Anda di halaman 1dari 25

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA HIDUP BERMASYARAKAT, BERBANGSA

DAN BERNEGARA

DISUSUN Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Pancasila

Dosen Pengampu :

Moh. Nasrul Fuad, M.Pdi.

Disusun Oleh Kelompok 10 :

1) IRMA YUNITA (23403109)


2) ERIN ENDAH RATNASARI (23403113)
3) BAGAS ACHMAD F. (23403114)

MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat, taufiq, hidayah, serta karunia-Nya
kepada kita semua. Shalawat serta salam kami curhakan kepada Nabi Muhammad SAW,
beserta keluarganya, sahabat, tabi'in, serta para ulama dan seluruh umatnya telah membawa
kita dari jaman kegelapan menuju jaman sekarang yang terang benderang yakni agama Islam.
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung kami
dalam pembuatan makalah ini, terutama kami berterima kasih kepada bapak Moh. Nasrul
Fuad,M.Pd. selaku dosen Pancasila.

Dalam makalah ini, kami akan memaparkan sesuatu mengenai “ Pancasila Sebagai
Paadigma Hidup Berbangsa Dan Benegara”. Terlepas dari itu semua, kami selaku penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, karena kami sadar bahwa hasil
kerja kelompok kami ini masih sangat jauh dari kata sempurna dan tulisan kami juga masih
banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun pemaparan bahasa. Akan tetapi, saya
berharap semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.

Kediri, 11 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
A. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya...............................................3
B. Pancasila Sebagai Paradigma Pembagunan Ekonomi..........................................................9
1.1 Sistem Ekonomi Pancasila.....................................................................................................11

2.2 Perbandingan Ekonomi Pancasila dengan Lainnya...............................................................12

C. Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Kampus............................................................13


BAB III...............................................................................................................................................19
PENUTUP..........................................................................................................................................19
A. Kesimpulan............................................................................................................................19
B. Saran.......................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................20

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar Negara bangsa Indonesia hingga sekarang telah


mengalami perjalanan waktu yang tidak sebentar, dalam rentang waktu tersebut banyak
hal atau peristiwa yang terjadi menemani perjalanan Pancasila, sehingga berdirilah
pancasila seperti sekarang ini di depan semua bangsa Indonesia. Mulai peristiwa
pertama saat pancasila dicetuskan sudah menuai banyak konflik di internal para
pencetus nya hingga sekarang pun di era reformasi dan globalisasi Pancasila masih
hangat diperbincangkan oleh banyak kalangan berpendidikan terutama kalangan Politik
dan mahasiswa.

Kebanyakan dari para pihak yang memperbincangkan masalah Pancasila adalah


mengenai awal dicetuskan nya Pancasila tentang sila pertama. Memang dari sejarah
awal perkembangan bangsa Indonesia dapat kita lihat bahwa komponen masyarakatnya
terbentuk dari dua kelompok besar yaitu kelompok agamais dalam hal ini didominasi
oleh kelompok agama Islam dan yang kedua adalah kelompok Nasionalis. Kedua
kelompok tersebut berperan besar dalam pembuatan rancangan dasar Negara kita
tercinta ini. Maka, setelah banyak aspek memperbincangkan pancasila sebagai dasar
Negara.

Sekarang pancasila pun dijadikan bahan perbincangan sebagai prilaku yang


digunakan di dalam kampus. Dimana di dalam kampus tersebut akan terdidik dengan
kepemimpinan pancasilan. Baik dalam prilaku bergaul juga dalam proses belajar
mengajar di dalamnya. Serta molekulmolekul yang menjadi bagiannya. Makalah ini
dibuat sebagai catatan perjalanan Pancasila dari jaman ke jaman, agar kita senantiasa
tidak melupakan sejarah pembentukan Pancasila sebagai dasarNegm4 dan juga dapat
digunakan untuk rnenjadi penengah bagi pihak yang sedang berbeda pendapat tentang
dasar Negara supaya ke depan kita tetap seperti semboyan kita yaitu "Bhinneka
Tunggal Ika". Terutama hal tersebut dalam penerapan nya dalam kehidupan kita.
Termasuk di lingkungan kampus.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa rumusan
makalah dari makalah ini adalah sebagai merikut :

1. Bagaimana pancasila sebagai paradigma pembangunan sosial budaya ?


2. Bagaimana pancasila sebagai paradigma pembangunan ekonomi ?
3. Bagaimana pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya


Hakikat nilai adalah kualitas yang melekat pada suatu objek bukan objek itu
sendiri. Nilai itu ada karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pengemban nilai.
Sedangkan nilai bersifat tetap. Nilai menurut Driyarkara (1980:120) ada lima:
a. Nilai vital berkaitan dengan masalah kejasmanian, misalnya rumah,
pakaian.
b. Nilai estetik atau keindahan, nilai ini melekat pada benda seni. Nilai
estetik ini terdapat pada lukisan-lukisan, relief dan benda seni lainnya.
Manusia akan merasa bahagia ketika mendengar lagu-lagu jenis tertentu
dan dapat memberikan motivasi hidup
c. Nilai kebenaran, nilai ini berkaitan dengan logika. Nilai kebenaran ini
dalam pengertian dan perkembangannya dalam bentuk pengetahuan.
d. Nilai moral atau nilai religius adalah melekat pada perbuatan sebagai sifat.
e. Nilai keagamaan, nilai ini merupakan dasar bagi nilai moral.

Bersikap adil terhadap sesama, kasih sayang, memanusiakan manusia lain


merupakan sikap yang menunjukkan pengakuan adanya Tuhan. Nilai masih perlu
diaktifkan dalam kehidupan nyata. Nilai-nilai itu merupakan kesatuan dalam susunan
hierarkhis. Driyarkara menjelaskan bahwa nilai pada dasarnya dibedakan menjadi dua
macam: nilai medial (sarana) dan nilai final (kesempurnaan). Nilai medial di dalamnya
adalah nilai vital dan nilai estetik tidak dapat dikejar an sich tetapi harus dipandang
dalam struktur keseluruhan dunia manusia, sedangkan nilai moral dan keagamaan

3
termasuk ke dalam nilai final (kesempurnaan) (Driyarkara, 1980:10). 1Nilai dalam
pandangan Notonagoro (dalam Kaelan, 2010:89), yaitu:

a. Nilai material adalah semua hal yang bermanfaat bagi manusia.


b. Nilai vital adalah semua hal yang bermanfaat bagi manusia dalam
menjalankan aktivitas.
c. Nilai – nilai kerohkanian adalah semua hal yang bermanfaat bagi rohani
manusia. Nilai ini meliputi nilai: nilai kebenaran yang bersumber pada akal,
ratio, budi atau ciptaan manusia; nilai estetis yang bersumber pada perasaan
manusia; nilai kabaikan atau moral yang bersumber pada kehendak manuisa;
dan nilai religius yang merupakan nilai yang kerohanian tertinggi yang bersifat
mutlak. Nilai religius berhubungan dengan kepercayaan yang bersumber pada
wahyu yang berasal dari Tuhan.

Nilai masih perlu diaktifkan dalam kehidupan nyata. Nilai-nilai itu merupakan
kesatuan dalam susunan hierarkhis. Driyarkara menjelaskan bahwa nilai pada
dasarnya dibedakan menjadi dua macam: nilai medial (sarana) dan nilai final
(kesempurnaan). Nilai medial di dalamnya adalah nilai vital dan nilai estetik tidak
dapat dikejar an sich tetapi harus dipandang dalam struktur keseluruhan dunia
manusia, sedangkan nilai moral dan keagamaan termasuk ke dalam nilai final
(kesempurnaan) (Driyarkara, 1980:10). Nilai dalam pandangan Notonagoro (dalam
Kaelan, 2010:89), yaitu:

a. Nilai material adalah semua hal yang bermanfaat bagi manusia.


b. Nilai vital adalah semua hal yang bermanfaat bagi manusia dalam menjalankan
aktivitas.
c. Nilai – nilai kerohkanian adalah semua hal yang bermanfaat bagi rohani
manusia. Nilai ini meliputi nilai: nilai kebenaran yang bersumber pada akal,
ratio, budi atau ciptaan manusia; nilai estetis yang bersumber pada perasaan
manusia; nilai kabaikan atau moral yang bersumber pada kehendak manuisa;

1
Bakker, Anton dan Achmad Charris Zubair. 1992. Metodologi Penelitian Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius.

4
dan nilai religius yang merupakan nilai yang kerohanian tertinggi yang bersifat
mutlak.

Nilai religius berhubungan dengan kepercayaan yang bersumber pada wahyu


yang berasal dari Tuhan. Nilai menurut Notonagoro berjenjang tingkat 3: yaitu

1) Nilai dasar merupakan nilai yng sangat fundamental melekat dan bersifat tetap
tidak berubah misalnya azas, cita-cita, dan tujuan.
2) Nilai instrumental merupakan nilai yang terkait erat dengan operasioanalisasi
yang bersifat dinamis dan mesti disesuaikan dengan perkembangan zaman
misalanya arahan, strategi, kebijakan.
3) Nilai praktis merupakan nilai yang terkait erat dengan realisasi pelaksanaan
dalam kehidupan nyata. Misalnya toleransi dan tolong menolong. Dapat
disarikan bahwa nilai bukan hanya merupakan sesuatu yang material saja namun
juga merupakan sesuatu yang sifatnya nonmaterial. Nilai yang sifatnya material
lebih mudah diukur dengan alat indra maupun alat pengukur lainnya, tetapi
untuk menilai sesuatu yang sifatnya non material atau rohani dengan hati nurani
dibantu alat indra manusia yaitu cipta, karsa, rasa, dan keyakinan manusia.
Notonagoro berpandangan nilai-nilai Pancasila tergolong nilai kerohanian yang
di dalamnya terkandung pula nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis yaitu
nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau
moral, maupun nilai kesucian yang secara keseluruhan yang memiliki sifat
sistematik-hierarkhis. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi landasan
atau basis menuju sila ke lima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
(Kaelan, 2010:90). Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan cita-
cita, harapan, dan dambaan yang ingin diwujudkan bangsa Indonesia dalam
Endogami: Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi Vol. 5 No. 2: Juni 2022 79
kehidupannya. Aktualisasi nilai-nilai tersebut terjelma dalam bentuk norma-
norma. Dapat disarikan nilai-nilai bersifat tetap dan tidak berubah, yang dapat
berubah adalah norma. Nilai-nilai Pancasila masih bersifat abstrak, oleh karena
itu masih harus dikonkretkan dalam bentuk aturan-aturan hukum. Oleh karena
itu sebagai konsekuensi logisnya norma hukum maupun norma moral harus
berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila.

5
Kebudayaan yang mempunyai kata dasar budaya merupakan bentuk jamak dari
budi dan daya. Budi berarti akal, tabiat, kebaikan, daya upaya, serta kecerdikan,
sedangkan daya berarti kekuatan, daya pangaribawa. Oleh karena itu kebudayaan
mengandung makna kesadaran batin menuju arah kebaikan. Kebudayaan merupakan
buah budi manusia (Dewantara, 1967:85).2 Kebudayaan terbentuk karena manusia
secara terus-menerus berupaya mengatasi segala pengaruh alam dan jaman.
Kebudayaan ini memiliki sifat luhur sehingga membawa kemajuan bagi umat manusia.
Kebudayaan menurut Edward B. Tylor (dalam Djuretno, tanpa tahun:7) keseluruhan
yang kompleks mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat dan seluruh kemampuan dan kebiasan yang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Cyde Kluckhohn memaknai kebudayaan sebagai keseluruhan cara hidup
suatu rakyat sebagai warisan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya.
Sedangkan Malinowski (1884- 1942) kebudayaan memiliki dasar biologis sejauh
kebudayaan merupakan pengorganisasian kebutuhan manusia yang asasi, namun
kebudayaan sekaligus merupakan proses yang mentransformasikan sifat dan tingkat
kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan menurutnya adalah sistem kondisi-kondisi
dalam organisma manusia dalam perangkat kebudayaan dalam hubungan keduanya
dengan lam sekitar yang cukup dan diperlukan bagi kelangsungan hidup golongan dan
organisasi itu. Kebudayaan menurut Franz Boas meliputi semua manifestasi kebiasaan
sosial dari masyarakat, reaksi-reaksi seorang individu yang muncul karena pengaruh
kebiasaan masyarakat lingkungannya dan merupakan manusiawi ditentukan oleh
kebiasaan-kebiasaan tersebut (Djuretno, tanpa tahun: 7). Ignas Kleden membahas
kebudayaan menurut kelompok pemakainya adalah eksekutif atau pemerintah dan
politisi, ilmuwan sosial, dan budayawan atau seniman. Kelompok pertama
berpandangan warisan budaya sebagai isu sentral, kedua lebih suka pada kehidupan
budaya dan perubahan, ketiga asyik dalam pokok daya cipta kebudayaan. Ketiga
kelompok tersebut ada kemiripan pandangan bahwa kebudayaan dipandang sebagai
sesuatu yang khas manusia baik karena ia manusiawi maupun karena ia memanusiakan
oleh karenanya selalu dihubungkan dengan keindahan, kebaikan atau keluhuran.

2
Dewantara, Ki Hajar. 1967. Ki Hadjar Dewantara Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Taman
Siswa. Driyarkara, 1980.

6
Koentjaraningrat (1986) dalam bukunya yang berjudul Kebudayaan Mentalitet dan
Pembangunan, kebudayaan memiliki tiga wujud:

a. Wujud kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-


norma, peraturan dan sebagainya.
b. Wujud kebudayaan merupakan suatu kompleks aktivitas berpola dari
manusia dalam masyarakat.
c. Wujud kebudayaan sebagai hasil nyata dari manusia.

Kebudayaan itu sendiri selalu mengalami perkembangan seiring dengan adanya


kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan kebudayaan secara terus-
menerus berubah-ubah wujudnya sesuai perkembangan jaman. Pembauran kebudayaan
adalah suatu keniscayaan sejajar yang memberikan arah dan pola pertumbuhan
kebudayaan ke arah yang dicita-citakan manusia.

Era globalisasi yang berkembang sangat cepat maka kebudayaan pun senantiasa
berkembang sehingga mengalami proses pembauran kebudayaan merupakan
keniscayan untuk ditolak. Sehingga dalam prosesnya muncul persoalan-persoalan yang
memerlukan dasar pijakan untuk memecahkannya. Pancasila sebagai sumber nilai
menjadi paradigma bagi pengembangan kebudayaan di Indonesia di era global.
Pancasila sebagai paradigma kebudayaan berarti Pancasila sebagai sumber normatif
bagi peningkatan humanisasi dalam bidang kebudayaan.

Pembauran kebudayaan merupakan suatu proses sosial yang panjang melalui dua
tahap khusus yaitu discovery dan invention (Koentjaraningrat, 1986:256). Discovery
artinya penemuan unsur-unsur kebudayaan baru baik yang berupa alat baru maupun ide
baru yang diciptakan oleh individu atau kumpulan beberapa individu dalam
masyarakat. Discovery dapat menjadi invention bila masyarakat sudah mengakui,
menerima, dan menetapkan penemuan tersebut. Persoalannya adalah apakah penemua-
penemuan baru tersebut sesuai dengan nilainilai budaya asli bangsa Indonesia yang
terangkum dalam Pancasila? Sebenarnya tidak memunculkan persoalan sejauh
pembauran kebudayaan tidak membahayakan kebudayaan lama tetapi merupakan
kelanjutan atau penyempurnaan kebudayaan lama (Kleden, 1987:186). Dewantara
(1967:97) menegaskan akulturasi budaya seharusnya dilakukan sejauh memajukan
hidup perikemanusiaan dan mempertinggi derajat dan harkat manusia. Kebudayaan
menurut Ki Hadjar Dewantara (1967:229) berkembang berdasar asas trikon yaitu asas

7
konsentrisitas, asas kontinyuitas, dan asas konvergensi dengan penjelasan sebagai
berikut:

a. Konsentrisitas, artinya adanya persatuan kebudayaan tidak menghilangkan


sifatnya masing-masing berdasarkan pada bentuk aslinya. Konsentrisitas
berarti alam manusia bertingkat. Persatuan kebudayaan yang kuat dan
sempurna mengandung pengertian unsur-unsurnya dalam hubungannya
yang patut, runtut, dan harmonis.
b. Asas kontinuitas adalah menunjukan perkembangan kebudayaan dari
waktu ke waktu. Hari ini adalah kelanjutan hari lampau dan akan berlanjut
pada hari esok. Perkembangan kebudayaan dari waktu ke waktu selalu
menunjuk pada adanya keterkaitan dengan sesuatu yang telah silam
(kontinyu). Oleh karena itu dinamika kebudayaan harus kontinyu dengan
sifat aslinya. Artinya nilai instrumental dari kebudayaan yang berkembang,
sedang nilai dasarnya tetap dan tidak mengalami perubahan.
c. Asas konvergensi artinya kebudayaan-kebudayaan yang ada secara
bersama-sama bergerak menuju kepada satu kebudayaan umat manusia
dalam persatuan yang universal atau konvergen. Interaksi kebudayaan satu
dengan kebudayaan lain merupakan keniscayaan, oleh karena itu proses
pembauran justru akan memperkaya kebudayaan dengan nilai-nilai
Pancasila sebagai paradigmanya.

Di era global di mana pengaruh dari negara lain masuk ke Indonesia dengan sangat
mudah harus disikapi dengan cara yang bijak. Kebudayaan merupakan gejala
kemanusiaan dan gejala kemasyarakatan yang merupakan suatu sistem yang substansif.
Oleh karena itu kebudayaan seharusnya dikembangkan berdasarkan pada kepribadian
bangsa Indonesia, yaitu kepribadian Pancasila yang telah terlekat pada bangsa
Indonesia (Notonagoro, 1983:168). Pancasila sebagai ideologi terbuka maka boleh saja
mengadopsi budaya dari negara lain sejauh sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa
yang tercermin dalam nilai-nilai Pancasila. 3Pancasila berfungsi sebagai filter, eklektik
inkorporatif terhadap pengaruhpengaruh yang masuk ke Indonesia. Sebagai ideologi
terbuka, Pancasila dilihat dari isinya mengandung tiga dimensi yaitu dimensi idealis,
3
Driyarkara Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Muhni, Djuretno Adi Imam. tanpa
tahun. Filsafat Kebudayaan. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM

8
normatif dan realistik (Kaelan, 2018: 68) dengan pemaparan lebih lanjut sebagai
berikut:

a. Dimensi idealis yang terkandung dalam nilai-nilai dasar dalam sila-sila


Pancasila bersumber pada filsafat Pancasila. Nilai dasar tersebut pada nilai
filsafat ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
Ideologi Pancasila merupakan sumber motivasi yang tinggi karean
mengandung harapan dan cita-cita.
b. Dimensi normatif, bahwa nilai-nilai dasar dalam sila-sila Pancasila perlu
dijabarkan dalam norma-norma sebagai pedoman penyelenggaraan negara.
c. Dimensi realistik, ideologi terbuka harus mampu mencerminkan realitas
yang dinamis.

Pengembangan kebudayaan yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila


menjadikan kebudayaan berkembang sejalan dengan perkembangan jaman.
Kebudayaan harus dikembangkan sesuai dengan hakikat manusia karena manusia
sebagai pendukung Pancasila dan subjek kebudayaan. Pengembangan kebudayaan
yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila sebagai paradigma akan membentuk suatu
masyarakat yang berorientasi pada tujuan mengangkat harkat dan martabat manusia.
Mempertahankan eksistensi kebudayaan yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila
sangat penting bagi kehidupan manusia baik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara di era global ini. Kebudayaan yang diinginkan adalah satu
sisi mengandung unsur modern tetapi sisi lain tetap memiliki ciri kepribadian
nasional, tercermin dalam nilai-nilai Pancasila. Kebudayaan modern yang
mencerminkan nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Perkembangan dan kemajuan kebudayaan akan bermakna bila berpijak pada nilai-
nilai yang dilestarikan oleh bangsa Indonesia yaitu nilainilai ideal yang terkandung
dalam Pancasila.4

B. Pancasila Sebagai Paradigma Pembagunan Ekonomi


4
Sutrisno, Slamet. 1983. Sedikit Tentang Strategi Kebudayaan Indonesia dalam Tugas Filsafat Dalam
Perkembangan Kebudayaan. Kumpulan Karangan. Yogyakarta: Liberty.

9
Pembangunan ekonomi nasional seyogianya adalah pembangunan sistem
ekonomi yang paling cocok bagi bangsa Indonesia. Sistem ekonomi nasional yang
tangguh untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur seharusnya Pancasila
sebagai landasan filosofisnya. Demi persatuan bangsa tidak saja menjadi suatu
pemikiran atau pertimbangan akan tetapi sudah seharusnya Pancasila dijadikan
Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama, bila tidak demikian keadaannya
agama tidak lagi berfungasi sebagai sumber kedamaian dan keamanan tetapi sebagai
sumber sengketa dan kekacauan bahkan peperangan.

Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka


sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila.
Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan
(sila Pancasila) dan kemanusiaan (sila II Pancasila). Hal ini untuk menghindari
adanya persaingan bebas. Ekonomi yang humanistik mendasarkan pada tujuan demi
menyejahterakan rakyat luas. Sistem ekonomi tidak hanya mengejar pertumbuhan,
tetapi demi kesejahteraan seluruh bangsa. Tujuan ekonomi adalah memenuhi
kebutuhan manusia agar manusia menjadi lebih sejahtera. Oleh karena itu, kita harus
menghindarkan diri dari persaingan bebas dan monopoli yang berakibat pada
penderitaan manusia dan penindasan atas manusia satu dengan lainnya. Negara kita
melangsungkan ekonomi berasas kekeluargaan.

Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila


Keempat Pancasila. Sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada
pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian menunjuk pada
pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau
pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.

Mubyarko telah mengembangkan ekonomi kerakyatan yaitu ekonomi yang


humanistis yang mendasarkan kesejahteraan rakyat secara luas. Pengembangan
ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan demi
kesejahteraan atas kekeluargaan seluruh bangsa. Pengembangan ekonomi
mendasarkan pada kenyataan bahwa tujuan ekonomi Itu adalah untuk memenuhi
kebutuhan manusia agar manusia menjadi lebih sejahtera. Oleh karena itu harus
didasarkan pada kemanusiaan yaitu demi mensejahterakan manusia, ekonomi untuk
kesejahteraan menusia sehingga kita harus kenghindarkan diri dari pengembangan

10
ekonomi yang hanya mendasarkan pada persaingan bebas, monopoli dan lainya yang
menimbulkan perderitaan pada manusia.

Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesar-


besar kemakmuran/kesejahteraan rakyat yang harus mampu mewujudkan
perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak
lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi
besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan,
dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha keci,
dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab
itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi.

Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program


konkret pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih
mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah. Dengan
demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam
berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam
Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperan
memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau
meningkatkan kepastian hukum.

Selain itu, sistem hubungan kelembagaan demokratis harus kita perbaiki


supaya tidak ada peluang bagi tumbuh kembangnya kolusi antara penguasa politik
dengan pengusaha, bahkan antara birokrat dengan pengusaha. Bangsa sebagai unsur
pokok serta subjek dalam negara yang merupakan penjelmaan sifat kodrat manusia
Individu makhluk sosial adalah sebagai satu keluarga bangsa. Oleh karena itu
perubahan dan pengembangan ekonomi harus diletakkan pada peningkatan harkat
martabat serta kesejahteraan seluruh bangsa sebagai satu keluarga.

Implementasi Pancasila dalam perumusan kebijakan bidang ekonomi oleh


Mubyarto dalam Oesman dan Alfian (Direktorat Jenderal Pembelajaran dan
Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia, 2016) telah memaparkan lima prinsip pembangunan ekonomi yang
senantiasa mengacu pada nila-inilai Pancasila. Adapun kelima prinsip pembangunan
ekonomi nasional yang mengacu kepada nilainilai Pancasila, sebagai berikut :

11
a. Ketuhanan, di mana “roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh
rangsangan ekonomi, sosial,dan moral”.

b. Kemanusiaan, yaitu : “kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat warga


masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi dan
berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial”.

c. Kepentingan Nasional (Nasionalisme Ekonomi), di mana “nasionalisme


ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya

perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri”.

d. Kepentingan Rakyat Banyak (Demokrasi ekonomi) : ”demokrasi ekonomi


berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usahausaha kooperatif menjiwai
perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat”.

e. Keadilan Sosial, yaitu : “keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil


antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas,
bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”.

Dari kelima nilai-nilai Pancasila di atas, sangat perlu diterapkan dalam


pengembangan dan pembangunan ekonomi di Indonesia. Karena Pancasila merupakan
pandangan hidup bangsa Indonesia, falsafah bangsa yang perlu dijaga dan
dipertahankan, sehingga etika dalam membangun ekonomi tidak melepaskan ruh dari
nilai-nilai bangsa Indonesia.

1.1 Sistem Ekonomi Pancasila


Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) merupakan sistem ekonomi yang digali dan
dibangun dari nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat indonesia. Beberapa prinsip
dasar yang ada dalam SEP tersebut antara lain berkaitan dengan prinsip kemanusiaan,
nasionalisme ekonomi, demokrasi ekonomi yang diwujudkan dalam ekonomi
kerakyatan, dan keadilan.

Sebagaimana teori ekonomi Neoklasik yang dibangun atas dasar faham liberal
dengan mengedepankan nilai individualisme dan kebebasan pasar (Mubyarto, 2002:
68), SEP juga dibangun atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia,
yang bisa berasal dari nlai-nilai agama, kebudayaan, adat-istiadat, atau norma-norma,

12
yang membentuk perilaku ekonomi masyarakat Indonesia. Suatu perumusan lain
mengatakan bahwa: " Dalam Demokrasi Ekonomi yang berdasarkan Pancasila harus
dihindarkan hal-hal sebagai berikut:

Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia


dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan
mempertahankan kelemahan structural ekonomi nasional dan posisi Indonesia dalam
perekonomian dunia. Sistem etatisme dalam arti bahwa negara berserta aparatus
ekonomi negara bersifat dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi
unit-unit ekonomi diluar sektor negara. Persaingan tidak sehat serta pemusatan
kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan
monopsoni yang merugikan masyarakat dan cita-cita keadilan sosial." (GBHN 1993).

Seorang pakar senior mengatakan bahwa terdapat 5 ciri pokok dari sistem
ekonomi Pancasila menurut (Mubyarto, 1981) yaitu:

1. pengembangan koperasi menggunakan insentif sosial dan moral;

2. komitmen pada upaya pemerataan;

3. kebijakan ekonomi nasionalis;

4. keseimbangan antara perencanaan terpusat

5. pelaksanan secara terdesentralisasi

2.2 Perbandingan Ekonomi Pancasila dengan Lainnya


Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi
liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia
lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem
sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.

Kapitalisme atau Kapital adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik
modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi
prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna
keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran
untung kepentingan-kepentingan pribadi.

13
Ekonomi Sosial adalah sumber daya ekonomi atau faktor produksi diklaim
sebagai milik Negara, Sistem ekonomi yang seluruh kegiatan ekonominya
direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh pemerintah secara terpusat Sistem ini
lebih menekankan pada kebersamaan masyarakat dalam menjalankan dan memajukan
perkonomian, Imbalan yang diterimakan pada orang perorangan didasarkan pada
kebutuhannya, bukan berdasarkan jasa yang dicurahkan.

Ekonomi Liberal lalah sebuah sistem dimana adanya kebebasam baik untuk
produsen maupun konsumen untuk berusaha yang didalamnya tidak ada campur
tangan pemerintah untuk mempengaruhi mekanisme pasar, jadi semua mekanisme
pengatusran harga diserahkan ke pasar (tergantung mekanisme supply dan demand).

C. Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Kampus

Pancasila adalah filosofi dasar Indonesia, yang terdiri dari lima prinsip:
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia[2]. Sebagai paradigma
kehidupan kampus, Pancasila memberikan kerangka kerja bagi mahasiswa dan
fakultas untuk menavigasi peran dan tanggung jawab mereka di dalam kampus.
Paradigma adalah cara pandang atau pola pikir yang menjadi acuan dalam berpikir
dan bertindak. Jadi, Pancasila sebagai paradigma berarti Pancasila menjadi acuan
dalam berpikir dan bertindak, termasuk dalam kehidupan kampus. 5
Kehidupan kampus seharusnya mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Misalnya,
dalam interaksi antar mahasiswa, harus ada rasa persatuan dan kesatuan, menghargai
perbedaan, dan saling menghormati. Dalam kegiatan akademik, harus ada semangat
mencari kebenaran dan keadilan, serta menjunjung tinggi nilai moral dan etika.
Selain itu, Pancasila juga harus menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan
di kampus. Misalnya, dalam proses pembuatan kebijakan, harus melibatkan semua
elemen kampus dan mengedepankan musyawarah untuk mufakat. Kebijakan yang
diambil juga harus adil dan berpihak pada kepentingan seluruh civitas akademika.
Dalam konteks kampus, Pancasila juga bisa menjadi dasar dalam
pembentukan karakter mahasiswa. Misalnya, melalui kegiatan kemahasiswaan,
5
Budiyono, Kabul. 2012. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi.

14
mahasiswa diajarkan untuk memiliki sikap toleran, demokratis, berkeadilan, dan
memiliki rasa cinta tanah air.6 Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu
dipertimbangkan ketika membahas Pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus:

1. Pancasila sebagai prinsip panduan: Pancasila berfungsi sebagai panduan


mendasar bagi individu dalam bertindak dan mengambil keputusan, baik di
dalam maupun di luar komunitas kampus. Pancasila merupakan seperangkat
nilai yang harus diinternalisasi dan dipraktikkan oleh semua anggota
universitas.
2. Pancasila dalam konteks pendidikan: Fungsi universitas tidak hanya
memberikan pendidikan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada
mahasiswanya. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, seperti
memperdalam pemahaman mahasiswa tentang agama (sila pertama Pancasila)
dan mempromosikan keadilan sosial (sila kelima Pancasila
3. Pancasila dan peran mahasiswa: Mahasiswa memainkan peran penting dalam
menegakkan Pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus. Mereka
bertanggung jawab untuk mengatur, mengendalikan, dan mematuhi semua
aturan dan peraturan universitas. Hal ini termasuk berpartisipasi aktif dalam
diskusi dan proses pengambilan keputusan, seperti yang dipandu oleh sila
ketiga Pancasila, yang menekankan demokrasi dan kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
4. Pancasila dan peran fakultas: Anggota fakultas bertanggung jawab untuk
membimbing mahasiswa dalam pengembangan akademik dan pribadi mereka,
sekaligus menjunjung tinggi prinsip-prinsip Pancasila. Mereka harus
mempromosikan masyarakat yang adil dan beradab (sila kedua Pancasila)
melalui kegiatan pengajaran, penelitian, dan keterlibatan masyarakat.
5. Tantangan dalam mengimplementasikan Pancasila sebagai paradigma
kehidupan kampus: Meskipun Pancasila memberikan landasan yang kuat bagi
kehidupan universitas, ada beberapa tantangan dalam implementasinya.
Sebagai contoh, isu-isu seperti kebebasan akademik dan otonomi universitas
terkadang dapat menimbulkan ketegangan antara prinsip-prinsip Pancasila dan
realitas kehidupan kampus.

6
andung: Alfabeta. Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

15
Untuk mencapai tujuan dari sebuah tatanan kehidupan bermasyarakat terutama
masyarakat kampus maka mahasiswa perlu merefleksikan nilai-nilai Pancasila
tersebut dalam kesehariannya. Sebagai mahasiswa dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta rasa intelektual yang besar kita dapat memanfaatkan kemampuan yang
kita punya serta dukungan fasilitas kampus untuk mencapai tujuan bersama.
Pembangunan merupakan realisasi praktis dalam kampus untuk mencapai tujuan
seluruh mahasiswa harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subyek
pelaksanan sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu, hakikat manusia
merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan kampus itu sendiri.

Berikut ini bentuk implementasi Pancasila dalam kehidupan kampus terutama


di lingkungan Univesitas Syekh Wasil:

1. Ketuhanan yang Maha Esa

Sila pertama memiliki pengertian bahwa warga negara harus mengakui


Tuhan yang Maha Esa sebagai zat yang Utama di atas kehidupan yang ada.
Bentuk pengakuan dapat berupa meyakini dalam hati, perkataan, dan perilaku.
Oleh karena itu, Pancasila menuntut warga negara Indonesia untuk taat dalam
beragama. Terlebih lagi kehidupan beragama di Indonesia sangatlah kompleks
terdapat beberapa keyakinan yang dianut oleh warga negara Indonesia dari
mulai Islam, Budha, Kristen, Katolik, Protestan, Hindu, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, jika sebagai mahasiswa tidak dapat merefleksikan sila
pertama ini bias jadi kehidupan kampus akan sangat kacau dan nilai toleransi
antar umat beragama akan rusak dan dapat menyebabkan kekacauan dalam
proses pembangunan. Contoh lain adalah dalam pengembangan teknologi,
saya sebagai mahasiswa yang menekuni bidang teknologi jaringan juga harus
merefleksikan sila pertama ini dalam mengembangkan system jaringan atau
aplikasi. Kenapa demikian? Tentunya kembali lagi pada nilai di atas, dalam
membuat suatu system jaringan saya harus membuat suatu system tersebut
sesuai dengan nilai-nilai yang saya yakini dalam agama saya supaya
kedepannya nanti system jaringan atau aplikasi yang saya buat tidak
bertentangan dengan nilai atau aturan di agama saya dan aplikasi yang saya
buat tidak membeda-bedakan kepentingan agama.

16
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

Sila kedua memiliki pengertian bahwasannya setiap warga negara


Indonesia harus menjunjung tinggi dan memberlakukan setiap manusia atau
orang lain dengan derajat yang sama tidak adanya kasta atau kelas social,
memiliki hak-hak yang sama sebagai manusia, dan martabat yang mulia.
Kehidupan bernegara di Indonesia sangat penuh dengan kemajemukan atau
keberagaman baik itu suku, ras, budaya, dan tentunya agama. Hal tersebut
menjadikan sila ini menjadi penting adanya dalam kehidupan bernegara. Sila
ini harus kita implementasikan dalam kehidupan kampus terutama di
kampus dimana kampus ini memiliki mahasiswa yang terdiri dari berbagai
suku, ras, budaya, dan agama dari seluruh penjuru Indonesia. Kehidupan
kampus yang beragam membutuhkan nilai toleransi antar mahasiswa yang
cukup tinggi. Kita sebagai mahasiswa harus bias menghormati perbedaan-
perbedaan yang ada di antara mahasiswa-mahasiswa yang lain. Rasa
menghormati antar mahasiswa dapat menimbulkan keharmonisan dalam
kehidupan kampus dan menjaga keberlangsungan pembangunan dalam
kehidupan kampus. Sebagai mahasiswa teknologi jaringan, saya harus
merefleksikan nilai ini dalam hal membuat system jaringan supaya system
atau aplikasi yang saya buat tidak bersifat diskriminatif dan berbau rasisme.
Jadi system yang saya buat dapat diterima di semua kalangan mahasiswa
maupun masyarakat di Indonesia.

3. Persatuan Indonesia

Sila ketiga yang memiliki pengertia yaitu satu, bulat tidak terpecah-
pecah. Sila ini ditujukan untuk menciptakan rasa mencintai tanah air, bangsa,
dan negara. Jika persatuan Indonesia dikaitkan dengan pengertian modern
sekarang ini, maka disebut juga dengan nasionalisme. Nasionalisme
merupakan perasaan mencintai suatu bangsa, satu dengan seluruh warga yang
ada dalam masyarakat. Dengan begitu diharapkan warga negara juga turut
memperjuangkan kepentingan negara dan memiliki rasa solidaritas yang
tinggi terhadap sesama warga negara Indonesia. Bila dikaitkan dalam
kehidupan kempus adalah sebagai contoh organisasi kemahasiswaan, mereka

17
membentuk suatu organisasi atau perkumpulan mahasiswa dari berbagai
macam latar belakang disiplin ilmu. Hal tersebut merupakan salah satu bukti
bahwa adanya sikap dan upaya untuk menjalin rasa kebersamaan diantara
para mahasiswa sebagai bagian dari pembangunan dan pemuda Indonesia.
Selanjutnya sebagai mahasiswa teknologi jaringan saya juga harus menyadari
bahwa penting rasa persatuan harus saya tanamkan dalam diri saya supaya
ketika saya nanti membuat system jaringan atau aplikasi dapat menyatukan
kehidupan berbangsa bukan malah memecah pelah persatuan bangsa.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan

Sila ini memiliki pengertian yaitu musyawarah dan kehidupan


berpolitik. Musyawarah merupakan upaya dalam menghasilkan keputusan-
keputusan yang diambil secara bulat dan dapat diterima semua kelangan
sehingga keputusan dapat bermanfaat bagi kepentingan orang banyak.
Kehidupan politik di lingkungan kampus sangat penting adanya terkait
keputusan-keputusan yang akan diambil sangat berpengaruh terhadap
keberlangsungan pembangunan dalam kehidupan kampus terlebih kita
sebagai mahasiswa merupakan bagian dari pembangungan itu sendiri.
Sebagai contoh kehidupan politik di kampus adalah adanya kebiasaan untuk
melakukan musyawarah dan diskusi atau biasa disebut hearing terkait tentang
isu-isu yang ada. Kebiasaan seperti ini sangat dibutuhkan untuk menyatukan
pendapat ataupun suara dan masukan dari berbagai sumber supaya nantinya
keputusan yang akan diambil dapat memperlancar proses pembangunan
kampus terlebih pembangunan nasional.

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sial ini mengandung makna yaitu adil atau dapat saya katakan sesuai
porsi masing-masing. Sebagai warga negara kita harus menjunjung tinggi
nilai keadilan. Karena demi kepentingan bersama dan banyak orang rasa

18
keadilan perlu kita hadirkan dalam proses pembangunan supaya nantinya
tidak ada ketimpangan social yang terjadi dalam pembangunan. Dalam
kehidupan kampus nilai ini sangat kita perlukan supaya proses pembelajaran
dan pengembangan ilmu tidak terjadi ketimpangan antara disiplin ilmu satu
dengan yang lain. Dengan begitu akan tercipta keharmonisan dalam proses
pengembangan ilmu.

Penjabaran nilai-nilai sila Pancasila di kehidupan kampus diatas merupakan


salah satu contoh apa yang dapat kita lakukan untuk mengimplementasikan Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila antara sila satu dengan yang saling berkaitan dan memiliki
prioritas bedasarkan urutan silanya. Mungkin kita masih belum tersadarkan betapa
pentingnya kita harus mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. Mungkin kita juga
berpikir “ah, gak penting” justru malah sebaliknya Pancasila itu penting dalam
kehidupan kampus, tanpa adanya nilai-nilai Pancasila dalam diri kita keharmonisan
tidak akan tercipta terlebih tujuan kita bersama bisa jadi tidak akan tercapai.

Pancasila merupakan senjata bagi kita sebagai mahasiswa dalam menghadapi


arus globalisasi yang kian kesini kian mengancam eksistensi kepribadian bangsa. Kini
kita mau tak mau, suka tak suka harus terlibat dalam arus globalisasi dunia. Dan jika
kita kehilangan pegangan atau pun jati diri di tengah pergaulan dunia, mungkin dari
sisi positifnya kita akan mendatangkan kemajuan sebagai dampak globalisasi akan
tetapi kita bisa saja menjadi asing terhadap diri kita sendiri. Mungkin kita bertanya-
tanya apakah Pancasila masih mampu menjawab tantangan-tantangan dalam era
globalisasi? Menurut saya “ya, Pancasila masih mampu asalkan kita mau meyakini
dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila tersebut dalam kehidupan kita. ”. lalu
apakah kita bisa dan mau? jawabannya adalah “kita harus bisa”.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pancasila bukan hanya sebagai simbol negara, tetapi merupakan suatu
pedoman kehidupan yang sangat relevan untuk negara Indonesia. Paradigma
pancasila mencakup sampai ke semua lini kehidupan, mencakup bidang
politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, hubungan antar umat beragama,

19
sampai dengan kehidupan di dalam kampus. Pancasila juga sebagai pedoman
dalam mereformasi kehidupan berbangsa, dimana suatu perubahan yang
mengarah kearah yang lebih baik harus memiliki suatu acuan yang baik dan
kuat serta sesuai dengan kebudayaan di Indonesia, maka Pancasila sangat
cocok untuk diterapkan di Indonesia. Pancasila juga sangat berperan penting
dalam membangun moral terutama di lingkungan kampus, ini agar nantinya
akan menumbuh kembangkan generasi-generasi baru yang memiliki moral dan
budi pekerti yang luhur.
B. Saran
Kita sebagai mahasiswa hendaklah mengamalkan pancasila sebagai bagian
dari kehidupan bermasyarakat, karena di dalam pancasila mengandung butir-butir
keluhuran bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Bakker, Anton dan Achmad Charris Zubair. 1992. Metodologi Penelitian Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius.

Dewantara, Ki Hajar. 1967. Ki Hadjar Dewantara Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Taman


Siswa. Driyarkara, 1980.

Driyarkara Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Muhni, Djuretno Adi Imam. tanpa
tahun. Filsafat Kebudayaan. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM.

Sutrisno, Slamet. 1983. Sedikit Tentang Strategi Kebudayaan Indonesia dalam Tugas
Filsafat Dalam Perkembangan Kebudayaan. Kumpulan Karangan. Yogyakarta: Liberty.

20
Budiyono, Kabul. 2012. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Bandung

Alfabeta. Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Kampus - Riki Yudha's Blog


https://rikiyudha.web.ugm.ac.id/2016/04/21/implementasi-pancasila-dalam-
kehidupan-kampus/

Ismail, dkk. 2014. Sistem Ekonomi Indonesia Tafsiran Pancasila dan UUD 1945, Erlangga,
Jakarta.

Kaelan; 1993. Proses Perumusan Pancasila dan UUD 1945. Liberty, Yogyakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai