Anda di halaman 1dari 19

KONTROVERSI SISTEMATIKA SURAH DAN AYAT

DALAM AL-QUR’AN

MAKALAH

Oleh

Hery Kuswoyo 21.2060.00011

M. Abdi Rachim 21.2060.00018

Jaka Saputra 21.2060.00017

Safran 21.2060.00016

Jerina Fujiantie 21.2060.00006

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS
SAMARINDA
2021

1
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang

Membahas tentang al-Qur’an seakan tidak ada ujungnya, dari dahulu sampai

sekarang Al-Quran masih saja menjadi sesuatu yang hangat untuk dibicarakan,

baik dari kalangan santri maupun akademisi tak henti-hentinya berusaha untuk

menyajikan sesuatu yang baru tentang Al-Qura’an. Di sinilah salah satu letak

kemukjizatan al- Qur’an sebagai wahyu Tuhan yang di dalamnya mengandung

seribu makna.

Al-Qur’an merupakan mukjizat yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad

SAW untuk dijadikan sebagai petunjuk bagi semua umat manusia. Namun,

sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah dengan sebaik-baik ciptaannya

pernahkah kita menanyakan atau bahkan mencari tahu terhadap al-Qur’an itu

sendiri yang sudah lama kita yakini kebenarannya? Selama ini al-Qur’an yang

kita ketahui adalah al- Qur’an yang sudah tersusun dengan rapi yang dimulai dari

surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Kita tidak pernah memikirkan

tentang penyusunan surat di dalam al-Qur’an yang selama ini kita baca dan

yakini. Apakah penyusunan surat di dalam al-Qur’an adalah tauqifi atau Ijtihadi

?.

Jauh sebelum itu, para ulama dan ilmuwan sudah terlebih dahulu mencoba

untuk menggali dan memberikan argumentasi masing-masing dengan

mengemukakan beberapa argumen yang didukung berbagai fakta historis untuk

2
menguatkan tesisnya. Dari upaya tersebut ternyata para ahli mendapatkan

kesimpulan yang berbeda, ada yang beranggapan bahwa susunan surah dalam al-

Qur’an bersifat Ijtihadi, ada yang berpendapat tauqifi. Kemudian diambillah

jalan tengah, susunan surah tersebut sebagian merupakan hasil Ijtihad dan

sebagian lainnya tauqifi.

Dari masalah di atas penulis mencoba menyajikan dan mengungkap tentang

historisitas susunan surat di dalam al-Qur’an, apakah susunan surah di dalam al-

Qur’an yang kita tahu dan kita lihat selama ini adalah merupakan hasil Ijtihad

sahabat ataukah tauqifi? Atau justru gabungan dari keduanya. 1

2. Tujuan
Mengkaji lebih dalam mengenai Kontroversi Sistematika Surah dan Ayat
dalam Al-Qur’an

3. Permasalahan
Penulis telah menentukan pokok permasalahan sebagai tolak ukur agar

pembahasan tidak melebar dan menyimpang dari tema yang di tentukan yaitu

sebagai berikut:

a. Sistematika Surah

b. Sistematika Ayat

1
M. Ansaruddin, Sistematika Susunan Surat di dalam Al-Qur’an : Telaah Historis, dalam jurnal
Cendekia : Jurnal Studi Keislaman Volume 2, Nomor 2, Desember 2016 : ISSN 2443-2741. h. 211-
220

3
B. Pembahasan

1. Sistematika Surah
a. Tauqifi

Ada yang berpendapat bahwa tertib surat itu tauqifi dan ditangani

langsung oleh Nabi sebagaimana diberitahukan Malaikat Jibril

kepadanya atas perintah Allah. Dengan demikian, Al-Qur'an pada

masa Nabi telah tersusun surat-suratnya secara tertib sebagaimana

tertib ayat-ayatnya, seperti yang ada di tangan kita sekarang ini, yaitu

tertib mushaf Utsman yang tak ada seorang sahabat pun

menentangnya. Ini menunjukkan telah terjadi ijma' atas susunan surat

yang ada, tanpa suatu perselisihan apa pun.

Kelompok ini berdalil bahwa Rasulullah telah membaca

beberapa surat secara tertib di dalam shalatnya. Ibnu Abi syaibah

meriwayatkan, bahwa Nabi pernah membaca beberapa surat

mufashshal (surat-surat pendek) dalam satu rakaat. Al-Bukhari

meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud katanya, "Surat Bani Israil, Al-Kahfi,

Maryam, Thaha dan Al-Anbiya\ termasuk yang diturunkan di Makkah

dan yang pertama-tama aku pelajari." Kemudian ia menyebutkan

4
surat-surat itu secara berurutan sebagaimana tertib susunan seperti

sekarang ini.

Juga Ibnu Wahab meriwayatkan dari Sulaiman bin Bilal, ia berkata;

Aku mendengar Rabi'ah ditanya orang, "Mengapa surat Al-Baqarah dan

Ali Imran didahulukan, padahal sebelum surat itu diturunkan sudah ada

delapan puluh sekian surat Makiyyah, sedang keduanya diturunkan di

Madinah?" la menjawab, "Kedua surat itu memang didahulukan dan

AlQur'an dikumpulkan menurut pengetahuan dari orang yang

mengumpulkannya." Kemudian katanya, "Ini adalah sesuatu yang mesti

terjadi dan tidak perlu dipertanyakan.2

b. Jumlah Surah

Tampaknya tidak banyak pendapat yang bermunculan tentang jumlah

surat al-Qur’an di banding dengan pendapat tentang jumlah ayat al-Qur’an.

Hal ini mungkin disebabkan karena pada setiap surat dipisahkan dengan

basmalah yang menjadi bagian awal setiap surat.3 Sedangkan dalam

menentukan jumlah ayat terdapat peluang berbeda pendapat yang bertolak

dari penentuan basmalah sebagai ayat dari setiap surat dan fashilah serta ra’s

al-ayat seperti yang akandikemukakan berikutnya.

2
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta : 2006. h. 176-177

3
Muhmmad Abu Syuhbah, , Al-Madkhal li Dirâsat al-Qur’an al-Karim, jld II, (Kairo: Dâr
al-Kutub, 1973) hlm. 276

5
Pendapat yang paling umum diterima, jumlah surat al-Qur’an seperti

dalam mushaf Usman adalah 114 surat. Tetapi pendapat yang diterima dari

Mujahid surat al-Qur’an adalah 113 surat dengan menggabungkan surat al-

Anfal dengan surat al-Tawbah menjadi satu surat. Hasan, ketika ditanya

apakah surat al-Bara’ah dan surat al-Anfal itu satu surat atau dua surat,

menjawab “satu surat”. Ibnu Mas’ud dalam mushafnya terdapat 112 surat. Ini

karena ia tidak memasukan dua surat terakhir (mu’awwidzatani).4 yang oleh

Montgomery Watt dikatakan sebagai jimat-jimat pendek.5 Sementara sebagian

di antara ulamaSyi’ah menetapkan bahwa jumlah surat al-Qur’an 116. Hal ini

karena mereka

Memasukan surat qunut yang dinamai surat al-khaf dan al-hafd yang oleh

ditulisoleh Ubay di kulit al-Qur’an.6

Mengenai jumlah ayat, secara umum dapat dinyatakan bahwa para ulama

menghitungnya tidak kurang dari 6200 ayat sebagaimana uraian di atas.

Seperti halnya perbedaan penetapan basmalah sebagai ayat dari surat-

surat al-Qur’an atau tidak, menyebabkan ulama berbeda pendapat dalam

menentukan jumlah ayat al-Qur’an. Seperti yang dinyatakan oleh Hamka, ada

dua pendapat tentang basmalah ini. Sebagian besar sahabat dan ulama salaf

berpendapat bahwa basmalah adalah ayat pertama dari setiap surat. Dari

golongan sahabat yang berpendapat demikian antara lain: Ibnu Abbas, Ali bin
4
Abu Syuhbah, , Al-Madkhal li Dirâsat al-Qur’an al-Karim, jld II, (Kairo: Dâr
al-Kutub, 1973) hlm. 276
5
Watt, 1991: 91
6
M. Hasbi Ash Shiddiqi, Sejarah dan Pengantar ilmu al-Qur’an/Tafsir, hlm. 58

6
Abi Thalib, Abdullah ibn Umar dan Abu Hurairah. Sedangkan dari golongan

ulama salaf antara lain: Ibnu Katsir, al-Kasa’i, al-Syafi’i, al-Tsauri dan

Ahmad. Sedangkan sebagian lagi menyatakan bahwa basmalah bukan ayat

pertama dari setiap surat, tetapi hanya sebagai pemisah antara satu surat

dengan surat lainnya. Di antara mereka yang berpendapat seperti ini adalah

Imam Malik dan al-Auza’i.7

c. Hikmah Pembagian Surah

Berikutnya, menuju inti pembahasan. Dawud al-Attar dalam karyanya


yang berjudul Mujaz ‘Ulum al-Qur’an, menyampaikan bahwa terdapat
beberapa kandungan hikmah mengapa Al-Qur’an disusun dan dibagi dalam
beberapa surah, diantaranya adalah:

1) Sebagai Bentuk Mukjizat (al-Ta’jiz)


Telah jamak diketahui bahwa Al-Qur’an beberapa kali menantang
para kaum kafir yang mengingkari kebenaran Al-Qur’an dengan
menyuruh mereka untuk membuat semisal Al-Qur’an. Tantangan
tersebut disampaikan oleh Allah dengan 3 bentuk, yaitu: pertama,
tantangan untuk menyusun semisal Al-Qur’an secara keseluruhan
(QS. ath-Thur [52]: 34); kedua, tantangan membuat 10 surah (QS.
Hud [11]: 13); dan ketiga, tantangan untuk mengarang satu surah
saja (QS. Yunus [10]: 38 & QS. al-Baqarah [2]: 23). Namun, semua
tantangan tersebut tidak ada satupun yang mampu disanggupi oleh
kaum kafir Quraisy.

7
Hamka, 1982: hlm. 74

7
Berdasarkan hal tersebut, maka salah satu hikmah disusunya Al-Qur’an
dalam beberapa surah adalah untuk semakin menguatkan bahwa Al-Qur’an
merupakan sebuah kalam ilahi yang mengandung mukjizat yang mampu
melemahkan setiap penentangnya. Hal ini dikarenakan menyusun sebagianya
saja tidak bisa, bagaimana mungkin mereka mampu menandingi Al-Qur’an
secara keseluruhan.
Selain itu, penyusunan Al-Qur’an dalam bentuk kumpulan surah juga
berfungsi untuk menegaskan bahwa keberadaan kandungan mukjizat tidaklah
disyaratkan hanya bagi surah-surah yang panjang semata semisal QS. al-
Baqarah (286 ayat), namun juga bagi surah-surah yang pendek semisal QS. al-
Kautsar (3 ayat), QS. al-’Ashr (3 ayat), dan QS. an-Nashr (3 ayat). Oleh
karena itu, seluruh surah Al-Qur’an merupakan mukjizat baik yang kuantitas
ayatnya banyak maupun yang sedikit.

2) Memberikan Kemudahan (al-Taisir)

Sesungguhnya seseorang yang telah menghafal atau mempelajari

sebuah surah Al-Qur’an secara sempurna, maka biasanya ia akan

memiliki rasa semangat yang tinggi untuk menghafal dan

mempelajari surah-surah Al-Qur’an yang lain. Oleh karena itu,

disusunya Al-Qur’an dalam bentuk kumpulan surah memiliki

hikmah untuk memudahkan umat Islam dalam menghafalkan

maupun mempelajari kalam-Nya. Hal ini dikarenakan dengan

susunan tersebut, maka umat Islam dapat dengan mudah untuk

8
memulai menghafal/mengkaji secara gradual dari surah Al-Qur’an

terpendek hingga terpanjang.8

2. Sistematika Ayat
a. Jumlah Ayat

Beberapa ulama memiliki perbedaan cara dalam menghitung ayat

Alquran. Paling tidak, terdapat 7 mazhab yang diikuti terkait hitungan jumlah

ayat kitab suci umat Islam ini. Semuanya sepakat bahwa bilangan ayat

Alquran lebih dari 6.200 ayat, namun berapa lebihnya, mereka berbeda

pendapat. Ketujuh mazhab tersebut adalah 

1) Al-Madani Al-Awwal. Ayat Alquran berjumlah 6.217 atau 6.214. Dalam

beberapa versi cetak, jumlah yang banyak diikuti adalah 6.214 ayat.

2) Al-Madani al-Akhir. Ayat Alquran berjumlah 6.214. Meski terdapat

kesamaan hitungan jumlah ayat Alquran dengan pendapat kedua Al-

Madani al-Awwal, namun tetap terdapat perbedaan antara keduanya

dalam perincian penentuan ayat.

3) Al-Makki. Ayat Alquran berjumlah 6.220.

4) Asy-Syami. Ayat Alquran berjumlah 6.226.

8
Moch Rafly Try Ramadhani, https://tafsiralquran.id/hikmah-penyusunan-al-quran-dalam-bentuk-
kumpulan-surah/, Tanggal : 07/10/2021, pukul : 13:41.

9
5) Al-Kufi. Ayat Alquran berjumlah 6.236. Hitungan Al-Kufi inilah yang

diikuti oleh cetakan Alquran di Indonesia, dan seluruh cetakan Alquran di

dunia yang menggunakan riwayat Hafs dari Imam ‘Asim.

6) Al-Basri. Ayat Alquran berjumlah 6.205. 

7) Al-Himsi. Ayat Alquran berjumlah 6.232.

Dari tujuh pendapat di atas, dalam cetakan Alquran yang ada di seluruh
dunia saat ini, penulis masih dapat menjumpai penggunaan hitungan ayat
menurut lima mazhab, yaitu: Al-Madani Al-Awwal, Al-Madani Al-Akhir, Al-
Makki, Asy-Syami, dan Al-Kufi. Sementara untuk al-Basri dan Al-Himsi,
penulis belum menemukan.9

b. Urutan-Urutan ayat dalam Al-Qur’an

Mengenai urutan ayat, para ulama bersepakat, bahwa urutan tersebut

bersifat tauqifi, bersumber dari keterangan Rasulullah, namun berkaitan

dengan urutan surah, para ulama tidak satu pendapat. Keragaman ini

berdasarkan fakta bahwa mushaf para sahabat ternyata berbeda urutannya.

Mushaf Ibnu Abbas, misalnya, urutannya terdiri atas al-Baqarah, an-Nisa, lalu

Ali Imran, sementara mushaf yang disusun Ubay bin Ka'ab diawali dengan al-

Fatihah, al-Baqarah, an-Nisa, lalu Ali Imran. Inilah di antara yang mendasari

para ulama mengatakan bahwa urutan surah masuk pada ranah ijtihad, dan

bukan tauqifi.

9
Fahrur Rozi,https://kemenag.go.id/read/jumlah-ayat-alquran-xleez, Tanggal : 07 Oktober 2021, Pukul : 20:19

10
Syekh Manna Khattan dalam buku Mabahis fi Ulumil Quran dalam kaitan

ini membagai pendapat para ulama menjadi tiga pendapat besar, yaitu:

1) Pendapat pertama mengatakan, bahwa urutan surah itu tauqifi dan

ditangani langsung oleh Nabi Muhammad sebagaimana diberitahukan

Malaikat Jibril atas perintah Allah. Pendapat ini didasarkan atas riwayat

hadis dan qaul para sahabat.

2) Pendapat kedua mengatakan, bahwa urutan surah itu merupakan ijtihad

dari sahabat, karena masing-masing sahabat ternyata memiliki urutan

surah berbeda satu sama lain.

3) Pendapat ketiga mengatakan, bahwa urutan sebagian surah itu merpakan

tauqifi dan sebagian lainnya berdasarkan ijtihad para sahabat.

Pendapat yang kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa urutan

surah adalah tauqifi, ketentuan dari Allah dalam Lauh Mahfudz. Pendapat ini

misalnya dikemukakan oleh Ibnu Hajar. Salah satu argementasi yang

disampaikan Ibnu Hajar adalah hadis Hudzaifah as-Saqafi yang mengatakan,

Rasulullah berkata kepada kami, "Telah datang kepadaku waktu untuk hizb

(bagian) dari Al-Qur’an, maka aku tidak ingin keluar sebelum selesai. Lalu

kami tanyakan kepada sahabat-sahabat Rasulullah; bagaimana kalian

membagi Qur’an? Mereka menjawab, 'Kami membaginya menjadi tiga surah,

11
lima surah, tujuh surah, sembilan surah, sebelas surah, tiga belas surah, dan

bagian al-muassal dari Qaf sampai khatam.

Argumentasi lain yang disampaikan adalah riwayat bahwa pada masa

kodifikasi Usman, Al-Qur’an dikumpulkan, ditertibkan ayat-ayat dan surah-

surahnya pada satu dialek, kemudian disepakati bersama, dan mushaf yang

ada pada masing-masing sahabat yang berbeda ditinggalkan.

Pendapat terakhir ini didukung oleh al-Anbari, al-Kirmani, al-Baihaqi, as-

Suyuti, dan lain-lain. Argumentasi tauqifi yang dibangun oleh pendukung

pendapat ketiga ini, dengan demikian tidak hanya didasarkan pada hadis

Rasulullah, tapi juga dibangun dengan bukti berupa mushaf Usmani yang

disepakati oleh para sahabat, beberapa hal di dalamnya, termasuk urutan

surah.10

c. Cara Mengetahui awal dan Akhir Ayat


1) al-Fashilah

al-Fashilah (al-Fawashil) adalah kalam (pembicaraan) yang terpisah

dari kalam yang setelahnya, yang terkadang ia di ujung ayat dan

terkadang tidak. Dan Fashilah terletak di akhir penggalan pembicaraan. Ia

dinamakan dengan hal itu karena kalam terputus (berakhir) di tempat itu.

1 Dalam kitab itqon fi ulumul qur’an, fashilah bermakna kata terakhir

pada sebuah ayat, seperti qafiyah pada sya’ir dan sajak. Namun, walapun
10
Mustopa,https://lajnah.kemenag.go.id/artikel/561-urutan-surah-tauqifi-atau-ijtihadi Tanggal : 07
Oktober 2021, Pukul : 20:19

12
hampir sama fashilah tidak bisa disamakan dengan qafiyah-qafiyah

dengan alasan yang sudah tertera pada kitab tersebut.11

Untuk mengutahui fawashil, menurut Al-Ja’bari ada dua cara, yakni:

a) Tauqifi Yaitu yang telah shahih bahwa Rasulullah SAW. waqaf


padanya secara terus menerus yang menunjukkan bahwa itu

termasuk fawashil dan yang dibaca dengan washal secara terus

menerus, sehingga diketahui bahwa itu bukan termasuk

fawashil .

b) Qiyasi Yaitu cara menganalogikan sesuatu yang boleh jadi

tidak berdasarkan nash dengan sesuatu yang berdasarkan nash

yang serupa dan setara.

2) Cara untuk Mengenali Ilmu Fawasil.

a) Persamaan ayat antara sebelum dan selepas dari segi panjang


dan pendeknya.

b) Persamaan bentuk pada huruf akhir antara satu ayat dengan

ayat yang lain.

c) Pesepakatan antara ulama dalam membilang ayat-ayat yang

mempunyai persamaan di dalam Al-Quran.

11
Farikh Marzuqi Ammar dan Imam Fauzi Ja’iz, Samudera Ulumul Qur’an, jilid 3.Terj. al-Itqan Fi ‘Ulumil
Qur’an Karya Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar al-Suyuthi, (Surabaya: Bina Ilmu, 2008), h. 473

13
d) Perceraian antara satu kalam dengan kalam yang lain.12

d. Ayat-Ayat Pertama dan Terakhir Turun


1) Ayat yang Pertama Diturunkan

Menurut penyelidikan ahli sejarah turunnya Al-Qur’an al-Karim

secara bertahap ditandai dengan terjadinya pristiwa yang dialami Nabi

SAW_ Ketika beliau sedang ber-tahannus (beribadah) di Gua Hira', yaitu

sebuah gua di Jabal Nur yang terletak kira-kira tiga mil dari kota Mekkah.

Waktu itu Jibril datang menyekap Nabi ke dadanya lalu melepaskannya

(dan melakukan yang demikian itu berulang tiga kali), sambil

mengatakan Iqra' (bacalah) Pada Setiap kalinya, dan Rasul Saw.

menjawabnya ma aana bi qaarii (saya tidak bisa membaca) Pada dekapan

yang ketiga kalinya Jibril as. Membacakan kepada Nabi SAW ayat yang

artinya berikut :

"Bacalah dengan nama Tuhan-mu yang telah menciptakan. Ia telah

menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah ...! dan

Tuhan-mu itulah Maha Pemurah. Yang telah mengajarkan dengan

pena. telah mengajarkan kepada manusia apa-apa yang belum

diketahuinya"

Peristiwa itu terjadi pada malam hari Senin, tanggal 17

Ramadhan tahun ke-40 dari usia Rasulullah SAW, tiga belas tahun

12
Farikh Marzuqi Ammar dan Imam Fauzi Ja’iz, Samudera Ulumul Qur’an, hlm. 491

14
sebelum hijrah. bertepatan dengan bulan juli tahun 610 M- Dalam

catatan sejarah, pristiwa luar biasa itu dijadikan sebagai penetapan

awal turunnya Al-Qur’an. 13

2) Ayat yang Terakhir Diturunkan


Sedangkan mengenai ayat yang terakhir diturunkan pula, para ulama
berbeda pendapat. Sebagian ada yang mengatakan bahwa ayat yang terakhir
diturunkan ialah surat al Baqarah ayat 281

“Peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu
itu kami semua dikembalikan kepada Allah, kemudian masingmasing diri
diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakan,sedang
mereka sedikit pun tidak dianiaya”.

Pendapat ini merupakan pendapat yang benar dan kuat menurut hasil

seleksi para ulama yang di antara tokonya Asy-Suyuthi. Pendapat ini dikutip

dari seorang tokoh umat, Abdullah bin Abbas yang diriwayatkan oleh Nasa'i

dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, yang menyebutkan bahwa ayat Al-Quran yang

terakhir diturunkan ialah ayat wattaqu yauman turja 'una fihi ilallahi.

Pendapat Iain pula mengatakan bahwa ayat

Al-Quran yang terakhir diutamakan ialah firman Allah Swt. Dalam

Surat al-Maidah ayat 3 :

 ؕ ‫ِد ۡينًا‬ ‫ت لَـ ُك ُم ااۡل ِ ۡساَل َم‬ ِ ‫ت َعلَ ۡي ُكمۡ نِ ۡع َمتِ ۡى َو َر‬
ُ ‫ض ۡي‬ ُ ‫اَ ۡليَ ۡو َم اَ ۡك َم ۡل‬
ُ ۡ‫ت لَـ ُكمۡ ِد ۡينَ ُكمۡ َواَ ۡت َمم‬

13
Muhammad Yasir, S.Th.I, MAȱȱ Ade Jamaruddin, MA, Studi Al-Qur’an, ASA RIAU : 2016. h. 64

15
“ pada hari ini Telah-Ku sempurnakan untuk kamu agamamu. Dan telah Ku-

cukupkan nikmat-Ku kepadamau serta telah Ku rdhai bagimu Islam sebagai

agama.

Menurut Ash-Shabuni pendapat ini merupakan yang tidak shahih

(benar), karena ayat tersebut diturunkan kepada Rasulullah Saw. Pada waktu

beliau melaksanakan haji Wada' di kala beliau. wukuf di ‘Arafah, yang setelah

Itu beliau masih sempat hidup selama 81 hari, dan sebelum beliau wafat

turunlah sebuah ayat dari surat al-Baqarah di atas. Az-Zarqany Pula

mengungkapkan kenapa ayat Al-Maidah Itu bukan ayat yang terakhir

diturunkan padahal ayat tersebut secara jelas menyatakan pemberitahuan

dari Allah SWT tentang kesempurnaan agama-Nya dan diturunkan pada suatu

hari yang disaksikan (orang banyak), yaitu hari 'Arafah pada haji Wada' di

tahun ke-10 H Jawabnya adalah karena dua bulan lebih setelah ayat

tersebut diturunkan, masih ada ayat yang turun dan kiranya anda tidak lupa

bahwa ayat (wattaqu yauman turja’una fihi illahi) adalah ayat terakhir

diturunkan, dan setelah ayat ini turun Rasulullah masih sempat hidup selama

tujuh hari saja. 14

14
Muhammad Yasir, S.Th.I, MAȱȱ Ade Jamaruddin, MA, Studi Al-Qur’an, ASA RIAU : 2016. h. 66-68

16
17
Kesimpulan

Pandangan ilmuan dari kalangan Orientalis yang berpendapat bahwa susunan

surat al-Qur`an khususnya dalam mushaf Utsmani tidak sistmatis dan bersifat

kacau, yang disebabkan adanya interfensi sahabat dalam penyusunan surat-surat

al-Qur`an pada saat kodifikasi al-Qur`an, sehingga perlu dikaji dan disusun ulang

sesuai dengan kronologi turunnya al-Quran tidaklah tepat. Karena bila dikaji lebih

dalam, terdapat keselarasan, hubungan, dan kesatuan yang padu antara ayat

dengan ayat dalam satu surat maupun antara surat dengan surat setelahnya, meski

secara sekilas terkesan tidak sistematis. Dan Al-Qur’an berisikan surat-surat yang

memuat suatu materi, tema, dan penutup yang terangkai dalam satu kesatuan yang

utuh yang menegaskan bahwa al-Qur`an secara metodologis selaku kitab yang

tidak dapat terbantahkan lagi akan susunan surat-suratnya yang sistematis dan

berdasarkan pada perencanaan yang sangat matang dari Authornya. Serta tidak

akan pernah tertandingi oleh kitab manapun baik dari sisi sastra maupun sisi logis

dan sisi lainnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ansaruddin M., Sistematika Susunan Surat di dalam Al-Qur’an : Telaah Historis,


dalam jurnal Cendekia : Jurnal Studi Keislaman Volume 2, Nomor 2, Desember
2016 : ISSN 2443-2741. h. 211-220

Syaikh Al-Qaththan Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Al-Kautsar,

Jakarta : 2006. h. 176-177

Abu Syuhbah Muhmmad, , Al-Madkhal li Dirâsat al-Qur’an al-Karim, jld II,

(Kairo: Dâral-Kutub, 1973)

Hasbi Ash Shiddiqi M., Sejarah dan Pengantar ilmu al-Qur’an/

Rafly Try Ramadhani Moch , https://tafsiralquran.id/hikmah-penyusunan-al-

quran-dalam-bentuk-kumpulan-surah/,

Rozi Fahrur,https://kemenag.go.id/read/jumlah-ayat-alquran-xleez,

Mustopa,https://lajnah.kemenag.go.id/artikel/561-urutan-surah-tauqifi-atau-

ijtihadi

Marzuqi Ammar Farikh dan Imam Fauzi Ja’iz, Samudera Ulumul Qur’an, jilid

3.Terj. al-Itqan Fi ‘Ulumil Qur’an Karya Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar

al-Suyuthi, (Surabaya: Bina Ilmu, 2008)

Yasir Muhammad S.Th.I, MAȱȱ Ade Jamaruddin, MA, Studi Al-Qur’an, ASA

RIAU : 2016.

19

Anda mungkin juga menyukai