Anda di halaman 1dari 13

Sejarah Perkembangan dan Pembukuan Hadits (Periode

Keempat dan Kelima)


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hadith
Dosen Pengampu:
Mohammad Bakir, S.Ag.,M.Fil.I

Nama Kelompok 4:
Ade Zahra Aulia 23403082
Nabila Febrianti 23403097
Dyka Ardhana Nugraha 23403112

PROGAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat, taufiq, hidayah, serta
karunia-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam kami curhakan kepada Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabat, tabi’in, serta para ulama dan
seluruh umatnya telah membawa kita dari jaman kegelapan menuju jaman sekarang
yang terang benderang yakni agama Islam. Disini, kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung kami dalam pembuatan
makalah ini, terutama kami berterima kasih kepada pak Mohammad Bakir,
S.Ag.,M.Fil.I selaku dosen mata kuliah Studi Hadits.

Dalam makalah ini, kami akan memaparkan materi mengenai Sejarah


Perkembangan dan Pembukuan Hadits (Periode Keempat dan Kelima). Terlepas
dari itu semua, kami selaku penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca, karena kami sadar bahwa hasil kerja kelompok kami ini masih sangat
jauh dari kata sempurna dan tulisan kami juga masih banyak kekurangan baik dalam
penulisan maupun pemaparan bahasan. Akan tetapi, saya berharap semoga
makalah ini berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.

Kediri,19 Maret 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................... 2


DAFTAR ISI ..................................................................................... 3
BAB I................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................. 4
A. Latar Belakang .......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
C. Tujuan ....................................................................................................... 4
BAB II ............................................................................................... 5
PEMBAHASAN ............................................................................... 5
A. Perkembangan Ilmu Hadits Periode Keempat (Masa Pembukuan Dan
Pengumpulan Hadits) ....................................................................................... 5
B. Perkembangan Ilmu Hadits Periode Kelima (Masa Pentashhihan Dan
Penyusunan Kaidah-Kaidahnya) ....................................................................... 7
BAB III............................................................................................ 12
PENUTUP ....................................................................................... 12
A. Kesimpulan ............................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-
Qur’an. Istilah hadis biasanya mengacu pada segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., berupa sabda,
perbuatan, persetujuan, dan sifatnya (fisik ataupun psikis), baik yang
terjadi sebelum maupun setelah kenabiannya. Terma hadis
terkadang dipertukarkan dengan istilah sunnah. Sebagian ulama
hadis menganggap kedua istilah tersebut adalah sinonim
(mutaradif), sementara sebagian yang lainnya ada yang
membedakan antara keduanya.
Sejarah dan perkembangan hadis dapat dilihat dari dua aspek
penting, yaitu periwayatan dan pen-dewan-annya. Dari keduanya
dapat diketahui proses dan transformasi yang berkaitan dengan
perkataan, perbuatan, hal ihwal, sifat dan taqrir dari Nabi SAW
kepada para sahabat dan seterusnya hingga munculnya kitab-kitab
himpunan hadis untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Ilmu Hadits Periode Keempat?
2. Bagaimana Perkembangan Ilmu Hadits Periode Kelima?
C. Tujuan
1. Mengetahui Perkembangan Ilmu Hadits Periode Keempat
2. Mengetahui Perkembangan Ilmu Hadits Periode Kelima

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Ilmu Hadits Periode Keempat (Masa Pembukuan Dan


Pengumpulan Hadits)
a. Proses pembukuan hadist
Periode ini adalah masa pembukuan hadits yang berlangsung dari
permulaan abad ke-2 H hingga akhirnya. Pada periode awal dapat kita
ketahui bahwa hadits tersebar dan berpindah dari mulut ke mulut, lalu pada
akhir abad ke-2 H mulai diadakannya pembukuan hadits secara resmi pada
masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz yang bertujuan untuk
menyelamatkan hadits itu sendiri. Pada periode ini muncul beberapa ulama
yang diantaranya adalah Sa’id bin Musayab, Urwah Bin Zubair, Nafi’ Maula
Ibn Umar, dll.
Keinginan Umar bin Abdul Aziz untuk membukukan hadits secara
resmi beliau tempuh dengan mengirim surat kepada gubernur-gubernurnya
untuk menuliskan hadis yang berasal dari penghafal dan ulama di tempatnya
masing-masing. Kebijakan ini tercatat sebagai kodifikasi pertama hadis
secara resmi. Dan, Abu Bakar Muhammad bin Syihab az-Zuhri merupakan
ulama besar pertama yang membukukan hadis. Kitab hadits yang ditulis
oleh Ibnu Hazm yang merupakan kitab hadits yang pertama ditulis atas
perintah kepala negara, tetapi tidak dapat sampai pada kita karena tidak
terpelihara dengan semestinya.
Diantara kitab-kitab abad ke-2 yang mendapat sambutan dan
perhatian ulama secara umum adalah Al-Muwaththa’ yang disusun oleh
Imam Malik, Al-Musnad dan Mukhtalif al-Hadits yang merupakan susunan
Imam Asy-Syafi’i, serta As-Sirah an-Nabawiyah atau Al-Maghazi wa as-
Siyar yang disusun oleh Ibnu Ishaq.
b. Kondisi hadist

Pada abad ke-2 ini terjadi pertambahan pemalsuan hadits. Hal ini
dikarenakan munculnya propaganda-propaganda politik yang bertujuan
untuk menumbangkan renzim Amawiyah. Mereka menggunakan hadits-

5
hadits palsu sebagai alat untuk mengontrol massa. Selain itu muncul pula
golongan Zindiq, yaitu pura-pura Islam. Mereka adalah tukang kisah
yang berdaya upaya menarik minat pendengar untuk memperhatikan
pengajaran-pengajarannya dengan membuat kisah-kisah palsu yang di
sandarkan kepada hadits-hadits maudhu’ (palsu).1 Oleh sebab itu maka
Imam Malik selaku tokoh besar pada abad ini mengatakan " Jangan
diambil ilmu dari orang yang tidak mengetahui ilmu hadis ". Hal ini yang
menyebabkan sebagian ulama terdorong untuk mempelajari keadaan
perawi-perawi hadis dan memang pada masa ini telah banyak perawi
yang lemah di antara perawi-perawi yang ada.2

Nampaknya periode ini menjadi problem yang begitu besar dalam


model pembukuan hadis karena tidak ada saringan atau sortiran dalam
hadis. Karena hadis pada dasarnya adalah segala sseuatu yang disandarkan
kepada Nabi bukan pada sahabat ataupun pada tabiin. Walaupun pada
periode kedua banyak kitab-kitab hadis yang dijadikan rujukan utama dalam
ilmu hadis diantaranya al-Muwatha, al-Musnad, Mukhtaliful Hadist dan As-
Siratun Nabawiyah.
c. Kitab-kitab yang muncul
Kodifikasi dalam bahasa arab dikenal dengan al-tadwin yang
memiliki pengertian codification, yaitu mengumpulkan dan menyusun.
Dalam beberapa kitab ulumul hadis al-tadwin memiliki kesamaan makna
dengan penulisan atau pencatatan dalam satu buku. Terkait dengan hal
tersebut, Manna’ al-Qathhan berpendapat bahwa:
ْ ‫ب أَ ْن َي ْع ِني ْال ِكتَا َبةَ فَإِن‬
‫ال ِكتَا َب ِة َغيْر لتَ ْد ِويْن‬، َ ‫ص ِح ْيفَة ش َْخص َي ْكت‬
َ
‫أَ ْكثَ َر أَ ْو‬، ‫ُال َم ْكت َج ْمع فَإِنه الت ْد ِويْن أَما‬
ْ ‫ب‬ ِ ‫ف ِمنَ ْو‬ ُّ ‫ِفي َو ْال ِح ْفظ ال‬
ِ ‫صح‬
ُّ ‫احد ِكتَاب فِي َيك ْونَ َحتى َوتَ ْرتِيْبه ال‬
‫صد ْو ِر‬ ِ ‫ُو‬
َ

1
Muhammad Syamsul Arifin, Nur Hadiati Janah, and Labib Muhammad, “Periodisasi
Perkembangan Hadis dalam Khazanah Islam” 1, no. 1 (2022): 44–45.
2
Raha Bistara, “Perkembangan Ilmu Hadis Periode Keempat dan Kelima,” KACA (Karunia
Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin 10, no. 1 (February 19, 2020): 112,
https://doi.org/10.36781/kaca.v10i1.3071.

6
Artinya: “Tadwin bukanlah menulis, yang dimaksud menulis ialah,
seseorang menulis suatu lembaran atau lebih banyak dari itu, sedangkan
tadwin ialah mengumpulkan sesuatu yang tertulis dari lembaranlembaran
dan hafalan dalam dada, kemudian menyusunnya hingga menjadi satu
kitab”
Periode keempat disebut juga dengan periode pemurnian,
penyehatan dan penyempurnaan, periode ini berlangsung dari abad ke III H
pada masa dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah Al-Ma’mun
sampai Al-Mu’tadir
Para ulama pada periode ini melakukan gerakan penyeleksian,
penyaringan, dan pengklasifikasian hadis-hadis, pada masa ini lahirlah
enam buku induk hadis (kutubus sittah), di antara kitab-kitabnya adalah:3
1. Al-Jami‟ Ash-Shahih karya Imam Al-Bukhari (194 – 252 H)
2. Al-Jami‟ Ash-Shahih karya Imam Muslim (204 – 261 H)
3. Sunan Abu Dawud karya Abu Dawud (202 – 261 H)
4. Sunan At-Tirmidzi karya At-Tirmidzi (200 – 279 H)
5. Sunan An-nasa‟i karya An-Nasa‘i (215 – 302 H)
6. Sunan Ibn Majah karya Ibnu Majah (207 – 273 H)

B. Perkembangan Ilmu Hadits Periode Kelima (Masa Pentashhihan Dan


Penyusunan Kaidah-Kaidahnya)
a. Keadaan umat islam dan pertikaian faham dikalangan ulama

Sejak abad ke-2, telah lahir para mujtahid di bidang fiqh dan
dibidang ilmu kalam. Kehidupan ilmu pengetahuan Islam pada abad ini
sangat pesat. Antara para mujtahid Islam, sesungguhnya tidaklah ada
masalah. Mereka saling menghormati dan menghargai pendapat-pendapat
yang timbul. Tetapi lain halnya di kalangan para murid dan pengikutnya.
Mereka hanya baranggapan bahwa pendapat guru dan golongannya saja

3
Amir Udin and Muhammad Fitriyadi, “TINJAUAN HISTORIS ILMU HADIS DAN
KODIFIKASINYA” 3, no. 02 (2023): 171.

7
yang benar. Sikap yang demikian ini mengakibatkan timbulnya bentrokan-
bentrokan antara mereka, termasuk para ulamanya.

Pada abad ketiga, bentrokan pendapat itu telah makin meruncing,


baik antar golongan mazhab fiqh, maupun antar mazhab ilmu kalam. Ulama
Hadits pada abad ketiga ini, menghadapi kedua golongan tersebut. Terhadap
pendukung madzhab fiqh yang fanatik, Ulama Hadits harus
menghadapinya, karena tidak sedikit di antara mereka berbeda pendapat
dalam memahami hukum Islam. Para pendukung madzhab fiqh yang fanatik
buta, bila pendapat mazhabnya berbeda dengan mazhab lainnya, maka di
antara mereka tidak segan-segan untuk membuat Hadits-hadits palsu
dengan maksud selain untuk memperkuat argumen mazhabnya, juga untuk
menuduh lawan mazhabnya sebagai golongan yang sehat.

Golongan/mazhab ilmu kalam, khususnya kaum Mu’tazilah, sangat


memusuhi Ulama Hadits. Mereka (dari kaum Mu’tazilah) ini, sikapnya
ingin memaksakan pendapatnya membuat Hadits-hadits palsu.
Pertentangan pendapat dari kalangan ulama llmu Kalam dan Ulama Hadits
ini sesungguhnya telah mulai lahir sejak abad ke-2. Tetapi karena pada masa
itu penguasa belum memberi angin kepada kaum Mu’tazilah, maka
pertentangan pendapat itu masih berada padati ketegangan-ketegangan anta
golongan. Dan ketika pemerintah, pada awal abad ke-3, dipegang oleh
Khatifah Ma’mun yang pendapatnya sama dengan kaum Mu’tazilah,
khususnya tentang kemakhlukan AlQur’an, maka Ulama Hadits bertambah
berat fitnah yang harus dihadapinya.

b. Proses pembukuan hadist


Periode kelima adalah masa pemeliharaan, penerbitan, penambahan
dan penghimpunan. Berlangsung selama dua abad, yaitu abad keempat
hingga ketujuh hijriah. Para ulama pada periode ini membuat gerakan yang
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan generasi sebelumnya, pada periode
ini muncul sejumlah karya baru dalam kitab hadis seperti syarah,
mustakhrij, atraf, mustadrik, dan jami’.

8
Pada periode sebelumnya dilakukan pembukuan tanpa adanya
penyaringan. Hal itu yang menyebabkan banyak munculnya hadis-hadis
palsu. Maka pada periode ini para ulama lebih berhati-hati lagi dalam
membukukan haidis yang nanti akan muncul ilmu baru yakni berupaisnad
hadist Ilmu ini dianggap begitu penting agar ada sistem verifikasi di dalam
hadis agar tidak ada lagi kepalsuan-kepalsuan hadis yang tidak bisa
menghentikan propaganda-propaganda politik yang mengatasnamakan
agama melalui hadis.
Pada masa ini adalah masa mentashhihkan hadits dan menyaringnya
yang dimulai pada awal abad ke-3 H hingga akhir. Periode kelima adalah
pemurnian, penyehatan, dan penyempurnaan. Hal ini berhubungan dengan
upaya membedakan antara hadis dan fatwa para sahabat.
Pada abad ke-2 H para ahli hadits tidak memisahkan hadits dari
fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in hingga pada abad ke-3 H hal ini mulai
diperbaiki. Saat pengumpulan hadits mereka mulai memisahkan hadits dari
fatwa-fatwa, tetapi sayangnya mereka masih belum memisahkan hadits
antara hadits shahih dengan hadits hasan dan hadits dhaif.
Asy-Sya’by adalah orang yang mulanya mengumpulkan hadits yang
hanya mengenai suatu tema saja. Selain itu ada juga ulama ynag menyusun
secara musnad, seperti Abdullah Ibn Musa al-Abasy al-Kufy, Musaddad ibn
Musarhad al-Bashry, Asad ibn Musa al-Amawy, Nu’aim ibn Hammad al-
Khuza’y, Ahmad ibn Hanbal, Ishaq ibn Rahawih, Utsman ibn Abi Syaibah.
Pada mulanya ulama menerima hadits dari para perawi, lalu
menuliskan kedalam bukunya, dengan tidak menerapkan syarat-syarat
menerimanya dan tidak memerhatikan shahih tidaknya. Hal ini dijadikan
peluang untuk mengacaubalaukan hadits. Oleh karena itu, lahirlah ilmu
Dirayah. Upaya pentashhihan hadits dan penyaringan hadits, atau upaya
memisahkan hadist dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in juga memisahkan
antara hadits hadits shahih dengan hadits hasan dan hadits dhaif dengan
menggunakan syarat-syarat pentashhihan, baik mengenai perawi riwayat,
tahammul dan ada’, hingga akhinya melahirkan kitab-kitab shahih dan
kitab-kitab sunnan.

9
Untuk mentashhihkan hadits, dibutuhkan pengetahuan yang luas
mengenai Tarikh Rijal al-Hadits atau bisa disebut sejarah perawi hadits,
seperti tanggal lahir dan wafatnya perawi untuk mengetahui apakah ia
bertemu dengan orang yang ia riwayatkan haditsnya atau tidak. Selain itu
juga diperlukan perbandingan antara hadits di satu kota dengan kota yang
lain, ditambah pengetahuan mengenai mazhab yang dianut oleh perawi
tersebut.
c. Cara ulama dalam melestarikan hadist-hadist
Cara Ulama Hadits dalam usaha melestarikan Hadits-hadits Nabi
secara garis besar ada lima macam kegiatan yang penting. Yakni:
a) mengisnadkan hadits,
b) memeriksa kebenaran dari hadits yang diterima,
c) mengkritik perawi dan menerangkan keadaan-keadaan
mereka, tentang kebenarannya ataupun kebohongannya,
d) membuat kaidah umum untuk membedakan derajat-derajat
hadits,
e) menetapkan kriteria hadits-hadits maudhu’.
d. Bentuk kitab hadist pada periode ini
a. Kitab shahih

Yaitu kitab hadist yang disusun oleh penyusupan dengan cara


menghimpun hadist-hadist yang berkualitas shahih, sedang hadist-
hadist yang berkualitas tidak shahih tidak dimasukkan. Bentuk
penyusupan kitab shahih, termasuk bentuk mushanaf. Materi yang
dihimpun,selain masalah hukum juga masalah aqidah,akhlaq,sejarah
clan tafsir. Contoh:

 Al-Jami’us Shahih, susunan Imam Bukhari. Kitab ini lebih


dikenal dengan nama Shahih Bukhari.
 Al-Jami’us Shahih, susunan Imam Muslim. Kemudian lebih
dikenal dengan nama Shahih Muslim.
b. Kitab sunan

10
Yaitu kitab hadist yang oleh penyusupan, selain dimasukkan dalam
kategori hadist-hadist yang berkualitas shahih, juga dimasukkan yang
berkualitas dha’if dengan syarat tidak berkualitas mungkar dan tidak
terlalu lemah, maka untuk hadist yang dha’if biasanya oleh
penyusunnya diterangkan kedha’ifannya. Contoh:
 As-Sunan, susunan Imam Abu Daud.
 As-Sunan, susunan Imam At-Turmudzi.
 As-Sunan, susunan Imam An-Nasa’iy.
 As-Sunan, susunan Imam lbnu Majah.
 As-Sunan, susunan Imam Ad-Darimy.

c. Kitab musnad
Yaitu kitab hadist yang oelh penyusunnya dihimpun seluruh hadist
yang diterimanya, dengan bentuk susunan berdasarkan nama perawi
pertama. Urutan nama perawi pertama, ada yang berdasarkan
menurut tertib kabilah, misalnya dengan mendahulukan Bani
Hasyim, ada yang berdasarkan nama sahabat menurut urutan waktu
dalam memeluk agama islam, ada yang dalam bentuk urutan lain.
Hadist-hadist yang dimuat dalam kitab musnad, Tidak dijelaskan
kualitasnya. Contoh:
 Musnad, susunan Imam Ahmad bin Hambal
 Musnad, susunan Imam Abul Qasim Al-Baghawy
 Musnad, susunan Imam Utsman bin Abi Syaibah

d. Tokoh-tokoh
Tokoh yang lahir pada periode ke-5 adalah Ali ibn al-Madiny,
Abu Hatim Ar-Razy, Muhammad ibn Jarir ath-Thabary,
Muhammad ibn Sa’ad, Ishaq ibn Rahawaih, Ahmad, Al-Bukhary,
Muslim, An-Nasa’y, Abu Daud, At-Tirmidzy, Ibnu Majah, Ibnu
Qutaibah, Ad-Dainury.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada periode keempat dan kelima menjadi suatu era baru dalam ilmu
hadis. Karena pada era ini pembukuan hadis mulai dilakukan dan ilmu-ilmu
hadis mulai bermunculan, para ulama hadis mulai memberikan perhatian.
Pada periode keempat seperti yang kita ketahui pembukuan hadis mulai
dilakukan dengan sangat serius dan penuh hati-hati. Walaupun demikian
tidak ada sortiran terhadap hadis sehingga hal itu menyebabkan pemalsuan
hadis yang dilakukan oleh beberapa segelintir orang untuk kepentingan
politk.
Melihat pemalsuan hadis yang merajalela pada periode keempat,
maka pada periode kelima lebih teliti dan hati-hati tidak semua orang dapat
bisa meriwayatkan hadis dan juga tidak sembarangan. Maka pada periode
ini muncul ilmu-ilmu baru dalam bidang ilmu hadis seperti contohnya
mustalahul hadis dan lain sebagainya. Melihat masa kempat dan kelima bisa
disebut sebagai masa revoluisoner dalam kanjah ilmu hadis karena sesudah
ini ilmu hadis berhenti beberapa dekade yang nanti akan dilanjutkan pada
periode ketujuh.

12
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muhammad Syamsul, Nur Hadiati Janah, and Labib


Muhammad. “Periodisasi Perkembangan Hadis dalam
Khazanah Islam” 1, no. 1 (2022).
Bistara, Raha. “Perkembangan Ilmu Hadis Periode Keempat dan
Kelima.” KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu
Ushuluddin 10, no. 1 (February 19, 2020): 76–86.
https://doi.org/10.36781/kaca.v10i1.3071.
Faizal Luqman, Euis Indah Kesuma Ningsih, and Sonya Liani
Nasution. “Sejarah Penulisan dan Pembukuan Hadis.”
PAPPASANG 5, no. 1 (June 24, 2023): 119–41.
https://doi.org/10.46870/jiat.v5i1.446.
Fathanul Umara, Azzura. “Periode Sejarah Hadis.” ASOSIASI ILMU
HADIS INDONESIA, January 19, 2021.
Udin, Amir, and Muhammad Fitriyadi. “TINJAUAN HISTORIS
ILMU HADIS DAN KODIFIKASINYA” 3, no. 02 (2023).

13

Anda mungkin juga menyukai