Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MUNASABATUL AYAT
Mata Kuliah : Eksternal al Qur’an
Dosen Pengampu : Andi Rosa, M.A

Disusun Oleh
JERRY THOMAS: 171370025

ILMU HADIS/ 6
FAKULTAS USHULUDDIN DAN ADAB
UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2019/2020
KATA PENGANTAR

 Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam. Karena tanpa rahmat dan kasih sayang-
Nya, kami tak akan dapat menyelesaikan makalah kami tepat pada waktunya. Dan tak lupa,
sholawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada junjungan kita, nabi agung
Muhammad SAW.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Ulum al-Qur’an
pada semester I dengan mengangkat tema “munasabah”. Diharapkan, makalah ini akan dapat
membuka pengetahuan pembaca mengenai ilmu munasabah dalam al-Qur’an yang tak
banyak diketahui oleh masyarakat awam.

Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Hidayat Noor, M.Ag selaku dosen pengampu
mata kuliah Ulum al-Qur’an yang telah memberi kami kesempatan untuk memaparkan materi
ini serta telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Juga, kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini, kami ucapkan
terima kasih.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari adanya banyak kekurangan serta
kesalahan yang bertebaran di dalamnya, maka kami harapkan kritik serta saran yang
membangun sehingga di kemudian hari akan menjadi lebih baik. Kami berharap bahwa
makalah ini akan bermanfaat bagi pembacanya.

Yogyakarta, 27 September 2013

 Penyusun                   
Daftar Isi

1.      Kata Pengantar                                                                                                  1

2.      Daftar Isi                                                                                                            2

3.      BAB I

A.    Latar Belakang                                                                                             3

B.     Rumusan Masalah                                                                                        4

C.     Tujuan Penulisan Makalah                                                                           4

4.      BAB II

A.    Pengertian Munasabah                                                                                 5

B.     Bentuk-Bentuk Munasabah                                                                         7

C.     Urgensi dan Manfaat Mempelajari Munasabah                                           12

5.      BAB III

A.   Kesimpulan                                                                                                 15

6.      DAFTAR PUSTAKA                                                                                       16
BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Dewasa ini, ilmu-ilmu mengenai kitab suci umat islam, al-Qur’an al-Karim sudah tidak
terlalu diminati oleh kaum pemuda. Padahal, kaum pemuda saat inilah yang akan
menggantikan dan meneruskan estafet keilmuan pedoman umat islam tersebut. Padahal,
dalam keeharian, al-Qur’an sangatlah berperan aktif dalam setiap aktivitas dalam masyarakat.
Secara tidak sadar, ilmu al-Qur’an telah menjad bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat muslim, namun sayangnya, kajian mengenai perkembangan ulum al-Qur’an
semakin banyak ditinggalkan.

Al-Qur’an sebagai pegangan hidup umat islam memegang peran yang sangat besar
terhadap perkembangan keilmuan teologi islam karena al-Qur’an ialah sumber terbesa dan
terpercaya dari seluruh disiplin ilmu pengetahuan baik agama maupun umum. Maka, kajian
terhadap al-Qur’an seharusnya menjadi hal yang sangat menarik dan tak ada habismya.

Salah satu kajian dalam disiplin ilmu ini ialah “munasabah”. Istilah tersebut mungkin
terdengar asing untuk kalangan awam, ataupun akademisi yang tidak berkecimpung di dunia
ulum al-Qur’an. Hal ini tentulah sangat disayangkan mengingat betapa besarnya peran
munasabah dalam penafsiran al-Qur’an.

Selama ini, kebanyakan orang lebih mengenal “asbab an-Nuzul” daripada


“munasabah”. Padahal, dengan mengetahui sebab-sebab turunnya saja, para mufassir (ahli
tafsir) masih mendapat kesulitan dalam menemukan tafsiran yang tepat mengenai suatu ayat
atau surat dalam al-Qur’an. Dengan mengetahui munasabah dalam al-Qur’an, seseorang akan
lebih mudah mengetahui maksud dari suatu ayat ataupun surat dalam al-Qur’an.

Hubungan antara ayat ataupun surat dalam al-Qur’an tentulah tidak disususn secara
sembarangan karena setiap penyusunan dalam al-Qur’an memiliki makna yang saling
berkaitan dan sangat membantu dalam penafsiran al-Qur’an. Bahkan, sebagian mufassir ada
yang lebih mempercayai munasabah dalam al-Qur’an daripada asbab an-nuzul yang belum
diketahui betul kebenarannya.

Maka, diharapkan bahwa para akademisi akan lebih mengenal dan memahami arti
munasabah dalam al-Qur’an sehingga dapat menganalisa keterkaitan antar ayat, surat,
maupun juz dalam al-Qur’an sehingga akan mempermudah mempelajari al-Qur’an dan
mengkaji lebih dalam apa-apa yang terkandung dalam al-Qur’an secara komprehensif dan
ilmiah.

Kami akan menjelaskan “munasabah” lebih rinci dalam makalah sederhana ini dengan
berpatokan pada tiga pokok pembahasan yang sesuai dengan Rumusan Masalah dalam
makalah ini.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apakah yang dimaksud dengan Munasabah?

2.      Bagaimana pembagian golongan Munasabah dalam al-Qur’an?

3.      Apa Urgensi mempelajari Munasabah

C.     TUJUAN PENULISAN MAKALAH

1.      Untuk mengetahui pengertian dari Munasabah.

2.      Untuk mengetahui klasifikasi Munasabah dalam al-Qur’an.

3.      Untuk mengetahui manfaat pembelajaran Munasabah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN MUNASABAH

   Secara etimologis, munasabah berarti al-musykalah dan al-muqarabah yang berarti


“saling menyerupai” dan “saling mendekati”. Secara terminologis, munasabah berarti adanya
keserupaan dan kedekatan diantara berbagai ayat, surat dan kalimat yang mengakibatkan
adanya hubungan. Hubungan tersebut bisa berbentuk keterkaitan makna ayat-ayat dan
macam-macam hubungan atau keniscayaan adalah pikiran, seperti hubungan sebab dan
musabab, hubungan kesetaraan dan hubungan perlawanan, munasabah juga dapat dalam
bentuk penguatan, penafsiran dan penggantian.

Adapun pengertian munasabah yang lain adalah pengertian yang dikemukakan oleh
para imam yaitu: Adapun menurut pengertian terminologi, munasabah dapat didefinisikan
sebagai berikut:

Ø  Menurut az-zarkasyi, munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala di
hadapkan pada akal, pasti akal itu akan menerimanya.

Ø  Menurut Manna’ al-Qaththan, munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa


ungkapan di dalam suatu ayat, atau antara ayat pada beberapa ayat, atau antara surat di dalam
al-Qur’an.[1]

Ø  Menurut Ibnu al-Arabi, munasabah keterikatan ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah


merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna dan keteraturan redaksi.

Selain itu, menurut Manna’ al-Qaththan munasabah adalah sisi keterikatan antara
beberapa ungkapan di dalam suatu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat
dalam al-Qur’an. M. Quraisy Shihab memberi pengertian munasabah sebagai kemiripan-
kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-Qur’an, baik surat maupun ayat-
ayatnya yang menghubungkan uraian satu ayat dengan yang lainnya. Al-Biqa’i menjelaskan
bahwa ilmu munasabah al-Qur’an adalah suatu ilmu yang mengetahui alasan-alasan yang
menyebabkan susunan atau urutan-urutan bagian al-Qur’an, baik ayat dengan ayat ataupun
surat dengan surat. Dengan demikian pembahasan munasabah adalah berkisar pada segala
macam hubungan yang ada : seperti hubungan umum atau khusus, rasional dan sensual atau
imajinatif, kausalitas, ‘illat dan ma’lul, kontradiksi dan sebagainya.
   Timbulnya ilmu munasabah ini tampaknya bertolak dari fakta sejarah bahwa susunan
ayat dan tertib surat demi surat al-Qur’an sebagaimana yang terdapat dalam mushaf sekarang
(Mushaf Usmani atau Mushaf Imam), tidak didasarkan fakta kronologis. Kroologis turunnya
ayat-ayat atau surat-surat al-Qur’an tidak diawali dengan Q. S al-Fatihah, tetapi diawali
dengan lima ayat pertama dari Q. S al-‘Alaq. Surat yang kedua turun adalah Q. S al-
Muddatsir. Sementara surat kedua dalam mushaf yang digunakan sekarang adalah Q. S al-
Baqoroh.

B.     MACAM-MACAM MUNASABAH

   Berdasarkan kepada beberapa pengertian sebagaimana yang telah dikemukakan di


atas, pada prinsipnya munasabah al-Qur’an mencakup hubungan antar kalimat, antar ayat,
serta antar surat. Macam-macam hubungan tersebut apabila diperinci akan menjadi sebagai
berikut :

1.      Munasabah antara surat dengan surat.

2.      Munasabah antara nama surat dengan kandungan isinya.

3.      Munasabah antara kalimat dalam satu ayat.

4.      Munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat.

5.      Munasabah antara ayat dengan isi ayat itu sendiri.

6.      Munasabah antara uraian surat dengan akhir uraian surat.

7.      Munasabah antara akhir surat dengan awal surat berikutnya.

8.      Munasabah antara ayat tentang satu tema.

Dalam upaya memahami lebih jauh tentang aspek-aspek munasabah yang telah
diterangkan di atas akan diajukan beberapa contoh di bawah ini.

1.      Munasabah Antara Surat dengan Surat

Keserasian hubungan atau mnasabah antar surat ini pada hakikatnya memperlihatkan
kaitan yang erat dari suatu surat dengan surat lainnya. Bentuk munasabah yang tercermin
pada masing-masing surat, kelihatannya memperlihatkan kesatuan tema. Salah satunya
memuat tema sentral, sedangkan surat-surat lainnya menguraikan sub-sub tema berikut
perinciannya, baik secara umum maupun parsial. Salah satu contoh yang dapat diajukan di
sini adalah munasabah yang dapat ditarik pada tiga surat beruntun, masing-masing Q. S al-
Fatihah (1), Q. S  al-Baqarah (2), dan Q. S al-Imran (3).

Satu surah berfungsi menjelaskansurat sebelumnya, misalnya di dalam surat al-Fatihah /


1 : 6 disebutkan :

)6( ‫إهدنا الصراط المستقيم‬

Artinya : “Tunjukilah kami jalan yang lurus” (Q. S al-Fatihah / 1 : 6)

Lalu dijelaskan dalam surat al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti
petunjuk al-Qur’an, sebagaimana disebutkan :

)2 (‫تلك الكتاب ال ريب فيه هدى للمتقين‬

Artinya : “Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka
yang bertakwa” (Q. S al-Baqarah / 2 : 2)

2.      Munasabah Antara Nama Surat dengan Kandungan Isinya

Nama satu surat pada dasarnya bersifat tauqifi (tergantung pada petunjuk Allah dan
Nabi-Nya). Namun beberapa bukti menunjukkan bahwa suatu surat terkadang memiliki satu
nama dan terkadang dua nama atau lebih. Tampaknya ada rahasia dibalik nama tersebut. Para
ahli tafsir sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Sayuthi melihat adanya keterkaitan antara
nama-nama surat dengan isi atau uraian yang dimuat dalam suatu surat. Kaitan antara nama
surat dengan isi ini dapat di identifikasikan sebagai berikut :

a.       Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surat. Nama surat al-Fatihah disebut
dengan umm al-Kitab karena urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah karena
kedudukannya.

b.      Nama diambil dari perumpamaan , peristiwa, kisah atau peran yang menonjol, yang
dipaparkan pada rangkaian ayat-ayatnya; sementara di dalam perumpamaan, peristiwa, kisah
atau peran itu sarat dengan ide. Di sini dapat disebut nama-nama surat : al-‘Ankabut, al-Fath,
al-Fil, al-Lahab dan sebagainya.

c.       Nama sebagai cerminan isi pokoknya, misalnya al-Ikhlas karena mengandung ide
pokok keimanan yang paling mendalam serta kepasrahan : al-Mulk mengandung ide pokok
hakikat kekuasaan dan sebagainya.
d.      Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain yang
tersebar diberbagai surat. Contoh al-Hajj (dengan spesifik tema haji), al-Nisa’ (dengan
spesifik tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga). Kata Nisa’ yang berarti kaum wanita
adalah irrig keharmonisan rumah tangga.

e.       Nama diambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak dipermulaan surat, sekaligus
untuk menuntut perhatian khusus terhadap ayat-ayat di dalamnya yang memakai huruf itu.
Contohnya : Thaha, Yasin, Shad, dan Qaf.

3.      Munasabah Antara Satu Kalimat  dengan Kalimat Lainnya dalam Satu Ayat

Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat
dilihat dari dua segi. Pertama adanya hubungan langsung antar kalimat secara konkrit yang
jika hilang atau terputus salah satu kalimat akan merusak isi ayat. Identifikasi munasabah
dalam tipe ini memperlihatkan irri-ciri ta’kid / tasydid (penguat / penegasan) dan tafsir /
i’tiradh (interfretasi /penjelasan dan cirri-cirinya). Contoh sederhana ta’kid :

"‫"فإن لم تفعلوا‬, diikuti "‫"ولن تفعلوا‬ (Q.S al-Baqarah / 2:24).

Contoh tafsir:

‫سبحان الذي اسرى بعبده ليال من المسجد الحرام الى المسد األقصى‬

Kemudian diikuti dengan (1:17/‫الذي باركنا حوله لنريه من اياتنا)اإلسراء‬

Kedua masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak langsung
secara konkrit, terkadang ada penghubung huruf ‘athaf’ dan terkadang tidak ada. Dalam
konteks ini, munasabahnya terletak pada :

a.       Susunan kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian pertanyaan, perintah dan atau


larangan yang tak dapat diputus dengan fashilah. Salah satu contoh :

)25 ‫وإلن سألتهم من خلق السماوات واألرض___ليقولون هللا___قل الحمد هلل (لقمن‬

b.      Munasabah berbentuk istishrad (penjelasan lebih lanjut). Contoh :

)189 ‫يسألونك عن األهله___قل هي___ (البقره‬

c.       Munasabah berbentuk nazhir / matsil (hubungan sebanding) atau mudhaddah / ta’kis


(hubungan kontradiksi). Contoh :
)177 ‫ليس البر ان تولوا وجوهكم قبل المشرك والمغرب___ولكن البر___(البقرة‬

4.      Munasabah Antara Ayat dengan Ayat dalam Satu Surat

Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada
pandangan datar yaitu meskipun dalam satu surat tersebar sejumlah ayat, namun pada
hakikatnya semua ayat itu tersusun dengan tertib dengan ikatan yang padu sehingga
membentuk fikiran serta jalinan informasi yang sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh,
ayat-ayat di awal Q. S al-Baqarah : 1 – 20 memberikan sistematika informasi tentang
keimanan, kekufuran, serta kemunafikan. Untuk mengidentifikasikan ketiga tipologi iman,
kafir dan nifaq, dapat ditarik hubungan ayat-ayat tersebut.

Misalnya surat al-Mu’minun dimulai dengan :

‫قد افلح المؤمنون‬

Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”.

Kemudian dibagian akhir surat ini ditemukan kalimat

‫انه ال يفلح الكافرون‬

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung”.

5.      Munasabah Antara Penutup Ayat dengan Isi Ayat Itu Sendiri

Munasabah pada bagian ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat bentuk yaitu al-Tamkin
(mengukuhkan isi ayat), al-Tashdir (memberikan sandaran isi ayat pada sumbernya), al-
Tawsyih (mempertajam relevansi makna) dan al-Ighal (tambahan penjelasan). Sebagai contoh
:

‫فتب——ارك هللا احس——ن الخ——القين‬ mengukuhkan ‫ثم خلقن——ا النطف——ة علقة‬ bahkan mengukuhkan hubungan


dengan dua ayat sebelumnya (al-mukminun: 12-14).

6.      Munasabah Antara Awal Uraian Surat dengan Akhir Uraian Surat

Salah satu rahasia keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian serta hubungan yang
erat antara awal uraian suatu surat dengan akhir uraiannya. Sebagai contoh, dikemukakan
oleh al-Zamakhsyari demikian juga al-Kimani bahwa Q. S al-Mu’minun di awali dengan
(respek Tuhan kepada orang-orang mukmin) dan di akhiri dengan (sama sekali Allah tidak
menaruh respek terhadap orang-orang kafir). Dalam Q. S al-Qasash, al-Sayuthi melihat
adanya munasabah antara pembicaraan tentang perjuangan Nabi Musa menghadapi Fir’aun
seperti tergambar pada awal surat dengan Nabi Muhammad SAW yang menghadapi tekanan
kaumnya seperti tergambar pada situasi yang dihadapi oleh Musa AS dan Muhammad SAW,
serta jaminan Allah bahwa akan memperoleh kemenangan.

7.      Munasabah Antara Penutup Suatu Surat dengan Awal Surat Berikutnya.

Misalnya akhir surat al-Waqi’ah / 96 :

‫فسبح باسم ربك العظيم‬

“Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”.

Lalu surat berikutnya, yakni surat al-Hadid / 57 : 1 :

‫سبح هللا ما في السموات واألرض وهو الزيز الحكيم‬

“Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan
kebesaran Allah). Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

8.      Munasabah Antar Ayat dengan Satu Tema

Munasabah antar ayat tentang satu tema ini, sebagaimana dijelaskan oleh al-Sayuthi,
pertama-tama dirintis oleh al-Kisa’i dan al-Sakhawi. Sementara al-Kirmani menggunakan
metodologi munasabah dalam membahas mutasyabih al-Qur’an dengan karyanya yang
berjudul al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an. Karya yang dinilainya paling bagus adalah
Durrah al-Tanzil wa Gharrat al-Ta’wil oleh Abu ‘Abdullah al-Razi dan Malak al-Ta’wil oleh
Abu Ja’far Ibn al-Zubair.

Munasabah ini sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah (tegaknya
suatu kepemimpinan). Paling tidak terdapat dua ayat yang saling bermunasabah, yakni Q. S
al-Nisa’ / 4 : 34 :
.‫الرجال قوامون على النساء بما فضل هللا بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم‬

Dan Q. S al-Mujadalah / 58 : 11 :

.‫يرفع هللا الذين امنوا منكم والذين اوتو العلم درجات وهللا بما تعملون خبير‬

Tegaknya qiwamah (konteks parsialnya qiwamat al-rijal ‘ala al-nisa’) erat sekali
kaitannya dengan faktor ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi. Q. S an-Nisa’
menunjuk kata kunci “bimaa fadhdhala” dan “al-ilm”. Antara “bimaa fadhdhala” dengan
“yarfa” terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih yang muncul karena
faktor ‘ilm.

Munasabah al-Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi


(tauqifi). Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal dalam kitab al-
Qur’an.

C.     URGENSI DAN MANFAAT MEMPELAJARI MUNASABAH

Mengenai hubungan antara suatu ayat / surat dengan ayat / surat lain (sebelum /
sesudahnya), tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab
mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surat itu dapat pula membantu kita
memahami dengan tepat ayat-ayat dan surat-surat yang bersangkutan. Ilmu al-Qur’an
mengenai masalah ini disebut :

Ilmu ini dapat berpesan mengganti Ilmu Asbabun Nuzul, apabila kita tidak dapat
mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tetapi kita bisa mengetahui adanya relevansi ayat itu
dengan ayat lainnya. Sehingga di kalangan ulama timbul masalah : mana yang didahulukan
antara mengetahui sebab turunnya ayat dengan mengetahui hubungan antara ayat itu dengan
ayat lain. Seorang ulama bernama Burhanuddin al-Biqa’i menyusun kitab yang sangat
berharga dalam ilmu ini, yang diberi nama :
Ada beberapa pendapat di kalangan ulama tentang : Ada yang berpendapat, bahwa
setiap / surat selalu ada relevansinya dengan ayat / surat lain. Adapula yang berpendapat,
bahwa itu tidak selalu ada hanya memang sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat ada
hubungannya satu sama lain. Di samping itu, ada yang berpendapat, bahwa mudah mencari
hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tetapi sukar sekali mencari hubungan antara
suatu surat dengan surat lain.

Segolongan dari antara para ulama Islam ada yang berpendapat, bahwa ayat-ayat al-
Qur’an itu satu dengan yang lain tidak ada hubungannya. Tetapi segolongan dari antara para
ulama Islam ada yang berpendapat, bahwa ayat-ayat al-Qur’an itu satu dengan yang lain ada
hubungannya.

Golongan yang pertama beralasan : oleh karena ayat-ayat al-Qur’an itu di dalam surat-
suratnya tidak dijadikan berbab-bab dan berpasal-pasal dan pada nampaknya memang tidak
teratur, bahkan kadang didapati satu ayat yang berisi perintah dengan satu ayat lain yang
berisi larangan, yang di antaranya sudah diselingi ayat lain yang berisi qisshah, maka tidak
mungkin jadi ayat-ayat itu satu dengan yang lain ada hubungannya. Selanjutnya dikatakan
pula oleh mereka : “Bahwa perbuatan orang yang memperhubungkan suatu ayat dengan ayat
yang lain itu, adalah suatu perbuatan yang memberatkan diri sendiri”.

Golongan yang kedua beralasan : oleh karena letak tiap-tiap ayat dan surat al-Qur’an itu
dari sejak diturunkan sudah diatur dan ditertibkan oleh Allah SWT dan Nabi SAW, tinggal
memerintahkan kepada para penulisnya pada waktu ayat-ayat itu diturunkan tentang letak dan
tempatnya tiap-tiap ayat dan surat, maka sudah barang tentu pimpinan yang sedemikian itu
mengandung arti, bahwa tiap-tiap ayat di dalam al-Qur’an itu satu dengan lainnya ada
hubungannya.selanjutnya oleh mereka dikatakan : “Bahwa sekalipun pada lahirnya ayat-ayat
al-Qur’an itu tidak teratur dan tidak tersusun, tetapi dalam hakikatnya sangat teratur dan
tersusun rapi”.

Kriteria / ukuran untuk menetapkan ada / tidaknya munasabah (relevansi) antara ayat-
ayat dan antara surat-surat adalah tamatsul dan tasyabuh (persamaan / persesuaian) antara
maudhu’-maudhu’nya. Maka apabila ayat-ayat / surat-surat itu mengenai hal-hal yang ada
kesamaan / kesatuan yang berhubungan ayat-ayat permulaannya dengan ayat-ayat
penghabisannya maka terdapatlah munasabah / relevansi antara antara ayat-ayat atau surat-
surat secara logis dan dapat diterima. Dan apabila mengenai ayat-ayat / surat-surat yang
berbeda-beda sebab turunnya dan tentang hal-hal yang tidak sama atau serupa, maka sudah
tentu tidak ada munasabah / relevansi antara ayat-ayat / surat-surat itu.

Dengan kriteria tersebut, maka dapat dibayangkan bahwa letak / titik persesuaian
(munasabah / relevansi)antara ayat-ayat dan antara surat-surat itu kadang-kadang tampak
jelas dan kadang-kadang tidak tampak, dan bahwa jelasnya letak munasabah antara ayat-ayat
itu sedikit kemungkinannya, sebaliknya terlihatnya dengan jelas letak munasabah antara
surat-surat itu jarang sekali kemungkinannya. Dan hal ini disebabkan karena pembicaraan
mengenai suatu hal jarang bisa sempurna hanya dengan satu ayat saja. Karena itu berturut-
turut beberapa ayat mengenai satu maudhu’ untuk mengutarakan dan menerangka  ‫تو كيد ا و‬
‫تفس————يرا‬atau untuk menghubungkan dan memberi penjelasan‫عطف————ا و بي————ا نا‬ atau untuk
mengecualikan dan mengkhususkan ‫ا س——تثناء و حص——را‬ atau untuk menengahi dan mengakhiri
pembicaraan‫اعتراض——ا و ت——ذ بيال‬ sehingga ayat-ayat yang beriring-iringan itu merupakan satu
kelompok ayat yang sebanding dan serupa. 

Kedua pendapat itu baiknya kita pikirkan bersama, karena keduanya adalah dari buah
pikiran mereka masing-masing. Hanya kami berpendapat dan berpendirian, bahwa
kemungkinan besar ayat-ayat yang tertulis di dalam tiap-tiap surat al-Qur’an itu ada
hubungannya satu dengan yang lain.

BAB III

A.    KESIMPULAN

Setiap penyusunan ayat, surat, maupun juz dalam al-Qur’an memiliki keterkaitan antara
satu dengan yang lainnya. Maka, mempeajari munasabah akan sangat membantu dalam
penafsiran maupun pemahaman kandungan ayat dan surat dalam al-Qur’an. Munasabah
sangatlah berperan dalam menafsirkan al-Qur’an karena tanpa mempelajari dan mengetahui
munasabah, akan sangat sulit untuk menguak isi kandungan dalam setiap ayat karena tidak
semua ayat bisa dipahami secara komprehensif hanya dengan mengetahui asbab an-Nuzulnya
saja.

Namun sayangnya, banyak yang tidak mengetahui ilmu ini dan terkesan
menomorduakan denga asbab an-Nuzul dalam al-Qur’an. Padahal, penguasaan atas
munasabah akan sangat membantu dalam penyimpulan dan penafsiran al-Qur’an.
Mempelajari munasabah tidak hanya akan menambah wawasan saja, akan tetapi juga akan
melatih kepekaan seseorang untuk melihat suatu kaitan dalam berbagai hal.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Litera AntarNusa. Bogor. 2012.

2.      Syadali, Ahmad. Ulumul Quran. Pustaka Setia.Bandung.2000

3.      Direktorat Pendidkan Madrasah. Tafsir untuk Kelas XII MAK. Aceh Besar. 2011.

Anda mungkin juga menyukai