakan-salafiyah

http://iappi.fr-bb.com/t86-mengenal-imam-ibnul-qayyim-aljauziyyah

20

Anda mungkin juga menyukai