Anda di halaman 1dari 23

MASHADIR AHKAM 1

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Ushul Fiqh

yang dibina oleh Zaini Miftah, MA

oleh

Kelompok 4 kelas V B

Mukhlisatin Zahro 2017.5501.01.04403

Novia Nurul Mar Atus Sholikhah 2017.5501.01.04243

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM SUNAN GIRI BOJONEGORO

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas karunia dan kehadirat Allah SWT penulisan
makalah tentang mashadir ahkam 1 atau sumber-sumber hukum Islam dapat
dikerjakan dan terselesaikan meskipun masih banyak kekurangannya. Penulisan
makalah ini didasari oleh tugas mata kuliah ushul fiqh dengan bersumber dari
berbagai referensi buku maupun jurnal ilmiah yang ada di internet. Selain itu juga
untuk memacu kegiatan literasi dan pendidikan di lingkungan kampus yang
mengalami penurunan. Karena pendidikan sebagai investasi peradaban bagi bangsa
Indonesia yang ingin maju dan sejahtera, serta menjadi pemenang dalam persaingan
global, yang memerlukan petunjuk dan arah sehingga pembangunan pendidikan
Indonesia akan mengalami proses kemajuan dan peningkatan kualitas.

Penulisan makalah ini tidak akan mungkin terlepas dari kekurangan dan
kesalahan pengetikan maupun tata bahasa yang kurang sesuai, karena keterbatasan
pengetahuan dan referensi yang dimiliki oleh penulis. Saran daan kritik dari
pembaca sangat diperlukan untuk perbaikan di masa yang akan datang, sehingga
hasil tulisan akan lebih baik lagi. Semoga makalah ini memberikan manfaat yang
besar maupun sedikit sebagai bentuk peran kecil kami sebagai mahasiswa yang
masih kekurangan ilmu untuk dipelajari untuk diri kami sendiri yang kedepannya
dapat berguna untuk nusa dan bangsa.

3 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ i

Daftar Isi......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

1) Pengertian Mashadir Ahkam ..................................................................... 3


2) Jenis-jenis Mashadir Ahkam ..................................................................... 5
3) Al-Qur’an
1. Definisi Al-Qur’an ............................................................................. 6
2. Kehujjahan Al-Qur’an ........................................................................ 8
3. Perannya dalam Pembentukan Hukum ............................................ 10
4) Al-Hadist
1. Definisi Hadist ................................................................................. 12
2. Kehujjahan Hadist ............................................................................ 16
3. Perannya Terhadap Alqurandalam Pembentukan Hukum ............... 17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 18
B. Saran ........................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mashadir al-Ahkam dalam catatan para ulama terdahulu tidak dikenal


karena umumnya para ahli hukum klasik menggunakan istilah al-dillah asy-
syar’iyyah. Secara umum kedua istilah ini memiliki pengertian yang berbeda.
Mashadir berarti sumber yakni suatu sumber yang darinya digali hukum tertentu
sedangkan al-adlillah berarti dalil, yakni petunjuk yang akan membawa pada
hukum tertentu.1

Dalam pengkategorian sumber hukum Islam ada banyak pendapat mengenai


hal ini. Ada yang mengatakan ada 4 yaitu: Alquran, Hadis, Ijma’ dan Qiyas. Ada
yang mengatakan 3 tanpa mengikutkan qiyas. Namun yang pasti dan diakui oleh
para ulama ada 2 yaitu: Alquran dan Hadis. Sedangkan untuk dua lainnya masih
menjadi kajian dan perdebatan dikalangan para ulama.

Oleh karena itu, di sini penulis hanya akan membahas mengenai sumber
hukum Islam yang diakui oleh semua kalangan para ulama adalah Alquran dan
Hadis. Di sini akan dibahas mengenai mashadir ahkam dan jenis-jenisnya,
pengertian Alquran, kehujjahan Alquran, dan peran Alquran sebagai pembentuk
hukum Islam. Dan juga Hadis akan dibahas mengenai pengertian hadis, kehujjahan
hadis serta perannya terhadap Alquran sebagai pembentuk hukum Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Mashadir Ahkam?
2. Apa saja jenis-jenis dari Mashadir Ahkam?

1
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, hlm. 82.

1
3. Bagaimana uraian dari Alquran berdasarkan pada pengertian, kehujjahan
Alquran dan perannya dalam pembentukkan hukum?
4. Bagaimana uraian dari Hadis berdasarkan pada pengertian, kehujjahan
Hadist, dan perannya terhadap Alquran dalam pembentukkan hukum?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Mashadir Ahkam.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari Mashadir Ahkam.
3. Untuk mengetahui uraian dari Alquran berdasarkan pada pengertian,
kehujjahan Alquran dan perannya dalam pembentukkan hukum.
4. Untuk mengetahui uraian dari hadis berdasarkan pada pengertian,
kehujjahan hadist, dan perannya terhadap Alquran dalam pembentukkan
hukum.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mashadir Ahkam

Kata-kata “Sumber Hukum Islam” merupakan terjemahan lafadz Mashadir


al-Ahkam. Kata tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab hukum Islam yang
ditulis oleh ulama-ulama fiqh dan ushul fiqh klasik. Mereka menggunakan istilah
al-adillah al-Syariyyah. Penggunaan kata mashadir al-Ahkam digunakan oleh
ulama pada masa sekarang ini, tentu yang dimaksudkan adalah memiliki arti yang
sama dengan istilah al-Adillah al-Syar’iyyah. Yang dimaksud dengan Mashadir al-
Ahkam adalah dalil-dalil hukum syara’ yang diambil (diistinbatkan) daripadanya
untuk menemukan hukum. Sumber hukum dalam Islam, ada yang disepakati
(muttafaq) oleh para ulama dan ada yang masih diperselisihkan (mukhtalaf).
Adapun sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah Alquran,
Hadist, Ijma’, dan Qiyas. Para jumhur ulama juga sepakat tterhadap urutan dalil-
dalil tersebut yaitu dimulai dari Alquran, Hadist, Ijma’, dan Qiyas, namun dari
kalangan Mu’tazilah menempatkan akal dalam urutan pertama sebelum Alquran,
sunnah, ijma’ dan qiyas.2

Sedangkan di dalam buku Ushul Fiqh karya dari Dr. H. Abd. Rahman
Dahlan, M.A. menyatakan bahwa dalam buku-buku ushul fiqh kontemporer, kita
bisa menemukan ungkapan yang berisi “Sumber hukum Islam yang disepakati
seluruh ulama ada 4, yaitu: Alquran (al-Kitab), as-sunnah, al-ijma’, dan al-qiyas”.
Dalam pernyataan ini mengandung makna kata sumber hukum adalah terjemahan
dari kata mashadir al-ahkam, dikacaukan pengertiannya dengan kata dalil hukum,
sebagai terjemahan dari kata adillah al-ahkam. Padahal kedua kata tersebut
mengandung pengertian yang berbeda, khususnya saat yang dimaksud adalah

2
Siska Lis Sulistiani, Perbandingan Sumber Hukum, TAHKIM, Jurnal Peradaban dan Hukum
Islam, Vol. 1 No. 1, Maret 2018, hlm. 103.

3
sumber hukum Islam dan dalil hukum Islam. Pada hakikatnya, kata sumber
mengandung arti sesuatu yang menjadi dasar lahirnya sesuatu. Sedangkan kata dalil
memiliki kandungan arti sesuatu yang memberi petunjuk dan mengantarkan orang
untuk menemukan sesuatu. Dalam konteks dalil terdapat usaha ijtihad untuk
menemukan hukum Islam yang berasal dari sumber aslinya. Oleh sebab itu,
Alquran dan hadis itulah yang sebenarnya dapat disebut sebagai sumber hukum
Islam. Karena keduanya itu adalah dasar lahirnya ketentuan hukum Islam dan
merupakan teks-teks nash yang menjadi rujukan dalam menentukan hukum Islam
itu sendiri.3

Sedangkan, ijma’ dan qiyas sebenarnya bukan sumber hukum tetapi hanya
dalil hukum. Sebab keduanya bukan dasar lahirnya hukum Islam, tetapipetunjuk
untuk menemukn hukum Islam yang terdapat di dalam Alquran dan sunnah melalui
upaya ijtihad. Secara sederhana perbedaan antara sumber hukum Islam dan dalil
hukum Islam ialah, sumber hukum Islam adalah dasar utama dan asli yang
melahirkan hukum Islam yaitu Alquran dan sunnah. Sedangkan dalil hukum Islam
adalah cara-cara yang ditempuh melalui ijtihad untuk menemukan atau
menghasilkan suatu hukum Islam. Cara-cara tersebut bisa berupa istihsan,
mashalaha al-murshalah, sadd az-zariah, istishhab, syar’u man qablana, dan lain-
lain.4

Meskipun hanya Alquran dan sunnah yang dapat disebut sebagai sumber
hukum Islam, hal tersebut tidak menghalangi keduanya sebagai dalil hukum,
apabila keduanya memberi petunjuk untuk menemukan hukum Islam itu sendiri.
Bisa dikatakan bahwa sumber dan dalil hukum Islam bersifat umum dan khusus
yaitu sumber hukum Islam bisa disebut dalil hukum Islam, tetapi tidak semua dalil
hukum Islam dapat disebut sumber hukum Islam.5

3
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, Jakarta: Amzah, 2011, hlm. 114
4
Loc.cit.
5
Loc.cit.

4
B. Jenis-jenis Mashadir Ahkam
1. Al-Qur'an adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad
tertulis dalam mushaf berbahasa Arab yang disampaikan secara mutawatir,
apabila kita membacanya bernilai ibadah yang dimulai dari surah Al-
Fatihah sampai surah An-Nas.6
2. Hadist adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW,
berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.7
3. Ijma' adalah kesepakatan para ahli yang kompeten mengurusi umat yang
berasal dari umat Nabi Muhammad SAW pada suatu masa atas hukum suatu
kasus.8
4. Qiyas adalah menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam yang
tidak ada ketentuan hukumnya dengan sesuatu yang ada ketentuan
hukumnya karena ada persamaan illat antar keduanya.9
5. 'Urf adalah segala sesuatu yang sudah dikenal masyarakat dan dilakukan
secara terus menerus baik berupa perkataan atau perbuatan lebih singkatnya
itu sama artinya dengan adat kebiasaan.10
6. Istihsan adalah meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya
disebabkan ada suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk
meninggalkannya.11
7. Istishab adalah melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan yang
telah ditetapkan sebab suatu dalil sampai ada dalil lain yang mengubah
kedudukan hukum tersebut.12
8. Syar'u man qoblana adalah ajaran-ajaran atau syari’at sebelum agama Islam
datang.

6
Siska Lis Sulistiani, Op.cit., hlm. 105.
7
Sudirman Suparmin, Ushul Fiqh, Bandung: Citapustaka Media, 2014, hlm. 47.
8
Ibid., hlm. 62.
9
Ibid., hlm. 73.
10
Bacaan Madani, Pengertian ‘Urf (Adat), Macam-macam dan Kedududkan ‘Urf dalam
Penetapan Hukum, (Online) (https://www.bacaanmadani.com/2017/09/pengertian-urf-adat-
macam-macam-dan.html/m=1) diakses pada 13 Oktober 2019.
11
Era Muslim, Tentang Istihsan dan Pengertiannya, (Online)
(https://m.eramuslim.com/umum/tentang-istihsan-dan-pengertiannya.htm) diakses pada 13
Oktober 2019.
12
Nashihuddin, Makalah Istihsan, Istishab, dan Maslahah Mursalah, (Online)
(https://nashihuddinyatamu.wordpress.com/2012/12/09/makalah-istihsan-istishab-danmaslahah-
mursalah/) diakses pada 13 Oktober 2019.

5
9. Sad dzariyah amal ahli Madinah adalah melarang perkara-perkara yang
awalnya dibolehkan, kemudian dilarang karena membuka jalan dan menjadi
pendorong terhadap perbuatan yang dilarang agama.
10. Qoul sahabi adalah fatwa-fatwa sahabat mengenai berbagai masalah yang
dinyatakan setelah Rasulallah SAW wafat.

C. Al-Qur’an
1. Definisi Alquran

Secara bahasa Alquran merupakan bentuk mashdar dari kata qara’a;


timbangan kata (wazan)-nya adalah fu’lan, artinya: bacaan. Pengertian kebahasaan
Alquran ialah, yang dibaca, dilihat, dan ditelaah. Secara istilah Alquran adalah
kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad tertulis dalam mushaf
berbahasa Arab yang disampaikan secara mutawatir, apabila kita membacanya
bernilai ibadah yang dimulai dari surah Al-Fatihah sampai surah An-Nas. 13
Sedangkan dalam pengertian menurut istilah, ada beberapa definisi Alquran yang
dikemukakan ulama.14 Umumnya ulama usul fiqh mendefinisikan Alquran sebagai
berikut.

ِ ِ ‫ىُُم َّم ٍدُص لَّىُالُلَّه‬ َُ ‫الْ ُق ْرآ ُنُ ُه َوَكالَ ُمُاللّ ِهُتَ َع‬
َ َ‫ُعلَْيه َُو َس لّ َلُفِاللَّ ْل‬
ُ‫ُالعَرِ يُُالْ َمْن ُق ْو ُل‬ َُ َ َُ َ‫ُعل‬ َ ‫الُاملُنَ َّزُل‬
ُْ ‫فُالْ ُمتَ َعبَّ ُدُفِتِالََوُتِِهُاملْب ُد ْوعُُفِ ُس ُ ْوَرةُِالْ َل ِاِتَ ِةُالْ َم‬
ُ‫ختُُوُُم‬ ِ ُِ ‫إِلَْي نَاُفِالتَّواتُِرُالْمكْتُوب ُِِفُالْمص ا‬
َ َ ُ ْ َ َ
َ
ُِ ‫فِ ُس ْوَرةُِالن‬
ُ ‫َّاس‬
Alquran ialah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Muhammad SAW
berbahasa Arab, diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, termaktub di dalam
mushaf, membacanya merupakan ibadah, dimulai dari surah al-Fatihah dan
diakhiri dengan surah an-Nas.

13
Siska Lis Sulistiani, Op.cit., hlm. 105.
14
Abd. Rahman Dahlan, Op.cit., hlm. 115.

6
Sedangkan menurut Muhammad Ali ash-Shabuni:

ِ ‫ْي‬ ِ ْ ‫ُاْل َِج‬


ْ ‫ْيُفَِو ِاس ْلَِة‬ ِ ِ ْ ‫اَت‬ ِ ِ
ُ ِ ِِْْ ُْ َ ْ ‫ُاْلَنْبِيَاء َُوالْ ُم ْر َس ُل‬ َِ ‫ىُخ‬َ َ‫ُعل‬ َ ‫ُالْ ُق ْرآ ُنُ ُه َوَكالَ ُمُاللّهُالْ ُم ْعج ِزُالْ ُمنََُّزُل‬
ُ ‫فُالْ َمْن ُق ْو ُلُإلَْي نَاُفِالت ََّواُتُِراُلْ ُمتَ َعبَّ ُدُفِتِالََوتِِهُاملْب ُد ْو‬
ُِ‫عُُفِ ُس ْوَرة‬ ِ ُِ ‫السالَمُالْمكْتُوب ُِِفُالْمصا‬
َ َ ْ ُ ْ َ ُ َّ ُ‫َعُْلُْي ُِه‬
َ
ُِ ‫الْ ُم ْختَتَ ُلُفِ ُسُْوَرةُِالن‬
ُ ‫َّاس‬
Alquran ialah firman Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada
“Penutup para nabi dan rasul”,(Muhammad SAW) melalui malaikat Jibril AS,
termaktub di dalam mushaf, yang diriwayatkan kepada kita secara mutawatir,
membacanya merupakan ibadah , dimulai dari surah al-Fatihah dan diakhiri
dengan surah an-Nas.

