Anda di halaman 1dari 9

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seluruh alam. Yang telah memberi kami
kesempatan dan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam
semoga selalu tercurah kepada suri tauladan kita dan junjungan kita Nabi Muhammad SAW
yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam, berserta keluarga dan para sahabatnya serta
para pengikutnya yang setia sampai hari kemudian. 
Makalah atau buku ini kami buat dengan maksud untuk menunaikan tugas kami
mengenai Salaf dan Khalaf. Kami berharap penyusunan dalam bentuk makalah ini akan
memberi banyak manfaat dan memperluas ilmu pengetahuan kita. 
Dan kami menyadari didalam penyusunan ini mungkin masih belum sempurna dan
terdapat kesalahan dalam penyusunannya, kami mohon untuk bimbingan dan kritik serta
saran yang bersi!at membangun.
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT kami mohon, semoga usaha ini merupakan usaha
yang murni bagiNya dan berguna bagi kita sekalian sampai hari kemudian.

Banda Aceh, 13 Desember 2018


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang


Pada awalnya ilmu kalam lahir banyak persoalan yang timbul dikalangan masyarakat,
karena itulah muncul berbagai pendapat dan pemikiran, sehingga terbentuk aliran-aliaran
pemikiran para ulama. termasuk aliran teologi yang untuk menyelesaikan masalah-masalah
kalam tersebut.
Hal ini berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap manusia, baik berupa
potensi biologis maupun psikologis dan terus berkembang untuk mencari nilai-nilai kebaikan.
Ilmu kalam dengan perkembangannya menimbulkan permasalaan, kemudian berkembang
menjadi beberapa aliran, hal ini disebabkan karena perbedaan-perbedaan yang dimulai oleh
para ulama kalam.
Disini kita akan menggali lebih dalam tentang pemikiran-pemikiran yang mereka jalani,
Aliran-aliran tersebut masing-masing mempunyai landasan yang dijadikan dasar mereka
dalam ber-hujjah. Baik itu Al-Qur’an maupun Hadits.
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Salaf
1. Pengertian Salaf
Kata salaf secara bahasa bermakna orang yang telah terdahulu dalam ilmu, iman,
keutamaan dan kebaikan. Berkata Ibnul Mandzur : “Salaf  juga berarti orang-orang yang
mendahului kamu dari nenek moyang, orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan
denganmu dan memiliki umur lebih serta keutamaan yang lebih banyak”. Oleh karena itu,
generasi pertama dari Tabi’in dinamakan As-Salafush Shalih. Adapun secara istilah, maka dia
adalah sifat pasti yang khusus untuk para sahabat ketika dimutlakkan dan yang selain mereka
diikut sertakan karena mengikuti mereka. Al-Qalsyaany berkata dalam Tahrirul Maqaalah
min Syarhir Risalah : As-Salaf Ash-Shalih adalah generasi pertama yang mendalam ilmunya
lagi mengikuti petunjuk Rasulullah dan menjaga sunnahnya. Allah SWT telah memilih
mereka untuk menegakkan agama-Nya dan meridhoi mereka sebagai imam-imam umat.
Salafiyah adalah sikap atau pendirian para ulama Islam yang mengacu kepada sikap
atau pendirian yang dimiliki para ulama generasi salaf itu. Kata salafiyah sendiri berasal dari
bahasa Arab yang berarti ‘terdahulu’, yang maksudnya ialah orang terdahulu yang hidup
semasa dengan Nabi Muhammad SAW, Sahabat, Tabi’in, dan Tabi’it Tabi’in.

2. Ulama-ulama Salaf dan Beberapa Pemikirannya


a.  Ibn Hanbal
1. Tentang ayat-ayat Mutasyabihat
Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an , Ibn Hanbal lebih suka menerapkan
pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan ta’wil, terutama yang berkaitan dengan
sifat-sifat tuhan dan ayat-ayat Mustasyabihat. Hal itu terbukti ketika ditanya tentang
penafsiran “(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arsy.”(Q.s.
Thaha : 50.) Dalam hal ini Ibn Hanbal menjawab “Bersemayam diatas arasy terserah pada
Allah dan bagaimana saja Dia kehendaki dengan tiada batas dan tiada seorangpun yang
sanggup menyifatinya.”
Dan ketika ditanya tentang makna hadist nuzul (Tuhan turun kelangit dunia), ru’yah
(orang-orang beriman melihat Tuhan diakhirat), dan hadist tentang telapak kaki Tuhan, Ibn
Hanbal menjawab : “Kita mengimani dan membenarkannya, tanpa mencari penjelasan cara
dan maknanya.”
Dari pernyataan diatas, tampak bahwa Ibn hanbal bersikap menyerahkan (tafwidh)
makna-makna ayat dan hadist mutasyabihat kepada Allah dan Rasul-Nya, Ia sama sekali
tidak mena’wilkan pengertian lahirnya.

b.    Ibn Taimiyah
1. Riwayat Singkat Hidup Ibn Taimiyah
Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah Taqiyyuddin Ahmad bin Abi Al-Halim
binTaimiyah. Dilahirkan di Harran pada hari senin tanggal 10 rabiul awwal tahun 661 H dan
meninggal di penjara pada malam senin tanggal 20 Dzul Qaidah tahun 729 H. Kewafatannya
telah menggetarkan dada seluruh penduduk Damaskus, Syam, dan Mesir, serta kaum
muslimin pada umumnya. Ayahnya bernama Syihabuddin Abu Ahmad Abdul Halim bin
Abdussalam Ibn Abdullah bin Taimiyah, seorang syekh, khatib dan hakim di kotanya.
Dikatakan oleh Ibrahim Madkur bahwa ibn Taimiyah merupakan seorang tokoh salaf
yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak leluasa kepada akal. Ia adalah murid
yang muttaqi, wara, dan zuhud, serta seorang panglima dan penentang bangsa tartas yang
berani. Selain itu ia dikenal sebagai seorang muhaddits mufassir, faqih, teolog, bahkan
memiliki pengetahuan luas tentang filsafat. Ia telah mengkritik khalifah Umar dan khalifah
Ali bin Abi Thalib. Ia juga menyerang Al-Ghazali dan Ibn Arabi. Kritikannya ditujukan pula
pada kelompok-kelompok agama sehingga membangkitkan para ulama sezamannya.
Berulangkali Ibn Taimiyah masuk kepenjara hanya karena bersengketa dengan para ulama
sezamannya.

2. Pemikiran Teori Ibn Taimiyah


Pikiran-pikiran Ibnu Taimiyah adalah sebagai berikut :
a)      Sangat berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadist
b)      Tidak memberikan ruang gerak yang bebas kepada akal
c)      Berpendapat bahwa Al-Qur’an mengandung semua ilmu agama
d)     Di dalam islam yang diteladani hanya 3 generasi saja (sahabat, tabi’in, dan tabi’i-tabi’in)
e)      Allah memili sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap mentanzihkan-Nya.
Ibn Taimiyah mengkritik Imam Hanbali dengan mengatakan bahwa kalaulah
kalamullah itu qadim, kalamnya pasti qadim pula. Ibn Taimiyah adalah seorang tekstualis.
Oleh sebab itu pandangannya dianggap oleh ulama mazhab Hanbal, Al-kitab Ibn Al-Jauzi
sebagai pandangan tajsim (antropomorpisme) Allah, yakni menyerupakan Allah dengan
makhluk-Nya. Oleh karena itu, Al-Jauzi berpendapat bahwa pengakuan Ibn Taimiyah sebagai
salaf perlu ditinjau kembali.
      Berikut ini adalah pandangan ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah.
a)   Percaya Sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang Ia sendiri atau Rasul-Nya menyifati.
Sifat-sifat yang dimaksud adalah:
1.      Sifat salbiyah, yaitu qidam, baqa, muhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi, dan
wahdanniyah.
2.      Sifat ma’nawi, yaitu qudrah, iradah, samea, bashar, hayat, ilmu, dan kalam.
3.      Sifat khabariah (sifat-sifat yang diterangkan Al-Qur’an dan Hadis walaupun akal bertanya
tentang maknanya). Seperti keterangan yang menyatakan bahwa Allah dilangit; Allah diatas
Arasy; Allah turun kelangit dunia; Allah dilihat oleh orang beriman diakhirat kelak; wajah,
tangan dan mata Allah
4.      Sifat dhafiah, meng-idhafat-kan atau menyandarkan nama-nama Allah pada alam makhluk,
rabb al-amin, khaliq al-kaum. Dan falik al-habb wa al-nawa.

b)      Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan,
seperti al-awwal, al-akhir, azh-zhahir, al-bathin, al-alim, al-qadir, al-hayy, al-qayyum, as-
sami, dan al-bashir.
c)      Menerima sepenuhnya nama-nama Allah tersebut dengan tidak mengubah makna yang
tidak dikehendaki lafadz, tidak menghilangkan pengertian lafazd, tidak mengingkarinya,
tidak menggambarkan bentu-bentuk Tuhan, dan tidak menyerupai sifat-sifat-Nya dengan
sifat-sifat makhluknya.

Ibn Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat-ayat mutsyabihat. Menurutnya, ayat


atau Hadist yang menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana
adanya, dengan cacatan tidak men-tajsim-kan, tidak menyerupakanNya dengan makhluk, dan
tidak bertanya-tanya tentangNya.

B. Khalaf
1. Pengertian khalaf
Khalaf,secara harfiah berarti pengganti,dibelakang, atau dapat juga yang ditinggalkan.
Dari sini, Prof. Dr. Muhammad Rawwas Qal’ah ji menyatakan bahwa ulama khalaf
berarti ulama pasca tabi’at-tabi’in.
Dengan konotasi seperti ini, maka para ulama seperti Ibn Hazm (wafat 1064 M), al
Ghazali (wafat 1111 M), as-Sarahsi (wafat 1112 M),ar-Razi(wafat 1228 M),Ibn
Qudamah (wafat 1242 M), an-Nawawi (wafat 1277 M),Ibn taimiyah (wafat 1328), Ibn
Hajar al-Asqalani (wafat 1474 M), dan sebagainya, adalah termasuk dalam kategori
ulama khalaf.
2. Beberapa pemikiran para ulama
a. Ahlusunnah Al-Asy’ari
Dalam mensitir ayat dan hadist yang hendak di jadikan argumentasi, kaum
Asy’ariah bertahap, yang ini merupakan pola sebelumnya sudah di terapkan
oleh Asy’ariah. Biasanya mereka mengambil makna lahir dari anas (Teks al-
quran dan al-Hadist), mereka berhati-hati tidak menolak penakwilan sebab
memang ada nas-nas tertentu yang memiliki pengertian sama yang tidak bias
di ambil dari makna lahirnya, tetapi harus di takwilkan untuk mengetahui.
Menurut al-Subki, Abu al-Hasan al-Asy„ari tidak menciptakan (lam
yabda‘) pendapat-pendapat atau dengan kata-kata lain, akidah-akidahnya
tetapi beliau sebagai muqarrir mazhab al-Salaf, yang berpegang teguh
dengan menggunakan metodologinya dalam mengemukakan dalil dan
hujah.18 Jikalau diteliti secara mendalam terhadap pemikiran al-Asy„ari
dalam persoalan akidah, jelas kelihatan ia merupakan hasil kombinasi
pendapat-pendapat yang diambil dan diceduk daripada pelbagai sumber.
Al-Asy„ari memang terbukti menolak pendapat Mu`tazilah secara
menyeluruh. Jadi pendapat Mu`tazilah umumnya tidak ditemui dalam
pemikirannya. Bagaimanapun, oleh kerana pada masa perkembangan
pemikiran dan akidah sedang dalam proses pengukuhannya, al-Asy`ari
seperti yang dapat dilihat dalam kebanyakan sumber menyebutkan bahawa
beliau dikatakan sebagai seorang al-Jabariyyah, al-Murji'ah,19 al-
Sifatiyyah, al-Musyabbihah, al-Hasyawiyyah dan lain-lain.20
Ini kerana al-Asy`ari mempunyai pendapat-pendapat tertentu yang
sama dengan pendapat-pendapat yang dipegang dan diyakini oleh mazhab-
mazhab tersebut. Mungkin perkara ini berlaku kerana al-Asy`ari terlibat
dalam pemikiran golongan tersebut dan mengambil mana-mana pendapat
yang dipersetujuinya ataupun pendapatnya itu adalah pendapatnya sendiri
dan secara kebetulan bersamaan dengan pendapat-pendapat mereka.
b. Al-Maturidi
Menurut al-Subki, Abu al-Hasan al-Asy„ari tidak menciptakan (lam
yabda‘) pendapat-pendapat atau dengan kata-kata lain, akidah-akidahnya
tetapi beliau sebagai muqarrir mazhab al-Salaf, yang berpegang teguh
dengan menggunakan metodologinya dalam mengemukakan dalil dan
hujah.18 Jikalau diteliti secara mendalam terhadap pemikiran al-Asy„ari
dalam persoalan akidah, jelas kelihatan ia merupakan hasil kombinasi
pendapat-pendapat yang diambil dan diceduk daripada pelbagai sumber.
Al-Asy„ari memang terbukti menolak pendapat Mu`tazilah secara
menyeluruh. Jadi pendapat Mu`tazilah umumnya tidak ditemui dalam
pemikirannya. Bagaimanapun, oleh kerana pada masa perkembangan
pemikiran dan akidah sedang dalam proses pengukuhannya, al-Asy`ari
seperti yang dapat dilihat dalam kebanyakan sumber menyebutkan bahawa
beliau dikatakan sebagai seorang al-Jabariyyah, al-Murji'ah,19 al-
Sifatiyyah, al-Musyabbihah, al-Hasyawiyyah dan lain-lain.
Ini kerana al-Asy`ari mempunyai pendapat-pendapat tertentu yang
sama dengan pendapat-pendapat yang dipegang dan diyakini oleh mazhab-
mazhab tersebut. Mungkin perkara ini berlaku kerana al-Asy`ari terlibat
dalam pemikiran golongan tersebut dan mengambil mana-mana pendapat
yang dipersetujuinya ataupun pendapatnya itu adalah pendapatnya sendiri
dan secara kebetulan bersamaan dengan pendapat-pendapat mereka.
BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan
Salaf bukanlah suatu “harakah”, bukan pula manhaj hizbi (fanatisme golongan), dan
bukan pula manhaj yang mengajarkan taklid, kekerasan. Tetapi manhaj Salaf adalah ajaran
Islam sesungguhnya yang dibawa oleh Nabi SAW dan difahami serta dijalankan oleh para
salafush-shalih-radhiyalahu ‘anhum, yang ditokohi oleh para sahabat, kemudian oleh para
Tabi’in dan selanjutnya Tabi’i Tabi’in.
Imam hanbali adalah salah seorang tokoh ulama salaf yang mempunyai ciri khas
dalam pemikirannya yaitu lebih menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) daripada
pendekatan ta’wil, kemudian beliau menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadist
mustsyabihat.
Kemudian ulama salaf lainnya adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu Taimiyah merupakan
tokoh salaf yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak leluasa pada akal. Ia adalah
murid yang muttaqi, wara, zuhud, serta seorang panglima dan penentang bangsa Tartas yang
berani. Ibnu Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat- ayat mutasyabihat. Menurutnya,
ayat atau Hadist yang menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana
adanya, dengan cacatan tidak men-tajsim-kan, tidak menyerupakanNya dengan makhluk, dan
tidak bertanya-tanya tentangNya.
Untuk memahami latar belakang perkembangan, pemikiran dalam masyarakat islam,
tentu salah satu cara yang bisa kita gunakan adalah dengan melihat materi-materi agama yang
menjadi konsern umat islam. terutama semua materi yang menjadi konsern umat islam
dinyatakan merujuk pada Al-Qur’an dan hadis.
DAFTAR PUSTAKA

Adnan Amal Taupik, Panggabean Syamsu Rizal. 1987. Tafsir dan Kontektual Al-Qur’an. Bandung:
Miza
Husen Muhammad, Dzahadi. 1978. Penyimpangan-penyimpangan dalam penafsiran Al-Qur’an,
Jakarta : Rajawali press
Muhammad Asy Syak’ah Mustofa. 1994. Islam Tidak Bermazhab. Jakarta: Gema Insani

Anda mungkin juga menyukai