Anda di halaman 1dari 16

SEJARAH PEMBUKUAN HADIS

&
METODE PEMBUKUAN HADITS
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
ULUMUL HADIS
Dosen Pengampu: Muhammad Feri Fernadi, M.Pd

DISUSUN OLEH

Kelompok 2:

Lia Andina
Nia Chancia
Mulia Bunga Utami
Leo Saputra
M Amin Nur Fauzi

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM AN NUR LAMPUNG

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam karena atas izin dan
kehendakNyalah makalah sederhana ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ulumul Hadis. Adapun yang dibahas dalam makalah sederhana ini mengenai sejarah
Pembukuan hadis dan metode Pembukuan Hadits.

Dalam penulisan makalah ini banyak ditemukan berbagai hambatan yang dikarenakan
terbatasnya ilmu pengetahuan mengenai hal yang berkenan dengan penulisan makalah ini.
Oleh karena itu sudah sepatutnya berterima kasih kepada dosen pembimbing, yakni Bapak
Muhammad Feri Fernadi, M.Pd yang telah memberikan limpahan ilmu yang berguna.

Makalah ini dibuat semaksimal mungkin, tapi dengan kemampuan yang terbatas
mungkin makalah ini masih banyak kekurangan disana-sini. Oleh karena itu saran dan kritik
anda dapat membangun agar lebih maju di masa yang akan datang.

Harapannya makalah ini dapat menjadi track record dan referensi untuk masa depan.
Dan semoga makalah ini dapat berguna bagi orang lain yang membacanya.

Lampung, 06 Mei 2023

Penyusun

II
DAFTAR ISI
COVER ..........................................................................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................
A. LATAR BELAKANG .......................................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH ....................................................................................................
C. TUJUAN MASALAH........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................................
A. PENGERTIAN PEMBUKUAN HADIS ...............................................................
B. SEJARAH HADIS PRAKODIFIKASI .................................................................
C. METODE PEMBUKUAN HADITS .....................................................................
1. Metode Masanid ..........................................................................................................
2. Al Ma’ajim ...................................................................................................................
3. Pengumpulan Hdits Berdasarkan Semua Bab
Pembahasan Agama .....................................................................................................
4. Penulisan Hadits Berdasarkan
Pembahasan Fikih ........................................................................................................
BAB III PENUTUP .......................................................................................................................
A. KESIMPULAN..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keberadaan hadits sebagai salah satu sumber hukum dalam Islam memiliki sejarah
perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari masa pra-kodifikasi, zaman
Nabi, Sahabat, dan Tabi’in hingga setelah pembukuan pada abad ke-2 H. Perkembangan
hadits pada masa awal lebih banyak menggunakan lisan, dikarenakan larangan Nabi
untuk menulis hadis. Larangan tersebut berdasarkan kekhawatiran Nabi akan
tercampurnya nash al-Qur'an dengan hadits. Selain itu, juga disebabkan fokus Nabi pada
para sahabat yang bisa menulis untuk menulis al-Qur'an. Periodisasi penulisan dan
pembukuan hadis secara resmi dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd
al-Aziz (abad 2 H). Terlepas dari naik-turunnya perkembangan hadis, tak dapat dinafikan
bahwa sejarah perkembangan hadis memberikan pengaruh yang besar dalam sejarah
peradaban Islam.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian pembukuan hadis?

2. Bagaimana sejarah Pembukuan hadis ?

3. Apa saja Metode Pembukuan Hadits

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui maksud pembukuan hadis

2. Mengetahui sejarah Pembukuan Hadits

3. Mengetahui Metode Pembukuan Hadits

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PEMBUKUAN HADIS

Pembukuan dalam bahasa inggris dikenal dengan kata codification yang berarti
penyusunan menurut aturan atau system tertentu. Sedangkan dalam bahasa arab dikenal
dengan istilah tadwin (‫ )التدوين‬yang bermakna mengikat yang terpisah dan mengumpulkan
yang terurai (dari tulisan-tulisan) pada suatu diwaan. Tadwin merupakan bentuk masdar
dari ‫ د َونَ يد ِون ت ْد ِو ْينًأ‬yang berarti menulis dan mencatat. Dan diwaan yang merupakan
kumpulan kertas-kertas atau kitab yang biasanya dipakai untuk mencatat keperluan
tertentu1.

Jadi perbedaan penulisan dan pembukuan hadis ialah jika penulisan maka seseorang
yang menulis yang menulis hadis pada sebuah shohifah atau lebih. Sedang Pembukuan
adalah mengumpulkan shahifah-shohifah yang sudah ditulis dan yang dihafal dalam dada,
lalu menyusunnya sehingga menjadi dalam satu buku.2

B. SEJARAH HADIS PRAKODIFIKASI (Masa Rosululloh)

1. Masa Penyebaran Hadis


Periode Rasul SAW merupakan periode pertama sejarah pertumbuhan dan
perkembangan hadis. Periode ini berlangsung selama 23 tahun, mulai tahun 13
sebelum hijrah, bertepatan dengan tahun 610 Masehi sampai dengan tahun 11 Hijriah,
bertepatan dengan tahun 632 Masehi.3 Rosululloh hidup di tengah-tengah masyarakat
dan sahabatnya. Mereka bergaul secara bebas dan mudah, tidak ada peraturan dan
larangan yang mempersulit para sahabat untuk bergaul dengan beliau. Pada periode
ini disebut masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat. Hadis berfungsi
menerangkan Al-Qur’an untuk menegakkan syari’at Islam dan membentuk
masyarakat

1 Syamsudin, “sejarah pembukuan hadis”. http://shirotuna.blogspot.com/2014/06/sejarahpembukuan-


hadits_25.html. 01 april 2016 pukul 19.51
2 Manna’ Al-Qaththan. 2005. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Hal. 50
3 Sohari Sahrani. 2015. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia. Hal 49
2
Islam. Para Sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan
hadis secara langsung misalnya saat Nabi SAW. memberi ceramah, pengajian,
khotbah atau penjelasan terhadap pertanyaan. Adapun penerimaan secara tidak
langsung misalnya mendengar dari sahabat lain atau dari utusan-utusan, baik utusan
yang dikirim oleh Nabi SAW.
Ke daerah-daerah tertentu atau utusan dari daerah-daerah yang datang kepada Nabi
SAW.4 Selain itu, para pedagang dari berbagai kota juga sangat berperan dalam
penyebaran hadis. Setiap mereka pergi berdagang, sekaligus juga berdakwah untuk
membagikan pengetahuan yang mereka peroleh dari Nabi kepada orang-orang yang
mereka temui.
Pada saat itu, penyebaran hadis sangat cepat. Hal tersebut berdasar pada
perintah Rosululloh pada para sahabat untuk menyebarkan apapun yang mereka
ketahui dari beliau. Beliau berkata,
ً ً‫ولوأية‬
ْ ‫بلِغوا عنِى‬
“ Sampaikanlah apa yang berasal dariku, walaupun hanya satu ayat”5
Perintah tersebut membawa pengaruh yang sangat baik untuk menyebarkan hadis,
karena secara bertahap, seluruh masyarakat Muslim baik yang berada di Madinah
maupun luar Madinah akan segera mengetahui hukum-hukum agama yang telah
diajarkan oleh Rosululloh.
Faktor-faktor yang mendukung percepatan penyebaran hadis di masa Rosululloh :
a. Semangat dan kesungguhan Rosululloh SAW dalam menyampaaikan dakwah
dan menyebarkan Islam

b. Karakter ajaran Islam sebagaai ajaran telah membangkitkan semangat orang di


lingkungannya untuk selalu mempertanyakan agama ini, selanjutnya secara
otomatis tersebar ke orang lain secara berkesinambungan.

c. Peranan istri Rosululloh amat besar dalam penyiaran Islam dan hadis termasuk
di dalamnya.

d. Semangat para sahabat untk mencari ilmu, menghafalkannya dan


menyampaikan kepada orang lain.

e. Para utusan, delegasi, dan pejabat-pejabat Rosul.

4 M. Agus Solahudin, Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. Hal. 34
5 Al-Bukhari. Al-Bukhori. Semarang: Karya Toha Putra
3
f. Penakhlukkan-penakhlukan besar
g. Haji wada’6

2. Pemeliharaan Hadis Dalam Hafalan Dan Tulisan

Untuk memelihara kemurnian dan mencapai kemaslahatan Al-qur’an dan hadis,


sebagai dua sumber ajaran Islam, Rasululloh SAW. Mengambil kebijaksanaan yang
berbeda. Terhadap AlQur’an, beliau secara resmi memberi instruksi kepada sahabat
tertentu supaya menulis disamping menghafalkannya, sedangkan terhadap hadis,
perintah resmi itu hanya untuk menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain.
Perintah resmi, seperti halnya Al-Qur’an, tidak diperkenankan Rasul.7

Akan tetapi ada beberapa nash-nash yang bertentangan dalam hal penulisan hadis,
sebagian menunujukkan adanya larangan penulisan dan sebagian lain membolehkan
adanya penulisan.8 Diantara nash-nash yang mebolehkan yaitu adanya sahabat yang
menulis hadis-hadis nabi yang menurut pengakuannya dibenarkan oleh Rosululloh
SAW., sehingga diberinya nama ash-shahifa as-shodiqoh.9 Ash-shahifa as-shodiqoh
merupakan salah satu shahifah- shahifah yang terkenal pada masa Nabi yang ditulis
oleh Abdulloh bin Amru bin Al-Ash langsung dari Rosululloh.10 Sedang nash yang
tidak membolehkan antara lain riwayat Abu hurairah Rodlyallohu Anhu, beliau
berkata, “Rasululloh SAW datang kepada kami dan sedangkan kami menulis hadis,
lalu beliau berkata, “ Apa yang sedang kalian tulis?” kami menjawab, “ Hadis-hadis
yang kami dengar dari engkau.” Beliau berkata, “Apakah kalian menghendaki kitab
selain Kitabulloh? Tidaklah sesat umat sebelum kalian melainkan kerana menulis
dari kitab-kitab selain Kitabulloh.”11 Dan masih banyak nash-nash yang lain tentang
pertentangan penulisan hadis.

Dengan adanya perbedaan nash-nash inilah para ulama berselisih pendapat dalam
penulisan hadis dan memadukannya sebagai hukum, antara lain:

6 Muhammad Ajaj Al-Khatib. 1999. Ushul Al-Hadist, Jakarta: Gema Insani Press. Hal 99-104
7
Sohari Sahrani, Op. Cit., Hal. 53-54.
8
Manna’ Al-Qaththan. Op. Cit., Hal. 47
9
Sohari Sahrani, Op. Cit., Hal. 55
10
Manna’ Al-Qaththa. Op. Cit., Hal. 50
11
Ibid. Hal. 47
4
1. Larangan penulisan terjadi pada awal masa perkembangan Islam, dikhawatirkan
terjadi percampuran dan penggabungan antara hadis dan Al-Qur’an. Ketika
keadaan sudah aman dan kondusif dan banyak penghafal Al-Qur’an, Rosululloh
SAW mengizinkan untuk menulis hadis, dan larangan sebelumnya menjadi
terhapus.
2. Larangan hanya khusus pada penulisan hadis bersamaan dengan Al-Qur’an dalam
satu lembar, karena dikhawatirkan terjadi kemiripan atau persamaan.

3. Larangan hanya bagi orang yang diyakini mampu menghafalnya karena


dikhawatirkan akan bergantung pada tulisan, sedang diperbolehkan bagi orang
yang diyakini tidak mampu menghafalnya.12
Dan tidak diragukan lagi bahwa adanya perbedaan ini hanyalah terjadi pada masa
awal saja, kemudian ijma’ kaum muslimin sepakat membolehkan penulisan tersebut.
Kalaulah tidak ditulis tentu hadis itu akan lenyap pada masa-masa berikutnya.

C. METODE PEMBUKUAN HADITS

Para penulis mempunyai beberapa metode dalam penyusunan hadits. Berikut ini
metode dan karya utama mereka:
1. Metode Masanid
Al Masanid, jamak dari sanad, maksudnya: Buku-buku yang berisi tentang
kumpulan hadits setiap sahabat secara tersendiri, baik hadits shahih, hasan, atau
dhaif.

Urutan nama-nama para sahabat di dalam musnad kadang berdasarkan huruf


hijaiyah atau alfabet sebagaimana dilakukan oleh banyak ulama, dan ini paling
mudah dipahami, kadang juga berdasarkan pada kabilah dan suku, atau
berdasarkan yang paling dahulu masuk Islam, atau berdasarkan negara.

Pada sebagian musnad kadang hanya terdapat kumpulan hadits salah seorang
sahabat saja, atau hadits sekelompok para sahabat seperti sepuluh orang yang
dijamin masuk surga.

12
Ibid. Hal. 49
5
Al Masanid yang dibuat oleh para ulama hadits jumlahnya banyak Al Kittani
dalam kitabnya Ar Risalah Al Mustathrafah menyebutkan jumlahnya sebanyak 82
musnad, kemudian berkata, “Musnad itu jumlahnya banyak selain yang telah kami
sebutkan.

Adapun musnad-musnad yang paling terkenal adalah:

 Musnad Abu Dawud Sulaiman bin Dawud At Thayalisi (wafat 204 H)[3]
 Musnad Abu Bakar Abdullah bin Az Zubair Al Humaidy (wafat 219 H)
 Musnad Imam Ahmad bin Hanbal (wagat 241 H)
 Musnad Abu Bakar Ahmad bin Amru Al Bazzar (wafat 292 H)
 Musnad Abu Ya’la Ahmad bin Ali Mutsanna Al Mushili (wafat 307 H).

Musnad-musnad ini sebagaimana disebutkan sebelumnya tyidak hanya berisi


kumpulan hadits shahih saja, tetapi mencakup semua hadits shahih, hasan dan
dhaif, dan tidak beruritan berdasarkan bab-bab fikih, karena urutan tersebut harus
menggabungkan musnad setiap sahabat tanpa melihat objek pembahasan
riwayatnya. Hal ini akan mempersulit bagi orang yang ingin mempelajarinya
karena kesulitan mendapatkan hadits-hadits hukum fikih itu sendiri, atau hadits-
hadits tentang suatu permasalahan.

2. Al Ma’ajim
Al Ma’ajim adalah jamak dari muj’am. Adapun menurut istilah para ahli hadits
adalah: Buku yang berisi kumpulan haidts-hadits yang berurutan berdasarkan
nama-nama sahabat, atau guru-guru penyusun, atau negeri, sesuai dengan huruf
hijaiyah.

Adapun kitab-kitab muj’am yang terkenal, antara lain:


- Al Mu’jam Al Kabir, karya Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad At Thabarani
(wafat 360 H) adalah berisi musnad-musnad para sahabat yang disusun
berdasarkan huruf mu’jam (kamus), kecuali musnad Abu Hurairah karena
disendirikan dalam satu buku. Ada yang mengatakan: Berisi 60.000 hadits.

6
Ibnu Dihyah berkata bahwa dia adalah mu’jam terbesar di dunia. Jika mereka
menyebut “Al Mu’jam”, maka kitab inilah yang dimaksud. Tapi jika kitab lain
yang dimaksud maka ada penjelasan dengan kata lain.
- Al Mu’jam A l Awsath, karya Abul Wasim Sulaiman bin Ahmad At
Thabarani, disusun berdasarkan nama-nama gurunya yang jumlahnya sekitar
2000 orang. Ada yang mengatakan: di dalamnya terdapat 30.000 hadits.
- Al Mu’jam As Shaghir, karya At Thabarani juga, berisi 1000 orang dari para
gurunya, kebanyakan setiap satu hadits diriwayatkan dari satu gurunya. Ada
yang mengatakan: berisi 20000 hadits.
- Mu’jam Al Buldan, karya Abu Ya’la Ahmad bin Ali Al Mushili (wafat 307 H).