Lalu menurut Ali Hasbullah mendefinisikan Alquran sebagai berikut:

ِ ُ ‫ىُُم َّم ٍدُص لَّىُاللّ ِهُعلَي ِهُوس لَّلُفِلِس‬ ِ ِ


ُ‫ان‬ َ َ ََ َْ َ َُ َ‫ُعل‬ َ ‫ُه َوُ َكالَ ُمُاللَّهُتَ َع َالُالْ ُمنَ َّزُل‬
ُ ‫ابُأ َْوُالْ ُق ْرآ ُن‬
ُ َ‫الْكت‬
‫ُخَر ُاه ُْل‬
ْ ‫اُه ْل َُوأ‬
ُ َ‫ُدنْي‬
ُ ‫ُِف‬ ِ ‫ُصالَ ٌحُلِلن‬
ْ ِ ‫َّاس‬
ِ ُِ ً‫ْيُتِب يان‬
َ ‫اُل ًماُفِه‬ َ ْ ٍ ْ ِ‫ُجب‬ُ ‫َعَرِ ي‬
Al-Kitab atau Alquran ialah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW berbahasa Arab yang nyata, sebagai penjelasan untuk
kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.

Dari tiga definisi di atas dapat diketahui bahwa hakikatnya Alquran itu
sebagai berikut.15

a. Alquran merupakan wahyu yang difirmankan Allah SWT baik makna


maupun lafalnya. Oleh karena itu, jika wahyu yang disampaikan hanya
dalam bentuk makna saja sedangkan lafalnya berasal dari nabi Muhammad
SAW tidak disebut Alquran, tetapi disebut dengan hadis qudsi atau hadis
pada umumnya.
b. Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Artinya, wahyu Allah
yang diturunkan kepada para nabi dan rasul sebelum Nabi Muhammad
SAW seperti : Taurat, Zabur, dan Injil, bukanlah Alquran. Tetapi di dalam

15
Ibid., hlm. 116.

7
Alquran banyak menceritakan kembali dan menyitir wahyu yang diturunkan
Allah SWT kepada para nabi dan rasul terdahulu.
c. Bahasa Alquran adalah bahasa Arab. Oleh sebab itu, terjemahan Alquran ke
dalam bahasa lain atau tafsirnya tidak disebut Alquran. Karena terjemahan
atau tafsiran Alquran dapat mengandung kesalahan. Sehingga, terjemahan
Alquran ke dalam bahasa lain atau tafsirnya tidak dapat dijadikan rujukan
dan digunakan sebagai dalil untuk menetapkan hukum (istinbath al-ahkam).
d. Alquran diriwayatkan secara mutawatir. Artinya, semua ayat Alquran yang
terdapat dalam mushaf Utsmani dijamin kepastian keberadaanya sebagai
wahyu Allah SWT, dan tidak ada satu ayat pun yang ada di dalam mushaf
Alquran itu yang bukan wahyu Allah SWT.

2. Kehujjahan Al-Qur’an

Semua ulama memiliki pendapat yang sama bahwa Alquran merupakan


hujjah16 bagi setiap orang Islam, karena ia adalah wahyu dan kitab Allah yang sifat
periwayatannya mutawatir. Periwayatan Alquran sendiri selain dilakukan dengan
orang banyak dari generasi ke generasi semenjak generasi sahabat Nabi sendiri,
juga dilaukan dengancaralisan dan tulisan. Meskipun begitu tidak ada satu orang
pun yang berbeda pendapat dalam periwayatannya, padahal perawi Alquran
berbeda-beda suku, bangsa, dan berbeda daerah tempat tinggalnya. Berdasarkan hal
tersebut, keseluruhan ayat-ayat Alquran bersifat pasti (qath’iats-tsubut) sebagai
wahyu Allah.17

Berikut ini uraian dari kehujjahan Alquran dari pandangan beberapa tokoh
ulama.18

16
Hujjah atau Hujjat adalah istilah yang digunakan dalam Alquran dan literatur Islam yang
bermakna tanda, bukti, dalil, alasan atau argumentasi. Sehingga jika ada kata kerja “berhujjah”
berarti sebagai “memberikan alasan-alasan”, dalam https://id.m.wikipedia.org , diakses pada 13
Oktober 2019.
17
Abd. Rahman Dahlan, Op.cit., hlm. 117.
18
Syafe’i Rachmat, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010, hlm. 51-54. Dalam
makalah Firda Rahmawati, dkk., Mashadir Ahkam 1, Makalah, Lampung: Institut Agama Islam
Negeri Metro, hlm. 3-4.

8
a. Pandangan Imam Asy-Syafi’i

Imam Syafi’i berpendapat bahwa Alquran merupakan sumber hukum Islam


yang paling pokok, bahkan beliau perpendapat bahwa “Tidak ada yang diturunkan
kepada penganut agama manapun, kecuali petunjuknya terdapat dalam Alquran”.
Oleh sebab itu setiap kali mengeluarkan pendapat Imam Syafi’i senantiasa
mencantumkan nash-nash Alquran. Imam Syafi’i juga berpendapat bahwa Alquran
tidak bisa dilepaskan dari As-Sunnah, karena hubungan antar keduanya sangatlah
erat. Jika ulama lain berpendapat bahwa hukum Islam yang pertama adalah Alquran
baru kemudian As-Sunnah, maka Imam Syafi’i berpendapat bahwa Alquran dan
As-Sunnah adlah sumber hukum Islam yang pertama.

b. Pandangan Imam Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah sependapat dengan jumhur ulama bahwa Alquran


merupakan sumber hukum Islam. Tetapi, menurut sebagian besar ulama
menyatakan bahwa Imam Abu Hanifah berbeda pendapat dengan jumhur ulama
mengenai Alquran itu mencakup lafadz atau maknanya saja. Diantara dalil yang
menunjukkan pendapat Imam Abu Hanifah bahwa Alquranhanya maknya saja
adalah ia membolehkan shalat menggunakan bahasa selain Arab, misalnya dengan
menggunakan bahasa Parsi walaupun tidak dalam keadaan madrat. Padahal
menurut Imam Syafi’i, meskipun seseorang itu bodoh tidak diperbolehkan
membaca Alquran dengan menggunakan bahasa selain Arab.

