Anda di halaman 1dari 22

Makalah

AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH: SALAF DAN KHALAF


Mata Kuliah : Ilmu Kalam
Pembimbing : Dr. H. Khairil Anwar, M.Ag.

Disusun oleh

Hambali (11021103

Sabarudin Ahmad (1102110373)

AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

PALANGKA RAYA

2012 M/1433
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta Salam semoga tercurah

kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Para keluarga, sahabat yang gigih

memperjuangkan risalah-Nya.

Pada kesempatan kali ini, alhamdulillah penulis telah berhasil menyelesaikan sebuah

makalah yang berjudul “ Ahlussunnah Wal Jamaah (Salaf dan Khalaf) “ sesuai dengan tugas dari

kelompok kami. Tentunya dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan-kesalahan baik

dari segi penyusunan kalimat, kata yang baku, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, kami

membuka pintu lebar-lebar masukan-masukan dan kritik dari pembaca sekalian.

Akhir kata, semoga yang kita lakukan dalam menuju lebih baik lagi mendapat ridha dari

Allah SWT.

Palangka Raya, 29 Pebruari 2012

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................................................

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .....................................................................................................

B. Rumusan Masalah ................................................................................................

C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................

D. Metode Penulisan .................................................................................................

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahlussunnah wal Jamaah ...................................................................

B. Aswaja Salaf ........................................................................................................

C. Aswaja Khalaf ......................................................................................................

D. Hasil Analisa ........................................................................................................

PENUTUP

A. Simpulan ..............................................................................................................

B. Saran ....................................................................................................................

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akidah atau keyakinan adalah sesuatu yang asasi dalam diri setiap manusia. Sama

halnya dengan nilai dirinya, bahkan melebihinya. Hal itu terbukti bahwa orang rela mati

demi mempertahankan keyakinannya.

Pokok dari keyakinan itu ialah Tuhan. Tuhan merupakan tempat pelarian terakhir

bagi manusia apabila kandas atau terbentur dengan kegagalan. Kalau mereka tidak

berhasil menemukan Tuhan dalam rumusan yang haqiqi, maka mereka terpaksa

merekayasa Tuhan-Tuhan simbolis dengan imajinasi masing-masing. Seperti Firman

Allah :

Yang artinya, “ apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa

yang kamu seru kecuali Dia. Maka tetkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu

berpaling. Manusia itu selalu tidak berterima kasih. “ (Q.S. Al Isra’ : 67)

Pada hakikatnya setiap manusia itu bertuhan, bahkan bagi yang ateisme.

Umat Islam berkeyakinan bahwa Tuhan mereka adalah yang menciptakan mereka dan

semua yang ada di ala ini, yakni Allah SWT. Meyakini tersebut disebut juga iman.

Akidah umat Islam terbagi menjadi dua, yaitu Ahlussunnah wal Jamaah dan ahlul Bi’ah.

Pada kesempatan ini pemakalah akan membahas akidah yang pertama yakni

Ahlussunnah wal Jamaah, baik versi Salaf maupun Khalaf


B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan makalah pada makalah ini, yaitu :

1. Apa pengertian Ahlussunnah Wal Jamaah ?

2. Bagaimana Aswaja versi Salaf ?

3. Bagaimana Aswaja versi Khalaf ?

4. Bagaiman hasil analisa kedua aliran tersebut ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui pengertian Ahlussunnah Wal Jamaah

2. Untuk mengetaui bagaimana Aswaja versi Salaf

3. Untuk mengetaui bagaimana Aswaja versi Khalaf

4. Untuk dapat menilai atas kedua aliran tersebut

D. Metode Penulisan

Adapun metode dalam penulisan makalah ini, melalui :

1. Penelusuran perpustakaan

2. Penelusuran internet
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahlussunnah Wal Jamaah

Menurut bahasa kata As-Sunnah mempunyai bentuk jamak yaitu As-Sunnan,

yang berarti sejarah (perjalanan hidup) dan jalan (metode) yang ditempuh.1

Ibnu Mandur berkata, “Sunnah makna awalnya adalah jalan yang ditempuh oleh para

pendahulu yang akhirnya ditempuh oleh orang lain sesudahnya.”2

Dengan demikian, secara bahasa kata Sunnah merupakan sejarah dan metode yang diikuti

oleh orang lain atau sesudahnya.

Sedangkan menurut istilah, Ahlus Sunnah adalah orang yang mengikuti sunnah

dan berpegang teguh dengannya, yaitu para sahabat dan setiap muslim yang mengikuti

jalan mereka sampai hari kiamat.3

Kemudian kata Jamaah secara bahasa berarti kelompok, bersatu, lawan dari kata

berpecah belah.4

Menurut istilah Syekh Abdul Kadir Jeilani berpandat bahwa, Sunnah ialah segala

sesuatu yang dilakukan Rasulullah SAW., sedangkan al Jamaah ialah apa yang disepakati

oleh para jamaah sahabat Nabi pada masanya khalifah yang empat (Khulafaur

Rasyiddin).5

1
Qadri Fathurrahman, M. Hanbal Shafiran, Sejarah Pemikiran Islam, Dirasatul Firaq, Solo: Pustaka
Arafah, 2010, h. 18.
2
Ibid., h. 18.
3
Ibid., h. 19.
4
Ibid., h. 20.
5
Tgk. H. A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah, Jakarta: Bumi Aksara, 1998, h. 10.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ahlussunnah wal Jamaah

merupakan orang-orang yang mengikuti akidah Islam yang benar, komitmen dengan

manhaj Rasulullah SAW bersama sahabat, tabi’in dan semua generasi yang yang

mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.

Rasulullah bersabda, “hendaklah kamu berpegang teguh pada Sunnahku dan

sunnah para khalifah yang lurus sesudahku, gigitlah ia dengan gigi gerahammu.”6

Rasulullah SAW memang telah diberikan yang lebih kepadanya, ucapan-ucapan yang

keluar darinya telah dibimbing oleh Allah SWT. Sehingga segala yang beliau katakan

merupakan petunjuk bagi kita umat muslim sebagai salah satu sumber hukum Islam.

Di atas merupakan pendapat-pendapat para pemikir, para ulama, namun disini

penulis akan memberikan pendapat tentang pengertian Ahlussunnah wal Jamaah secara

keseluruhan. Menurut penulis, Ahlussunnah wal Jamaah merupakan suatu firqah Islam

yang berpegang teguh pada al Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW serta para sahabat

beliau yang lurus, sebagai sumber utama ajaran dan hukum Islam, tanpa menambah-

nambahi, atau mengurangi hal yang telah tertulis jelas, serta apabila kelak terdapat

masalah-masalah yang baru yang belum pernah terjadi di jaman Rasulllah SAW, paham

ini merujuk pada Ijma (pendapat para Ulama).

B. Ahlussunnah Wal Jamaah Versi Salaf (Tradisional)

Aliran salaf sesuai maknanya yaitu tradisional menunjukkan aliran ini aliran

pertama dari Ahlussunnah wal Jamaah, salaf berarti pula ulama-ulama shaleh yang hidup

pada 3 abad pertama Islam.

6
Qadri Fathurrahman, M. Hanbal Shafiran, Sejarah Pemikiran Islam, Dirasatul Firaq, Solo: Pustaka
Arafah, 2010, h. 23.
Beberapa ulama mendefinisikan tentang arti salaf, di antaranya As-Syahrastani

mengatakan bahwa ulama Salaf adalah yang tidak menggunakan ta’wil (dalam ayat-ayat

metasyabihat) dan tidak mempunyai paham tasybih.

Mahmud Al-Bisybisyi dalam Al-Firaq Al-Islamiyyah mendefinisikan sebagai

sahabat, tabi’in, dan tabi’in yang dapat diketahui dari sikapnya menampik penafsiran

yang mendalam mengenai sifat-sifat Allah yang menyerupai segala sesuatu yang baru

untuk menyucikan dan mengagungkan-Nya.7

Aliran ini senantiasa mempertahankan kemurnian ajaran Rasulullah SAW dan

masa sahabat serta masa tabi’in. akidah salafiah sangat bertentangan dengan konsep ahli

kalam (mu’tazilah). Akidahnya semata-mata berdasarkan tektual (harfiah) dan sama

sekali tidak mau menerima segala sesuatu yang kontekstual saja. Mereka kurang

berkontribusi pada peranan akal (rasio).8

Ibrahim Madzkur menguraikan karakteristik ulama salaf sebagai berikut. Pertama,

mereka lebih mendahulukan riwayat (naql) daripada dirayah (aql). Kedua, dalam

persoalan cabang pokok-pokok agama (ushuluddin) dan persoalan cabang agama (furu’

ad-din), mereka bertolak dari penjelasan al Kitab dan as Sunnah. Ketiga, mereka

mengimami Allah tanpa perenungan lebih lanjut (tentang dzat-Nya) dan tidak pula

mempunyai paham antrhopomor phisme. Keempat, mereka memahami ayat-ayat al

Qur’an sesuai dengan makna lahirnya dan tidak berupaya mena’wilkannya.9

Untuk lebih terperinci, dalam makalah ini akan di uraikan ulama-ulama salaf

dengan beberapa pemikirannya.

7
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2003, h. 109.
8
Tgk. H. A. Syihab Akidah Ahlus Sunnah, Jakarta: Bumi Aksara, 1998, h. 25.
9
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2003, h. 110.
1. Imam Ahmad Bin Hanbali

Ibn Hanbali merupakananak dari pasangan suami istri, ibunya bernama Shahifah

binti Maimunah dengan ayahnya yang bernama Muhammad bin Hanbal, jika di urut-

urutkan akan bertemu dengan keluarga Nabi Muhammad SAW. Dilahirkan di

Baghdad pada tahun 164 H/780 M dan meninggal 241 H/855 M.ia sering dipanggil

Abu Abdillah yang merupakan nama salah satu anaknya. Namun, ia lebih dikenal

dengan nama Imam Hanbali Karena merupakan pendiri madzhab Hanbali.10

Pendidikannya bermula melalui didikan ayahnya, namun ketika genap berusia 16

tahun ayahnya meninggal dunia. Kemudian ia berguru pada ulama-ulama Baghdad,

berlanjut di Kuffah, Basrah, Syam, Yaman, Mekah dan terakhir di Madinah. Di antara

guru-gurunya bernama Hammad bin Khalid, Isma’il bin Aliyyah dan masih banyak

lagi. Ia mempelajari ilmu Fiqh, Hadist, Tafsir, Kalam, Ushul dan Bahasa Arab.11

Ketika itu aliran Ahlussunnah mendapat intimidasi luar biasa dari penguasa

Mu’tazilah (Khalifah Al Makmun). Dalam sejarah Islam dikenal dengan peristiwa

Fitnah Khalqil Qur’an yang menggugat bahwa al Qur’an bukan Kalamullah.

Di sinilah perjuangan Ibn Hanbal memuncak, ia mempertaruhkan jiwa raganya

untuk siap keluar masuk penjara dan penganiayaan ribuan kali cambuk yang harus

dideritanya hingga terlepas kain penutup auratnya. Hal itu dilakukan demi

mempertahamkan akidah Ahlussunnah wal Jamaah yang ia bawa. Ia berjuang sendiri

sementara ulama-ulama lain tak sanggup dan menyerah.12

10
Ibid., h. 111.
11
Ibid., h. 111.
12
Tgk. H. Z. A. Syihab, Akidah Ahlu Sunnah, Jakarta: Bumi Aksara, 1998, h. 32.
Namun, menurut Harun Nasution ada satu orang yang kuat keyakinannya seperti

Ibn Hanbal, yaitu Muhammad ibn Nuh, ia sependapat dengan Ibn Hanbal bahwa al

Qur’an itu tidak diciptakan atau bersifat qadim. Akhirnya keduanya dipenjarakan,

Muhammad ibn Nuh wafat di dalam penjara. 13

Kita tentunya dapat membayangkan bagaimana perjuangan yang begitu

mengharukan, firqah yang begitu suci harus diperjuangkan dengan tetesan darah

ulama yang gigih mempertahankan akidah yang haqq demi terus hidup sampai kelak

nanti. Kaum Mu’tazilah dikatakan dalam sejarah merupakan perlawanan terberat bagi

kaum Ahlussunnah wal Jamaah, sampai akhirnya nanti kemenangan setelah lahir

Ahlsussunnah versi Khalaf yang di komandani Abu Hasan Al Asy’ari.

Pemikiran Ibn Hanbal menurut Abdul Rozak dan Rosihon Anwar dalam bukunya,

terbagi menjadi dua, sebagai berikiut:

a) Tentang ayat-ayat mutasyabihat

Dalam memahami ayat-ayat al Qur’an, Ibn Hanbali menggunakan pendekatan

tekstual tanpa menggunakan pendekatan kontekstual, terutama ayat-ayat yang

mutasyabihat.14

13
Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta: UI-Press, 1986, h. 64.
14
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2003, h. 112.
Seperti ia menafsirakan tentang ayat ini :

‫الرحمن علي العرش استوي‬

Artinya :

“ (yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, yang bersemayam si atas Arsy.”

(Q.S. Thaha 20:5)

Menurut Ibn Hanbal ia menafsirkan bahwa Istiwa di atas Arsy terserah

pada Allah dan bagaimana saja Dia kehendaki dengan tiada batas dan tiada

seorang pun sanggup menyifatinya.

a) Tentang status al Qur’an

Salah satu persoalan teologis yang dihadapi Ibn Hanbal, yang kemudian

membuatnya dipenjarakan berulang kali ialah status al Qur’an. apakah al

Qur’an itu makhluk atau bukan. Ia berpendapat bahwa al Qur’an tidak

diciptakan, sesuai pola pikirnya yang menyerahkan sepenuhnya kepada Allah

tentang sifat-sifat Allah.

2. Ibn Taimiyah

Ibn Taimiyah dilahirkan di Harran pada tahun 661 H dan meninggal pada tahun

729 H. Nama aslinya Taqiyuddin bin Al Halim bin Taimiyah, namun lebih terkenal

dengan sebutan Ibn Taimiyah.

Ibn Taimiyah terkenal sangat cerdas sehingga pada usia 17 tahun, ia telah

dipercaya masyarakat untuk memberikan pandangan-pandangan mengenai hukum

secara resmi di istana Gubernur Damaskus, pemikiran-pemikirannya dijadikan


landasan hukum di Damaskus. Hal ini membuat risau ulama-ulama kota tersebut yang

banyak menganut paham Mu’tzilah. Karena Ibn Taimiyah ialah ulama salaf yang

ekstrim dan kurang memberi ruang gerak kepada akal. Ia banyak mengkritik ulama-

ulama seperti Imam Al Ghazali dan Ibn Arabi. Ibn Taimiyah beranggapan bahwa

mereka tidak 100% berdasar pada wahyu Illahi. Sebagai ulama salaf sudah barang

tentu sepenuhnya pada tekstual saja tanpa repot menggunakan kontekstual, karena

menurutnya semua ia serahkan kepada Allah semata.dalam perjuangannya ini Ibn

Taimiyah seperti halnya ulama terdahulunya Ibn Hanbal yang harus rela kaluar

masuk penjara demi mempersatukan umat dan kembali kepada ajaran Rasulullah

SAW yang benar. Bahkan ia pun wafat di dalam penjara.15

Sebagai ulama salaf pemikiran-pemikiran Ibn Taimiyah pada intinya sama,

yaitu lebih mengedepankan tekstual dibanding kontekstual.

Seperti yang di ungkapkan oleh Ibrahim Madkur, pemikiran Ibn Taimiyah

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a) Sangat berpegang teguh pada nash

b) Tidak memberikan ruang gerak pada akal

c) Bahwa al Qur’an mengandung semua ilmu agama

d) Di dalam Islam yang diteladani hanya pada tiga generasi saja, yakni masa

Sahabat Nabi, Tabi’in, Tabi’i Tabi’in

e) Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan Tauhid dan tetap

mentanzihkan-Nya.

15
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2003, h. 115.
3. Ibn Qayyim Al Jawjiyyah

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Syamsuddin Muhammad Abu Bakr bin

Ayyub bin Sad bin Huraiz bin Makk Zainuddin az-Zuri ad-Dimasyqi dan dikenal

dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Dia dilahirkan pada tanggal 7 Shafar tahun

691 H. Dia tumbuh dewasa dalam suasana ilmiah yang kondusif. Ayahnya adalah

kepala sekolah al-Jauziyah di Dimasyq (Damaskus) selama beberapa tahun. Karena

itulah, sang ayah digelari Qayyim al-Jauziyah. Sebab itu pula sang anak dikenal di

kalangan ulama dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyah.16

Seperti gurunya Ibn Taimiyah, Ibn Qayyim meneruskan jejak beliau untuk kembali

kepada sumber-sumber dinul Islam yang suci dan murni, yakni Ahlussunnah wal

Jamaah yang tidak terkotori oleh ra’yu-ra’yu (pendapat-pendapat) Ahlul Ahwa’ wal

bida’ (Ahli Bid’ah) serta helah-helah (tipu daya) orang-orang yang suka

mempermainkan agama.

Adapun cara pengambilan istinbath hukum, beliau berpegang kepada al Qur’an,

as-Sunnah, Ijma’ Fatwa-fatwa shahabat dan Qiyas.17

Menurut Syihab aliran salafiah selanjutnya berkembang ke seantero dunia. Di

kawasan Timur Tengah dikembangakan oleh Syekh Muhammad Abduh, Syekh

Jamaluddin Al Afghani, Rasyid Ridha. Di Afrika dikembangkan oleh Syekh Sanusi. Di

India oleh Sayid Ahmad din Irfan dan Syekh Ahmad Sirhindi. Sementara di Inonesia

16
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/01/22/ly5t39-inilah-tokohtokoh-gerakan-
salafiyah
17
http://iappi.fr-bb.com/t86-mengenal-imam-ibnul-qayyim-aljauziyyah
dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan dan Ahmad Surkati, serta masih banyak lagi ulama-

ulama pengembang Ahlussunnah wal Jamaah versi Salaf ini.18

C. Ahlussunnah Wal Jamaah Versi Khalaf (Konvensional)

Telah dijelaskan tadi bahwa Ahlussunnah versi Khalaf ialah firqah yang dibawa

oleh ulama pada tiga abad pertama Islam. Sedangkan Ahlussunnah versi Khalaf ini

merupakan kelanjutan dari versi sebelumnya, yakni pada awal abad ke tiga hijriah.

Firqah ini menengahi antara dua Firqah Mu’tazilah dan Ahlussunah versi Salaf.

Jika Mu’tazilah mengedepankan rasionalime dan Ahlussunnah lebih mengedepankan

Nash atau Wahyu secara tekstual. Firqah Ahlussunnah versi Khalaf ini cenderung

moderat, artinya Akal dan Wahyu saling mendukung, kecuali dalam masalah tertentu

akal tidak cukup untuk memahami wahyu karena keterbatasannya. Namun, firqah ini

masih sejalan dengan aliran Ahlussunnah wal Jamaah, karena tetap berpegang teguh pada

ajaran Rasul yang lurus yakni al Qur’an dan Hadist sebagai sumber utama pedoman

hidup.

Dalam makalah ini akan di uraikan ulama-ulama yang menyokong berdirinya

Ahlussunnah wal Jamaah versi Khalaf. Di antaranya, Abu Hasan Asy’ari, dilanjutkan Al

Maturidiyah dan Bazdawiyah sesuai standar kompetensi.

1. Al Asy’ari

Nama aslinya Abu Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Basyar Ishak bin Salim bin

Isma’il binAbdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Abdullah

18
Tgk. H. Z. A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah, Jakarta: Bumi Aksara, 1998, h. 34.
bin Qais al Asy’ari (cucu sahabat Nabi). Dilahirkan di Basrah pada tahun 260 H dan

wafat di Baghdad tahun 324 H.19

Ayahnya meninggal ketika Asy’ari masih kecil, sehingga Ibunya menikah lagi

dengan seorang tokoh Mu’tazilah bernama Abu Ali Jubba’i. Kemudian ia dididik oleh

ayah tirinya itu hingga ia menguasai betul masalah Mu’tazilah, selama 40 tahun

Asy’ari belajar dengannya.

Entah mengapa Asy’ari setelah sekian tahun mempelajari Mu’tazilah. Tiba-tiba ia

menyatakan keluar dari Mu’tazilah. Banyak peneliti yang mengemukakan

pendapatnya tentang kepindahan Asy’ari ini.dalam buku Ilmu Kalam karya Abdul

Rozak mengatakan bahwa Asy’ari bermimpi bertemu Rasulullah SAW selama tiga

kali pada malam ke-10, ke-20, ke-30 bulan Ramadhan. Dalam mimpinya dikatakan

bahwa Rasulullah SAW memperingatkannya agar meninggalkan paham Mu’tazilah

dan membela paham yang telah diriwayatkan oleh beliau.20

M. Yusran dalam bukunya yang berjudul Ilmu Tauhid mengatakan bahwa Asy’ari

meninggalkan Mu’tazilah karena ia merasa tidak puas tentang aliran tersebut.

Sehingga ia merenung di dalam rumah selama 15 hari dan memeutuskan untuk keluar

dari firqah Mu’tazilah.21

Ada juga yang berpendapat bahwa kepindahan Asy’ari merupakan strategi jitu

yang ia lakukan untuk mempelajari dulu ajaran Mu’tazilah, setelah merasa cukup

kemudian ia menentang paham tersebut.

Dari uraian di atas penulis berpendapat selaras dengan makalah terdahulu yang

membahas masalah ini, yaitu pada intinya Asy’ari berpendapat bahwa akal manusia

19
M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, Jakarta: RakaGrafindo Persada, 1996, h. 121.
20
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Jakarta: Pustaka Setia, 2003. H. 120.
21
M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, Jakarta: RakaGrafindo Persada, 1996, h. 122.
terbatas untuk menguak realitas ketuhanan kecuali yang di informasikan secara

langsung melalui al Qur’an. Hal inilah yang menurut penulis membuat Asy’ari keluar

dari firqah Mu’tazilah yang selalu mengedepankan akal tanpa di landasi dalil-dalil

yang kuat.22

Menurut Yusrin dalam buku berjudul Ilmu Tauhid telah di uraikan pokok-pokok

pemikiran Asy’ari sebagai berikut:23

a) Bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat sebagaimana yang disebutkan dalam al

Qur’an. Hal ini jelas bertentangan dengan Mu’tazilah yang beranggapan

bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat.

b) Bahwa al Qur’an adalah Qadam, berlawanan dengan Mu’tazilah yang

menurutnya al Qur’an itu di ciptakan atau mahluk.

c) Bahwa Allah dapat dilihat dengan mata kepala manusia di dalam surga.

d) Bahwa perbuatan manusia itu diciptakan Allah, bukan diciptakan oleh

manusia itu sendiri.

e) Antropomorhisme, bahwa Allah bertahta di Arsy, mempunyai tangan, mata,

dan sebagainya. Namun, menurutnya itu mengandung makna kiasan, artinya

tidak sama seperti mahluknya, sesuai sifat Allah Muhallafatul lil hawaditsi.

f) Bahwa Allah itu adil

g) Bahwa muslim yang berbuat dosa besar tetap Islam dan tidak kafir, ia akan

tetap disiksa namun tidak selamanya.

Atas pemikiran-pemikitannya itu, Asy’ari menjadi demikian populer. Namun,

semua itu tidak terlepas dari dukungan ulama-ulama besar dari pelbagai disiplin

22
Ayu Dwita Sari, Siti Nur Anifah, Makalah Ahlussunnah wal Jamaah, h. 8.
23
M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, Jakarta: RakaGrafindo Persada, 1996, h. 123-125.
ilmu, terutama dari kalangan madzhab Syafi’i. Di antaranya ialah Al Ghazali,

Imam Abu Bakar al Baqillani, Imam Haramain, Imam Fakhurrazi, Imam Al

Qurthubi, dan masih banyak lagi.24

2. Al Maturidi

Tidak banyak yang meneliti tentang riwayat hidup Al Maturidi, yang jelas ia

hidup sejaman dengan Asy’ari. Nama aslinya Abu Mansur Muhammad bin

Muhammad bin Mahmud al Maturidi. Dilahirkan di Maturid, Samarkand pada

pertengahan abad ke-9 masehi dan wafat pada tahun 332 H.

Pemikiran al Maturidi secara garis besar selaras dengan Abu Hasan Asy’ari,

namun Al Maturidi lebih rasional ketimbang Asy’ri, sesuai madzhab yang ia anut

yakni Madzhab Hanafi.

Berikut beberapa pemikiran Al Maturid:25

a) Bahwa Allah mempunyai sifat (sejalan dengan Asy’ari)

b) Bahwa perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan, namun menurutnya

manusia juga mempunyai daya untuk berbuat sesuatu, yakni dengan

mempertemukan ikhtiar (manusia) dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan

manusia.

c) Bahwa al Qur’an merupakan Qadam

d) Bahwa Allah itu adil

e) Bahwa muslim yang berdosa besar tetap Islam, kan dimasukkan neraka namun

tidak selamanya.

24
Tgk. H. Z. A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah, Jakarta: Bumi Aksara, 1998, h. 37.
25
M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, Jakarta: RakaGrafindo Persada, 1996, h. 128-129.
f) Antropomorphisme

Pendukung-pendukung berkembangnya paham Ahlussunnah yang dibawanya

ialah Muhammad bin Muhammad bin Abdul Karim al Bazdawi yang akan dijelaskan

selanjutnya.

3. Al Bazdawiyah

Seorang tokoh besar dan intelektual terkemuka dalam ilmu fiqih, ushul fiqih

(madzhab Hanafi), tafsir dan ilmu kalam (teologi).

Nama aslinya Ali Bin Muhammad Bin Husein Bin Abdul Karim Bin Musa Bin Isa

Bin Mujahid Al Bazdawi. Lahir di Bazdah (Bazdawah) pada tahun 400 H. kemudian

belajar di Samarkand dan meninggal di Kash, Uzbekistan pada tahun 482 H.

Ia adalah murid dari Al Maturidiyah yang juga penganut Madzhab Hanafi.

Perjuangan gurunya itu ia lanjutkan, demi mempersatukan umat kembali kepada jalan

yang benar sesuai ajaran Rasulullah SAW. Ajarannya sama halnya dengan Al

Maturidi, yakni berlandas pada wahyu dan akal. Namun, jika Al Maturidi lebih besar

dalam penggunaan akal dripada wahyu, Al Bazdawiyah menyeimbangkan sama

besarnya antar keduanya, yakni wahyu 50% dan akal 50%.26

26
http://www.ensikperadaban.com/?AHLI_FIQIH:Ahli_Fiqih_Abad_5_H%2F11_M:Al_Bazdawi
D. Hasil Analisa

Untuk mempermudah dalam memahami kedua firqah Ahlussunnah wal Jamaah

ini, berikut kami uraikan ke dalam bentuk tabel.

No Salaf Khalaf

1. Tekstual Tekstual-Kontekstual

2. Al Qur’an adalah qadim Al Qur’an adalah qadim

3. Non Antropomophisme Antropomophisme

Pada intinya, walaupun terdapat perbedaan namun pada dasar ajaran kedua firqah

ini adalah sesuai yang di ajarkan oleh Rasulullah SAW serta para sahabat. Keduanya

berlandaskan al Qur’an dan Hadist.

I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah baik versi salaf maupun kjalaf ini terbagi menjadi

enam, yaitu:27

1. Tentang Ketuhanan

2. Tentang Malaikat-Malaikat

3. Tentang Kitab-Kitab Suci

4. Tentang Rasul-Rasul

5. Tentang Hari Akhirat

6. Tentang Qadha dan Qadhar

27
Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah, Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru, 2010, h.27.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Ahlussunnah wal Jamaah merupakan sebuah firqah yang sejatinya mengembalikan

akidah Islam yang benar yang di ajarkan Rasulullah SAW. Ini sesuai namanya yaitu

berlandaskan pada sunnah Nabi dan sahabat. Karena ketika muncullnya Ahlussunnah wal

Jamaah ini yaitu ketika bermunculan paham yang menyerongkan ajaran Islam yang

sebenarnya.

Dalam Ahllussunnah wal Jamaah terbagi menjadi dua, yaitu Salaf dan Khalaf.

Keduanya termasuk dalam Ahlussunnah, karena sama-sama berlandas pada ajaran

Rasulullah SAW yang sesungguhnya. Hanya saja terdapat beberapa perbedaan di

dalamnya. Namun, perbedaan itu jika ditelusuri dan di telusuri maka akan ditemukan titik

temu antara keduanya.

Ahlussnnah versi salaf ini adalah Ahlussunnah tempo dulu, yaitu terdapat pada tiga

abad pertama hijriyah. Karena tradisional, dalam versi salaf ini sangat murni ajaran-

ajarannya, yaitu yang sesuai dengan yang di ajarkan Rasulullah. Mereka sangat terpaku

pada Al Qur’an dan Hadist. Semua harus sesuai dengan yang ada di dalamnya, sedikit

sekali ruang gerak untuk akal digunakan.

Sedangkan Ahlussunnah versi Khalaf adalah Ahlussunnah konvensional, yaitu

kelanjutan dari versi sebelumnya. Namun, lebih menyempurnakan versi terdahulu. Yakni

mereka menggunakan kedua bekal yang telah diberikan kepada manusia, yaitu Wahyu
dan akal. Keduanya saling mendukung, namun pada suatu tertentu akal tidak mampu

mencerna sesuatu kecuali dengan bantuan Wahyu. Jadi, keduanya baik Ahlussunnah versi

salaf maupun versi khalaf, merupakan bagian dari Ahlussunnah wal Jamaah yang

mengikuti sunnah dan para sahabat.

B. Saran

Dalam segala hal sudah menjadi fitrah manusia jika mempunyai kesalahan dan

kekurangan, sehingga memerlukan bantuan dari pembaca sekalian untuk menjadi lebih

baik. Sebagai pengakuan dari adanya kelemahan dari segala sisi, dengan harapan

memperoleh kritik dan saran yang memotifasi serta bersifat membangun. Semoga setiap

langkah dengan niat serta tujuan untuk kebaikan mendapat berkah dan ridha dari Allah

SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Fathurrahman Qadri, M. Hanbal Shafiran, Sejarah Pemikiran Islam, Dirasatul Firaq,

Solo: Pustaka Arafah, 2010.

Tgk. H. A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah, Jakarta: Bumi Aksara, 1998.

Rozak Abdul, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2003.

Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta: UI-Press, 1986.

Yusran M. Asmuni, Ilmu Tauhid, Jakarta: RakaGrafindo Persada, 1996.

Dwita Ayu Sari, Siti Nur Anifah, Makalah Ahlussunnah wal Jamaah.

Abbas Siradjuddin, I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah, Jakarta: Pustaka Tarbiyah

Baru, 2010.

http://www.ensikperadaban.com/?AHLI_FIQIH:Ahli_Fiqih_Abad_5_H%2F11_M:Al

_Bazdawi

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/01/22/ly5t39-inilah-

tokohtokoh-gerakan-salafiyah

http://iappi.fr-bb.com/t86-mengenal-imam-ibnul-qayyim-aljauziyyah

Anda mungkin juga menyukai