Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH ULUMUL HADITS

SEJARAH KODIFIKASI HADITS


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah : Ulumul Hadits

Dosen Pengampu : Bapak H. Elman Nafidzi, S.E.I., M.E

Disusun Oleh : Kelompok 5

• Eka Rahmayani ( 210104010125 )

• Moniati Salimah ( 210104010130 )

• Raudhatul Jannah ( 210104010114 )

• Zuliana Fitri ( 210104010120 )

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

BANJARMASIN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Sejarah Modifikasi Hadits ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Bapak Elman Nafidzi pada mata kuliah Ulumul Hadits. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pengertian
Sejarah Modifikasi Hadits bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Elman Nafidzi, selaku


Dosen Pengampu mata kuliah Ulumul Hadits yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
yang kami tekuni. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, 15 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................i

Daftar Isi...............................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1

1.3 Tujuan....................................................................................................1

BAB II Pembahasan

2.1 Pengertian Hadits.......................................................................................2

2.2 Sejarah Kodifikasi Hadits..........................................................................3

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan.................................................................................................5

Daftar Pustaka.......................................................................................................6

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-Qur‟an dan hadits adalah sumber rujukan yang utama bagi umat
islam,kedua sumber hukum tersebut awalnya berupa lisan atau amalan
saja, kemudian secara bertahap dalam alur perjalanan sejarah yang cukup
kompleks akhirnya menjadi sebuah teks yang tertulis dan disucikan. Ini
adalah wujud konsekuensi dalam tradisi islam yang membutuhkan waktu
cukup lama dalam menciptakan pola pengkultusan dari tradisi lisan dan
kultus personal (Nabi Muhammad) dalam bentuk tradisi tulis atau teks
yang selanjutnya teks tersebut menjadi otoritas dalam ajaran-ajaran Islam
selanjutnya. Dari segi periwayatan, kodifikasi hadits merupakan problem
dan perhatian yang lebih banyak dari pada AlQur‟an, hal tersebut sangat
terlihat dari kondisi periwayatannya yang awalnya hanya berupa tradisi
lisan dengan sebaran yang sangat sedikit. Setelah Nabi Muhammad SAW
wafat muncul berbagai problematika yang mendasar di tengah komunitas
islam awal yang ikut andil dalam penyelesaian kegelisahan umat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kodifikasi hadits?
2. Bagaimana awal sejarah kodifikasi hadits?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami maksud dari kodifikasi hadits.
2. Untuk mengetahui sejarah hadits.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hadits

Hadis secara harfiah berarti "berbicara", "perkataan" atau


"percakapan". Dalam terminologi Islam istilah hadis berarti melaporkan,
mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad.

Menurut istilah ulama ahli hadis, hadis yaitu apa yang


diriwayatkan dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya
(‫ت قري ر‬, taqr r), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah
diangkat sebagai Nabi ( ) dan terkadang juga sebelumnya, sehingga arti
hadis di sini semakna dengan sunnah.

Kata hadis yang mengalami perluasan makna sehingga


disinonimkan dengan Sunnah, maka pada saat ini bisa berarti segala
perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Kata hadis itu
sendiri adalah bukan kata infinitif, maka kata tersebut adalah kata benda.

Secara terminologis, hadits dimaknai sebagai ucapan dan segala


perbuatan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Definisi hadits
dikategorikan menjadi tiga, yaitu perkataan nabi (qauliyah), perbuatan
nabi (fi'liyah), dan segala keadaan nabi (ahwaliyah). Sebagian ulama
seperti at-Thiby berpendapat bahwa hadits melengkapi sabda, perbuatan,
dan taqrir nabi. Hadits juga melengkapi perkataan, perbuatan, dan taqrir
para sabahat dan Tabi'in.

Hadits memiliki makna yang relatif sama dengan sunnah, khabar,


dan atsar. Hanya saja penyebutannya bisa disamakan atau dibedakan.
Hadis adalah segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang menjadi tumpuan umat Islam hingga saat ini. Ajaran agama Islam
memiliki kitab suci AlQuran sebagai petunjuk hidup. Hadis sebagai
sumber hukum kedua setelah AlQuran. Keberadaan hadis, menjadi
pelengkap dan menyempurnakan supaya umat tidak salah paham dalam
memaknai setiap ayat atau ajaran agama. Saat umat mempertanyakan hal
baru dan belum terdapat di AlQuran serta hadis, maka diambil dari Ijma'.
Kemudian berlanjut baru dijelaskan dan diperkuat dengan adanya Qiyas.

2
2.2 Sejarah Kodifikasi Hadits

Hadis Nabawi atau Sunnah Nabawiyyah adalah satu dari dua


sumber syariat Islam setelah Al-Quran. Fungsi hadits dalam syariat Islam
sangat strategis. Diantara fungsi hadis yang paling penting adalah
menafsirkan Al-Qur`an dan menetapkan hukum-hukum lain yang tidak
terdapat dalam Al-Qur`an. Begitu pentingnya kedudukan hadits, pantas
jika salah seorang ulama berkata, “Al-Qur`an lebih membutuhkan kepada
Sunnah daripada Sunnah kepada Al-Qur`an”. Sejak jaman kenabian,
hadis adalah ilmu yang mendapat perhatian besar dari kaum muslimin.
Hadits mendapat tempat tersendiri di hati para sahabat, tabi‟in dan orang-
orang yang datang setelah mereka. Setelah Al-Quran, seseorang akan
dimuliakan sesuai dengan tingkat keilmuan dan hapalan hadisnya. Karena
itu, mereka sangat termotivasi untuk mempelajari dan menghafal hadis-
hadis Nabi melalui proses periwayatan. Tidak heran, jika sebagian
mereka sanggup menempuh perjalanan beribu-ribu kilometer demi
mencari satu hadits saja.

Di awal pertumbuhan ilmu hadis ini, kaum muslimin lebih


cenderung bertumpu pada kekuatan hapalannya tanpa menuliskan hadis-
hadis yang mereka hapal sebagaimana yang mereka lakukan dengan Al-
Qur`an. Kemudian, ketika sinar Islam mulai menjelajah berbagai negeri,
wilayah kaum muslimim semakin meluas, para sahabat pun menyebar di
sejumlah negeri tersebut dan sebagiannya sudah mulai meninggal dunia
serta daya hapal kaum muslimim yang datang setelah mereka sedikit
lemah, kaum muslimin mulai merasakan pentingnya mengumpulkan
hadis dengan menuliskannya.

Kodifikasi hadis secara massif dimulai sejak diterimanya surat


perintah oleh Abū Bakar bin Muhammad bin Hazm dari khalifah „Umar
bin Abdul Azis yang bertuliskan “periksalah dan tulislah semua hadis-
hadis Nabi, sunah-sunah yang sudah dikerjakan, atau hadis dari amrah;
karena saya khawatir hal itu akan punah” selain itu Khalifah Umar bin
Abdul Azis memberikan tugas kepada Ibnu Syihab AlZuhri (51-124 H/
671-741 M) Penulisan dan pengumpulan hadis pertamakali menurut
jumhur ulama dilakukan oleh Ibnu Syihab al-Zuhri, setelah itu
pengumpulan dan penulisan hadis berkemabang pesat. Kodifikasi yang
dilakukan tidak terbatas pada satu wilayah tertentu, karena sejak awal
para sahabat sudah menyebar diberbagai wilayah. Ali al-Madini membagi
3
isnad pada 4 wilayah yaitu Madinah, Makkah, Basrah, dan Kūfah. Empat
wilayah inilah yang menjadi cikal bakal perjalanan para pencari hadis
dalam mengumpulkan hadis. Dari empat ditambah dua wilayah penting
seperti suriah dan Mesir walaupun tidak dipungkiri dari sekian banyak
ulama, ada saja yang tidak melakukan rihlah ilmiah ketempat yang jauh,
seperti halnya Imam Malik tidak sekalipun keluar dari Madinah kecuali
untuk berhaji. Kodifikasi yang dilakukan oleh para ulama, pada
prinsipnya adalah penjagaan terhadap sumber hukum Islam, sehigga
dengan maraknya penerimaan dan periwayatan hadis perlu dilakukan
verifikasi pada semua unsurnya. Pada perkembangan selanjutnya
terutama pada pertengahan abad ke-2, ditandai dengan penemuan buku-
buku hadis berbentuk encyclopedia seperti buku-buku tulisan Ibnu Juraij,
Sa‟id Abū „Arubah, Ibnu Abi Dzi‟b, al-Awza‟ , Syu‟bah, Sufyan al-
Tsauri, Malik, dll.

Salah satu wilayah terpenting dari enam wilayah itu adalah kota
Kūfah. Kūfah sendiri merupakan bagian dari Negara Irak yang berhasil
ditaklukan oleh Sa„ad Abi Waqas (w.55 H), pada masa kekhalifahan
Umar bin Khatab (w.24 H), di kota inilah barak-barak tentara muslim
dibangun. Dari barak-barak militer yang terbuat dari jerami, berubah
menjadi rumah-rumah permanen layaknya kota metropolis, sehingga
menjadi pusat politik dan intelektual hingga pada masa alMansur dinasti
Abasiyah.

Para sahabat yang mengunjungi kūfah yaitu Abdullah bin Mas‟ud


(w.55 H), Ali bin Abi Thalib (w. 40 H), al-Bara‟ bin Ajib (w.72 H), Sa„ad
bin Abi Waqas (W. 55 H), Hudaifah bin Yaman (w. 36 H), al-Mughirah
bin Syu‟bah (w. 55H), „Amar bin Yasar (w. 38H), Salman al-Farisi (w.36
H), Jarir bin „Abdullah bin Jabir Al-Bajali (w. 51H).

4
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi kesimpulan yang kami dapatkan dari pembahasan diatas yaitu


Hadis adalah segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang menjadi tumpuan umat Islam hingga saat ini. Ajaran agama Islam
memiliki kitab suci AlQuran sebagai petunjuk hidup. Hadis sebagai
sumber hukum kedua setelah AlQuran. Keberadaan hadis, menjadi
pelengkap dan menyempurnakan supaya umat tidak salah paham dalam
memaknai setiap ayat atau ajaran agama. Saat umat mempertanyakan hal
baru dan belum terdapat di AlQuran serta hadis, maka diambil dari Ijma'.
Kemudian berlanjut baru dijelaskan dan diperkuat dengan adanya Qiyas.

Jika dilihat perjalanan perkembangan hadits dari masa Nabi,


Sahabat, Tabi‟in hingga kontemporer mengalami sebuah perjalanan yang
sangat signifikan, berawal dari hadits yang disampaikan melaui lisan
dengan lisan hingga berkembang menjadi tulisan, dikarenakan hal
tersebut adalah kekhawatiran akan hilangnya hadits Nabi SAW, tentunya
penulisan tersebut memerlukan waktu yang lebih lama daripada saat
pengkompilasian Al- Qur‟an.

5
DAFTAR PUSTAKA

Nurwiyati, N. (1998). Sejarah penyusunan dan pembukuan hadits: studi tentang


kodifikasi hadits pada masa Umar bin Abdul Aziz (Doctoral
dissertation, IAIN Sunan Ampel Surabaya).

Khon, A. M. (2012). Ulumul hadis. Amzah.

Anda mungkin juga menyukai