Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

TUJUAN DAN MANFAAT MEMPELAJARI


WAHDATUL ‘ULUM
Disusun Untuk Melengkapi Salah Satu Tugas Perkuliahan dalam Mata Kuliah Wahdatul ‘Ulum

Dibina oleh Bapak Yudarwin, S.H.I., M.H.I.

D
I
S
U
S
U
N
Oleh :

KELOMPOK 2

FAJAR FATURRAHMAN S (0702222102)


WIRYA ADDIN SIREGAR (0702223123)
CINDY AFRIANA JAMBAK (070221023)

Prodi / Kelas : SI-III


Mata Kuliah : Wahdatul ‘Ulum
Dosen Pengampu : Yudarwin, S.H.I., M.H.I

.
SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Alah Swt atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami segabai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Medan, September 2022

Penyusun
Kelompok II
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................4
2.1 Tujuan dan Manfaat Mempelajari Wahdatul ‘Ulum...............................4
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 11
3.2 Saran.........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hingga kini, masih kuat anggapan dalam masyarakat luas yang mengatakan “Agama”
dan “Sains” adalah dua hal yang tidak bisa di pertemukan. Keduanya memiliki wilayah sendiri-
sendiri, terpisah antara satu dan lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian,
kriteria kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuan maupun status teori masing-masing
bahkan sampai ke institusi penyelenggaranya.

Perbedaan ini semakin hari semakin jauh ketika aktivitas pendidikan dan keilmuan di
Perguruan Tinggi Umum dan Perguruan Tinggi Agama di tanah air mirip seperti pola kerja
ilmuan awal abad Renaissance hingga Era Revolusi Informasi. Perkembangan ilmu-ilmu sekuler
sebagai simbol Keberhasilan Perguruan Tinggi Umum di satu pihak, sementara di iain pihak,
perkembangan dan pertumbuhan Perguruan Tinggi Agama yang hanya menekankan ilmu-ilmu
agama dan teks-teks keislaman normatif. Hal ini berdampak pada persoalan penciptaan tenaga
kerja terampil dalam dunia ketenagakerjaan, serta membawa dampak negatif bagi pertumbuhan
dan perkembangan kehidupan sosial-budaya, sosial-ekonomi, sosial politik, dan sosial
keagamaan di tanah air.

Dari sini tergambar Reintegrasi Epistimologi Keilmuan dan konsep Wahdatul ‘Ulumdi
UIN Sumatera Utara mutlak diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan-perkembangan
yang serba kompleks dan tak terduga di era globalisasi ini agar tanggung jawab kemanusiaan
dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia indonesia menjadi berkualitas dan
sebagai sebagai Kholifatullah fi al-Ard.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Wahdatul ‘Ulum?


2. Bagaimana tujuan dan fungsi Wahdatul ‘Ulum?
3. Bagaimana bentuk penerapan Wahdatul ‘Ulum di UIN SU?

1.3 Tujuan

1. Agar mahasiswa mengetahui tujuan dari mempelajari Wahdatul ‘Ulum.


2. Agar mahasiswa memahami materi tentang fungsi Wahdatul ‘Ulum.
3. Agar menambah wawasan mahasiswa mengenai materi Wahdatul ‘Ulum.
4. Agar mahasiswa mengetahui manfaat Wahdatul ‘Ulum dalam kehidupan sehari- hari.
BAB II
PEMBAHASAN

Wahdatul 'Ulum yang dimaksud adalah visi, konsepsi,dan paradigma keilmuan yang- walaupun
dikembangkansejumlah bidang ilmu dalam bentuk departemen atau fakultas,program studi, dan
mata kuliah-memiliki kaitan kesatuansebagai ilmu yang diyakini merupakan pemberian
Tuhan.Oleh karenanya ontologi, epistemologi, dan aksiologinyadipersembahkan sebagai
penagabdian kepada Tuhan dandidedikasikan bagi pengembangan peradaban dankesejahteraan
umat manusia.

Dengan demikian Universitas Islam Negeri SumateraUtara Medan bukan saja membuka
departemen atau fakultasilmu-ilmu-ilmu keislaman (Islamic Studies) dan ilmupenegetahuan
Islam (Islamic Science),tetapi pengembangansemua bidang ilmu itu didasarkan pada keyakinan
dannorma, pemikiran,serta aplikasinya sebagai pengabdiankepada Tuhan.
Selanjtnya didedikasikan bagi pengembanganperadaban dan kesejahteraan umat manusia,
sebagai aplikasidari pengabdian kepada Tuhan.

Berdasarkan paradigma tersebut maka reintegrasi ilmudalam konteks 'Wahdatul 'Ulûm' dapat
dilakukan dalam limabentuk.Pertama, integrasi vertikal, mengintegrasikan antarailmu
pengetahuan dengan ketuhanan. Sebab tujuan hidupmanusia adalah Tuhan.Inti pengalaman
keagamaan seorangmuslim adalah tawhîd. Pandangan dunia (world view) yangutuh tentang
realitas, kebenaran, dunia, ruang, dan waktu,sejarah manusia, dan takdir adalah tawhid.
Dengan demikian hubungan manusia dengan Tuhanadalah hubungan ideasional. Titik acuannya
dalam diri manusia Adalah Pemahaman. Sebagai organ penyimpanan pengetahuan pemahaman
yang mencakup ingatan khayalan penalaran, intuisi, kesadaran, dan sebagainya.

Integrasi vertikal ini akan menyembulkan semangant dan keesungguhan setiap civitas akademika
dalam pengembangan ilmu yang sangat serius dan tinggi sebagai upaya untuk meraih prestasi
seorang scholar di depanTuhannya.

Sehubungan dengan itu integrasi ilmu yang diterapkan di Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara Medan mendorong segenap civitas akademikanya untuk menyadari adanya 'isnad ilmu',
keyakinan dan kesadaran bahwa ilmu yangmereka tekuni mengalami transmisi vertikal; dari
Allah Swt,sebagai Guru Utama segala ilmu, Rasulullah Saw.,para sahabat Rasulullah, guru-
gurunya, hingga dirinya.15

Kedua,integrasi horizontal,yang dapat dilakukan dalamdua cara:[1]. Mengintegrasikan


pendalaman dan pendekatandisiplin ilmu keislaman tertentu dengan disiplin bidang-lain sesama
ilmu keislaman. Misalnya mengintegrasikanpendekatanilmu fiqih dengan sejarah, sosiologi
Islam, filsafatIslam,dan lain-lain.

Dalam hal ini usaha transdisipliner yang serius dilakukanIbnu Rusyd yang menggabungkan fiqh
dengan filsafat Islamdalam karyanya Fashl al-Maqâll6 dan usaha yang mengesankanyang
dilakukan Muhammad Abduh yang menggabungkanpendekatan tafsir, pemikiran, sastra, dan
sosilogi Islamdalam kitabnya Tafsîr al-Manâr17 merupakan 2 energi yangtak terperikan yang
dapat mendorong akademisi Muslimuntuk melakukannya.
[2].Mengintegrasikan pendekatan ilmu-ilmu keislaman(Islamic Studies) dengan ilmu
pengetahuan Islam (IslamicScience) tertentu, atau antar bidang ilmu pengetahuan Islam;ilmu
alam (Natural Science), sosial (Social Science), danhumaniora.

Dalam hal ini dilakukan pendekatan transdisipliner,yang menerapkan pendekatan pengkajian,


penelitian, danpengembangan kehidupan masyarakat, yang melintasibanyak tapal batas disiplin
keilmuan untuk menciptakanpendekatan yang holistik.

Dalam pendekatan ini digunakan berbagai perspekifdan mengaitkan satu sama lain. Namun,
rumpun ilmu yangmenjadi dasar peneliti atau pembahas tetap menjadi arus utama. Dengan
demikian transdisipliner digunakan untukmelakukan suatu penyatuan perspektif berbagai
bdang,melampaui disiplin-disiplin keilmuan yang ada.

Wahdatul ulum juga merupakan sebuah konsep untuk membawa perguruan tinggi negeri islam
untuk menjadi integrasi ilmu umum dan ilmu agama sebagai upaya pembangunan peradaban
yang islami untuk memajukan bangsa dan negara.

Menurut imam Al-ghazali ilmu adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan sesuatu itu
sendiri.Maksudnya ilmu merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang objek
(pengetahuan itu sendiri) Sederhananya,wahdatul ‘ulum ialah kesatuan ilmu (wahdah artinya
satu atau kesatuan dan ‘ulum artinya ilmu). Jadi tidak ada lagi istilah ilmu agama dan ilmu
umum, yang hanya hanya sebutan ulumud-diniyah untuk ilmu keagamaan dan dirasah Islamiyah
untuk ilmu umum. Itulah paradigmanya. Atau begitukah cara pandang insan UIN Sumut
terhadap ilmu dan keilmuan.Untuk itu perlu ada upaya pemaduan atau integrasi, sehingga tidak
lagi menjadi terpisah (dikhotomis). Caranya ialah dengan memasuki atau berselayar di 3 (tiga)
aspek ilmu, yaitu ontologi (apa ilmu itu), epistemologi (darimana sumbernya dan bagaimana
memperolehnya), dan aksiologi (untuk apa ilmu itu).

Dalam teori keilmuan Barat, ontologi ilmu hanya yang empiris (feasible), yang nampak dengan
membuang yang metafisis, yang tidak nampak. Ini tentu terkait dengan upaya Auguste Comte
(1798-1857), filsuf Francis yang membuang metafisis dalam filsafat Positivismenya, dan
pemikiran ini mewarnai pemikiran ilmuwan Barat.

Wahdatul ‘Ulum menjadikan yang empiris dan metafisis sebagai ontologi ilmu, sehingga ia
menyatu (wahdah).Menyangkut epistemologi, teori Barat merumuskan hanya dua sumber ilmu,
yaitu rasio (akal) dan empiri (indra), di luar yang dua ini dianggap bukan ilmu (sains), paling
pseduo science (ilmu kaleng-kaleng). Maka dalam wahdatul ