Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH ILMU HADITS

(ILMU HADITS RIWAYAH DAN DIRAYAH)

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah


“Al-Hadits”
Dosen Pengampu : M. Noor, MHI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

AHNAP TAMIMI : 190202013

FITRI HANDAYANI : 190202029

SULISTISA FEBRIANI : 190202030

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,yang
telah melimpahkan Rahmat serta InayahNya sehingga kami mampu menyelesaikan penulisan
makalah Ulumul Hadits dan tak lupa kami ucapakan terima kasih kepada teman-teman yang
ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.sarana penunjang makalah ini kami susun
berdasarkan referensi yang bermacam-macam.Hal ini dengan tujuan untuk membantu para
mahasiswa untuk mengetahui,memahami bahkan menerapkannya.
Adapun makalah ini kami susun dengan tujuan: Pertama, mempermudah mahasiswa
untuk menyampaikan materi yang ada. Kedua, mempermudah mahasiswa untuk belajar.
Ketiga, dapat memperlancar proses belajar dan mengajar,sehingga mahasiswa menjadi aktif.
Namun demikian, dalam penulisan makalah ini masih terdapat kelemahan dan
kekurangan.oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak sangat di harapkan.
Akhirul kalam,semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada para
mahasiswa dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di Kampus.Aamiin
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 4
A.LATAR BELAKANG................................................................... ................................................ 4
B.RUMUSAN MASALAH................................................................... ............................................ 4
C.TUJUAN PENULISAN ……….................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................... 5
1.SEJARAH ILMU HADITS......................................................... .................................................. 5
2.PENGERTIAN ILMU HADITS..................................................... .............................................. 6
3.PENGERTIAN DAN PEMBAHASAN HADITS RIWAYAH................................................... 7
1. HADITS RIWAYAH BI-LAFDZI ............................................................................... 8
2. HADITS RIWAYAH BIL MA'NA ..............................................................................10
4.PENGERTIAN DAN PEMBAHASAN ILMU DIRAYAH……….. ........................................ 12
BAB III PENUTUP...............................................................................................................16
A.KESIMPULAN................................................................................. ........................................... 16
B. SARAN........................................................................................... ............................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Alquran sebagai kalâm Allah (firman Allah) mencakup segala aspek persoalan
kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan pencipta-Nya, sesama manusia dan alam
semesta yang merupakan persoalan mendasar dalam setiap kehidupan manusia. Alquran
sebagai kitab suci umat Islam sangat kaya dengan pesan-pesan yang mengandung nilai-
nilai pendidikan.
Sedangkan Hadits bermakna seluruh sikap, perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW
dalam menerapkan ajaran Islam serta mengembangkan kehidupan umat manusia yang
benar-benar membawa kepada kerahmatan bagi semua alam, termasuk manusia dalam
mengaktualisasikan diri dan kehidupannya secara utuh dan bertanggung jawab bagi
keselamatan dalam kehidupannya. Kedudukan al-Sunnah dalam kehidupan dan pemikiran
Islam sangat penting, karena di samping memperkuat dan memperjelas berbagai persoalan
dalam Alquran, juga banyak memberikan dasar pemikiran yang lebih kongkret mengenai
penerapan berbagai aktivitas yang mesti dikembangkan dalam kerangka hidup dan
kehidupan umat manusia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah ilmu hadits ?
2. Apakah pengertian ilmu hadits ?
3. Apakah pengertian dan pembahasan ilmu hadits riwayah ?
4. Apakah pengertian ilmu pembahasan hadits dirayah ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui sejarah ilmu hadits
2. Untuk mengetahui pengertian ilmu hadits
3. Untuk mengetahui pengertian dan pembahasan ilmu hadits riwayah
4. Untuk mengetahui pengertian dan pembahasan ilmu hadits dirayah

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. SEJARAH ILMU HADITS


Sesuai dengan perkembangan hadis, ilmu hadis selalu mengiringinya sejak
masa Rasulullah S.A.W, sekalipun belum dinyatakan sebagai ilmu secara eksplisit.
Ilmu hadis muncul bersamaan dengan mulainya periwayatan hadis yang disertai
dengan tingginya perhatian dan selektivitas sahabat dalam menerima riwayat yang
sampai kepada mereka. Dengan cara yang sangat sederhana, ilmu hadis berkembang
sedemikian rupa seiring dengan berkembangnya masalah yang dihadapi. Pada masa
Nabi SAW masih hidup di tengah-tengah sahabat, hadis tidak ada persoalan karena
jika menghadapi suatu masalah atau skeptis dalam suatu masalah mereka langsung
bertemu dengan beliau untuk mengecek kebenarannya atau menemui sahabat lain
yang dapat dipercaya untuk mengonfirmasinya. Setelah itu, barulah mereka menerima
dan mengamalkan hadis tersebut.
Sekalipun pada masa Nabi tidak dinyatakan adanya ilmu hadis, tetapi para
peneliti hadis memperhatikan adanya dasar-dasar dalam Alquran dan hadis Rasulullah
S.A.W. Misalnya firman Allah S.W.T dalam Q.S. Al-Hujurat/49: 6
َ‫علَ ٰى َما فَعَ ْلت ُ ْم نَاد ِِمين‬ ِ ُ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ِإ ْن َجا َء ُك ْم فَا ِس ٌق بِنَبَإ ٍ فَتَبَيَّنُوا أ َ ْن ت‬
ْ ُ ‫صيبُوا قَ ْو ًما بِ َج َهالَ ٍة فَت‬
َ ‫صبِ ُحوا‬
''Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu.''
Setelah Rasulullah SAW wafat, para sahabat sangat berhati-hati dalam
meriwayatkan hadis karena konsentrasi mereka kepada Alquran yang baru
dikodifikasi pada masa Abu Bakar tahap awal, khalifah Abu Bakar tidak mau
menerima suatu hadis yang disampaikan oleh seseorang, kecuali orang tersebut
mampu mendatangkan saksi untuk memastikan kebenaran riwayat yang
disampaikannya. Dan masa Utsman tahap kedua, masa ini terkenal dengan masa taqlîl
ar-riwayâh (pembatasan periwayatan), para sahabat tidak meriwayatkan hadis kecuali
disertai dengan saksi dan bersumpah bahwa hadis yang ia riwayatkan benar-benar dari
Rasulullah SAW. Para sahabat merupakan rujukan yang utama bagi dasar ilmu

5
riwayah hadis. Yakni, karena hadis pada masa Rasulullah SAW merupakan suatu
ilmu yang didengar dan didapatkan langsung dari beliau, maka setelah beliau wafat
hadis disampaikan oleh para sahabat kepada generasi berikutnya dengan penuh
semangat dan perhatian sesuai dengan daya hafal mereka masing-masing. Para
sahabat juga telah meletakkan pedoman periwayatan hadis untuk memastikan
keabsahan suatu hadis. Mereka juga berbicara tentang para rijal-nya, hal ini mereka
tempuh supaya dapat diketahui hadis makbul untuk diamalkan dan hadis yang mardud
untuk ditinggalkan. Dan dari sini muncullah mushthalah al-hadits (ilmu hadits)

2. PENGERTIAN ILMU HADITS

Dari segi bahasa ilmu hadis terdiri dari dua kata, yaitu ilmu dan hadis. Secara
sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledge,dan science. Sedangkan hadis artinya
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik dari perkataan,
perbuatan, maupun persetujuan. Para ulama ahli hadis banyak yang memberikan
definisi ilmu hadis, di antaranya As-Suyuti, ilmu hadits adalah
ً‫ مِنْ ﺣَيْﺚُ أَﺣْوَاﻝِ ﺭِﻭَاتِﻪِ ﺿَبْﻄًا ﻭَعَﺪَالَة‬. ‫ ﻡ‬. ‫عِلْمٌ يُبْحَﺚُ فِيْﻪِ عَنْ كَيْﻔِيَةِ إِتِّصَاﻝِ اْلحَﺪِيْﺚِ بِﺮَسُوْﻝِ اللﻪِ ﺹ‬
َ‫ ﻭَمِنْ ﺣَيْﺚُ كَيْﻔِيَّةِ الﺴَّنَﺪِ اِتِّصَاﻻً ﻭَانْﻘَﻄَا عًا ﻭَﻏَيْﺮِ ﺫلِﻚ‬.

“Ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai


kepada Rasul SAW, dari segi hal ikhwal para rawinya, yang menyangkut kedhobitan
dan keadilannya dan dari bersambung dan terputusnya sanad dan sebagainya” .

Prof. Dr. T. M. Hasbi ash-Shiddieqy yang dikutip oleh Abdullah Karim,


mendefinisikan Ulum al-Hadits adalah ilmu-ilmu yang berpautan dengan hadits.
Semua ilmu yang berkaitan dengan hadits, dapat diistilahkan dengan ilmu hadits,
yang bentuk jamaknya adalah Ulum al-Hadits1

1
Wakid Yusuf, ''sejarah ilmu hadits'' diakes dari
https://wakidyusuf.wordpress.com/2016/03/25/sejarah-ilmu-hadits/, pada tanggal 16 september 2019
pukul 14.30

6
3. PENGERTIAN DAN PEMBAHASAN HADITS RIWAYAH
Secara etimologis, kata riwayah terbentuk dari kata rawa-yarwi-
riwayatan (‫)ﺭﻭى – يﺮﻭي – ﺭﻭاية‬. Ia merupakan bentuk masdar, kata dasar yang
membentuk kata kerja rawa-yarwi tersebut. Yang berarti an-naql (‫)النﻘل‬, yaitu
pemindahan atau penukilan. Disebut demikian karena inti dari ilmu ini memang
pemindahan riwayat, penukilan riwayat, baik secara lisan maupun tulisan.
Secara terminologi Ilmu Hadits Riwayah ialah Ilmu pengetahuan yang
mempelajari hadits-hadits yang di sandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at maupun tingkah lakunya Ibn al- Akfani,
sebagaimana dikutip oleh imam AL- Suyuthi, mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan ilmu Hadis Riwayah ialah:
َ‫عِلْمُ اْلحَﺪِيْﺚِ اْلﺨَا ﺹُّ بِالﺮِّﻭَايَةِ عِلْمٌ يَﺸْتَﻤِلُ عَلَى نَﻘْلِ أَقْوَاﻝِ النَّبِﻲِّ ﺻَلَّى اللﻪُ عَلَيْﻪِ ﻭَسَلَّم‬
‫ﻭَأَفْعَالِﻪِ ﻭَﺭِﻭَايَتِهَا ﻭَﺿَبْتِهَا ﻭَتَحْﺮِيْﺮِ أْلﻔَاﻇِهَا‬
Ilmu hadits khusus yang berhubungan dengan riwayah adalah ilmu
pengetahuan yang mencakup perkataan perbuatan Nabi SAW, baik periwayatannya,
pemeliharaannya, maupun penulisan atau pembukuan lafaz lafaznya
Ilmu hadits riwayah ini sudah ada semenjak Nabi SAW masih hidup, yaitu
bersamaan dengan dimulainya periwayatan hadits itu sendiri. Para sahabat Nabi SAW
menaruh perhatian yang tinggi terhadap hadits Nabi, mereka berupaya untuk
memperoleh hadits Nabi SAW dengan cara mendatangi majlis Rasul SAW serta
mendengar serta menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan beliau.

Objek kajiannya ialah bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada


orang lain, memindahkan atau mendewankan. Demkia menurut imam AL-Syuthi.
Dalam menyampaikan dan membukukan hadis hanya disebutkan apaadanya, baik
yang berkaitan dengan matan maupun sanadnnya. Ilmu ini tidak membicarakan
tentang syadz (kejanggalan) illat (kecacatan) matan hadis.Demikian ilmu ini tidak
membahas tentang kualitas para perawi, baik keadilan, kedobitan, atau fasikannya2,
akan tetapi membicarakan bagaimana cara menerima, menyampaikan pada orang lain
dan memindahkan atau membukukan dalam suatu Kitab Hadits. Dalam
menyampaikan dan membukukan Hadits, hanya dinukilkan dan dituliskan apa
adanya, baik mengenai matan maupun sanadnya.

2
Munzier Suparta, Ilmu Hadits (jakarta: PT Rajagrafindo, 2006), hlm. 25.

7
Penghimpunan Hadits secara resmi dilakukan pada masa pemerintah Khalifah
‘Umar Ibnu ‘Abd al-‘Aziz. Usaha tersebut di antaranya dipelopori oleh Abu Bakar
Muhammad Ibnu Syihab al-Zuhri. (51-124 H), seorang imam dan ulama besar di
Hedzjaz (Hijaz) dan Syam (Suriah). Dalam sejarah perkembangan hadis, az-Zuhri
tercatat sebagai ulama pertama yang menghimpun hadis Nabi SAW atas perintah
Khalifah Umar bin Abdul Aziz atau Khalifah Umar II (memerintah 99 H/717 M-102
H /720 M).

Adapun kegunaan atau faidah mempelajari ilmu ini adalah

a. untuk menghindari adanya kemungkinan yang salah dari sumbernya, yaitu Nabi
Muhammad Saw. Sebab berita yang beredar pada umat Islam bisa jadi bukan
hadits, melainkan juga ada berita-berita lain yang sumbernya bukan dari Nabi,
atau bahkan sumbernya tidak jelas sama sekali.
b. Supaya kita dapat membedakan mana yang orang sandarkan kepada Nabi SAW
dan mana yang disandarkan kepada selain beliau.
c. Agar supaya hadits tidak beredar dari mulut kemulut atau dari satu tulisan ke
tulisan yang lain tanpa sanad.
d. Agar dapat diketahui jumlah hadits yang orang sandarkan kepada Nabi SAW.
e. Agar dapat diperiksa sanad dan matan -nya sah atau tidaknya

Perbedaan pemahaman hadits yang dilakukan para sahabat antara tekstual


dengan kontekstual melahirkan apa yang disebut dengan “Hadits Hadits
Riwayah Bil-lafdzi” dan “Hadits Riwayah Bil-ma’na.”

1. HADITS RIWAYAH BI-LAFDZI


Meriwayatkan hadits dengan lafadz adalah meriwayatkan hadits sesuai dengan
lafadz yang mereka terima dari Nabi saw dan mereka hafal benar lafadz dari Nabi
tersebut. Atau dengan kata lain meriwayatkan dengan lafadz yang masih asli dari
Nabi saw. Riwayat hadits dengan lafadz ini sebenarnya tidak ada persoalan, karena
sahabat menerima langsung dari Nabi baik melalui perkataan maupun perbuatan, dan
pada saat sahabat langsung menulis atau menghapalnya. Hal ini dapat kita lihat pada
hadits-hadits yang memakai lafadz-lafadz sebagai berikut:

8
. ‫( سﻤعت ﺭسوﻝ هللا ﺻلّى هللا عليﻪ ﻭسلّم‬Saya mendengar Rasulullah saw)

Contonya:

:‫ سﻤعت ﺭسوﻝ هللا ﺻلّى هللا عليﻪ ﻭسلّم يﻘوﻝ‬:‫عن الﻤغيﺮة قاﻝ‬
ً ‫ﻲ ُمت َ َع ِ ّﻤﺪا‬
َّ َ‫عل‬ َ َ‫علَى أ َ َﺣ ٍﺪ فَ َﻤ ْن َكذ‬
َ ‫ب‬ َ ‫ﻲ لَي‬
ٍ ‫ْس َك َك ِذ‬
َ ‫ب‬ َ ً ‫ِإ َّن َكذِبا‬
َّ َ‫عل‬
ِ َّ‫فَ ْليَتَبَ َّوأْ َم ْﻘعَﺪَهُ ِمنَ الن‬
)‫اﺭ (ﺭﻭاه مﺴلم ﻭﻏيﺮه‬

 (Saya mendengar Rasulullah saw) Artinya: Dari Al-Mughirah ra., ia berkata: Aku
mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya dusta atas namaku itu tidak
seperti dusta atas nama orang lain, dan barang siapa dusta atas namaku dengan
sengaja, maka hendaknya ia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR.
Muslim dan lain-lainnya)

. ‫( ﺣﺪّثنى ﺭسوﻝ هللا ﺻلّى هللا عليﻪ ﻭسلّم‬Menceritakan kepadaku Rasulullah saw)

Contohnya:

‫الﺮﺣْ َﻤ ِن‬ َ ‫ع ْن ُﺣ َﻤ ْي ِﺪب ِْن‬


َّ ‫ع ْب ِﺪ‬ َ ‫ب‬ َ ٌ‫َﺣﺪَّتَنِى َما ِلﻚ‬
ٍ ‫ع ِن اب ِْن ِش َها‬
َ ُ‫ﺻلَّى هللا‬
‫علَ ْي ِﻪ‬ ُ ‫ع ْنﻪُ ا َ َّن َﺭ‬
َ ِ‫س ْو ُﻝ هللا‬ َ ُ‫ﻲ هللا‬ ِ ‫ع ْن اَبِى ُه َﺮي َْﺮة َ َﺭ‬
َ ‫ﺿ‬ َ :َ‫سلَّ َم قَاﻝ‬
َ ‫َﻭ‬
‫ﻏ ِﻔ َﺮ لَﻪُ َما ت َﻘَﺪ ََّﻡ ِم ْن ﺫَ ْن ِبﻪ‬
ُ ‫ﺴابًا‬
َ ِ‫ضانَ اِ ْي َﻤانًا َﻭاﺣْ ت‬ َ َ‫َم ْن ق‬
َ ‫اﻡ َﺭ َم‬
 (Menceritakan kepadaku Rasulullah saw)Artinya: Telah bercerita kepadaku Malik
dari Ibnu Syihab dari Humaidi bin Abdur Rahman dari Abi Hurairah bahwa
Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang beramadhan dengan iman dan mengharap
pahala, dihapus doasa-dosanya yang telah lalu.”

‫( أخبﺮنى ﺭسوﻝ هللا ﺻلّى هللا عليهوسلّم‬Mengkhabarkan kepadaku Rasulullah

‫( ﺭأيت ﺭسوﻝ هللا ﺻلّى هللا عليﻪ ﻭسلّم‬Saya melihat Rasulullah saw berbuat)

9
 (Mengkhabarkan kepadaku Rasulullah saw)(Saya melihat Rasulullah saw berbuat)
Artinya: Dari Abbas bin Rabi’ ra., ia berkata: Aku melihat Umar bin Khaththab
ra., mencium Hajar Aswad dan ia berkata: “Sesungguhnya benar-benar aku tahu
bahwa engkau itu sebuah batu yang tidak memberi mudharat dan tidak (pula)
memberi manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah saw. menciummu, aku
(pun) tak akan menciummu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits yang menggunakan lafadz-lafadz di atas memberikan indikasi,


bahwa para sahabat langsung bertemu dengan Nabi saw dalam meriwayatkan
hadits. Oleh karenanya para ulama menetapkan hadits yang diterima dengan cara
itu menjadi hujjah tidak ada khliaf.

2. HADITS RIWAYAH BIL MA'NA


Meriwayatkan hadits dengan makna adalah meriwayatkan hadits dengan
maknanya saja sedangkan redaksinya disusun sendiri oleh orang yang
meriwayatkan. Atau dengan kata lain apa yang diucapkan oleh Rasulullah hanya
dipahami maksudnya saja, lalu disampaikan oleh para sahabat dengan lafadz atau
susunan redaksi mereka sendiri. Hal ini dikarenakan para sahabat tidak sama daya
ingatannya, ada yang kuat dan ada pula yang lemah. Di samping itu kemungkinan
masanya sudah lama, sehingga yang masih ingat hanya maksudnya sementara apa
yang diucapkan Nabi sudah tidak diingatnya.

Menukil atau meriwayatkan hadits secara makna ini hanya diperbolehkan ketikan
hadits-hadits belum terkodifikasi. Adapun hadits-hadits yang sudah terhimpun dan
dibukukan dalam kitab-kitab tertentu (seperti sekarang), tidak diperbolehkan
merubahnya dengan lafadz/matan yang lain meskipun maknanya tetap.

Adapun contoh hadits ma’nawi adalah sebagai berikut:

:َ‫س َهالَهُ فَتَقَد ََّم َر ُج ٌل فَقاَل‬ َ ‫سلَّ َم َوا َ َرا َد ا َ ْن ت َ ِه‬


َ ‫ب نَ ْف‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫َت ا ِْم َرأَة ٌ اِلَى النَّبِي‬
ْ ‫َجائ‬

ِ ‫ض ْالقُ ْر‬
‫آن‬ َ ‫س ْو َل هللاِ ا َ ْنكِحْ نِ ْي َها َولَ ْم َي ُك ْن َمعَهُ ِمنَ ْال َم ْه ِر‬
ِ ‫غي َْر َب ْع‬ ُ ‫ار‬َ ‫َي‬
ِ ‫سلَّ َم ا َ ْن َكحْ ت ُ َك َها بِ َما َمعَكَ مِنَ ْالقُ ْر‬
‫آن‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ ُّ ِ‫فَقا َ َل لَهُ النَّب‬
ِ ‫ قَ ْد زَ َّوجْ ت ُ َك َها ِب َما َم َعكَ ِمنَ ْالقُ ْر‬, ‫وفىرواية‬
‫آن‬

ِ ُ‫علَى َمعَكَ ِمنَ ْالق‬


‫رآن‬ َ ‫ زَ َّوجْ ت ُ َك َها‬, ‫وفىرواية‬

10
ِ ُ‫ َملَ ْكت ُ َك َها بِ َما َمعَكَ ِمنَ ْالق‬, ‫وفىرواية‬
)‫رآن (الحديث‬
Artinya: Ada seorang wanita datang menghadap Nabi saw, yang bermaksud menyerahkan
dirinya (untuk dikawin) kepada beliau. Tiba-tiba ada seorang laki-laki berkata: Ya
Rasulullah, nikahkanlah wanita tersebut kepadaku, sedangkan laki-laki tersebut
tidak memiliki sesuatu untuk dijadikan sebagai maharnya selain dia hafal sebagian
ayat-ayat Al-Qur’an. Maka Nabi saw berkata kepada laki-laki tersebut: Aku
nikahkan engkau kepada wanita tersebut dengan mahar (mas kawin) berupa
mengajarkan ayat Al-Qur’an.

Dalam satu riwayat disebutkan:

Aku kawinkan engkau kepada wanita tersebut dengan mahar berupa


(mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’an.

Dalam riwayat lain disebutkan:

Aku kawinkan engkau kepada wanita tersebut atas dasar mahar berupa
(mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’an.

Dan dalam riwayat lain disebutkan:

Aku jadikan wanita tersebut milik engkau dengan mahar berupa (mengajarkan)
ayat-ayat Al-Qur’an.

(Al-Hadits)

Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa meriwayatkan hadits dengan


maknanya itu sebagai berikut:

 Tidak diperbolehkan, pendapat segolongan ahli hadits, ahli fiqh dan


ushuliyyin.
 Diperbolehkan, dengan syarat yang diriwayatkan itu bukan hadits marfu’.
 Diperbolehkan, baik hadits itu marfu’ atau bukan asal diyakini bahwa hadits
itu tidak menyalahi lafadz yang didengar, dalam arti pengertian dan maksud
hadits itu dapat mencakup dan tidak menyalahi.
 Diperbolehkan, bagi para perawi yang tidak ingat lagi lafadz asli yang ia
dengar, kalau masih ingat maka tidak diperbolehkan menggantinya.
 Ada pendapat yang mengatakan bahwa hadits itu yang terpenting adalah isi,
maksud kandungan dan pengertiannya, masalah lafadz tidak jadi persoalan.
Jadi diperbolehkan mengganti lafadz dengan mumodifnya.

11
 Jika hadits itu tidak mengenai masalah ibadah atau yang diibadati, umpamanya
hadits mengenai ilmu dan sebagainya, maka diperbolehkan dengan catatan:
 Hanya pada periode sahabat
 Bukan hadits yang sudah didewankan atau di bukukan
 Tidak pada lafadz yang diibadati, umpamanya tentang lafadz tasyahud dan
qunut.

4. PENGERTIAN DAN PEMBAHASA ILMU DIRAYAH

Ilmu Hadits Dirayah, menurut bahasa dirayah berasal dari kata dara-yadri-
daryan yang berarti pengetahuan. Maka seringkali kita mendengar Ilmu Hadits
Dirayah Disebut-sebut sebagai pengetahuan tentang ilmu Hadits atau pengantar
ilmu hadits.Menurut imam Assyuthi, Ilmu Hadits Dirayah adalah ”ilmu yang
mempelajari tentang hakikat periwayatan, syarat-syaratnya, macam-
macamnya dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat
mereka, macam-macam periwayatan, dan hal-hal yang berkaitan
dengannya”.Disebut dengan juga ilmu Musthalahul Hadits – undang-undang
(kaidah-kaidah) untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara menerima
dan menyampaikan al-Hadits, sifat-sifat rawi dan lain sebagainya

At- Tirmisi mendefinisikan ilmu ini adalah ''Undang-undang atau kaidah-kaidah


untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan,
sifat-sifat perawi, dan lain-lain''.
Ibnu al-Akfani mendefinisakan ilmu ini sebagai berikut:
‫علم يعﺮﻑ منﻪ ﺣﻘيﻘة الﺮ ﻭاية ﻭشﺮﻭﻃها ﻭأنواعها ﻭأﺣكا مها ﻭﺣاﻝ الﺮﻭاة ﻭشﺮﻭﻃهم‬
‫ ﻭاﺻناﻑ الﻤﺮﻭيا ﺕ ﻭما يتعلق بها‬.
Ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-
macam, dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik
syarat-syaratnya, macam-macam hadis yang diriwayatkan dan segala yang
berkaitan dengannya.
Yang dimaksud dengan:
 Hakikat periwayatan adalah penukilan hadis dan penyandarannya kepada sumber
hadis atau sumber berita

12
 Syarat-Syarat periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadis yang akan
diriwiyatkan dengan bermacam-macam cara penerimaan, seperti melalui Sama
(pendengaran), Al- Qira’ah (pembacaan), Al-Washiah ( berwasiat), Al-Ijazah (
pemberian izin dari perawi)
 Macam-Macam periwayatan ialah membicarakan sekitar bersambung dan
terputusnnya periwayatan dan lain-lain.
 Hukum-Hukum periwayatan ialah pembicaraan sekitar diterima atau ditolaknnya
suatu hadis.
 Keadaan para perawi ialah pembicaraan sekitar keadilan, kecacatan para perawi,
dan syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwatkan hadis.
 Macam-Macam hadis yang diriwayatkan meliputi hadis-hadis yang dapat
dihimpun pada kitab-kitab tasauf,kitab tasnid, dan kitab mujam.
Obyek Ilmu Hadis Dirayah adalah keadaan para perawi dan marwinya.
Keadaan para perawinya, baik menyangkut peribadinya, seperti akhlak, tabi’at,
dan keadaan hafalannya, maupun yang menyangkut persambungan dan
terputusnnya sanad. Sedang keadaan marwi adalah dari sudut kesohihan,
kedhaifannya, dan dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.3

Adapun tujuan dan faedah ilmu hadits dirayah adalah:

1. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa
ke masa sejak masa Nabi SAW sampai sekarang.
2. Mengetahui tokoh-tokoh dan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam
mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadits.
3. Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam
mengklasifikasikan hadits lebih lanjut.
4. Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai dan kriteria-kriteria hadits sebagai
pedoman dalam menentukan suatu hukum syara’.
5. untuk menetapkan maqbul (dapat diterima) atau mardudnya (tertolaknya)
suatu hadits dan selanjutnya untuk diamalkannya yang maqbul dan
ditinggalnya yang mardud.

Berikut adalah ilmu ilmu yang bermunculan dari Ilmu Hadits Dirayah

3
Ibid, hlm. 27

13
1. Ilmu Jarah Wa Al-Ta’dil
Ilmu ini membahas para rawi, sekiranya masalah yang membuat mereka tercela atau
bersih dalam menggunakan lafad-lafad tertentu. Ini adalah buah ilmu tersebut dan
merupakan bagian terbesarnya.

2. Ilmu Tokoh-Tokoh Hadits


Dengan ilmu ini dapat diketahui apakah para rawi layak menjadi perawi atau tidak.
Orang yang pertama di bidang ini adalah al-bukhari (256 H). dalam bukunya thabaqat,
ibn sa’ad (230 H) banyak menjelaskannya.

3. Ilmu Mukhtalaf Al-Hadits


Imam Nawawi berkata dalam kitab al-Taqrib, “ini adalah salah satu disiplin ilmu
dirayah yang terpentinng.” Ilmu ini membahas hadits-hadits yang secara lahiriyah
bertentangan, namun ada kemungkinan dapat diterima dengan syarat. Jelasnya,
umpamanya ada dua hadits yang yang makna lahirnya bertentangan, kemudian dapat
diambil jalan tengah, atau salah satunya ada yang di utamakan.

Misalnya sabda rasulullah SAW, “tiada penyakit menular ” dan sabdanya dalam hadits lain
berbunyi, “Larilah dari penyakit kusta sebagaimana kamu lari singa”. Kedua hadits tersebut
sama-sama shahih. Lalu diterapkanlah jalan tengah bahwa sesungguhnya penyakit tersebut
tidak menular dengan sendirinya. Akan tetapi allah SWT menjadikan pergaulan orang yang
sakit dengan yang sehat sebagai sebab penularan penyakit.

Di antara ulama yang menulis tentang ilmu mukhtalaf al-hadits adalah imam syafi’I (204 H),
Ibn Qutaibah (276 H), Abu Yahya Zakariya Bin Yahya al-Saji (307 H) dan Ibnu al-Jauzi (598
H).

4. Ilmu Ilal Al-Hadits


Ilmu ini membahas tentang sebab-sebab tersembunyinya yang dapat merusak
keabsahan suatu hadits. Misalnya memuttasilkan hadits yang mungkati’, memarfu’kan
hadits yang maukuf dan sebagainya. Dengan demikian menjadi nyata betapa
pentingnya ilmu ini posisinya dalam disiplin ilmu hadits.

5. Ilmu Gharib Al-Hadits


ilmu ini membahas tentang kesamaran makna lafad hadits. Karena telah berbaur
dengan bahasa arab pasar. Ulama yang terdahulu menyusun kitab tentang ilmu ini
adalah abu hasan al-nadru ibn syamil al-mazini, wafat pada tahun 203 H.

6. Ilmu Nasakh Wa Al-Mansukh Al-Hadits


ilmu nasakh wa al-mansukh al-hadits adalah ilmu yang membahas tentang hadits-hadits
yang bertentangan yang hukumnya tidak dapat dikompromikan antara yang satu
dengan yang lain.yang datang dahulu disebut mansukh (hadits yang dihapus) dan yang
datang kemudian disebut nasikh (hadits yang menghapus).
Pengetahuan ilmu tentang nasikh mansukh ini merupakan ilmu yang sangat
penting untuk dan wajib dikuasai oleh seorang yang akan mengkaji hukum
syariat. Sebab tidak mungkin bagi seseorang yang akan membahas tentang

14
hukum syar’i sementara ia tidak mengenal dan menguasai ilmu tentang nasikh
mansukh.

7. Ilmu Rijal Al-Hadits ( ‫) ﻋﻠﻢ ﺭﺟﺎﻝ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ‬


Ilmu Rijal al-Hadits adalah ilmu untuk mengetahui para perawi hadits dalam
kapasitasnya sebagai perawi hadits.
Maksudnya adalah ilmu yang membicarakan seluk-beluk dan sejarah kehidupan para
perawi, baik dari generasi sahabat, tabi’in maupun tabi’ tabi’in. Intinya objek kajiannya
adalah pada matan dan sanad.

Pendiri Ilmu Hadits Dirayah adalah Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdurahman
bin Khalad Ramahumuzi (w.360 H).

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
 Dalam ilmu hadis, ada dua cabang utama ilmu hadis. Yaitu ilmu riwayah dan ilmu
dirayah. Keduanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Untuk
mengetahui dirayah hadis, baik dari segi historisitas (kualitas sanad) maupun segi
pemahaman, sangat diperlukan pengetahuan tentang ilmu riwayah. Tanpa adanya
ilmu riwayah, dirayah akan terputus dari konteks historisnya. Baik, histori
kemunculannya pada masa Nabi (sababul wurud), maupun histori
periwayatannya (sababul irad).
 Sebaliknya, kajian ilmu riwayah saja tanpa disertai dengan pengetahuan tentang
dirayahnya, akan menjadi kering dan tidak sempurna manfaatnya. Ini karena tujuan
utama praktik periwayatan adalah bukan sekedar pengutipan, penyampaian, atau
konservasi, melainkan juga pemaknaan, pemahaman dan pengamalan hadis. Dari
situlah kemudian ilmu hadis riwayah dan dirayah adalah bak dua sisi mata uang,
berbeda namun tak terpisahkan.

B. SARAN

Semoga pembuatan makalah ini dapat menambah dan memperluas wawasan pembaca
mengenai ilmu hadits. Pemakalh berharap ilmu hadits dapat lebih dipelajari lagi karena ilmu
hadits ini sangat erat kaitannya dengan masalah masalah yang terjadi di kehidupan kita sehari
hari. Dengan mengetahui hadits yang sahih maka akan dapat menjadi panduan kita dalam
memperbaiki diri menjadi manusia yang beragama islam secara sempurna. Apabila terdapat
kesalahan dan kekeliruan dari isi makalah ini pemakalah mohon maaf. Wassalam.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Suparta, Munzier. 2006. Ilmu Hadits. Jakarta : PT Rajagrafindo


2. Hadi, Saeful. 2013. Ulumul Hadits. Yogyakarkta : Sabda Media

17

Anda mungkin juga menyukai