Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Wahdatul ulum
yang dibina oleh Bapak Ardiansyah,DR,LC,MA
Disusun oleh:
Suriati (0206211029)
T.A 2021/2022
Assalamualaikum Wr.Wb
PujisyukurataskehadiratTuhanYangMahaEsa,atasrahmatdanhidayah-Nya
penulis
dapatmenyelesaikanmakalahygberjudul"IdeologiIlmuPengetahuanRabbaniyyah"
dengan
tepatwaktu.
MakalahdisusununtukmemenuhitugasmatakuliahWahdatulUlum.Selainitu,
makalahinibertujuanuntukmenambahwawasanbagiparapembacamaupun
penulis.
PenulismengucapkanterimakasihkepadaBapakArdiansyah,DR.LC.MAselaku
dosen
matakuliahWahdatulUlum.Ucapanterimakasihjugadisampaikankepadaseluruh
pihakyang
telahmembantudiselesaikannyamakalahini.
Penulismenyadarimakalahinimasihbanyakmengalamikekurangan.Olehkarena
itu,sarandankritikygmembangunsangatdiperlukandemikesempurnaanmakalah
ini.
Medan,10November2021
Kelompok5
DAFTARISI
KataPenganta
........................................................................................................................1
Daftarisi
...................................................................................................................................2
Bab1
Pendahuluan..................................................................................................................3
a.LatarBelakang
.......................................................................................................................3
b.Rumusan
Masalah..................................................................................................................3
Bab2Pembahasan……………………………………………………………………………4
A.apaygdimaksuddenganparadigma
B.bagiamanparadigmailmupendidikanIslam
Bab3Penutup………………………………………………………………………………...6
a.Kesimpulan………………………………………………………………………………….6
DaftarPustaka………………………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam, agama yang kita anut dan dianut milyaran manusia di seluruh dunia,
merupakan way of life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di
akhirat kelak. Ia mempunyai satu sendi utama yang esensial: Berfungsi memberi petunjuk ke
jalan yang sebaik-baiknya. Allah berfirman,
” Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk menuju jalan yang sebaik-baiknya.” (QS.
17:9).
Kita yakini sepenuh hati, bahwa konsep apapun di dalam Islam akan membawa pada
kemaslahatan hidup di dunia dan jaminan kebahagiaan di akhirat, termasuk konsep
Pendidikan.
Berbicara tentang paradigma, tidak terlepas dari aspek epistemologi, dalam filsafat
ilmu yang disebut juga dengan istilah teori pengetahuan. Epistemologi memiliki obyek telaah
yang bersifat penjelas atas proses terbentuknya ilmu pengetahuan yang memunculkan
pertanyaan-pertanyaan utama seperti; Bagaimana sesuatu itu datang? Bagaimana kita
mengetahuinya? Bagaimana membedakannya dengan yang lain? Dan sebagainya.
Pertanyaan-pertanyaan semacam ini adalah bentuk penegasan tentang hubungan sesuatu
dengan situasi dan kondisi, ruang serta waktu.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan paradigma?
2. Bagaimana paradigma ilmu pendidikan islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian paradigma
Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962). Paradigma
dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual atau model yang dengannya seorang
ilmuwan bekerja (a conceptual framework or model within which a scientist works). Ia
adalah seperangkat asumsi-asumsi dasar yang menggariskan semesta partikular dari
penemuan ilmiah, menspesifikasi beragam konsep-konsep yang dapat dianggap absah
maupun metode-metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan dan menginterpretasikan
data. Tegasnya setiap keputusan tentang apa yang menyusun data atau observasi ilmiah
dibuat dalam bangun suatu paradigma.
Robert Friedrichs, yang mempopulerkan istilah paradigma (1970), berpendapat,
paradigma sebagai suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang
menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari. Pengertian lain dikemukakan oleh
George Ritzer (1980), dengan menyatukan paradigma sebagai pandangan yang mendasar dari
para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh
salahsatu cabang/disiplin ilmu pengetahuan.
Kuntowijoya mengutip pendapat beberapa tokoh dengan gaya bahasanya sendiri
tentang paradigma; Yang dimaksud dengan paradigma di sini, seperti yang yang difahami
oleh Thomas Kuhn bahwa pada dasarnya realitas sosial itu dikontruksi oleh Mode of Thought
atau mode of inquiry tertentu yang pada gilirannya akan menghasilkan mode of knowing
tertentu pula. Immanuel kant, misalnya menganggap “cara mengetahui” itu sebagai apa yang
disebut skema konseptual; Marx menamakannya sebagai ideologi; dan Wittgenstein
melihatnya sebagai cagar bahasa.
Norman K.Denzin membagi paradigma kepada tiga elemen yang meliputi;
epistimologi, ontologi, dan metodologi. Epistimologi mempertanyakan tentang bagaimana
cara kita mengetahui sesuatu, dan apa hubungan anatara peneliti dengan pengetahuan.
Ontologi berkaitan dengan pertanyaan mendasar tentang hakikat realitas. Metodologi
memfokuskan pada bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan.
Dari definisi dan muatan paradigma ini, Zamroni mengungkapkan tentang posisi
paradigma sebagai alat bantu bagi ilmuwan untuk merumuskan berbagai hal yang berkaitan
dengan:
1. Apa yang harus dipelajari.
2. Persoalan-persoalan apa yang harus dijawab.
3. Bagaimana metode untuk menjawabnya.
4. Aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh.
Berangkat dari hal tersebut di atas maka, Zaim Elmubarok menyimpulkan bahwa
paradigma adalah cara masing-masing orang memandang dunia, yang belum tentu cocok
dengan kenyataan. Paradigma adalah petanya, bukan wilayahnya. Paradigma adalah lensa
kita, lewat mana kita lihat segalanya, yang terbentuk oleh cara kita dibesarkan, pengalaman,
serta pilihan-pilihan.
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
paradigma adalah cara masing-masing orang memandang dunia, yang belum tentu
cocok dengan kenyataan. Paradigma adalah petanya, bukan wilayahnya. Paradigma adalah
lensa kita, lewat mana kita lihat segalanya, yang terbentuk oleh cara kita dibesarkan,
pengalaman, serta pilihan-pilihan.
Islam yang memiliki sifat universal dan kosmopolit tak terbantahkan untuk bisa
merambah ke ranah kehidupan apa pun, termasuk dalam ranah pendidikan. Ketika Islam
dijadikan Paradigma Ilmu Pendidikan paling tidak berpijak pada tiga alasan
1. Ilmu Pendidikan sebagai ilmu humaniora tergolong ilmu normatif, karena ia terkait oleh
norma-norma tertentu. Pada taraf ini, nilai-nilai Islam sangat berkompeten untuk dijadikan
norma dalam Ilmu Pendidikan.
2. Alasan kedua adalah, dalam menganalisis masalah pendidikan, para ahli selama ini
cenderung mengambil teori-teori dan falsafah Pendidikan Barat. Falsafah Pendidikan Barat
lebih bercorak sekuler yang memisahkan berbagai dimensi kehidupan. Sedangkan masyarakat
Indonesia lebih bersifat religius. Atas dasar itu, nilai-nilai ideal Islam sangat memungkinkan
untuk dijadikan acuan dalam mengkaji fenomena kependidikan.
3. Alasan ketiga adalah dengan menjadikan Islam sebagai Paradigma , maka keberadaan Ilmu
Pendidikan memiliki ruh yang dapat menggerakkan kehidupan spiritual dan kehidupan yang
hakiki. Tanpa ruh ini berarti pendidikan telah kehilangan ideologinya.
Tak terbantahkan lagi bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Segala aspek
kehidupan manusia di atur di dalamnya. Tak terkecuali masalah pendidikan. Pendidikan di
dalam Islam, diarahkan untuk memanusiakan manusia, dengan bahasa lain untuk
mengembalikan manusia kepada fitrahnya. Manusia adalah makhluk yang taat, tunduk patuh
kepada aturan, selalu condong kepada kebenaran.Maka jelas di sini bahwa ketika Islam
dijadikan paradigm Ilmu Pendidikan, produk dari pendidikan itu sendiri akan sesuai dengan
nilai-nilai Islam.
DAFTAR PUSTAKA