3. Pengumpulan Hdits Berdasarkan Semua Bab Pembahasan Agama, Seperti


Kitab-kitab Al Jawami’

Al Jawami’ jamak dari jaami’. Sedangkan jawami’ dalam karya haidts adalah
apa yang disusun dan dibukukan oleh pengarangnya terhadap semua pembahasan
agama. Maka dalam kitan semodel ini, Anda akan menemukan bab tentang iman
(akidah), thaharah, ibadah, mumalat, pernikahan, sirah, riwayat hidup, tafsir, adab,
penyucian jiwa, fitnah, dan lain sebagainya.

Kitab-kitab Jami’ yang terkenal adalah:

1. Al Jami’ Ash-Shahih, karya Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al


Bukhari (wafat 256 H), orang yang pertama menyusun dan membukukan hadits
shahih, akan tetapi belum mencakup semuanya. Kitab ini disusun berdasarkan
urutan bab, diawali dengan kitab Bad’u Al Wahyu, dan Kitabul Iman. Kemudian
dilanjutkan dengan Kitabul Ilmi dan lainnya hingga berakhir Kitabut Tauhid.
Jumlah semuanya ada 97 kitab. Pada setiap kitab terbagi menjadi beberapa bab,
dan pada setiap bab terdapat sejumlah hadits.

Kitab Shahih Bukhari ini mendapat perhatian yang cukup besar dari para ulama, di
antaranya dengan membuat syarahnya, dan syarh yang paling baik adalah kitab
Fathul Bari bi Syarhi Shahihi Al Bukhari, karya Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani
7
(wafat 852 H), dan Umdatul Qari, karya Badrudin Al Aini (wafat 855 H), dan
Irsyadus Sari Ila Shahihi Al Bukhari, karya Al Qasthalani (wafat 922 H).
Semuanya dicetak.

2. Al Jami’ Ash-Shahih, karya Imam Abul Husain Muslim bin Hajjaj Al Qusyairi
An Naisaburi (wafat 261 H), berisi kumpulan riwayat hadits yang shahih saja
sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh Imam Muslim, dimulai dengan Kitab
Iman, kemudian Kitab Thaharah, Kitab Haid, Kitab Shalat, dan dikahiri dengan
Kitab Tafsir. Jumlah semuanya ada 54 kitab. Setiap kitab meliupti beberapa bab,
dan pada setiap bab terdiri dari sejumlah hadits.

Menurut para jumhur ulama hadits, Shahih Muslim menempati peringkat kdeua
setelah Shahih Bukhari. Sedangkan menurut sebagian ulama wilayah Maghrib
Shahih Muslim lebih tinggi dari Shahih Bukhari.

Shahih Muslim juga mendapat penerimaan dan perhatian yang sangat besar oleh
para ulama, di antaranya dengan cara membuat syarh terhadap kitab tersebut. Di
antaranya kitab syarah yang terbaik adalah: “Al Minhaj fi Syarh Shahih Muslim.”,
karya Al Qadhi ‘Iyadh (Wafat 544 H), dan kitab “Ad Dibaj ‘Ala Shahih Muslim
bin Al Hajjaj” karya Imam Jalaludin Abdurrahman bin Abu Bakar As Suyuthi
(wafat 911 H), sudah dicetak.

3. “Al Jami Ash-Shahih” karya Imam Abu Isa Muhammad bin Isa At Tirmidzi
(wafat 279 H), merupakan kumpulan hadits shahih, hasan, dan dhaif. Namun
sebagian besar dijelaskan derajat hadits tersebut, dengan urutan bab-bab berikut:
bab Thaharah, bab Shalat, bab Witir, bab Shalat Jumat, bab Shalat ‘Idain (Dua hari
raya), bab Safar, bab Zakat, bab Puasa, bab Haji, bab Jenazah, bab Nikah, bab
Persusuan, bab Talak dan Li’an, bab Jual-beli, hingga diakhiri dengan bab Al
Manaqib.

Di antara syarh dari kitab Tirmidzi ini: “Aridhatul Ahwadzi ‘Ala At Tirmidzi”[4]
karya Al Hafidz Abu Bakar Muhammad bin Abdullah Al Isybili, atau yang lebih

8
dikenal dengan Ibnu Arabi Al Maliki (wafat 543 H). Kemudian disyarh oleh Al
Hafidz Abdurrahman bin Ahmad Ibnu Rajab Al Hanbali (wafat 795 H).

Kitab “Jami’ At Tirmidzi” ini biasanya dinamakan dengan “Sunan At Tirmidzi”.

Demikianlah, dan di samping itu juga telah ditulis kitab-kitab mustakhraj atas
Shahih Bukhari, Shahih Muslim, atau keduanya secara bersama. Di samping itu
juga telah ditulis kitab-kitab mustadrak atas kitab jami’. Yang paling masyhur di
antaranya adalah: Al Mustadrak ‘Ala Ash Shahihain karya Abu Abdillah Al
Hakim (wafat 405 H).

4. Penulisan Hadits Berdasarkan Pembahasan Fikih

Karya ini tidak mencakup semua pembahasan agama, tapi sebagian besarnya
saja, khususnya masalah fikih. Metode yang dipakai dalam penyusunan kitab ini
adalah dengan menyebutkan bab-bab fikih `secara berurutan, dimulai dengan kitab
Thaharah, kemudian kitab Shalat, Ibadah, Muamalat, dan seluruh bab yang
berkenaan dengan hukum dan fikih. Dan kadang pula menyebutkan judul yang
tidak berkaitan dengan masalah fikih seperti: kitab Iman, atau Adab.

Karya terkenal dengan metode ini:

1. “As Sunan” yaitu kitab-kitab yang disusun berdasarkan bab-bab tentang fikih,
dan hanya memuat hadits yang marfu’ saja agar dijadikan sebagai sumber bagi
para fuqaha’ dalam mengambil kesimpulan hukum.

As sunan berbeda dengan Al Jawami’. Dalam As Sunan tidak terdapat pembahasan


tentang akidah, sirah, manaqib, dan lain sebagainya, tapi hanya terbatas pada
masalah fikih dan hadits-hadits hukum saja. Al Kittani mengatakan, “Di antaranya
kitab-kitab yang dikenal dengan nama As Sunan, menurut istilah mereka, adalah
kitab-kitab yang disusun berdasarkan urutan bab-bab tentang fikih mulai dari bab
Iman, Thaharah, Zakat, dan seterusnya. Tidak ada di dalamnya sedikit pun hadits

9
yang mauquf, sebab mauquf menurut mereka tidak dinamakan sunnah, tapi
hadits.”[5]

Kitab-kitab “As Sunan” yang terkenal adalah:

“Sunan Abi Dawud”, karya Sulaiman bin Asy’ats As Sijistani (Wafat 275 H)
“Sunan An Nasa’i” yang dinamakan dengan “Al Mujtaba”, karya Abdurrahman
Ahmad bin Syu’aib An Nasa’I (wafat 303 H).
“Sunan Ibnu Majah” karya Muhammad bin Yazid bin Majah Al Qazwini (wafat
204 H)
“Sunan As Syafi’i karya Imam Muhammad bin Idris As Syafi’i (wafat 204 H)
“Sunan Ad Darimi” karya Abdullah bin Abdurrahman Ad Darimi (wafat 255 H)
“Sunan Asd Daruquthni” karya Ali bin Umar Ad Daruquthni (wafat 385 H)
“Sunan Al Baihaqi”karya Abu Bakar Ahmad bin Husein Al Baihaqi (wafat 458
H). Semua kitab sunan ini –Alhamdulillah- telah diterbitkan.
2. Al Mushannafat, jamak mushannaf. Menurut istilah ahli hadits adalah sebuah
kitab yang disusun berdasarkan urutan bab-bab tentang fikih, yang meliputi hadits
marfu’, mauquf’, dan maqthu’, atau di dalamnya terdapat hadits-hadits Nabi,
perkataan sahabat, fatwa-fatwa tabi’in, dan terkadang fatwa tabi’ut tabi’in.

Perbedaan antara mushannaf dengan sunan, bahwa mushannaf mencakup hadits-


hadits marfu’, mauquf, dan maqthu’. sedangkan kitab sunan tidak mencakup selain
hadits yang marfu’ kecuali sedikit sekali.

Karya-karya yang terkenal dalam model ini adalah:

“Al Mushannaf” karya Abu Bakar Abdurrazaq bin Hammam Ash Shan’ani (wafat
211 H).
“Al Mushannaf” karya Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah Al
Kufi (wafat 235 H), terdapat beberapa juz bagian darinya.
“Al Mushannaf” karya Baqiyy bin Makhlad Al Qurthubi (wafat 276 H)
3. Al Muwaththa’at

10
Jamak dari Muwaththa’. Menurut istilah ahli hadits adalah sebuah kitan yang
tersusun berdasarkan urutan bab-bab fikih dan mencakup hadits-hadits marfu’,
mauquf, dan maqthu’, sama seperti mushannaf, meskipun namanya berbeda.

Karya-karya muwaththa’at yang terkenal:

Al Muwaththa’ karya Imam Malik bin Anas Al Madani (wafat 179 H), dicetak
berulang kali.
Al Muwaththa’ karya Ibnu Abi Dzi’b Muhammad bin Abdurrahman Al Madani
(wafat 158 H)
Al Muwaththa’ karya Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad Al Marwazi
(293 H).
[1] Sepuluh orang yang dijamin masuk surga adalah: Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar
bin Al Khatthab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib (mereka adalah Khulafaur
Rasyidun), Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awam, Sa’ad bin Abi Waqqash,
Sa’id bin Zaid bin Amru bin Tufail, Abdurrahman bin ‘Auf, Abu Ubaidah bin
Jarrah- namanya Amir bin Abdullah Radhiyallahu anhum.

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hadis mulai lahir pada zaman Rosululloh SAW yang berupa perkataaan, perbuatan,
dan ketetapan dari dari beliau sendiri. Hadispun berkembang dan tersebar pada umat Islam
pesat pada zaman itu, disebabkan anjuran Nabi sendiri kepada para sahabat untuk
menyebarkan dan adanya beberapa factor faktor lain. Para sahabat menerima hadis-hadis
dengan secara langsung dari Nabi dan secara tidak langsung. Pada awal periode Nabi
menganjurkan para sahabat untuk menghafal dan menyebarkannya pada orang lain dan tidak
menulisnya karena khawatir terjadinya percampuran dengan Al-Qur’an. Akan tetapi, ada
sebagian sahabat diperintahkan oleh Nabi untuk menulis dengan beberapa syarat. Dan
dengan berkembangnya zaman para ulama sepakat untuk menulis hadis untuk memelihara
dan menjaga hadis hadis Nabi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Bukhari. Shahih Al-Bukhari. Semarang: Toha Putra

Al-Qaththan, Manna’. 2005. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Sahrani, Sohari.

2015. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia.

Solahudin, Agus, Mohammad, Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka

Al-Khatib, Muhammad, Ajaj. 1999. Ushul Al-Hadist, Jakarta: Gema Insani Press.

Syamsudin. 2014,”Sejarah pembukuan hadis” http://shirotuna.blogspot.com//06/sejarah-


pembukuan-hadits_25.html. Diakses pada april 2016 pukul 19.51 WIB.

13

Anda mungkin juga menyukai