c. Pandangan Imam Malik

Menurut Imam Malik, hakikat Alquran adalah kalamallah yang lafadz dan
maknanya dari Allah SWT. Ia bukan makhluk, karena kalam Allah tidak diturunkan
oleh makhluk.

d. Pandangan Imam Ahmad Ibnu Hambal

Berbagai kaidah yang tidak akan berubah dengan berubahnya zaman dan
tempat. Di dalam Alquran juga mengandung hukum-hukum global dan penjelasan
mengenai akidah yang benar, disamping sebagai hujjah untuk tetap berdirinya
agama Islam. Ahmad Ibnu Hambal berpendapat sebagaimana ulama lainnya bahwa

9
Alquran itu sumber pokok Islam, kemudian barulah As-sunnah. Samahalnya Imam
Syafi’i, Imam Ahmad berpandangan bahwa As-Sunnah memiliki kedudukan yang
kuat di samping Alquran.

Selain dari pendapat ulama di atas, semua jumhur ulama bersepakat bahwa
mengenai kehujjahan Alquran, Alquran adalah satu-satunya sumber pertama dan
yang paling utama dalam hukum Islam, sebelum sumber-sumber hukum yang lain.
Sebab Alquran merupakan pedoman tertinggi bagi umat Islam, sehingga semua
hukum dan sumber hukum tidak boleh bertentangan dengan Alquran.

3. Peran Alquran dalam Pembentukan Hukum

Perlu ditegaskan bahwa Alquran bukanlah kitab hukum, apalagi sebuah


kitab undang-undang yang menampakkan diri sebagai kumpulan peraturan yang
bersifat sistematis dan terperinci pasal demi pasal dan bersifat spesifik. Tetapi
ditegaskan Alquran sendiri bahwa Alquran itu sebagai kitab wahyu, fungsi dari
Alquran antara lain adalah sebagai berikut:19

a. Sebagai al-huda, memiliki arti petunjuk bagi manusia yang bertakwa untuk
keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
b. Sebagai rahmat, yang memiliki arti membawa manusia untuk hidup dengan
penuh kasih sayang, dan sebagai bukti bahwa Allah Maha Pengasih dan
Maha Penyayang.
c. Sebagai maw’izhah, yang memiliki arti bimbingan dan pengajaran bagi
manusia untuk mencapai kesucian dan keluhuran fitrahnya; sebagai tibyan
atau penjelasan dan tafshil atau pemerinci atas segala sesuatu yang harus
diketahui manusia dalam rangka untuk kepentingan keselamatan dirinya di
dunia dan di akhirat.
d. Sebagai furqan, yang memiliki arti pembeda antara yang baik dan yang
buruk, yang benar dan yang salah, yang berada dalam jalan yang benar dan
yang sesat.

19
Abd. Rahman Dahlan, Op.cit., hlm. 125.

10
e. Sebagai nur, yang memiliki arti cahaya yang menerangi kalbu manusia
untuk melihat kebenaran dan menjadi benar dalam kehidupannya.

Meskipun Alquran bukan kitab undang-undang, namun dalam fungsinya


sebagai furqan, tafshil, dan tibyan, Alquran mengandung ayat-ayat yang berisi
ketentuan-ketentuan hukum Islam. Sebab Alquran berkedudukan sebagai sumber
hukum utama dan pertama dari hukum Islam. Sama halnya undang-undang dasr
suatu negara, aturan dan ketentuan hukum yang terdapat didalamnya, pada
umumnya mengatur hal-hal yang bersifat umum dan pokok. Penjelasan lebih lanjut
dari ketentuan-ketentuan itu dijabarkan oleh sunnah Nabi SAW.20

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, Alquran bukanlah kitab hukum,


karena ayat-ayat Alquranlah yang mengandung hukum, menurut sebagian pendapat
sekitar 500 ayat saja. Bahkan menurut ulama yang lain, hanya sekitar 150 ayat saja.
Terbatasnya jumlah ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan masalah hukum
tersebut, berisi tentang aturan-aturan hubungan manusia dengan Allah SWT,
hubungan antar manusia, dan hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya.

Disebut Ibadah jika ayat-ayat Alquran berisi mengenai hal-hal yang


mengatur hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Contohnya Shalat, puasa,
zakat, haji, dan ibadah-ibadah lainnya. Sedangkan ayat-ayat Alquran yang
mengatur hubungan antar manusia disebut dengan muamalah. Dalam kolompok ini,
yang termasuk di dalamnya adalah:21

a. Ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan masalah transaksi bisnis


(jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, gadai, dan upah) dan yan
berkaitan dengan harta lainnya (muamalah dalam arti sempit)
b. Ketentuan-ketentuan tentang perkawinan (munakahat), dan yang berkaitan
dengan hal tersebut, seperti: perceraian, talak, rujuk, pengasuhan anak, dan
lain-lain
c. Ketentuan-ketentuan tentang warisan (mirats) dan wasiat

20
Loc.cit.
21
Ibid., hlm. 129-130.

11
d. Ketentuan-ketentuan tenang hukum pidana (jinayat), seperti: pencurian,
perampokan, perusakan harta benda, pembunuhan dan penzianaan, dan
semua yang berkaitan dengan kejahatan terhadap harta dan seksual.
e. Ketentuan-ketentuan tentang peradilan (murafa’at/ qadha’), misalnya:
gugatan, pembuktian, kesaksian, banding, dan lain-lain
f. Ketentuan-ketentuan masalah politik dan tata negara (siyasat/ dusturiyyah),
misalnya: persyaratan dan pengangkatan kepala negara, pertahanan dan
keamanan, sumber-sumber pendapatan dan keuangan negara
g. Ketentuan-ketentuan tentang hubungan antarnegara (ahkam al-dualiyyah),
baik bilateral maupun unilateral, batas-batas wilayah negara, perjanjian-
perjanjian antarnegara, keadaan damai dan perang, dan masalah-masalah
lainnya.

Hukum yang ada di dalam Alquran adalah sebagai sumber hukum


(mashadir al-ahkam) yang utama, pada umumnya masih bersisfat global (ijtimaly),
hukum yang terperinci hanya beberapa saja. Contohnya saja hukum tentang
perkawinan dan hukum warisan. Kemudian hukum yang sifatnya masih global
dijelaskan dalam hadis atau sunnah Rasulullah SAW.22

D. Al-Hadis
1. Definisi Al-Hadist

Al-Imam Abu Zahra’, mendefinisikan As-Sunnah adalah: “Sunnah nabi


adalah sabda-sabda nabi SAW, perbuatan beliau dan taqrir beliau.” Jadi sunnah
rosulullah adalah apa saja yang diucapkan oleh Rosululloh SAW, apa saja yang
telah diperlakukan oleh beliau, dan apa saja yang dilakukan oleh para sahabat beliau
tetapi dibiarkan oleh beliau dalam arti tidak di salahkan oleh beliau.23

a. Pembagian sunnah dilihat dari bentuknya

22
Sudirman Suparmin, Op.cit., hlm. 46.
23
Zen Amiruddin, Ushul Fiqih, Yogyakarta: Penerbit TERAS, 2009, hlm. 76.

12
1) Sunnah Qauliyah
Sunnah Qauliyah adalah qoul atau sabda nabi SAW, sehingga matan
sunnah itu diriwayatkan oleh para rawi dengan ucapan Nabi SAW jadi
misalnya telah” bersabda Nabi SAW” atau “ Aku mendengar Nabi
SAW bersabda”.24
2) Sunnah Fi’liyah
Diriwayatkan dengan menggunakan kalimat-kalimat yang
menunjukkan Nabi SAW telah mengamalkan sesuatu atau melakukan
sesuatu, kemudian para sahabat menceritakan tentang perilaku atau
perbuatan-perbuatan Nabi SAW yang dilihatnya itu, kemudian para
perawipun meriwayatkan sesuai dengan apa yang diceritakan oleh saabt
selaku perawi tingkat pertama.25
3) Sunnah Taqririyah
Nabi SAW membiarkan perbuatan sahabat, artinya tidak menegur
perbuatan yang dilakukan sahabat. Sunnah taqririyah diriwayatkan
dengan kalimat yang diucapkan sahabat yang telah melakukan sesuatu,
sesuatu yang dilakukan itu diketahui oleh nabi SAW, namun Nabi SAW
mendiamkan saja, oleh karenanya maka hal itu berarti tidak salah.26
4) Sunnah Hammiyah
Sunnah Hammiyah adalah cita-cita Nabi SAW. Para ulama berbeda
pendapat tentang status dalil sunnah hammiyah ini. Ada yang
menganggap bahwa sunnah ini menjadi sumber hukum karena telah
disabdakan oleh Nabi SAW, tetapi juga ada yang berpendapat bahwa
sunnah ini tidak menjadi sumber hukum. Bagi yang tidak menggunakan
sunnah hammiyah menjadi dalil hukum, beralasan bahwa hammiyah itu
baru merupakan angan-angan Nabi SAW jadi bukan sesuatu amal
perbuatan yang bisa dijadikan model. Contoh hammiyah nabi adalah
“sungguh jika aku masihh hidup tahun depan aku akan puasa hari ke 9
dari hari assyuro”.27

24
Ibid., hlm. 77
25
Loc.cit.
26
Ibid., hlm 78.
27
Loc.cit.

13
Hadist ini timbul akibat adanya usulan para sahabat bahwa puasa hari
ke 10 muharrom addalah bertepatan dengan hari rayanya umat yahudi
dan nasrani, maka Nabi SAW bersabda seperti itu. Cita-cita Nabi SAW
tidak kesampaian karena beliau wafat sebelum melaksanakan sabdanya
itu.28

b. Pembagian As sunnahh dari bilangan ruwahnya


1) As-Sunnah/ Al-Hadist Mutawatir
Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan pada tiap tingkatan
sanatnya oleh orang banyak yang tidak terhitung jumlahnya dan
menurut akal masing-masing tingkatan perawi itu tidak mungkin
bersepakat untuk berbuat bohong. 29 Hadist mutawatir ini ada yang
lafdiyah dan ada yang maqnawiyah. Diantara hadist mutawatir yang
lafdiyah adalah:
Rasulullah SAW bersabda : janganlah kamu menulis dari pada ku selain
al-qur’an, siapa yang menulis dari padaku selain Alquranmaka
hapuskanlah, barang siapa yang berdusta atas nama diriku, tunggulah
tempatnya di neraka.”
Diantara hadist mutawatir yang maqnawiyah misalnya perihal angkat
tangan waktu berdoa, banyak riwayat yang menunjukkan Nabi SAW
mengangkat tangan ketika berdoa. Gerakan-gerakan rukun sholat,
berdiri, ruku’, sujud dan sebagainya. Secara lafdzi Nabi SAW hanya
mengatakan “sholatlah seperti kamu melihat aku sholat”. Sedangkan
macam gerakannya tidaklah di ucapkan beliau.30
2) Hadist masyhur
Hadits yang diriwayatkan oleh orang seorang pada lapisan pertama
(sahabat) dan lapis kedua (tabi’in). Kemudian setelah itu tersebar luas
dinukilkan oleh segolongan (banyak) orang yang tak dapat didakwa
mereka itu bersepakat berbuat bohong. Ada juga yang mendefinisikan

28
Ibid., hlm 79.
29
Loc.cit.
30
Ibid., hlm. 80.

14
bahwa hadist masyhur itu adalah hadist yang di riwayatkan oleh tiga
orang atau lebih, tetapi tidak sampai kederajat hadist mutawatir.31
3) Hadist Ahad
Khabar ahad adalah khabar yang tiada sampai jumlah banyak
pemberitanya kepada jumlah khabar mutawatir, baik pengkhabar itu
seorang, dua, tiga, empat dan seterusnya dari bilangan yang tiada
memberi pengertian bahhwa khabar itu dengan bilangan rawinya itu
masuk kedalam khabar mutawatir. Hadist ahad di riwayatkan oleh
seorang perorangan atau beberapa orang, mulai lapisan pertama sampai
terakhir, tetapi tidak cukup terdapat padanya tanda-tanda yang dapat
menjadikannya hadis masyhurapalagi hadist mutawatir.32

c. Pembagian As-Sunnah Di tinjau dari Sahih Tidaknya


1) Hadis sahih
Hadis sahih adalah hadis yang bersambung-sambung sanad-nya, oleh
para perawi yang dhabit(antara lain bersifat kokoh ingatan, adil, jujur,
dan lain-lain, dan tidak terdapat padanya sifat-sifat pribadi yang
menjadikan keganjilan dan cacat-cacat yang memburukannya atau yang
tidak dapat mempercayainya se laku pembawa kabar berita.33
2) Hadis Hasan
Hadis hasan itu adalah hadis yang statusnya berada antara hadis shahih
dan hadis dhaif. Hadis Hasan adalah hadis yang diriwayatkan dengan
bersambung-sambung sanadnya, namun ada perawinya yang kurang
mempunyai derajat kepercayaan yang sempurna. Menurut ibnu
Taimiyah, hadis hasan adalah hadis yang diriwayatkan dengan banyak
jalan datangnya, tak ada dalam sanadnya orang yang tertuduh dusta atau
sadz.34 Hadis Hasan ada yang lidzatihi ada pula yang lighoirihi. Yang
lidzatihi adalah yang pada dasarnya hadis itu sudah berstatus hasan.
Sedang yang lighorihi, adalah pada suatu jalan riwayat ia terhitung hads

31
Loc.cit.
32
Ibid., hlm. 81.
33
Loc.cit.
34
Ibid., hlm. 82.

15
dhaif, akan tetapi ternyata diperkuat oleh hadis shahih pada jalan
riwayat lain.
3) Hadis Dhaif
Hadis yang tidak didapati di dalamnya syarat-syarat hadis shahih
maupun hadis hasan. Misalnya hadis yang diriwayatkan oleh orang
seorang, sedangkan didalamnya ada rawi yang pernah atau tertuduh
dusta, jelek hafalanya, terputus sanadnya, dan lain sebagainya. Atau
sebab-sebab lain yang diuraikan dalam ilmu yang terkait dengan
musthalahul hadist.35
4) Hadist Maudlu’(palsu)
Hadist yang bukan dari nabi SAW Misalnya : Yang artinya : Pakailah
cincin akik, karena ia dapat menghilangkan keakiran. Hadist ini
diriwayatkan oleh oleh ibnu Ady. Menurut beliau hadist ini bathil
karena dari rowi al husaini,ia adalah majhul,bahkan kemungkinan al-
husaini inilah yang membuat hadist ini.36

2. Kehujjahan Hadist

Jumhur Ulama’ sepakat, bahwa sunnah Rasulallah SAW dalam tiga bentuk
(fi’liyah, qauliyah, dan taqririyah) merupakan sumber hukum Islam (mashadir al-
ahkam, adillat al-ahkam), yang menempati posisi kedua setelah Alquran.37

Para ulama’ sepakat bahwa hanya hadist mutawatir, sahih, hasan atau hadist
lainya yang dibantu oleh hadist tersebut yang dapat dipakai sebagai hujjah/dalil
dalam bidang syar’i. Adapun hadist dhaif untuk fadloilul a’mal para ulama’
berbeda pendapat ada yang memperbolehkannya (Imam Nawawi),dan ada yang
sebagian menolaknya. Pihak yang tidak memperbolehkan beralasan larangan
berbohong dengan menyandarkan pada Nabi SAW. Dipahami dari keumuman
hadist Mutawatir yang artinya : Barang siapa yang berdusta atas nama diriku maka
tunggulah tempatnya di neraka.38

35
Loc.cit.
36
Ibid., hlm. 84.
37
Sudirman Suparmin, Op.cit., hlm. 51.
38
Ibid., hlm. 85.

16
3. Peran Hadis Terhadap Alquran dalam Pembentukan Hukum

Ditinjau dari kehujjahanya dan rujukan dalam pembentukan hukum islam,


maka hubungan as-sunah dengan Alquran itu sebagai urutan kedua sesudah al-
qur’an. Yakni rujukan para mujtahid dalam mengistinbathkan hukum yang pertama
dengan memeriksai Alquran kemudian kalau tidak ada ayat yang relevan maka
dicarilah dalam as-sunnah itu.39

Ditinjau dari segi hukum yang ada, maka tidak lebih dari tiga masalah ini:

a. As-sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang telah ada didalam al-
qur’an. Hukum semacam ini memiliki dua sumber dan terdapat pula dua
dalil. Misalnya Alquran mengajarkan bahwa sholat itu merupakan
kewajiban bagi mukmin yang telah ditentukan waktunya. Kemudian hadis
juga menyatakan bahwa salah satu yang terpuji adalah sholat pada
waktunya.40
b. As-sunnah sebagai penjelas atau penafsir dari ketentuan hukum yang ada
dalam Alquran, dalam hal ini, as-sunnah menjelaskan tentang mujmalnya
al-qur’an, ’amnya al-qur’an, mutlaqnya al-qur’an. Misalnya tentang
mujmalnya Alquran adalah perihal perintah mengerjakan shalat, as-
sunnahlah yang merinci bagaimana tata cara pelaksanaan shalat itu.41
c. As-sunnah menbentuk dan menetapkan hukum tersendiri yang tidak
terdapat dalam al-qur’an, misalnya perihal tata cara makan, pesta dan lain
sebagainya.42

39
Ibid., hlm. 86.
40
Loc.cit.
41
Ibid., hlm. 87.
42
Loc.cit.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengertian mashadir ahkam adalah setiap nash atau pedoman yang
dijadikan suatu sandaran segala bentuk amalan atau suatu hukum Islam, atau
lebih singkatnya adalah sumber-sumber hukum Islam.
2. Jenis-jenis mashadir ahkam ada sebagai berikut: Al-Qur'an, Hadist, Ijma',
Qiyas, 'Urf, Istihsan, Istishab, Syar'u man qoblana, Sad dzariyah amal ahli
madinah, dan Qoul sahabi.
3. Al-Qur’an
a. Definisi Alquran adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad tertulis dalam mushaf berbahasa Arab yang
disampaikan secara mutawatir, apabila kita membacanya bernilai
ibadah yang dimulai dari surah Al-Fatihah sampai surah An-Nas.
b. Kehujjahan Alquran, Alquran merupakan satu-satunya sumber
pertama dan yang paling utama dalam hukum Islam, sebelum
sumber-sumber hukum yang lain. Sebab Alquran merupakan
pedoman tertinggi bagi umat Islam, sehingga semua hukum dan
sumber hukum tidak boleh bertentangan dengan Alquran.
c. Peran Alquran sebagai pembentuk hukum Islam. Hukum yang ada
di dalam Alquran adalah sebagai sumber hukum (mashadir al-
ahkam) yang utama, pada umumnya masih bersifat global (ijtimaly),
hukum yang terperinci hanya beberapa saja. Contohnya saja hukum
tentang perkawinan dan hukum warisan. Kemudian hukum yang
sifatnya masih global dijelaskan dalam hadis atau sunnah Rasulullah
SAW.

18
4. Al-Hadist
a. Definisi hadis adalah segala perkataan, perbuatan, ketetapan dan
persetujuan Nabi Muhammad SAW yang dijadikan sebuah landasan
dalam menjalankan syariat Islam.
b. Kehujjahan hadis, jumhur ulama’ sepakat, bahwa sunnah Rasulallah
SAW dalam tiga bentuk (fi’liyah, qauliyah, dan taqririyah)
merupakan sumber hukum Islam (mashadir al-ahkam, adillat al-
ahkam), yang menempati posisi kedua setelah Alquran.
c. Peran Hadis terhadap Alquran dalam pembentukkan hukum Islam:
sebagai penguat hukum yang telah ada didalam Alquran, sebagai
penjelas atau penafsir dari ketentuan hukum yang ada dalam
Alquran, dan menbentuk dan menetapkan hukum tersendiri yang
tidak terdapat dalam Alquran.

B. Saran
1. Diharapkan pembaca dapat mendapat pengetahuan dan wawasan baru
setelah membaca makalah ini. Sehingga dapat mengamalkan apa yang telah
dipelajari baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
2. Makalah ini masih memiliki keterbatasan dari segi referensi maupun dari
tata bahasa yang baik dan benar. Sehingga penulis masih membutuhkan
saran dan kritik dari pembaca agar menghasilkan makalah yang lebih
berkualitas.

19
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, Zen. 2009. Ushul Fiqih. Yogyakarta: Penerbit TERAS.

Bacaan Madani. 2019. Pengertian ‘Urf (Adat). Macam-macam dan Kedududkan


‘Urf dalam Penetapan Hukum, (Online)
(https://www.bacaanmadani.com/2017/09/pengertian-urf-adat-macam-
macam-dan.html/m=1) diakses pada 13 Oktober 2019.

Dahlan, Abd. Rahman. 2011. Ushul Fiqh. Jakarta: Amzah.

Djamil, Fathurrahman. 1999. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Era Muslim. 2019. Tentang Istihsan dan Pengertiannya, (Online)


(https://m.eramuslim.com/umum/tentang-istihsan-dan-pengertiannya.htm)
diakses pada 13 Oktober 2019.

Nashihuddin. 2019. Makalah Istihsan, Istishab, dan Maslahah Mursalah. (Online)


(https://nashihuddinyatamu.wordpress.com/2012/12/09/makalah-istihsan-
istishab-danmaslahah-mursalah/) diakses pada 13 Oktober 2019.

Rahmawati, dkk. 2018. Mashadir Ahkam 1. Makalah. Lampung: Institut Agama


Islam Negeri Metro.

Sulistiani, Siska Lis. Perbandingan Sumber Hukum. TAHKIM. Jurnal Peradaban


dan Hukum Islam, Vol. 1 No. 1, Maret 2018.

Suparmin, Sudirman. 2014. Ushul Fiqh. Bandung: Citapustaka Media.

20

Anda mungkin juga menyukai