Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber ilmu yang tidak habis untuk dikaji berbagai
kalangan. Semakin lama dikaji, semakin banyak ilmu yang terkuak. Sebagai
contoh,  para ilmuwan mengembangkan maupun mencocokan penemuan mereka
tentang teknologi, ilmu perbintangan, penemuan pesawat terbang, matematika,
fisika, dan lain sebagainya, dengan pemaparan yang tersebut dalam al-Qur’an.
Sebagian sumber-sumber hukum juga berasal dari al-Qur’an. Sehingga,
Pengetahuan mengenai makna al-Qur’an pun menjadi sangat penting untuk
dipahami. Adanya tafsir dan ta’wil al-Qur’an tentu mempermudah setiap orang
memahami hingga mengkaji isi al-Qur’an. Perlu kiranya kita memperdalam
pengetahuan mengenai tafsir, ta’wil al-Qur’an, metodologi penafsiran hingga
tokoh mufassir beserta karyanya. Sehingga kita dapat mmperkokoh keimanan dan
menambah pengetahuan dalam memahami al-Qur’an. Inilah yang menjadi latar
belakang disusunnya makalah tafsir dan ta’wil ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan tafsir dan ta’wil al-Qur’an?
2. Bagaimana urgensi tafsir dan ta’wil al-Qur’an?
3. Bagaimana sejarah perkembang tafsir dan ta’wil al-Qur’an?
4. Bagaimana metodologi dan corak penafsiran al-Qur’an?
5. Siapa saja tokoh-tokoh mufassir? Dan apa syarat-syarat menjadi mufassir?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tafsir dan Ta’wil


1. Pengertian Tafsir dan Ta’wil
Kata “tafsir” diambil dari kata “fassara-yufassiru-tafsira” yang bearti
keterangan atau uraian. Al-jurani berpendapat bahwa kata “tafsir” menurut
pengertian bahasa adalah “Al-kasf wa Al-izhar” yang artinya menyikap
(membuka) dan melahirkan.1 Pada dasarnya, pengertian “tafsir” berdasarkan
bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna Al-idhah (menjelaskan), Al-
bayan (menerangkan), Al-kasf (mengungkapkan), Al-izhar (menampakkan),
dan Al-ibanah (menjelaskan).  Dalam Al-Qur’an dinyatakan :
        
Artinya : “Tidaklah kamu mereka datang kepadamu (membawa) sesuatu yang
ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan paling
baik tafsir-Nya” (Al-Furqan [25]:33). Maksudnya, “paling baik penjelasan dan
perinciannya.” Diantara kedua bentuk al-fassr dan at-tafsir, kata at-tafsir
(tafsir)-lah yang paling banyak dipergunakan.

Adapun pengertian “tafsir” berdasarkan istilah, para ulama banyak


memberikan komentar, antara lain sebagai berikut:
a. Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashil :
Tafsir adalah menjelaskan Al-quran, menerangkan maknanya dan
menjelaskan dikehendakai dengan nasbnya atau dengan isyaratnya atau
tujuannya.2
b. Menurut Syekh Al-Jazairi dalam Shahib At-Taujih :
Tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan lafadz yang sukar
dipahamioleh pendengar dengan mengemukakan lafadz sinonimnya atau

1
 Al-Jurjani, At-Ta’rifs, At-Thaba’ah wa An-Nasyr wa At-Tauzi, Jeddah,t.t., hlm. 63;
2
 Ash-Shiddieqy, TM Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran, Jakarta, Bulan
Bintang, bandung, hlm. 178.

2
makna yang mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah satu
dilalah lafdz tersebut.3
c. Menurut Abu hayyan :
Tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafadz-lafadz Al-
Quran serta cara mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum,
dan makna-makna yang terkandung didslamnya.
d. Menurut Az-Zarkasyi
Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan
menjelaskan makna-makna kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya,
Muhammad SAW., serta menyimpulkankandungan-kandungan hukum dan
hikmahnya.4
Ringakasnya, pengertian ta’wil dalam penggunaan istilah adalah suatu
usaha untuk memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Quran melalui pendekatan
memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafazh itu. Dengan kata
lain, ta’wil berarti mengartikan lafazh dengan beberapa alternatif kandungan
makna yang bukan makna lahiriahnya, bahkan penggunaan secara masyhur
kadang-kadang diidentikan dengan tafsir.5

2. Perbedaan antara Tafsir dengan Ta’wil


Para ulama berbeda pendapat tentang perbedaan antara kedua kata
tersebut. Berdasarkan pada pembahasan diatas tentang makna tafsir dan ta’wil,
kita dapat menyimpulkan pendapat terpenting diantaranya sebagai berikut:
a. Apabila berpendapat, ta’wil adalah menafsirkan perkataan dan
menjelaskan maknanya, maka “ta’wil” dan “tafsir” adalah dua kata yang
berdekatan atau sama maknanya. Termasuk pengertian ini ialah doa
Rasululloh untuk Ibn Abbas: “Ya Allah, berikanlah kepadanya
kemampuan untuk memahami agama dan ajarkanlah kepadanya ta’wil.

3
Muhammad Husein Al-Dzahabi, At-Tafsir wa Al-Mufassirun, juz I, Dar AlAl-Maktub
Al-Haditsah, Mesir, 1976, hlm. 13.
4
Lihat Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al-Quran, Mansyurat Al-Ashr Al-Hadis,
1973, hlm. 324.
5
 Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, jakarta, 1984, hlm. 1062

3
b. Apabila kita berpendapat, ta’wil adalah esensi yang dimaksud dari suatu
perkataan, maka ta’wil dari talab (tuntutan) adalah esensi perbuatan yang
dituntut itu sendiri dan ta’wil dari khabar adalah esensi sesuatu yang
diberikan. Atas dasar ini maka perbedaan antara tafsir dengan ta’wil cukup
besar; sebab tafsir merupakan syarah dan penjelasan bagi suatu perkataan
dan penjelasan ini berada dalam pikiran dengan cara memahaminya dan
dalam lisan dengan ungkapan yang menunjukkannya. Sedang ta’wil ialah
esensi sesuatu yang berada dalam realita (bukan dalam pikiran). Sebagi
contoh, jika dikatakan: “Matahari telah terbit”, maka ta’wil ucapan ini
ialah terbitnya matahari itu sendiri. Inilah pengertian ta’wil yang lazim
dalam bahasa Quran sebagaimana telah dikemukakan.
c. Dikatakan, tafsir adalah apa yang telah jelas di dalam Kitabullah atau
tertentu (pasti) dalam sunnah yang shahih karnanya maknanya telah jelas
dan gamblang. Sedang ta’wil adalah apa yang telah disimpulkan para
ulama. Karena itu sebagian ulama mengatakan, “Tafsir adalah apa yang
berhubungan dengan riwayat sedang Ta’wil adalah apa yang berhubungan
dengan dirayah.
d. Dikatakan pula, tafsir lebih banyak digunakan dalam (menerangkan) lafaz
dan mufrodat (kosa kata), sedang ta’wil lebih banyak dipakai dalam
(menjelaskan) makna dan susunan kalimat. Dan masih banyak lagi
pendapat-pendapat yang lain.

3. Keutamaan Tafsir
Tafsir adalah ilmu syariat paling agung dan paling tinggi
kedudukannya. Ia merupakan ilmu yang paling mulia obyek pembahasan dan
tujuannya serta dibutuhkan. Obyek pembahassannya adalah Kamullah yang
merupakan sumber segala hikmah dan “tambang” segala keutamaan. Tujuan
utamanya untuk dapat berpegang pada tali yang kokoh dan mencapai
kebahagiaan hakiki. Dan kebutuhan terhadapnya sangat mendesak karena
segala kesempurnaan agamawi dan duniawi haruslah sejalan dengan syara’

4
sedang kesejalanan ini sangat bergantung pada pengetahuan tentang Kitab
Allah. 6

B. Urgensi Tafsir dan Ta’wil dalam Memahami Al Quran


Urgensi tafsir dan ta’wil dalam memahami Al-Qur’an untuk
ayat muhkamat dan ayat mutasyabihat adalah sebagai berikut:
1. Ayat Mukhamat
Urgensi tafsir dan ta’wil dalam memahami ayat muhkamat diantaranya
adalah:
a. Dengan adanya ayat mukhamat yang sudah jelas arti maksudnya, maka
menjadi rahmat bagi umat Islam, khususnya orang yang kemampuan
bahasa Arabnya lemah. Dengan mempelajari bahasa arab akan menambah
kosa kata yang bersumber dari al Quran.
b. Untuk mempermudah dalam memahami isi kandungan al Quran supaya
umat Islam mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya karena
lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui dan dipahami.
c. Untuk membantu dalam menghafal al Quran, karena salah satu metode
menghafal yang paling efektif adalah dengan memahami terlebih dahulu
arti ayat yang akan dihafal.
d. Untuk menghilangan kebingungan dan kesulitan umat Islam dalam
mempelajari isi ajarannya karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah
dapat menjelaskan arti maksudnya.

2. Ayat Mutasyabihat
Urgensi tafsir dan ta’wil al-Qur’an dalam memahami
ayat mutasyabihat diantaranya adalah:
a. Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk
meyakini keberadaan ayat-ayat al Quran sebagaimana Allah memberi
cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan

6
 Qawl al-Mukhtashar al-Mubîn Fî Manâhij al-Mufassirîn karya Abu 'Abdillah,
Muhammad al-Hamûd an-Najdiy, Hal.9-11)

5
anggota badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya seseorang yang
berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehinnga
enggan tunduk kepada naluri kehambaannya.
b. Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat al Quran.
Sebagaimana Allah menyebutkan bahwa cercaan terhadap orang-orang
yang mengutak-atik ayat-ayat mutasyabihat itu. Sebaiknya  Allah
memberikan pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya.
c. Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha
dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya.7
d. Untuk mengetahui kemukjizatan yang terdapat dalam al Quran agar
manusia sadar bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan
wahyu ciptaan Allah SWT.

C. Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an


Tahapan perkembangan tafsir al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pertama (Masa Sahabat dan Tabi’in)
Para sahabat memberikan perhatian maksimal kepada Kitabulla,
mereka membaca ayat-ayatnya, memahami kandungan hukumnya dan
merenungkan isinya. Mereka adalah orang-orang yang sangat mengenal
kitabullah.
Para sahabat belum bertumpu kepada tulisan dan kodifikasi. Masa
mereka berlalu tanpa ada pembukuan tafsir sedikitpun. Semua tafsir terjaga
terjaga dalam hafalan, tertanam dalam jiwa dan muncul tokoh-tokoh seperti
khulafa’urrasyidin, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Ubai bibn Ka’ab dan lain-lain.
2. Tahap Kedua
Tahap ini dimulai pada akhir masa Bani Umayyah dan awal masa Bani
Abbasiyyah, ketika dimulainya pembukuan terhadap berbagai macam ilmu.
Permulaan tafsir adalah bersama pembukuan hadis, ketika tafsir dimasukkan
ke dalam salah satu bab dalam buku-buku hadis. Yang dikodifikasikan saat itu
masih sangat sedikit, terutama yang berkaitan dengan sebab nuzul sejumlah

7
 Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir: Tafakur, 2011, hal.  199

6
ayat atau keutamaan sejumlah surat dan ayat. Di dalam al-Kutub al-
Sittah banyak ditemukan.8
3. Tahap Ketiga (Masa Kodifikasi)
Pada tahap ini, muncul banyak tafsir dengan berbagai ragamnya.
Mula-mula tefsir tidak bergerak dari jenis tafsir bil-ma’tsur. Namun sanad-
sanadnya mulai terbuang, agar ringkas, dan dikodifikasikan pula riwayat-
riwayat dari ulama salaf tanpa menisbatkan kepada orang yang
mengatakannya. Ini jelas lubang yang menganga bagi masuknya pemalsuan
dan menerobosnya Isra’iliyyat ke dalam kitab-kitab tafsir. Sehingga
yang shahih berbaur dengan dla’if, yang kuat berbaur dengan yang lemah,
yang berakibat ditinggalkannya banyak riwayat. Sehingga nilai kitab-kitab itu
menjadi kecil.

D. Contoh Ayat Tafsir dan Ta’wil


1. Contoh Ayat Tafsir
Menafsirkan Al-Qur’an dengan As-Sunnah/Hadits
Contoh Surat Al-An’am ayat 82:
       
   
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan dan mereka
orang-orang yang mendapat petunjuk”
Kata “al-zulm” dalam ayat tersebut, dijelaskan oleh Rasul Allah saw dengan
pengertian “al-syirk” (kemusyrikan).9
2. Contoh Ayat Takwil
Menurut Az-Zuhaili, di antara contoh takwil ialah taqyîd al-muthlaq
(pemberian batasan/syarat pada nash yang mutlak), takhshîsh al-‘âmm
(pengkhususan nash yang umum), dan pengalihan nash umum dari maknanya
yang umum ke makna khusus. Az-Zuhaili lalu mencontohkan takwil Imam Asy-
Syafi’i terhadap firman Allah Swt.:
8
 Abdul Mustaqim,  Aliran Aliran Tafsir,  dari Periode Klasik hingga
Kontemporer,  Yogyakarta : Kreasi Warna, 2005,hal. 69
9
 Abd. Al-hay Al Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu‟iy, hal. 18

7
‫ َوالَ يُ ْب ِدينَ ِزينَتَه َُّن إِالَّ َما ظَهَ َر ِم ْنهَا‬      
Janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak
darinya. (QS an-Nur [24]:  31).
Frasa illâ mâ zhahara minhâ asalnya bermakna umum (kecuali yang tampak
darinya). Lalu Imam Asy-Syafi’i menakwilkannya dengan, “illâ al-wajh wa al-
kaffayn” (kecuali wajah dan dua telapak tangannya). Takwil ini berdasarkan hadis
yanhg dituturkan Aisyah ra. bahwa Nabi saw. pernah berkata kepada Asma’ binti
Abu Bakar:
«‫يض لَ ْم تَصْ لُحْ أَ ْن يُ َرى ِم ْنهَا إِالَّ هَ َذا َوهَ َذا َوأَ َشا َر إِلَى َوجْ ِه ِه َو َكفَّ ْي ِه‬
َ ‫ت ْال َم ِح‬
ِ ‫»يَا أَ ْس َما ُء إِ َّن ْال َمرْ أَةَ إِ َذا بَلَ َغ‬
Hai Asma’, sesungguhnya wanita itu, jika sudah haid, tidak pantas dilihat darinya
kecuali ini dan ini (Nabi saw. menunjuk pada wajah dan kedua telapak
tangannya). (HR Abu Dawud). 

BAB III
PENUTUP

8
A. Kesimpulan
Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang patut kita pelajari. Metodologi tafsir
Al-Qur’an adalah salah satu cara untuk mengkaji, memahami dan menguak lebih
jauh maksud dan kandungan dari ayat-ayat Al-Qur’an. Metode tafsir yang adapun
sangat beragam model, bentuk dan pendekatannya. Adalah suatu hal yang sangat
penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami macam-macam metode
tafsir ayat Al-Qur’an yang ada dengan berbagai macam pendekatannya, jika hal
ini telah kita ketahui, maka ayat-ayat Al-Qur’an semakin hidup dan mampu untuk
menjawab segala persoalan masyarakat yang berkembang begitu cepat. Hal ini
semakin mempertegas bahwa Al-Qur ’an adalah wahyu Allah yang menjadi
rujukan dan sumber utama semua umat Islam.
Wallahu A’lam.

B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, mudah-mudahan dengan adanya
makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan manfaat bagi kita semua. Untuk
kesempurnaan makalah ini, kami selaku pemakalah bersedia menerima kritik dan
saran yang membangun untuk menuju yang lebih baik nantinya. untuk
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

9
Iqbal, Mashuri Sirojuddin., dan A. Fudlali. 1987. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung:
ANGKASA Bandung.

Saiful Amin Ghofur. 2007. Profil Para Mufasir Al-Qur’an.Yogyakarta: Insan


Madani.

Izzan, Ahmad, 2011. Metodologi Ilmu Tafsir: Bandung :Tafakur 

Mustaqim, Abdul,  2005, Aliran Aliran Tafsir,  dari Periode Klasik hingga


Kontemporer,  Yogyakarta : Kreasi Warna

Kholid, Abdul,2003, Kuliah Madzahib Al Tafsir. IAIN Sunan Ampel Surabaya:


Fakultas Ushuluddin.

Ilyas, Yunahar, 2014, Kuliah Ulumul Quran. Yogyakarta : ITQAN Publishing

Al-hay Al Farmawi, Abdul, 1996, Metode Tafsir Maudhu’i, Jakarta: Raja


Grafindo Persada

KATA PENGANTAR

10
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Tafsir dan Ta’wil” Tanpa
pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya
dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada Bapak dosen yang telah
berkenan membimbing kami dalam mata kuliah “Ulumul Qur’an” yang telah
membantu. Oleh karenanya kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan dan terlebih dahulu kami ucapkan terima kasih.
Demikian makalah ini kami sajikan semoga bermanfaat bagi kami dan
pembaca.

Ujung Gading, April 2021


Penulis,

DAFTAR ISI

11
KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Tafsir dan Ta’wil...................................................... 2
B. Urgensi Tafsir dan Ta’wil dalam Memahami Al Quran 5
C. Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an................. 6
D. Contoh Ayat Tafsir dan Ta’wil................................. 7

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................ 9
B. Saran.......................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA

ii

12

Anda mungkin juga menyukai