Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH KODIFIKASI HADIST

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah study hadist


Dosen pengampu: Ruri Kusherawati, S.pd.,M.pd

Disusun oleh : kelompok 5


1. Kholifatul Ismaya (22054024)
2. Riksa Ade Zafrel (22054025)
3. Syifaul maulidatun nisa’ ()

FAKULTAS AGAMA ISLAM


PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat
rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah dengan berjudul “sejarah
kodifikasi hadist” dapat selesai.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas pada semester 2 dari
Ibu Ruri Kusherawati pada mata kuliah studi hadist. Selain itu,
penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca
tentang penjelasan mengenai sejarah kodifikasi hadist.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Ruri Kusherawati


selaku dosen mata kuliah studi hadist. Berkat tugas yang diberikan ini,
dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih


melakukan banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas
kesalahan dan ketidaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah
ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila
menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Lamongan, 8 april 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hadis merupakan sumber ke dua umat islam setelah Al-Qur'an,
yang memiliki peran sangat penting dalam ketetapan hukum Islam. Hadis
merupakan segala sesuatu yang bersumber atau disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW. baik berupa perkataan, dan perbuatan beliau dalam
kehidupan sehari-hari.
Munculnya hadis-hadis palsu merupakan alasan utama untuk
mengadakan kodifikasi hadis. Selain itu, para ulama hadis telah tersebar ke
berbagai negeri. dikawatirkan hadis akan menghilang bersama wafatnya
mereka, sementara generasi penerus diperkirakan tidak menaruh perhatian
memelihara hadis, dan banyak berita - berita yang diada adakan oleh kaum
penyebar bid'ah. Oleh karenanya, kodifikasi hadis sangat penting dan
harus dilakukan oleh para ulama. waktu itu.
Di dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan sejarah kodifikasi
hadis. Mulai dari pengertian, penyebab, penulisan, pengumpulan dan lain
sebagainya. Selain untuk memaparkan kodifikasi hadis, makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas kelompok dalam study al-Hadis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud kodifikasi hadis?
2. Apa yang menyebabkan terjadinya kodifikasi hadis?
3. Bagaimana proses kodifikasi hadis?
4. Apa saja faktor-faktor terjadinya kodifikasi Hadist?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui arti kodifikasi hadis
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kodifikasi hadis
3. Untuk mengetahui proses kodifikasi hadis
4. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kodifikasi Hadist
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kodifikasi Hadist
Yang dimaksud kodifikasi (tadwin)1 adalah mengumpulkan,
Menghimpun atau membukukan, yakni mengumpulkan dan
Menertibkannya. Adapun yang dimaksud dengan kodifikasi hadis adalah
Menghimpun catatan-catatan hadis Nabi dalam mushaf. Antara kodifikasi
(tadwin) hadis dan Jam’ul Qur’an memiliki perbedaan.
Sebagaimana Dikatakan M. Quraisy Syihab2 pencatatan dan
penghimpunan (tadwin) Hadis Nabi tidak sama dengan pencatatan dan
penghimpunan al-Qur’an (Jam’ul Qur’an).3 Dalam tadwin hadis, tidak
dibentuk tim, sedangkan Dalam Jam’ul Qur’an dibentuk tim.4 Kegiatan
penghimpunan hadis Dilakukan secara mandiri oleh masing-masing ulama
ahli hadis.
Sekiranya penghimpunan hadis itu harus dilakukan oleh sebuah
tim, niscaya tim itu Akan menjumpai banyak kesulitan, karena jumlah
periwayat hadis sangat Banyak dan tempat tinggal mereka tersebar di
berbagai daerah Islam Yang cukup berjauhan. Di samping itu, hadis Nabi
tidak hanya termuat dalam satu kitab Saja. Kitab yang memuat hadis Nabi
cukup banyak ragamnya, baik dilihat Dari segi nama penghimpunnya, cara
penghimpunannya, masalah yang Dikemukakannya, maupun bobot
kualitasnya. Sedangkan kitab yang Menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an
yang dikenal dengan mushaf Al-Qur’an hanya satu macam saja.
Dengan demikian, penghimpunan hadis Nabi berbeda dengan
penghimpunan al-Qur’an.5Masa kodifikasi (tadwin) hadis terbagi dua,
yaitu kodifikasi hadis Yang bersifat pribadi (tadwin al-syakhshiy) dan
kodifikasi hadis secara Resmi (tadwin al-rasmiy). Kodifikasi yang bersifat
pribadi belum menjadi Kebijaksanaan pemerintah secara resmi sudah
dimulai sejak masa Rasul. Sementara kodifikasi hadis secara resmi
menjadi kebijaksanaan Pemerintah secara resmi baru dimulai pada masa
Umar ibn Abdul Aziz.6

B. Penyebab terjadinya Hadist


Al-Quran dan hadis merupakan sumber tekstual yang paling
utama.1 Pada mulanya kedua sumber ajaran tersebut bukanlah berupa teks,
melainkan hanya berupa “lisan” perkataan atau amalan saja, yang
selanjutnya secara bertahap dengan perjalanan sejarah yang cukup
kompleks dan alur yang sangat berliku, kemudian pada akhirnya menjadi
sebuah korpus teks yang tertulis dan disucikan. Hal ini sebagai
konsekuensi dari tradisi Islam yang dalam jangka waktu lama telah
menciptakan pola pengkultusan dari sebuah tradisi lisan dan kultus
personal (nabi Muhammad) kepada bentuk tradisi tulis atau teks yang
selanjutnya teks tersebut menjadi pemangku sekaligus pengganti otoritas
(personal) dalam ajaran-ajaran Islam selanjutnya.
Meskipun pada dasarnya Al-Quran dan hadis sebagai sumber
ajaran berawal dari tradisi lisan yang sama yakni lisan nabi Muhammad
kepada para sahabat yang dalam hal ini keduanya didengarkan, dihafalkan
dan dituliskan, akan tetapi dari segi periwayatan selanjutnya keduanya
sangat berbeda. Al-Quran berkembang dalam tradisi lisan (hafalan) dan
teks (catatan) yang mutawatir dengan pola kodifikasi yang berlangsung
secara sangat ketat sejak diucapkan oleh nabi sampai wafatnya, hingga
pada akhirnya menjadi mushaf resmi di masa Utsman bin Affan. Maka
dari sisi tersebut Al-Quran menjadi korpus tekstual yang keautentikannya
terjamin secara penuh (qathi).2
Berbeda dengan hadis yang periwayatannya berlangsung secara
variatif dimana sebagian kecilnya berlangsung secara mutawatir dan
sebagian besarnya berlangsung secara ahad.3Maka dari segi periwayatan,
diskursus dan kodifikasi hadis sebagai sumber tekstual mendapatkan
problem dan perhatian yang lebih banyak dari pada kitab suci Al-Quran.
Secara umum problem kodifikasi hadis tersebut sangat terlihat dari kondisi
periwayatannya yang pada awalnya hanya berupa tradisi lisan dengan
sebaran yang sangat sedikit, kemudian setelah wafatnya nabi tradisi lisan
tersebut terkodifikasi secara massif dalam bentuk korpus teks yang sangat
banyak.
Di sisi yang lain proses kodifikasi tersebut juga menciptakan
problem mendasar dalam penggunaan istilah-istilah yang melingkupinya.
Terdapat beragam istilah yang ditemukan seperti “sunnah”, tradisi, “amal”,
atsar, khabar dan “hadis”, yang dalam khasanah perkembangan
pengetahuan muslim sulit membedakannya antara satu dengan yang lain,
sebab ke semuanya berkaitan mewujud dalam satu korpus “teks” yang
sama yakni “hadis” sebagai sebuah teks.
Tulisan ini akan mencoba melacak kembali bagaimana sebenarnya
bentuk-bentuk ‘pemikiran’ hadis, sejak awal keluar dari lisan dan amalan
nabi Muhammad saw, kemudian menjadi tradisi, sunnah, dihimpun dalam
catatan-catatan, lalu dibukukan, dan kemudian pada akhirnya dipatenkan
menjadi “sumber tekstual” utama umat muslim dalam menjalani
kehidupan di kurun waktu perkembangan Islam yang paling awal
Penelusuran ini akan secara cermat melihat bagaimana 3 Kata ahad
merupakan jamak dari kata wahid yang arti harfiahnya adalah satu.
Secara istilah berarti periwayatan yang tidak mencapai derajat
mutawatir. Pemikiran hadis pada dua abad pertama masa perkembangan
Islam dalam rangka membatasi dan memberi gambaran yang lebih detail.
C. Proses kodifikasi Hadist
Sejarah hadis adalah periode-periode yang telah dilalui oleh hadis
dari masa ke masa Semenjak dari masa pertumbuhannya sampai zaman
kita sekarang ini. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy (1974: 46-47) menguraikan
apabila mempelajari dengan Saksama suasana dan keadaan yang telah
dilalui hadis dari zaman pertumbuhan hadis Hingga dewasa ini, bahwa
hadis telah melalui 6 masa dan sekarang sedang menempuh Periode
ketujuh. Periode ketujuh yang dimaksud adalah:
Pertama, masa wahyu dan pembentukan hukum serta dasar-
dasarnya dari awal Nabi Saw. Diangkat menjadi nabi dan rasul hingga
beliau wafat pada tahun 11 H.
Kedua, masa membatasi riwayat, masa al-Khulafa’ al-Rasyidin (13
SH – 11 H).
Ketiga, masa berkembang riwayat dan perlawanan mencari hadis
dari kota-ke kota, Yaitu masa sahabat kecil dan tabiin besar (41 H–akhir
abad pertama Hijriyah).
Keempat, masa pembukuan hadis (awal abad kedua Hijriyah).
Kelima, masa pentashihan hadis dan menyaringnya (awal abad
ketiga hingga Akhirnya).
Keenam, masa menapis kitab-kitab hadis dan menyusun kitab jami’
yang khusus (awal abad keempat Hijriyah hingga jatuhnya Baghdad tahun
656
Ketujuh, masa membuat syarah hadis, membuat kitab-kitab takhij,
mengumpulkan Hadis-hadis hukum dan membuat kitab-kitab jami’ yang
umum serta membahas hadis-Hadis zawa’id (656 H hingga dewasa ini).
Pencatatan hadis secara resmi dapat dikatakan berawal dari Surat-
surat yang dikirimkan Nabi saw. Kepada raja-raja, penguasa, kepada suku
dan Gubernur. Surat-surat yang dikirim memuat masalah hukum dalam
skala luas. Contohnya Pemungutan zakat, macam-macam ibadah dan
lainnya. Pencatatan hadis didiktekan Nabi Saw. Kepada sahabatnya,
terutama kepada ‘Ali bin Abi Thalib dan ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash.
Pasti ada lebih banyak lagi pencatatan yang tidak resmi. Beberapa sahabat
Menyimpan hadis dalam bentuk tulisan. Alasan hadis Belum dicatat pada
masa Rasulullah saw. Sebagai berikut:
1. Nabi saw. Hidup di tengah-tengah sahabat dalam tempo 23 tahun.
Merupakan Pekerjaan yang sulit dan berat dilakukan, karena
memerlukan penekunan tenaga Banyak yang mencatat secara
profesional tentang segala ungkapan, perbuatan dan Pergaulan dengan
alat-alat tulis.
2. Jumlah sahabat yang bisa menulis dapat dihitung dengan jari pada
masa Rasulullah Saw, sedang penulisan Alquran yang merupakan
fokus utama. Oleh karena Alquran Merupakan sumber ajaran Islam
yang pertama.
3. Orang-orang Arab yang kebanyakan hidup dengan sifat ummi
menyandarkan diri Dengan ingatan dengan hafalan.
4. Dikhawatirkan silapnya sebagian hadis dengan Alquran karena alpa
dan tidak sengaja.
D. Faktor-faktor terjadinya kodifikasi Hadist
Faktor-faktor penyebab dilakukannya kodifikasi hadis tersebut dapat
diklasifikasi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal berupa: Pertama, pentingnya menjaga autentisitas dan eksistensi
hadis, karena hadis di samping sebagai sumber agama Islam yang kedua
setelah al-Qur’an, juga merupakan panduan bagi umat Islam dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari. Hadis Nabi sangat berarti dalam
rangka untuk memberikan petunjuk bagi umat Islam untuk keselamatan
dalam menempuh kehidupan dunia dan akherat. Kedua, semangat untuk
menjaga hadis, sebagai salah satu warisan Nabi yang sangat berharga
karena Nabi memang pernah bersabda bahwa beliau meinggalkan dua hal
yang jika umat Islam berpegang pada keduanya mereka tidak akan
tersesatselamanya, yaitu al-Qur'an dan hadis Nabi (HR. al-Hakim al-
Naysaburi), Ketiga, semangat kelimuan yang tertanam di kalangan umat
Islam saat itu termasuk di dalamnya aktivitas tulis-menulis dan
periawayatan hadis. Keempat, adanya kebolehan dan izin untuk menulis
hadis pada saat itu. Kelima, para penghafal dan periawayat hadis semakin
berkurang karena meninggal dunia baik disebabkan adanya peperangan
maupun yang lainnya. Keenam, rasa bangga dan puas ketika mampu
menjaga hadis Nabi dengan menghafal dan kemudian meriwayatkannya.
15
Faktor penyebab dilakukannya kodifikasi yang bersifat eksternal antara
lain adalah: Pertama, penyebaran Islam dan semakin meluasnya daerah
kekuasaan Islam, sehingga banyak periawayat hadis yang tersebar ke
berbagai daerah. Dengan tersebarnya para sahabat di berbagai daerah,
hadis-hadis dikhawatirkan lama- kelamaan hilang bersamaan dengan
meninggalnya para penghafal hadis di berbagai daerah itu,

Kedua, kemunculan dan meluasnya pemalsuan hadis yang disebabkan


antara lain oleh perbedaan politik dan aliran Kemunculan hadis-hadis
palsu dapat mengancam keberadaan hadis-hadis Nabi, Hadis mandhu
dapat pula memalingkan umat islam dari jalan yang lurus dan membawa
pada kesesatan. Menurut Muhammad Ajjaj al-Khathib, para pembuat hadis
palsu telah melakukan kejahatan terhadap agama, dengan kedutaan,
mereka mencoreng harkat dan martabat islam. Ini terutama terlihat pada
ulah kaum Zindik yang sengaja membuat hadis palsu dengan motivasi
merusak Islam dari dalam. Semenjak wafatnya RasulullahSAW, memang
terjadi beberapa kelompok politik: Muhajir. Anshar, dan pengikut Ali
(sebagian besar dari Bani Hasyim). Masing-masing kelompok mengutip
hadis Nabi SAW untuk membenarkan kepemimpinan mereka. Pada waktu
itu lah muncul hadis-hadis fudha-il (keutamaan-keutamaan sahabat
tertentu). Hadis-hadis itu sebagian (besar) memang berasal dari Rasulullah
SAW. Terpecahnya umat Islam kepada golongan-golongan tersebut,
membawa masing-masing mereka, didorong oleh keperluan dan
kepentingan golongan, untuk mendatangkan keterangan- keterangan yang
diperlukan golongan. Maka bertindaklah mereka membuat hadis- hadis
"palsu" dan menyebarkannya ke dalam masyarakat. Mulai saat itu
terdapatlah di antara riwayat-riwayat yang shahih, riwayat-riwayat yang
palsu. Dan kian bertambah banyaknya dan beraneka rupa. Mula-mula
mereka memalsukan hadis mengenai pribadipribadi orang yang mereka
agung-agungkan. Dan yang mula- mula melakukan pekerjaan sesat ini
ialah: golongan Syi'ah sebagai yang diakui sendiri oleh Ibn Abil Hadid,
seorang ulama Syi'ah dalam kitabnya Nahyu - Balaghah, dia menulis:
"ketahuilah bahwa asal-asalnya timbul hadis yang menerangkan
keutamaan pribadi-pribadi adalah golongan Syi'ah sendiri" Sejak masa-
masa yang lama sekali, umat islam telah memelihara peninggalan Nabi
Muhammad SAW, menjaganya dari segala persangkaan negatif dan
menganggap kebohongan yang dilakukan oleh siapa saja berkaitan dengan
beliau sebagai jalan menuju azab kekal di neraka. Hal tersebut mengingat
bahwa yang demikian itu adalah bagian dari pemalsuan terhadap agama
serta pendustaan keji terhadap Allahdan Rasulnya. Sabda Nabi SAW:
"Kebohongan yang dilakukan berkaitan dengan aku (yakni tentang ucapan
dan perbuatan beliau) tidaklah sama dengan kebohongan yang berkaitan
dengan siapa pun selain aku. Barangsiapa berbohong tentang aku secara
sengaja, hendaknya ia bersiap-siap menduduki tempatnya di neraka. "19

PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai