Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan pemikiran dalam Islam tidak terlepas dari
perkembangan sosial dalam kalangan Islam itu sendiri. Memang, pembahasan
pokok dalam Agama Islam adalah aqidah, namun dalam kenyataanya masalah
pertama yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah masalah teologi,
melainkan persolaan di bidang tasawuf, bagi mereka yang sangat awam
umumnya masyarakat biasa yang kurangnya pengetahuan makaakan
menganggap tasawuf adalah hal yang berbeda bahkan juga ada yang
mengataka menyimpang dari agama.
Hal ini berdasarkan fakta-fakta yang terjadi di sekitar kita, itu di
karenakan kurangnya mengerti akan ilmu tasawuf. Dan tasawuf juga
menggunakan tingkatan tingkatan dalam mensucikan diri (tazkiyatun nafs).
Seiring dengan munculnya kritik-kritik tajam terhadap tasawuf yang
menimbulkan ketegangan didalam dunia pemikiran islam, nampakya sudah
timbul berbagai argumentasi tentang, apakah tasawuf benar-benar ilmu
keislaman atau ia hanya sekedar pengislamisasian unsur-unsur non-islam?
Kontroversi pendapat itu bermula sejak tampilnya tasawuf falsafati dan
semakin dipertajam kemudian dengan masuknya pendapat orientalis, yang
secara generalisasi mengatakan, bahwa tasawuf bersumber dari luar islam.
Mereka yang menyatakan tasawuf di luar islam bersumber dari luar islam,
apakah dari Persia, Hindu, Nashrani, filsafat Yunani dan atau dari sumber
lainya, atau juga mendasarkan pendapatnya hanya karena adanya kesamaan
tipologinya belaka. Pendapat yang demikian nampaknya tidak jujur dan tidak
obyektif. Sebab tidak ada satu paradigma keilmuan yang memastikan, bahwa
setiap yang sama atau yang mirip adalah karena terjadi saling pengaruh atau
karena plagiat untuk adanya dibenarkan adanya hubungan interaksi historis
antara satu nilai dengan nilai lainya, haruslah dapat dibuktikan dengan adanya
kontak yang riel antara keduanya.

1
2

Sedangkan keserupaan atau kemiripan bukanlah suatu bukti yang riel.


Alangkah banyaknya suatu bentuk-bentuk keserupaan di alam semesta ini,
padahal satu sama lainya tidak ada hubungan, baik dalam kesejarahan
ataupun substansinya. Alasan lain yang mereka kemukakan dalah, bahwa
tokoh-tokoh sufi kebanyakan dari Persia yang asalnya beragama Majusi atau
bengsa lain yang tadinya beragama Kristen. Argumen ini pun sangat lemah
dan goyah, mengingat bahwa cikal bakal tasawuf lahir dari jazirah Arab dan
dari bangsa Arab itu sendiri. Memang satu hal yang jelas, bahwa tasawuf
merupakan masalah yang sangat kompleks karena ia termasuk dalam jajaran
mistisisme, sehingga hampir tidak bisa diberi jawaban yang sangat
memuaskan semua pihak. Akan tetapi sepanjang penelitian penulis, dapat
dipastiakn bahwa sumber awal dan asas tasawuf adalah islam, sehingga ia
digolongkan salah satu aspek kebudayaan islam yang khas. Oleh karena itu
para orientalis banyak mempelajari tentang apa dan bagaimana ilmu tasawuf,
sejarah tasawuf dan apa saja pendapat dari para tokoh orientalis terhadap
tasawuf.
Di masa lampau, orientalis identik dengan sarjana Barat yang
mengkaji segala aspek terkait dunia Timur. Akan tetapi seiring perjalanan
waktu, muncul orientalis dari kewarganegaraan Jepang, Australia dan lain-
lain. Orientalis yang dimaksud dalam makalah ini ialah sarjana atau ilmuwan
non-Muslim yang mengkaji segala hal tentang Islam dan pemeluknya dengan
metodologi dan motif tertentu. Awal munculnya orientalis yakni sebelum
perang Salib. Dipelopori Paus Silvester II dari Roma (w. 1003 M).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana ketertarikan Barat terhadap Tasawuf?
2. Beberapa sarjana Barat dan kajian mereka terhadap Tasawuf?
3

BAB II
PEMBAHASAN

C. Pengertian Orientalis
Dari segi bahasa, orientalisme dan orientalis berasal dari kata orient
yang mengandung arti timur/asia timur. Sedang oriental mengandung arti
orang timur/Asia dan timur. Sumber lain menyebutkan, orientalisme berasal
dari bahasa Prancis orient yang berarti timur atau bersifat timur, dan isme
berarti paham, ajaran, cita-cita, atau sikap.
Dalam literatur Arab, orient atau oriental digunakan kata ‫ شرق‬artinya
timur. Sedang bentuk kata ‫ استشراق‬berasal dari kata ‫ شرق‬yang mendapat
tambahan huruf alif, sien dan ta’, mengandung arti menuntut/mencari timur.
Menuntut timur tidak maksud lain kecuali belajar ilmu-ilmu timur, sastra,
bahasa dan agamanya.
Dalam bahasa Latin, orient bermakna belajar atau mempelajari
sesuatu, menurut bahasa Prancis kata orienter berarti arahan, petunjuk dan
bimbingan, Sedangkan menurut bahasa inggris orientation mengandung arti
bimbingan atau yang berkaitan dengan bidang moral, masyarakat, pemikiran,
atau bimbingan kepribadian dalam pemikiran atau spiritual. Oleh karena itu,
tahun pertama sebagian perguruan tinggi disebut tahap orientasi. Dan, dalam
bahasa Jerman, Sich Orientern bermakna mengumpulkan ilmu dan
pengetahuan.
Menurut istilah, orientalis mengandung arti orang yang mengetahui
sebagian bahasa-bahasa timur, definisi inilah yang diyakini oleh Arberry
tahun 1638 (seorang anggota persekutuan gereja-gereja timur), Anthony Wood
tahun 1691, Samuel Clarke. Di tempat lain, Arberry yakin, sesuai dengan
Oxpord Dictionary, orientalis adalah orang yang mengetahui bahasa-bahasa
dan sastra timur Sumber lain menyebutkan, orientalis adalah ilmuwan yang
mendalami bahasa-bahasa, kesusastraan, agama, sejarah, adat istiadat, dan
ilmu-ilmu dunia timur.
4

Dahulu kala, Orientalis identik dengan Sarjana Barat yang mengkaji


segala aspek terkait dunia Timur. Akan tetapi seiring perjalanan waktu,
muncul Orientalis dari kewarganegaraan Jepang, Australia dan lain-lain.
Orientalis yang dimaksud dalam tulisan ini ialah Sarjana atau Ilmuwan non
Muslim yang mengkaji segala hal tentang Islam dan pemeluknya dengan
Metodologi dan Motif Tertentu. Ruang lingkup kajian Orientalis meliputi, al-
Quran, Hadist, Sirah Nabi Muhammad saw, Aqidah, Fiqh, Filsafat, Politik,
hingga Tasawuf Awal munculnya Orientalis yakni sebelum perang Salib.
Dipelopori Paus Silvester II dari Roma (w. 1003 M). Ia sempat menuntut
ilmu di Cordoba dan Sisilia yang saat itu di bawah kekuasaan Khalifah
Hakam II.1

D. Pegertian Tasawuf
Sedikit mengulas tentang pengertian tasawuf, ada beberapa pendapat
tentang asal-usul kata tasawuf. Ada yang mengatakan bahwa tasawuf berasal
dari kata safa’, artinya suci, bersih atau murni. Karena memang, jika dilihat
dari segi niat maupun tujuan dari setiap tindakan dan ibadah kaum sufi, maka
jelas bahwa semua itu dilakukan dengan niat suci untuk membersihkan jiwa
dalam mengabdi kepada Allah SWT.
Ada lagi yang mengatakan tasawuf berasal dari kata saff, artinya saff
atau baris. Dinamakan sebagai para sufi, karena berada pada baris ( saff )
pertama di depan Allah, karena besarnya keinginan mereka akan Dia dan
kecenderungan hati mereka terhadap- Nya.
Ada pula yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata suffah
atau suffah al Masjid, artinya serambi mesjid. Istilah ini dihubungkan dengan
suatu tempat di Mesjid Nabawi yang didiami oleh sekelompok para sahabat
Nabi yang sangat fakir dan tidak mempunyai tempat tinggal. Mereka dikenal
sebagai ahli suffah. Mereka adalah orang yang menyediakan waktunya untuk
berjihad dan berdakwah serta meninggalkan usaha-usaha duniawi. Jelasnya,

1
Sumber: http://nl.wikipedia.org/wiki/Paus_Silvester_II
5

mereka dinamakan sufi karena sifat-sifat mereka menyamai sifat orang-orang


yang tinggal di serambi mesjid ( suffah ) yang hidup pada masa nabi SAW.
Sementara pendapat lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari
katasuf, yaitu bulu domba atau wol. Hal ini karena mereka ( para sufi ) tidak
memakai pakaian yang halus disentuh atau indah dipandang, untuk
menyenangkan dan menenteramkan jiwa. Mereka memakai pakaian yang
hanya untuk menutupi aurat dengan bahan yang terbuat dari kain wol kasar
(suf ).2
Tasawuf dalam Islam tidak mengajarkan penganutnya berlaku
kekerasan, apalagi merugikan dan menghilangkan nyawa orang lain.
Sebaliknya, tasawuf mengajarkan cinta pada sesama. kaum sufi terutama
kalangan teosofnya lebih didominasi oleh perasaan cinta. Cinta menjadi ruh
bagi spiritualitas dan tindakan riil kaum sufi dalam setiap aspek kehidupan.3
Cinta di sini bukan sekedar cinta ilahiah semata, tapi juga pengembangannya.
Ibnu al-Farid (w. 632 H/1235 M) menegaskan bahwa cinta ilahiah akan
merentang dan diikuti oleh cinta-cinta lain, seperti cinta kepada Rasulullah
saw., cinta pada keluarga, dan cinta kepada masyarakat,4 bahkan negara.

E. Ketertarikan orientalis terhadap Tasawuf


Minat kajian para orientalis meliputi, Alquran, hadis, sirah Nabi
Muhammad Saw, fikih, filsafat, politik, hingga tasawuf. Terkait kajian
tasawuf, mereka memakai istilah “sufism” untuk menyebut tasawuf. Pertama
kali diperkenalkan oleh Sir Wiliam Jones asal Inggris. Awal mula yang
diteliti adalah asal-usul tasawuf. Beberapa di antara mereka menghasilkan
teori kemunculan tasawuf.
1. Tasawuf merupakan fotokopi dari ajaran mistik Kristen (Margaret
Smith).

2
http://sangmosafir.blogspot.com/2012/11/pandangan-orientalis-terhadap-ilmu.html
http://wikipedia.co.id/
3
Abu al-Wafa’ al-Ghamiri at-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, cet. ke-2 (Bandung:
Penerbit Pustaka, 1997), hlm. 215.
4
Ibnu al-Farid, Ad-Diwan (Kairo: Dar al-Hijaaz, 1322 H), hlm. 49.
6

2. Tasawuf berasal dari ajaran Hindu & Budha (Alferd von Kremer dan
Ignaz Goldziher)
3. Tasawuf dipengaruhi tradisi Yunani (R.A. Nicholson)
4. Tasawuf berasal dari berbagai ajaran esoteris Islam, India, Persia, Kristen
dan Gnotisisme (Richard Hartmann)
5. Tasawuf benih-benihnya bertaburan dalam Alquran (Louis Massignon).
Metodologi Orientalis dalam mengkaji Islam itu ada beraneka macam,
seperti Filologi, Fenomenologi, Kritik Sejarah, dan lain-lain. Sedangkan
motivasi mereka dalam mengkaji Islam ada 3 macam:
1. Ilmu Pengetahuan (era sebelum perang salib): Di era ini, bahasa Arab
wajib di ajarkan di sejumlah Universitas Eropa.Masuknya pelajaran
bahasa Arab dalam kurikulum telah melahirkan sejumlah penerjemahan
karya dari dunia Islam ke dalam bahasa Latin. Pada era sebelum Perang
Salib ini, Orientalisme bertujuan untuk memindahkan ilmu pengetahuan
dan filsafat dari dunia Islam ke Eropa.5
2. Misionaris: Salah satu Orientalis yang berkedok misionaris yaitu Samuel
Zwemer. Samuel yang berdarah Yahudi ini dikenal sebagai pendiri Jurnal
The Moslem World pada tahun 1911 M.6
3. Imperialisme: mempelajari adat, ekonomi & melakukan spionase di
daerah jajahan. Misalnya Snouck Hourgronje, Raffles dan lain-lain.
Para ahli berbeda pendapat tentang asal sumber Tasawuf. Pertama,
kelompok yang menganggap bahwa Tasawuf berasal dari sumber Persia dan
Majusi, seperti yang disampaikan Dozy dan Thoulk. Alasannya, sejumlah
besar orang-orang Majusi di Iran utara tetap memeluk agama mereka setelah
penaklukan Islam dan banyak tokoh sufi yang berasal dari daerah Khurasan.
Di samping itu, sebagian pendiri aliran-aliran sufi berasal dari keturunan
orang Majusi, seperti Ma`ruf al-Kharki dan Bayazid Busthami.
Kedua, kelompok yang beranggapan bahwa Tasawuf berasal dari
sumber-sumber Kristen, seperti dikatakan Von Kramer, Ignaz Goldziher,
5
Harian Republika edisi 12 Juni 2011, hal B6
6
Yohannes Bekele, Samuel Zwemer’s Missionary strategy Towards Islam, (The University of
Brimingham, 2012), hal 44-45
7

Nicholson, Asin Palacios dan O'lery. Alasannya, (1) adanya interaksi antara
orang-orang Arab dan kaum Nasrani pada masa jahiliyah maupun zaman
Islam; (2) adanya segi-segi kesamaan antara kehidupan para Sufi, dalam soal
ajaran, tata cara melatih jiwa (riyadlah) dan mengasingkan diri (khalwat),
dengan kehidupan Yesus dan ajarannya, juga dengan para rahib dalam soal
pakaian dan cara bersembahyang.
Ketiga, kelompok yang beranggapan bahwa Tasawuf ditimba dari
India, seperti pendapat Horten dan Hartman. Alasannya, kemunculan dan
penyebaran irfan (tasawuf) pertama kali adalah di Khurasan, kebanyakan dari
para sufi angkatan pertama bukan dari kalangan Arab, seperti Ibrahim ibn
Adham , Syaqiq al-Balkh dan Yahya ibn Muadz. Pada masa sebelum Islam,
Turkistan adalah pusat agama dan kebudayaan Timur serta Barat. Mereka
memberi warna mistisisme lama ketika memeluk Islam. Konsep dan metode
tasauf seperti keluasan hati dan pemakaian tasbih adalah praktek-praktek dari
India.
Keempat, kelompok yang menganggap Tasawuf berasal dari sumber-
sumber Yunani, khususnya Neo-Platonisme dan Hermes, seperti disampaikan
O'leary dan Nicholson. Alasannya, ‘Theologi Aristoteles' yang merupakan
paduan antara sistem Porphiry dan Proclus telah dikenal baik dalam filsafat
Islam. Kenyataannya, Dzun al-Nun al-Misri (796-861 M), seorang tokoh
sufisme dikenal sebagai filosof dan pengikut sains Hellenistik.
Jabiri agaknya termasuk kelompok ini. Menurutnya, Tasawuf diadopsi
dari ajaran Hermes, sedang pengambilan dari teks-teks Al-Qur`an lebih
dikarenakan tendensi politik. Sebagai contoh, istilah maqamat yang secara
lafzi dan maknawi diambil dari Al-Qur`an (QS.Al-Fusilat 164), identik
dengan konsep Hermes tentang mi`raj, yakni kenaikan jiwa manusia setelah
berpisah dengan raga untuk menyatu dengan Tuhan. Memang ada kata
maqamat dalam Al-Qur`an tetapi dimaksudkan sebagai ungkapan tentang
pelaksanaan hak-hak Tuhan dengan segenap usaha dan niat yang benar,
bukan dalam arti tingkatan atau tahapan seperti dalam istilah al-Hujwiri.
8

F. Beberapa Sarjana Barat dan kajiannya tentang Tasawuf


1. Nicholson
“Selama ini timbulnya tasawuf islam telah dibahas dengan cara yang
salah. Akibatnya, banyak peneliti yang mengatakan bahwa hidup dan
kekuatanya berasal dari semua bangsa dan golongan yang membentuk suatu
kerajaan islam, yang memungkinkan penafsiran pertumbuhanya dengan
penafsiran ilmiah yang cermat dengan pengembalianya pada satu asal, seperti
Wedanata Hindu, atau Neo-Platonisme, atau menetapkan pemikiran dari
sebagian hakikat yang bukan sepenuh hakikat”
2. Louis Masignom
“Meskipun materi tasawuf islam adalah Arab yasng asli, ada baiknya
bila kami dapat mengetahui kebaikan pengaruh islam yang dimasukkan
kedalamnya dan tumbuh dalam lingkunganya”
“Dari sekian banyak tokoh sufi, Ibn Arabi dan Rumi yang banyak
mendapat perhatian para orientalis. Mengapa? Karena dua figur ini dianggap
sebagai sufi yang toleran, inklusif sekaligus eksentrik” tulis Syamsuddin Arif,
dalam Orientalisme dan Diabolosme Pemikiran (2008).
Di Indonesia, sebatas yang kita ketahui ada dua orang yang menaruh
minat terhadap tasawuf. Pertama, Martin Van Bruinessen (Belanda). Kedua,
Julia Day howell (Austaralia). Julia dikenal sebagai peneliti fenomena Urban
Sufism. Sementara Martin sebagai peneliti tarekat khalwatiyah dan
Naqsyabandiyah.
“Dari semua Tarekat yang ada di dunia Islam, Naqsyabandiyah-lah
yang paling internasional. Di Indonesia terdapat tiga cabang Naqsyabandiyah
yang berbeda satu sama lain: Naqsyabandiyah Mazhariyah, Khalidiyah dan
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.” Tulis Martin Van Bruinessen dalam Tarekat
Naqsyabandiah di Indonesia: Survei Historis, Geografis dan Sosiologis
(Mizan, 1994).
Banyak orientalis yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya untuk
meneliti dan menerjemahkan karya-karya Sufi besar di dunia Islam. Sebagian
besar dari mereka menguasai berbagai bahasa asing seperti bahasa Arab,
9

Urdu, Turki dan Persia. Akan tetapi kekurangan mereka ialah sekian lama
meneliti dunia Tasawuf, tetap tak membuat hati mereka tertarik memeluk
agama Islam. Berikut ini minat para Orientalis di bidang Tasawuf:

No Nama Orientalis Asal Negara Minat Kajian


Annemarie Jerman Jalaluddin Rumi7
1
Schimmel
2 William Chittick Amerika Ibnu Arabi8
3 Louis Massignon Perancis Syair-syair Al-Hallaj
4 Martin Van Belanda Tarekat Khalwatiyah
Bruinessen dan Naqsyabandiyah di
Indonesia9
5 Sachiko Murata Jepang Sufi-sufi di Cina
6 Julia Day Howell Australia Fenomena Urban
Sufism atau Sufisme
Kontemporer

G. Perkembangan Tasawuf di Barat


Ketika kontribusi ilmiah, filsafat, dan teologi dari peradaban Islam
kepada Eropa Pertengahan merupakan suatu fakta baku dan mendapatkan
pengakuan relatif di kalangan masyarakat Barat, pengaruh tasawuf dan
spiritualitas Islam secara umum, pada Eropa Daratan tidak dikenal. Kami
memiliki sejumlah bukti di lapangan ini, namun juga banyak titik simpang
perihal cara yang di dalamnya transmisi antara Timur dan Barat terjadi. Hal
ini terutama karena kenyataan bahwa tasawuf adalah ilmu yang subtil, suatu
disiplin esoteris yang sering dirahasiakan (sirr, dalam bahasa Arab).
Mari kita ambil contoh Ibn Sab’in (abad ke-13), yang menghabiskan
sebagian besar hidupnya di Ceuta—suatu komuni Spanyol di bagian utara

7
Tentang perjalanan hidup dan Syair-syair Rumi. Lihat Annemarie Schimmel, Rumi's World:
The Life and Work of the Great Sufi Poet, (Boston: Shambhala Publication Inc, 1992)
8
Riset William Chittick tentang Ibn Arabi telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
dengan judul Dunia Imajinal Ibn Arabi, (Surabaya: Risalah gusti, 2001)
9
Dari semua Tarekat yang ada di dunia Islam, Naqsyabandiyah-lah yang paling internasional.
Di Indonesia terdapat 3 cabang Naqsyabandiyah yang berbeda satu sama lain:
Naqsyabandiyah Mazhariyah, Khalidiyah dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Baca Martin
Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiah di Indonesia: Survei Historis, Geografis dan
Sosiologis, (Bandung: Mizan, 1994), hal 17
10

Maroko. Sebagai seorang filosof dan logikawan, ia dikenal karena pernah


menjawab Sicilian Questions-nya Frederic II dari Hohenstaufen, kaisar
Jerman dan raja Sicilia, yang merupakan mangsa bagi persoalan metafisis dan
pencarian solusi dalam pemikiran Islam. Akan tetapi, Ibn Sab’in juga seorang
Sufi dan guru ruhani penting, bahkan lebih berani daripada Ibn ‘Arabi
mengenai doktrin Sufi wahdat al-wujud, yang ia sebut “Kesatuan Mutlak” (al-
wahdah al-mutlaqah).
Kiranya penting untuk menunjukkan bahwa, tidak seperti mitra
Kristen mereka, yang fokus pada filsafat dan teologi Arab-Islam, para penulis
Yahudi Abad Pertengahan memperlihatkan ketertarikan besar pada tasawuf.
Khususnya, berdasarkan penggalian dokumen-dokumen Geniza Kairo, para
peneliti menetapkan pengaruh penting yang para Sufi seperti Hallaj, Ghazali,
atau Suhrawardi telah tujukan pada mistisisme Yahudi Abad Pertengahan.
Para pemuka ruhani Yahudi, Spanyol juga Mesir-Suriah menerbitkan dan dan
menerjemahkan risalah-risalah Sufi yang autentik yang ditulis dalam bahasa
Yahudi-Arab, mengubah praktik Islam atas zikir (penyebutan Nama-nama
Tuhan), atau mengadopsi doktrin-doktrin Sufi seperti Manusia Sempurna (al-
insan al-kamil). Karya-karya mereka sampai di selatan Prancis, tetapi isyarat
Islam pada karya-karya tersebut secara berangsur berkurang. Kita akan
mengkaji peran yang mistisisme Yahudi mainkan dalam transmisi tema-tema
Sufi ke kalangan Kristen.
Bagaimanapun, ada kontak langsung, sekalipun samar, antara
spiritualitas Islam dan spiritualitas Eropa Kristen Pertengahan. Titik temu
mendasar antara tradisi Islam dan Kristen di abad pertengahan adalah Timur
Tengah, yakni perang salib, Sisilia dan Italia Selatan, dan tentu saja, Spanyol
Muslim. Bagaimanapun, penting kiranya untuk membedakan antara ilmu-
ilmu gaib Arab dan tasawuf: sekalipun keduanya memiliki keterkaitan,
mereka tidak dapat diasimilasikan. Penyebaran ilmu-ilmu kuno (occult
sciences) oleh Eropa seperti alkemi (alchemy) tidak tunduk pada keraguan.
Hal ini dapat dibuktikan oleh Roger Bacon dari Inggris, Paracelse dari Swiss
dan yang lainnya. Mari kita ingat bahwa istilah alchemy itu sendiri berasal
11

dari kata Arab al-kimyiâ dan bahwa beberapa ilmu lain seperti aljabar juga
berutang nama mereka kepada para ilmuwan Muslim.
Di ranah tasawuf yang tepat, bukti tersebut kurang menyentuh dan
tepat. Mari kita pertama-tama memeriksa aspek-aspek yang tidak
menimbulkan suatu masalah. Kita tahu dari sumber-sumber terpercaya bahwa
“Legenda Emas” Rabi’ah ‘Adawiyah, salah seorang wali perempuan paling
menonjol di Dunia Islam, yang tinggal di Irak pada abad ke-8 H, sampai di
meja Raja Louis IX dari Prancis—atau Santo Louis—pada abad ke-13.
Demikianlah kesucian Muslimah Sufi ini menyentuh jantung dunia Kristen.
Dengan cara yang sama, sekarang diketahui bahwa Divine Comedy karya
Dante dari Italia (meninggal pada 1321) secara signifikan berutang budi pada
Book of Muhammad’s Ladder, yang menebarkan versi popular peristiwa
Mikraj Nabi di Italia Abad Pertengahan. Di sisi lain, kiranya lebih hipotetis
bahwa Sufi agung Andalusia Ibn ’Arabi mengilhami Dante sebagaimana
sering diakuinya.
Beberapa penulis Eropa, termasuk René Guénon menyatakan bahwa
organisasi inisiatori Kristen diinspirasi oleh tasawuf. Berbagai indikator
memperlihatkan bahwa ini adalah kasus para Templar, ordo ksatria ini
didirikan di Yerusalem pada 1119. Inspirasi mereka oleh tasawuf dan Islam
secara umum berbeda tetapi jelas. Bahkan mereka dituduh, selama pengadilan
atas mereka oleh Raja Philippe Le Bel dari Prancis pada awal abad ke-14,
memuja seorang tokoh panutan, Bafomet, yang niscaya mendukung
Muhammad, sang Nabi Islam. Tak ayal lagi, ini hanyalah dalih politis
meskipun ia menunjukkan nostalgia lama dari suatu pembukaan ritual Sufi
yang tidak dapat saya paparkan di sini. Mengenai St. Francis dari Assisi, ia
pada awalnya pergi ke Maroko sebelum melancong ke Mesir untuk menemui
sultan kaum Muslim untuk menganjurkan perpindahannya ke agama Kristen.
Namun pada akhirnya Santo Francis dan Ordo Francisan yang ia dirikan itu
mengandung isyarat tasawuf alih-alih sebaliknya!
Di abad pertengahan dunia tempat bangsa Eropa membaca-dengan
benar berbicara dengan bahasa Arab dan mengikuti sekolah ilmu-ilmu Arab-
12

Islam, adalah logis bahwa spiritualitas Muslim dan Kristen hidup


berdampingan. Lagipula, orang-orang yang meneruskan pengaruh tasawuf
secara tepat diidentifikasi. The Catalan Raimon Lulle (dari abad ke-14), yang
menguasai bahasa Arab dan menulis berbagai buku dalam bahasa ini,
mengetahui tasawuf dengan benar, dan tak syak lagi diilhami oleh Ibn ‘Arabi.
Barangkali ia telah menghadiri lingkaran-lingkaran Sufi di Balearic Islands,
tempat ia tinggal, atau selama pelancongannya ke daerah Maghrib (ia
diketahui telah mengunjungi Tunis). Sebelum kita meninggalkan Timur, mari
kita ingat quasi-simbiosis yang eksis, menjelang abad ke-15, antara darwis-
darwis Anatolia dan Balkan di sisi lain, dan pendeta-pendeta Yunani di sisi
lain.
Menurut sejumlah sumber, kadang-kadang mustahil kiranya
membedakan antara seorang Sufi dan seorang pendeta, pertukaran terjadi
menjadi subur. Darwis-darwis ini terutama golongan Bektashi, dikenal karena
keterbukaan mereka pada agama Kristen, dan dituduh melakukan sinkretisme
oleh kaum Muslim tertentu. Mereka memiliki ucapan yang demikian elok:
“Seorang wali adalah untuk setiap manusia.”
Persoalan hakiki tentang pengaruh mungkin tasawuf pada mistisisme
Kristen berkaitan dengan Spanyol. Hipotesis ini masih menjadi subjek
perdebatan karena ia menyoroti dua wali besar Iberia abad ke-16, atau “Abad
Keemasan”: Theresa dari Avila dan John of the Crew, perlambang
kemenangan Spanyol Katolik atas Islam. Pada 1930-an, seorang pendeta
Spanyol melihat keserupaan yang menonjol antara spiritualitas Sufi Afrika
Utara dan spiritualitas dari dua wali dan murid-murid mereka, Carmelites.
Tema-tema mistis seperti Malam Samar, tujuh kastil konsentris hati,
atau intoksikasi sebagai suatu simbol dari pengabaian atas Tuhan, (kini ada
pada Santa Theresa dan pada Santo John) mengkhianati pengaruh tasawuf.
Riset belakangan memperlihatkan bahwa warisan ini, yang, dalam pandangan
Asion Palacios, muncul melalui tarekat Sufi Syadziliyah Spanyol-Afrika
Utara (abad ke-13-15), pada faktanya kembali ke substratum tasawuf
sebelumnya. Harus dicatat bahwa ordo kontemporer Carmelite secara global
13

tampaknya membenarkan warisan historis ini: saya sampai pada kesimpulan


ini dalam suatu konferensi mistisisme perbandingan, yang diselenggarakan
oleh persaudaraan Carmelite Eropa, yang di dalamnya saya ambil bagian.
Persoalannya adalah mengetahui bagaimana Santa Theresa dari Avila
dan Santo John dari Crew mempunyai akses ke tema sufi ini. Alih-alih
merujuk transmisi oleh “Moriscos”, para eks-Muslim Spanyol ini terpaksa
pindah ke Katolik, atau terjemahan bahasa Arab ke dalam bahasa Romawi,
terjemahan yang atasnya kita tidak punya jejak, agaknya bahwa perhatian kita
harus berubah terhadap Yahudi Spanyol. Banyak Yahudi juga beralih ke
Islam dan Santa Theresa juga Santo John sendiri adalah keturunan Yahudi.
Jalur doktrin-doktrin Sufi niscaya telah ditransmisikan kepada mereka oleh
Yahudi Spanyol ini yang terbuka terhadap tasawuf selama berabad-abad.
Sekarang kesimpulan ini tetap merupakan hipotesis. Layak untuk
diperhatikan juga bahwa para penulis Eropa tertentu seperti Ignace de Loyola
dari Spanyol, “The Spiritual Exercise” yang mendirikan sekte Jesuit pada
abad ke-16, menunjukkan dirinya sendiri tanda tasawuf.

F. Tradisi Kajian Tasawuf di Rusia


Bila Orientalis Eropa memulai kajian atau riset Tasawuf sejak abad 13 M dan
awal abad 14 M, maka di Rusia kajian Tasawuf baru muncul abad 19 dan 20
M.10 Menurut Wan Jamaluddin, terdapat dua Mazhab kajian Tasawuf di
Rusia:
Pertama, Mazhab Petersburg dan Moskwa: Para ilmuwan menitik
beratkan pada Sufisme di Iran-Persia. Cenderung tekstual-normatif.
Kedua, Mazhab Kaukasus: Menitik beratkan pada aktivitas Tarekat.
Kajian tasawuf dalam mazhab ini bukan dilakukan ilmuwan tetapi pejabat
dan aparat militer. Kajiannya cenderung aplikatif (terapan).11

10
Wan Jamaluddin Z, Islam dan Orientalisme Rusia, (Penamadani, 2011), hal 137
11
Ibid. hal 156
14

BAB III
PENUTUP

H. Kesimpulan
Dengan penjelasan dan keterangan mulai dari definisi tentang
orientalis dan tasawuf disertai dengan pendapat orientalis terhadap tasawuf itu
sendiri serta ketertarikan sarjana Barat terhadap kajian tasawuf maka dapat
disimpulkan:
i. Orientalis adalah ilmuwan yang mendalami bahasa-bahasa,
kesusastraan, agama, sejarah, adat istiadat, dan ilmu-ilmu dunia timur.
ii. Tasawuf ialah membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang
dan melepaskan akhlak yang fitri, menekan sifat basyariah
(kemanusiaan), menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi
kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu
yang lebih utama atas dasar keabadiannya, memberi nasihat kepada
umat, benar-benar menepati janji terhadap Allah SWT, dan mengikuti
syari’at Rasulullah SAW.
iii. Pandangan orientalis terhadap tasawuf ada yang beranggapan bahwa
Tasawuf ditimba dari India, Kristen, Tasawuf berasal dari sumber-
sumber Yunani, Tasawuf berasal dari sumber Persia dan Majusi.
iv. Awal mula yang diteliti adalah asal-usul tasawuf. Beberapa di antara
mereka menghasilkan teori kemunculan tasawuf, yaitu:
a. Tasawuf merupakan fotokopi dari ajaran mistik Kristen.
b. Tasawuf berasal dari ajaran Hindu & Budha.
c. Tasawuf dipengaruhi tradisi Yunani.
d. Tasawuf berasal dari berbagai ajaran esoteris Islam, India, Persia,
Kristen dan Gnotisisme.
e. Tasawuf benih-benihnya bertaburan dalam Alquran.
15

I. Saran
Dengan pembahasan pada makalah ini tiada lain ialah agar kita
mengetahui betapa pentingnya tasawuf guna untuk mendekatkan diri kepada
sang pencipta dan juga harus sesuai dengan syariat islam, karena dalam ajaran
tasawuf juga banyak sekali yang menyimpang yang tidak sesuai dengan
syariat yang di ajarkan oleh rosulullah saw, dan tidak berdasarkan Al-Quran
dan Al-Hadits.
Untuk perbaikan dan kesempurnaan makalah ini, segala kritik dan
saran sangatlah diperlukan khususnya kepada Bapak Dosen Pengampu Mata
Kuliah Ilmu Tasawuf agar dapat memberikan bimbingan kepada kami dalam
memahami materi yang diberikan.
16

DAFTAR PUSTAKA

As-Siba’ie, Musthafa. 1983. Akar-Akar Orientalisme. Surabaya: PT. Bina Ilmu.


Badawi, Abdurrahman. 2003. Ensiklopedi Tokoh Orientalis. Jogyakarta: LKIS

Jakub, Ismail. 1983. Orientalisme dan Orientalis, Surabaya: Faizan


Maufur, Mutolah. 1995. Orientalisme Serbuan Ideologis dan Intelektual, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar

http://mamanferdinant.blogspot.com/2011/09/pandangan-orientalis-tentang-
sumber.html
Diakses pada tanggal 11 Oktober 2019

http://kawulagusti.wordpress.com/2010/11/16/ilmu-tasawuf-2/
Diakses pada tanggal 11 Oktober 2019
http://www.surgamakalah.com/2011/08/orientalisme-vs-islam-pengertian-
dan.html
Diakses pada tanggal 11 Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai