Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN HADIST PADA MASA TABI’IN

Disusun untuk memenuhi tugas: Bapak H. Elman Nafidzi, S.E.I., M.E

Mata Kuliah: Ulumul Hadist

Oleh:

Hilya Nafisa 210104010083

Siti Aminah 210104010110

Nurlinda Rusmawati 210104010096

Rizkia Amalia 210104010092

KELAS 21B2

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGARA (UIN) ANTASARI BANJARMASIN


Kata Pengantar

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta
karunia-Nya sehingga makalah dengan berjudul “SEJARAH PENULISAN HADIST PADA MASA
TABI’IN ” dapat selesai.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas Ulumul Hadist dari Bapak H. Elman
Nafidzi, S.E.I., M.E Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada
pembaca tentang sejarah penulisan al-qur’an

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak H. Elman Nafidzi, S.E.I., M.E
dosen pengampu mata kuliah Ulumul Hidist. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah
wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih
yang sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari
pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Martapura, 14 Oktober 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................II

DAFTAR ISI.........................................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1

1.3 Tujuan .............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3

2.1 Pengertian Tabi’in............................................................................................................3

2.2 Perkembangan hadist pada masa tabi’in..........................................................................3

2.3 Sikap tabi'in dalam menerima dan meriwayatkan hadits……………………………….6

BAB III PENUTUP..............................................................................................................8

3.1 Kesimpulan......................................................................................................................8

3.2 Saran................................................................................................................................8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Segala ucapan, perbuatan, ketetapan bahkan apa saja yang dilakukan oleh Rasulullah
SAW menjadi uswah bagi para sahabat dan umat islam yang kita kenal sebagai hadits. Pada
masa Rasulullah masih hidup, hadits belum mendapat perhatian dan sepenuhnya seperti Al-
Qur’an. Para sahabat khususnya yang mempunyai tugas istimewa menghafal Al-Qur’an, selalu
mencurahkan tenaga dan waktunya untuk mengabadikan ayat-ayat al-Qur’an di atas alat-alat
yang mungkin dipergunakannya. Tetapi tidak demikian dengan al-Hadits, walaupun para sahabat
memerlukan petunjuk-petunjuk dan keterangan dari Nabi Saw dalam menafsirkan dan
melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Al-Qur’an. Mereka belum membayangkan bahaya
yang dapat mengancam generasi mendatang selama hadits belum diabadikan dalam tulisan.

Baru setelah beberapa dekade usai wafatnya Nabi Saw, muncul inisiatif-inisiatif untuk
menulis hadits. Penulisan hadits ini pun dilaksanakan secara bertahap, seiring dengan makin ban
yaknya sahabat yang wafat, penulisan hadits makin dilakukan guna menghindari adanya
kerancuan pendapat bagi generasi umat islam setelahnya dalam memecahkan permasalahan.

1.2.            Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah
“Sejarah perkembangan hadist pada masa tabi’in”.

Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka


dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada

1. Pengertian Tabi’in?
2. Perkembangan Hadits Masa Tabi’in
3. Sikap tabi'in dalam menerima dan meriwayatkan hadits.
1.3.Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan dalam pembahsan makalah
ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui pengertian tabi’in


2. Untuk mengetahui perkembangan hadist pada masa tabi’in
3. Untuk mengetahui Sikap tabi'in dalam menerima dan meriwayatkan hadits.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian tabi’in


Pengertian Tabi’in adalah orang islam yang bertemu dengan sahabat, berguru dan belajar
kepada sahabat, tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan tidak pula semasa dengan beliau.
Setelah Nabi wafat (11 H/632 M), kendali kepemimpinan umat Islam berada di tangan sahabat
Nabi. Sahabat Nabi yang pertama menerima kepemimpinan itu adalah Abu Bakar ash-Shiddiq
(wafat 13 H/634 M), kemudian disusul oleh Umar bin Khaththab (wafat 23 H/644 M), Usman
bin Affan (wafat 35 H/656 M), dan Ali bin Abi Thalib (wafat 40 H/611 M). keempat khalifah ini
dalam sejarah dikenal dengan sebutan al-Khulafau al-Rasyidin dan periodenya disebut dengan
zaman sahabat besar (Fazlur Rahman menyebut sahabat senior) (Mudasir. 1999.93).

Sesudah Ali bin Abi Thalib wafat, maka berakhirlah era sahabat besar dan menyusul era
sahabat kecil. Dalam masa itu muncullah tabi’in besar yang bekerja sama dalam perkembangan
pengetahuan dengan para sahabat Nabi yang masih hidup pada masa itu. Di antara sahabat Nabi
yang masih hidup setelah periode al-Khulafa al-Rasyidin dan yang cukup besar peranannya
dalam periwayatan hadis diantaranya ‘Aisyah (wafat 57 H/677 M), Abu Hurairah (wafat 58
H/678 M), Abdullah bin Abbas (wafat 68 H/687 M), Abdullah bin Umar bin Khaththab (wafat
73 H/692 M), dan Jabir bin Abdullah (wafat 78 H/697 M) (Mudasir. 1999.94).

2.2 Perkembangan hadist pada masa tabi’in


Sesudah masa Khulafaur rasyidin, timbulah usaha yang lebih sungguh-sungguh untuk
mencari dan meriwayatkan hadits. Bahkan tata cara periwayatan hadits pun sudah dibakukan.
Pembakuan tatacara periwayatan hadits ini berkaitan erat dengan upaya ulama untuk
meyelamatkan hadits dari usaha-usaha pemalsuan hadits. Kegiatan periwayatan hadits pada masa
itu lebih luas dan banyak dibandingkan dengan periwayatan pada periode khulafaur rasyidin.
Kalangan Tabi’in telah semakin banyak yang aktif meriwayatkan hadits. Meskipun masih
banyak periwayat hadits yang berhati-hati dalam meriwayatkan hadits, kehati-hatian pada masa
itu sudah bukan lagi menjadi ciri khas yang paling menonjol, karena meskipun pembakuan
tatacara periwayatan telah ditetapkan. Luasnya wilayah Islam dan kepentingan golongan
memacu munculnya hadits-hadits palsu. Sejak timbul fitnah pada akhir masa Utsman, umat
Islam terpecah-pecah dan masing-masing lebih mengunggulkan golongannya. Pemalsuan hadits
mencapai puncaknya pada periode ketiga, yakni pada masa kekhalifahan Daulah Umayyah.

Periwayatan yang dilakukan oleh kalangan tabi’in tidak begitu berbeda dengan yang
dilakukan oleh para sahabat, karena mereka mengikuti jejak para sahabat yang menjadi guru
mereka. Hanya persoalan yang dihadapi oleh kalangan tabi’in yang berbeda dengan yang
dihadapi para sahabat. Pada masa ini al-Quran sudah dikumpulkan pada satu mushaf dan para
sahabat ahli hadis telah menyebar ke beberapa wilayah kekuasaan islam. Sehingga para tabi’in
dapat mempelajari hadis dari mereka. Ketika pemerintahan dipegang oleh bani ummayah
perluasan wilayah kekuasaan berkembang pesat dan juga semakin meningkatnya penyebaran
para sahabat ke daerah-daerah tersebut. Sehingga pada masa ini dikenal dengan masa penyebaran
periwayatan hadis (intisyar Ar-Riwayah lla Al Amshar). Terdapat beberapa kota yang menjadi
pusat pembinaan dalam periwayatan hadis sebagai tempat tujuan para tabi’in dalam mencari
hadis yaitu madinah Al-Munawarah, Mekah Al-mukaramah, kufah, basrah, Syam, Mesir,
magrib, andalas, yaman dan khurasan. Pusat pembinaan pertama adalah madinah karena di
sinilah Rasullah SAW menetap dan hijrah serta membina masyarakat islam (Mudasir. 1999.94).
a.       Diantara para sahabat yang membina hadis di mekah adalah sebagai berikut Mu’adz bin
jabal, Atab bin Asid, Haris bin Hisyam, Usman bin Thalhah, dan Uqbah bin Al-Haris. Diantara
para tabi’in yang muncul dari sini adalah mujahid bin Jabar, Ata’ bin Abi Rabah, Tawus bin
Kaisan, dan Ikrimah maula Ibnu Abbas (Mudasir. 1999.94).
b.      Diantara para sahabat yang membina hadis di kufah ialah Ali bin Abi Thalib, Saad bin Abi
Waqas, dan Abdullah bin Mas’ud. Diantara para tabi’in yang muncul disini ialah Ar-Rabi’ bin
Qasim, Kamal bin Zaid An-Nakhai’, Said bin Zubair Al-Asadi, Amir bin Sarahil Asy-Sya’ibi,
Ibrahim Ankha’I, dan Abu Ishak As-Sa’bi (Mudasir. 1999.95).
c.       Diantara para sahabat yang membina hadis di Basrah ialah Anas bin Malik, Abdullah bin
Abbas, Imran bin Husain, Ma’qal bin Yasar, Abdurrahman bin Samrah, dan Abu said Al-
Anshari. Diantara para tabi’in yang muncul disini adalah Hasan Al-Basri, Muhammad bin Sirrin,
Ayub As-sakhyatani, Yunus bin Ubaid, Abdullah bin Aun, Khatadah bin Du’amah As-sudusi,
dan Hisyam bin Hasan (Mudasir. 1999.95).
d.      Diantara para sahabat yang membina hadis di Syam ialah Abu Ubaidah Al-Jarah, Bilal bin
Rabah, Ubadah Bin shamit, Mu’adz bin Jabal, Sa’ad bin Ubadah, Abu darda Surahbil bin
Hasanah, Khalid bin Walid, dan Iyad bin Ghanan. Para tabi’in yang muncul disini ialah salim bin
abdillah al-muharibi, Abu Idris Al-khaulani, Umar bin Hanna’I (Mudasir. 1999.95).
e.       Diantara para sahabat yang membina hadis di mesir ialah Amr bin Al-as, Uqubah bin Amr,
Kharijah bin Huzafah, dan Abdullah bin Al-Haris. Para tabi’in yang muncul disini ialah Amr bin
Al-Haris, nKhair bin Nu’aimi Al-Hadrami, Yazid bin Abi Habib, Abdullah bin Jafar dan
Abdullah bin Sulaiman Ath-Thawil (Mudasir. 1999.95)
f.       Diantara para sahabat yang membina hadis di magrib dan andalus ialah Mas’ud bin Al-
Aswad Al-Balwi, Bilal bin haris bin asim Al-muzaid. Para tabi’in yang munc ul disini adalah
Ziyad bin An-Am Al-Mu’afil, Abdurrahman bin Ziyad, Yazid bin Abi Mansur, Al-Mugirah bin
Abi Burdah, Rifa’ah bin Ra’fi dan Muslim bin Yasar (Mudasir. 1999.95).
g.      Diantara para sahabat yang membina hadis di Yaman adalah Muadz bin jabal dan Abu
Musa Al-Asy’an. Para tabi’in yang muncul disini diantaranya adalah Hammam bin Munabah dan
Wahab bin Munabah, Tawus dan Mamar bin Rasid (Mudasir. 1999.95).
h.      Diantara para sahabat yang membina hadis di kharasan adalah Abdullah bin Qasim Al-
Aslami, dan Qasm biun sabit Al-Anshari, Ali bin Sabit Al-Anshari, Yahyab bin Sabih Al-Mugari
(Mudasir. 1999.95).
Pergolakan politik yang terjadi pada masa sahabat yaitu setelah terjadinya perang jamal
dan perang suffin berakibat cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat islam
menjadi beberapa kelompok. Secara langsung ataupun tidak pergolakan politik tersebut
memberikan pengaruh terhadap perkembangan hadis berikutnya, baik pengaruh yang bersifat
negatif maupun yang bersifat positif. Pengaruh yang bersifat negatif adalah munculnya hadis-
hadis palsu untuk mendukung kepentingan politik masing-masing kelompok dan untuk
menjatuhkan posisi lawannya. Pengaruh yang bersifat positif adalah terciptanya rencana dan
usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin hadis sebagai upaya penyelamatan
dari pemusnahan dan pemalsuan sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut (Mudasir.
1999.96).
2.3 Sikap tabi’in dalam menerima dan meriwayatkan hadist
Menurut M Ajaj al-Khattib bahwa para tabi'in dan generasi sesudah mereka tidaklah
kalah perhatiannya dari perhatian para sahabat dalam hal berhati-hati menerima hadits, mereka
selalu mencari berbagai sarana agar mereka merasa mantap dengan riwayat yang mereka terima.
Orang yang mengecek biografi para perawi, dan cara-cara mereka menerima hadits pastiakan
mendapatkan informasi lengkap mengenai kegigihan para tabi'in dan generasi sesudah mereka.
Berikut ini penulis sebutkan beberapa di antaranya, yaitu:
a. Diriwayatkan dari Ubadah bin Sa'ad Tajiby, bahwa Ukbah ibn Nafi al-Fihriy (1 SH -63 H)
memberikan pesan kepada putra beliau : "Hai anak-anakku jang,rnlah kalian menerima Hadits
Rasulullah SAW. kecuali dari orang-orang tsiqat (tepercaya)."
b. Mereka berpendapat, bahwa amanat dalam hai emas dan perak lebih mudah dari pada amanat
dalam hadits. Kita bisa mengambil contoh dari Sulaiman ibn lV[usa, bahwa ia bertanya pada
Thawus (-106 H) "Seseorang telah menceritakan kepadaku begini." Thawus
berkata, "Kalau temanmu itu bisa dipercaya. Ambilah haditsnya."
c. Sa'ad ibn Ibrahim (53-125 H) berkata: "Tidak (diperkenankan) meriwayatkan hadits dari
Rasulullah SAW., kecuali orang-orang yang tsiqat."
d. Yazid Ibn Hubaib (-128 H) merupakan periwayat hadits kawasan
Mesir. Beliau berkata: "Bila engkau mendengar hadits, maka telitilah
seperti kamu meneliti barang yang hilang, bila kamu mengenalnya,
maka ambilah, dan bila tid,1k tinggalkanlah."
e.Abu Az-Zanad Abdullah bin Dzakwan al-Quraysi (- 130 H) berkata,"Di Madinah saya
mendapati seorang, dan semuanya "Ma'mun" (bisadipercaya), tetapi tidak ada hadits yang
diambil dari mereka. Mereka bukan ahlinya". Dengan pernyataan ini, beliau mengukuhkan
bahwa kepatutan dan kepercayaan belum cukup bagi seorang perawi hadits,
bila tidak disertai dengan kekuatan hafalan, inilah yang dimaksud
"bukan ahlinya".
f. Apa yang telah dikemukakan di atas juga dikukuhkan oleh pernyataan banyak ulama seperti
Abdullah ibn 'Aun (-150 H), Abdurahman ibn Yazid ibn Jabir (-153 H) Syu'bah ibn Al-Hajaj
(82-160 H), Sufyan Al-Tsaury (97 -161 H) dan yang lain: "Ambilah ilmu (tentang hadits)
dari orang-orang yang sudah dikenal". Juga pernyataan mereka, ilmu (tentang Hadits) itu tidak
diambil kecuali dari orang yang diketahui berstatus penuntut ilmu.
g. Dikatakan kepada Mas'ar Kadam (152 H) "Sesungguhnya banyak yang membuatmu ragu. Ia
menjawab: "Ini suatu pembelaan terhadap sesuatu yang meyakinkan.
h. Para taabi'in generasi sesudah mereka clan para ahli ilmu memberikan perhatian serius
terhadap sunnah (haclits), menelitinya, menjaganya dan menyeleksi dalam menerimanya dengan
berbagai sarana yang membuat hati mereka tenang. Karena halus mengandung hukum hukum
berkenan dengan persoalan clunia clan agama Karenanya sering terlontar dari sahabat tabi'in atau
pun generasi sesudah mereka yaitu ungkapan
"Sesungguhnya ilmu adalah agama karena itu perhatikan lah dari siapa kalian ambil
agama kalian".
Bila diperhatikan memang di kalangan tabi'in semakin banyak aktif melakukan rihlah
(perjalanan) clari satu kota ke kota lain untuk mencari hadits-hadits yang diduga dimiliki oleh
sahabat yang ada di kota tersebut. Dengan adanya "rihlah", terjadinya pertukaran riwayat antara
satu kota dengan kota lain, yang menandai pesatnya perkembangan periwayatan hadits.
Periwayat hadits yang tampak semarak pada masa tabi'in yang giat menghimpun hadits, antara
lain :
a. Sa'id bin Musayyab (wafat 94 H / 72 M), seorang tabi'in besar di
kota Madinah menyatakan bahwa ia telah mengadakan rihlah siang
clan malam untuk mendapatkan sebuah hadits Nabi.
b. Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri (wafat 124 h / 724 Ivf)
pernah mendiktekan sekitar 400 Hadits kepada anak Hisyam bin
Abdul Malik (Fathul Bary, tt :49)
Kenyataan tersebut menunjukan bahwa periwayatan hadits pada
masa tabi'in semakin luas dan penuh kecermatan. Perhatian ulama untuk meneliti sanad dan
materi hadits semakin bertambah maju, karena jumlah periwayatan hadits semakin banyak
jumlahnya, Sehingga tidaklah mengherankan di masa tabi'in telah berhasil membukukan Hadits
secara resmi dan disusul pula dengan timbulnya ilmu-ilmu hadits.
BAB III

Penutup

3.1 kesimpulan

Adapun cara periwayatan hadits pada masa Tabi’in, yang mengikuti jejak para sahabat,
periwayatan haditsnya pun tidak jauh berbeda. Hanya saja pada masa ini Al-Qur’an sudah
dikumpulkan dalam satu mushaf. Pada masa tabi’in timbul usaha yang lebih sungguh-sungguh
untuk mencari dan meriwayatkan hadits. Apalagi sejak semakin maraknya hadits-hadits palsu
yang muncul dari beberapa golongan untuk kepentingan politik.

3.2 Saran

Demikian pembahasan dari makalah kami. Kami berharap semoga pembahasan dalam
makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca. Dan kami pun berharap pula kritik
dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dalam tugas kami selanjutnya. Sekian dan terima
kasih.

Daftar pustaka

Mudasir.1999. Ilmu Hadits. Bandung: Pustaka Setia.

http://bisnis-bola.blogspot.com/2011/06/sejarah-kodifikasi-hadist.html

http://abinafiah.blogspot.com/2009/12/ulumul-hadits.html

http://arichaniago.wordpress.com/2010/02/21/sejarah-hadis-

Anda mungkin juga menyukai