Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

DASAR-DASAR QUR’ANI DAN SEJARAH


TIMBULNYA TASAWUF

Dosen Pengampu : Suyitno, M.Pd.I

Disusun Oleh :
Kelompok 1
1. Mulia Wati Nur Iman
2. Singgih Prastyo

PRODI : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
MISBAHUL ULUM GUMAWANG
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan rahmad-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul : Dasar-
dasar Qur’ani dan Sejarah Timbulnya Tasawuf.
Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu
Bapak Suyitno, M.Pd.I., yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
penyusunan makalah ini, dan juga kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini dari awal hingga akhir.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada kita
semua. Penulis sangat berharap semoga pembaca dapat memberikan kritik dan
sarannya terhadap makalah ini agar penulis dapat memperbaikinya pada makalah-
makalah berikutnya.

Belitang, September 2022

Penulis,

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 2
C. Tujuan......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf................................................................................... 3
B. Dasar-dasar Tasawuf dalam Al-Quran dan Hadits.................................... 4
C. Sejarah Tasawuf: Kontak Kebudayaan Hindu, Persi, Yunani, dan Arab. . 6

BAB III PENUTUP


Kesimpulan....................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tasawuf adalah kehidupan rohani dan lebih tegas lagi bahwa bertasawuf
itu adalah fitrah manusia. Melihat pengertian tasawuf dimulai dari pembersihan
diri yang bertujuan untuk mencapai hakikat yang tinggi oleh karena Allah SWT
itu adalah Nur dan Maha Suci, maka hamba yang ingin berhubungan dengan
Allah harus berusaha melepaskan rohnya dari kungkungan jasadnya. Untuk dapat
melepaskan roh itu ditempuh jalan riadah (latihan) yang memakan waktu cukup
lama. Riadah ini juga bertujuan untuk mengasah roh itu supaya tetap suci. Naluri
manusia tetap ingin mencapai yang baik dan sempurna dalam mengarungi
kehidupannya. Untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan itu tidak dilalui
dengan mempergunakan ilmu pengetahuan saja. Karena ilmu adalah produk
manusia dan hanya merupakan alat yang pendek. Manusia akan merasa
kehilangan dan kekosongan kalau hanya mengandalkan ilmu materi saja. Jalan
menuju hidayah dan kebahagiaan itu tidak lain hanya dengan iman yang kokoh,
perasaan hidup yang aman tenteram yang berdiri di atas rasa cinta.1
Sesungguhnya tujuan akhir manusia adalah mengikat lingkaran rohaninya
dengan Allah SWT sebagai hubungan yang selamanya benar. Apabila orang
hanya merasa bahwa akalnyalah satu-satunya yang menjadi imam dan pemberi
petunjuk, dia jauh dari pembicaraan kegiatan kehidupan rohani, merasa bangga
karena sudah merasa memiliki kemewahan dunia, maka orang tersebut kata
Huxley setingkat dengan binatang. Justru karena itu dibutuhkan suatu kehidupan
rohani yang mendekatkan seseorang kepada Allah dan ini hanya bisa diatur dalam
kehidupan tasawuf.

B. Rumusan Masalah

1
Blog Thaha Abdul Bakri, dalam pengantar Ilmu Tasawuf (Usman Said dkk)

1
1. Jelaskan pengertian tasawuf?
2. Jelaskan Dasar-dasar Tasawuf dalam Al-Quran dan Hadits?
3. Jelaskan Sejarah Tasawuf?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tasawuf.
2. Untuk mengetahui Dasar-dasar Tasawuf dalam Al-Quran dan Hadits.
3. Untuk mengetahui Sejarah Tasawuf.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf
1. Tasawuf secara lughawi (bahasa)
Secara bahasa tasawuf diartikan sebagai Sufisme (bahasa arab: ‫) تص?وف‬
adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan
akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi.
Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam
Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat
(perbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang
Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi. Pemikiran Sufi muncul di
Timur Tengah pada abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh
belahan dunia.2
Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata "Sufi". Pandangan yang
umum adalah kata itu berasal dari Suf (‫)صوف‬, bahasa Arab untuk wol, merujuk
kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak
semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain
menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (‫)صفا‬, yang berarti kemurnian.
Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori
lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu
ketuhanan. Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari "Ashab
al-Suffa" ("Sahabat Beranda") atau "Ahl al-Suffa" ("Orang orang beranda"), yang
mana adalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad yang
menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya
untuk berdoa.3

2
Wikipedia bahasa Indonesia (online)
3
Ibid.

3
2. Tasawuf secara istilah
Secara istilah banyak pendapat diantara para ahli. Ada yang
mengatakan Tasawuf itu adalah:
a. Untuk membersihkan Hawas (Indra)
b. Untuk membersihkan Qalbu (Hati)
c. Untuk membersihkan Fuad (Nurani)
d. Untuk membersihkan Nafs (Emosi)
e. Untuk membersihkan Akal
f. Untuk mendapatkan ilham
g. Untuk membersihkan Insting (Naluri)
Tetapi pada prinsipnya tasawuf itu adalah usaha manusia untuk
membersihkan diri agar dekat kepada Allah SWT.4

B. Dasar-dasar Tasawuf dalam Al-Quran dan Hadits


Al-Quran dan Hadits merupakan kerangka acuan pokok yang selalu
dipegangi oleh umat Islam. Sering didegar pertanyaan dalam kerangka landasan
naqli ini, “Apa dasar Al-Quran-Haditsnya sehingga anda berkata demikian?” atau
“Bagaimana Al-Quran dan Haditsnya?”. Pertanyaan-pertanyaan ini sering
terlontar dalam benak pikiran kaum muslimin ketika hendak menerima atau
menemukan persoalan-persoalan baru atau persoalan-persoalan unik, termasuk
persoalan-persoalan tasawuf.5
Tasawuf pada awal pembentukannya adalah manifestasi akhlak dan
keagamaan. Moral keagamaan ini banyak disinggung dalam Al-Quran dan As-
Sunnah. Dengan demikian, sumber utama tasawuf adalah ajaran-ajaran Islam,
sebab tasawuf ditimba dari Al-Quran, As-Sunnah, dan amalan-amalan serta
ucapan sahabat. Amalan serta ucapan sahabat tentu saja tidak keluar dari ruang
lingkup Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan begitu, justru dua sumber utama
tasawuf adalah Al-Quran dan As-Sunnah itu sendiri.6

4
Jamhir. Pengertian tasawuf. Dikutip pada kuliah di fakultas syariah pada tanggal 14
maret 2011
5
Solihin, Ilmu Tasawuf (Bandung: Setia Pustaka, 2008) hal. 17
6
Ibid hal. 18

4
Para pengkaji tentang tasawuf sepakat bahwasanya tasawuf berazaskan
kezuhudan sebagaimana yang diperaktekkan oleh Nabi Saw, dan sebahagian besar
dari kalangan sahabat dan tabi’in. Kezuhudan ini merupakan implementasi dari
nash-nash al-Qur’an dan Hadis-hadis Nabi Saw yang berorientasi akhirat dan
berusaha untuk menjuhkan diri dari kesenangan duniawi yang berlebihan yang
bertujuan untuk mensucikan diri, bertawakkal kepada Allah Swt, takut terhadap
ancaman-Nya, mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya dan lain-lain.
Meskipun terjadi perbedaan makna dari kata sufi akan tetapi jalan yang
ditempuh kaum sufi berlandasakan Islam. Diantara ayat-ayat Allah yang dijadikan
landasan akan urgensi kezuhudan dalam kehidupan dunia adalah firman Allah
dalam al-Qur’an yang artinya :
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah
keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di
dunia kamiberikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada
baginya suatu bahagianpun di akhirat”.7
Di antara nash-nash al-Qur’an yang mememerintahkan orang-orang
beriman agar senantiasa berbekal untuk akhirat adalah firman Allah dalam Q.S al-
Hadid [57] ayat 20 yang Artinya : “Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan
dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya
harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para
petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan
ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain
hanyalah kesenangan yang menipu”.
Ayat ini menandaskan bahwa kebanyakan manusia melaksanakan amalan-
amalan yang menjauhkannya dari amalan-amalan yang bermanfaat untuk diri dan
keluarganya, sehingga mereka dapat kita temukan menjajakan diri dalam
kubangan hitamnya kesenangan dan gelapnya hawa nafsu mulai dari kesenangan
dalam berpakaian yang indah, tempat tinggal yang megah dan segala hal yang

7
Quran Surat  Asy-Syuura (42) ayat 20

5
dapat menyenangkan hawa nafsu, berbangga-bangga dengan nasab dan banyaknya
harta serta keturunan (anak dan cucu). Akan tetapi semua hal tesebut bersifat
sementar dan dapat menjadi penyebab utama terseretnya seseorang kedalam azab
yang sangat pedih pada hari ditegakkannya keadilan di sisi Allah, karena semua
hal tersebut hanyalah kesenangan yang melalaikan, sementara rahmat Allah hanya
terarah kepada mereka yang menjauhkan diri dari hal-hal yang melallaikan
tersebut.8

C. Sejarah Tasawuf: Kontak Kebudayaan Hindu, Persi, Yunani, dan Arab


Tasawuf yang kita temui dalam khazanah dunia Islam, dari sumber-
sumber perkembangannya, ternyata memunculkan pro dan kontra, baik
dikalangan muslim maupun dikalangan non-muslim. Mereka yang menganggap
bahwa tasawuf Islam merupakan sebuah paham yang bersumber dari agama-
agama lain.9
Selanjutnya, ada beberapa pandangan tentang asal-usul tasawuf dalam
konteks kebudayaan-kebudayaan luar Islam tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk
melihat apakah tasawuf yang ada didunia Islam benar-benar terpengaruh oleh
konteks kebudayaan tersebut atau tidak.10
1. Unsur-unsur Nasrani (Kristen)
Pertama, adanya interaksi antara orang Arab dan kaum Nasrani pada masa
Jahiliah maupun zaman Islam. Kedua, adanya segi-segi kesamaan antara
kehidupan para asketis atau sufi dalam hal ajaran cara mereka melatih jiwa
(riyadhah) dan mengasingkan diri (khalwat) dengan kehidupan Al-Masih dan
ajaran-ajarannya, serta dengan para rahib ketika sembahyang dan berpakaian.
Von Kromyer berpendapat bahwa tasawuf merupakan buah kenasranian pada
zaman jahiliah. Sementara itu, Goldziher berpendapat bahwa sikap fakir dalam
Islam merupakan pengaruh dari agama Nasrani. Goldziher membagi tasawuf
menjadi dua: Pertama, asketisme. Menurutnya, sekalipun telah terpengaruh
oleh kependetaan Kristen, aliran ini, lebih mengakar pada semangat Islam dan
8
http://Konten.detikpertama.com/artikel/dasar-dasar-tasawuf
9
Solihin, ilmu tasawuf......hal. 39
10
Ibid hal. 40

6
para Ahli Sunnah. Kedua, tasawuf dalam arti lebih jauh lagi, seperti
pengenalan kepada Tuhan (Ma’rifat), pendakian batin (hal), intuisi (wijdah),
dan rasa (dzauq), yang terpengaruh oleh agama Hindu disamping Neo-
Platonisme.
Abu Bakar Aceh, sebagaimana dikutip Abdul Qadir Zaelani, pernah menulis
bahwa agama Yahudi dan agama Kristen mempengaruhi pula cara berfikir
dalam Islam.
Pokok-pokok ajaran tasawuf yang diklaim berasal dari agama Nasrani antara
lain adalah:
a. Sikap fakir. Al-Masih adalah fakir. Injil disampaikan kepada orang fakir
sebagaimana kata Isa dalam Injil Matius, “Berntunglah kamu orang-orang
miskin karena bagi kamulah kerajaan Allah… Beruntunglah kamu orang
yang lapar karena kamu akan kenyang.”
b. Tawakal kepada Allah dalam soal penghidupan. Para pendeta telah
mengamalkan dalam sejarah hidupnya, sebagaimana dikatan dalam Injil,
“Perhatikan burung-burung dilangit, dia tidak menanam, dia tidak
mengetam dan tidak duka cita pada waktu susah. Bapak kamu dari langit
memberi kekutan kepadanya. Bukankah kamu lebih mulia daripada
burung?”
c. Peranan Syeikh yang menyerupai pendeta. Perbedaanya pendeta dapat
menghapuskan dosa.
d. Selibasi, yaitu menahan diri tidak menikah karena menikah dianggap dapat
mengalihkan diri dari Tuhan.
e. Penyaksian, bahwa syufi menyaksikan hakikat Allah dan mengadakan
hubungan dengan Allah. Injil pun telah menerangkan terjadinya hubungan
langsung dengan Tuhan.

1. Unsur Hindu Buddha


Tasawuf dan kepercayaan agama Hindu memiliki persamaan, seperti sikap
fakir. Pada paham reinkarnasi (perpindahan roh dari satu badan kebadan lain),

7
cara pelepasan dari dunia versi Hindu-Budha dengan persatuan diri dengan jalan
mengingat Allah.
Salah satu maqamat syufiyah, yaitu al-Fana memiliki persamaan dengan
ajaran tentang nirwana dalam agama Hindu. Menurut Harun Nasution, ajaran
nirwana agama Budha mengajarkan umatnya untuk meninggalkan dunia dan
memasuki hidup kontemplatif. Paham fana’ yang terdapat dalam sufisme hamper
serupa dengan paham nirwana.11
Goldziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara tokoh
Budha Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin Adham, tokoh syufi yang muncul
dalam sejarah umat Islam sebagai seorang putra mahkota dari Balkh yang
kemudian mencampakkan mahkotanya dan hidup sebagai darwish.
Qamar Kailani dalam ulasannya tentang asal-usul tasawuf menolak
pendapat mereka yang mengatakan tasawuf berasal dari agama Hindu-Budha.
Menurutnya, pendapat ini terlalu ekstrim. Kalau diterima bahwa ajaran tasawuf itu
berasal dari Hindu-Budha, berarti pada zaman Nabi Muhammad telah
berkembang ajaran Hindu-Budha ke Mekkah. Padahal, sepanjang sejarah belum
ada kesimpulan seperti itu.

2. Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani, seperti filsafat, telah masuk kedunia Islam pada akhir
Daulah Umayyah dan puncaknya pada masa Daulah Abbasyiah ketika
berlangsung zaman penerjemahan filsafat Yunani. Metode-metode berfikir filsafat
ini juga turut mempengaruhi pola pikir sebagian orang Islam yang ingin
berhubungan dengan Tuhan. Pada persoalan ini, boleh jadi tasawuf yang terkena
pengaruh Yunani adalah tasawuf yang kemudian diklasifikasikan sebagai tasawuf
yang bercorak filsafat.
Mungkin saja ajaran tasawuf itu dimasuki oleh paham pemikiran Yunani.
Misalnya, perkataan, “Apabila sudah baik, seseorang hanya memerlukan sedikit
makan. Dan apabila sudah baik, hati manusia hanya memerlukan sedikit hikmat.”

11
Harun Nasution, filsafat dan mistisisme dalam Islam (Jakarta: bulan bintang, 1992) hal.
58

8
Ahli-ahli sejarah, seperti Syaufan menerangkan bahwa banyak bagian dari cerita
“Seribu Satu Malam” berasal dari Yahudi.
Selain itu, ada yang mengatakan bahwa masuknya filsafat kedunia Islam
melalui mazhab peripatetic dan Neo-Platonisme. Mazhab yang pertama
(peripatetic) kelihatannya lebih banyak masuk kedalam bentuk skolastisisme
ortodoks (kalam), sedangkan untuk Neo-Platonisme lebih masuk kepada dunia
tasawuf.
Filsafat emanasinya plotinus yang mengatakan bahwa wujud ini
memancarkan dari Dzat Tuhan Yang Maha Esa menjadi salah satu dasar
argumentasi para orientalis dalam menyikapi asal-mula tasawuf di dunia Islam.
Ketika ajaran Neo-Platonisme ini berhasil menyusup kedalam tasawuf, hal yang
pertama terjadi adalah penolakan terhadap “keberbedaan” benda-benda (ghairiyat)
dari Allah.
Al-Ghazali menegaskan bahwa cahaya kenabian mustahil di dapat oleh
sufi yang terkenal dengan keganjilan atau keekstriman konsep-konsepnya. Ia
mengambil contoh ungkapan keganjilan yang dibawakan oleh Al-Hallaj, “Aku
Yang Maha besar”, atau ungkapan Abu Yazid Al-Busthami, “Maha Suci Aku.”
Karena mengaku “Mahasuci”, mereka merasa tidak perlu lagi syari’at Islam. Ini
pulalah yang dikatakan “nihilisme syari’at.”
Neo-Platonisme, menurut mir Valiudin, adalah benda yang bukan
merupakan satu-satunya objek mulai di anggap sebagai satu-satunya objek yang
sebenarnya justru diabaikan.
Ungkapan Neo-Platonisme, “Kenalilah dirimu dengan dirimu”, diambil
oleh para sufi menjadi ungkapan, “siapa yang mengenal dirinya maka ia akan
mengenal Tuhannya.” Hal ini bias jadi mengerah munculnya teori Hulul, Wahdat
Asy-Syuhud, dan Wahdat Al-Wujud. Tidak dapat disangsikan lagi bahwa cara
berfikir kelompok Neo-Shopi (Sufi berketuhanan dan filosof), seperti Al-Farabi,
Ibnu Arabi, dan Al-Hallaj, banyak dipengaruhi oleh filsafat.

3. Unsur Persia

9
Sebenarnya Arab dan Persia memiliki hubungan sejak lama, yaitu pada
bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Namun, belum ditemukan
argumentasi kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk
ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia
hingga orang-orang Persia itu terkenal dengan ahli-ahli tasawuf. Barangkali ada
persamaan antara istilah zuhud di Arab dengan zuhud menurut agama Manu dan
Mazdaq; antara istilah hakikat Muhammad dengan paham Hormuz (Tuhan
Kebaikan) dalam agama Zarathustra.12
Sejak zaman klasik, bahkan hingga saat ini, terkenal sebagai wilayah yang
melahirkan sufi-sufi ternama. Dalam konsep ke-fana-an diri dalam universalitas,
misalnya, salah seorang penganjurnya adalah seorang ahli mistik dari Persia,
yakni Bayazid dari Bistam, yang telah menerima dari gurunya, Abu Ali (dari
Sind).13
Kebanyakan ahli tasawuf muslim yang berpikiran moderat mengatakan
bahwa faktor pertama timbulnya tasawuf hanyalah Al-Quran dan As-Sunnah,
bukan dari luar Islam.
Kesimpulannya bahwa sebenarnya tasawuf itu bersumber dari ajaran Islam
itu sendiri, mengingat Nabi Muhammad dan para sahabatnyapun telah
mempraktikkannya. Hal ini dapat dilihat dari azas-azasnya yang banyak
berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri juga
bahwa setelah berkembang menjadi aliran pemikiran (misalnya, tasawuf filsafat),
tasawuf mendapat pengaruh dari budaya filsafat yunani, hindu, Persia, dan
sebagainya.14

4. Unsur Arab
Melacak sejarah perkembangan tasawuf tidak dapat dimulai hanya ketika
tasawuf mulai dikaji sebagai sebuah ilmu. Tentunya, perlu diteliti sejak zaman
Rasulullah. Memang pada masa Rasulullah dan masa sebelum datangnya agama
Islam, istilah ‘tasawuf’ itu belum ada.
12
Solihin, ilmu tasawuf…… hal. 50
13
Ibid. hal. 51
14
Ibid. hal. 54

10
Selama Rasulullah hidup hingga kekhalifahan Abu Bakar sampai Ali (599-
661 M), selalu diadakan berbagai pertemuan yang menghasilkan sumpah atau
janji setia dan praktik ibadah tasawuf. Sikap zuhud misalnya, telah banyak
ditanamkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Kalau dilihat sejarahnya, hidup
zuhud ternyata memang telah ada sebelum munculnya agama Islam ditanah Arab.
Oleh sebab itu, untuk meihat sejarah tasawuf, perlu dilihat perkembangan
peradaban Islam sejak zaman Rasulullah. Sebab pada hakikatnya kehidupan
rohani itu telah ada pada dirinya sebagai panutan umat. Kesederhanaan hidup dan
menghindari segala kemewahan sudah tumbuh sejak Islam datang, saat Rasulullah
dan sahabat-sahabatnya hidup dalam suasana kesederhanaan. Banyak hadits dan
atsar yang menerangkan tentang kehidupan Rasul sebagai sumber pertama bagi
kehidupan rohani.15

15
Ibid. hal. 56

11
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Tasawuf adalah fenomena yang melekat dan tidak dapat dipisahkan dari Islam.
Menurut kalangan orientalis, tanpa tasawuf maka Islam tidak ada. Hal ini
menunjukkan bahwa sisi batin dalam ajaran Islam memiliki peran yang sangat
substansial sebagai aspek batiniyah dalam penyokong kegiatan lahiriyah
Islam.
2. Istilah tasawuf sendiri pada dasarnya telah dipergunakan pada abad ke 2
hijriah. Sedangkan orisinalitas ajaranya banyak diperdebatkan. Hal ini
disebabkan oleh pertemuan umat Islam dengan berbagai budaya sehingga
unsur-unsur mistis dan paham-paham filsafat berbaur kedalam ajarannya.
Sehingga ajaran tasawuf yang awalnya sederhana, terbagai menjadi berbagai
pokok, seperti ilmu jiwa, ilmu akhlak, dan metaphisik.
3. Tasawuf sempat terseret dalam arus perebutan kekuasaan sehingga nuansa
perebutan politik sempat mengancam keberadaan dan kelangsungan
ajarannya. Begitu pula pertempuran antara fiqih dan filsafat menjadikan
tasawuf semakin tidak menentu. Tokoh yang berupaya mendamaikan
ketiganya adalah Al-Ghazali, walaupun paska beliau, tasawuf yang bernuansa
filsafat kembali marak dengan tokohnya, Ibnu Arabi. Akan tetapi, masa gelap
tasawuf masih berlangsung sehingga mengkhawatirkan kalangan ulama lain
sehingga ada upaya pembersihan tasawuf dari dunia Arab dengan gerakan
wahabinya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hermawan, Acep M.Ag. 2011. Ulumul Qur’an. PT REMAJA


ROSADITAKARYA : Bandung
Anshori, Dr. H. 2016. Ulumul Quran kaidah-kaidah memahami Firman Tuhan.
PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
https://www.academia.edu/39098910/_Dasar-
dasar_Qurani_Ilmu_Kalam_dan_Tasawuf_Sejarah_munculnya_Ilmu_Kala
m_Pengertian_Ilmu_Kalam_dan_Tasawuf_
http://siredjacom.blogspot.com/2011/06/dasar-dasar-qurani-dan-sejarah.html
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/Makalah%20kita%20%20ULUMUL
%20QUR'AN%20%20%20ISRO'ILIYYAT.htm
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/MAKALAH%20ILMIAH
%20%20ISRAILIYYAT%20Diajukan%20Untuk%20Memenuhi%20Salah
%20Satu%20Tugas%20Mata%20kuliah%20“Studi%20Qur’an”.htm

13

Anda mungkin juga menyukai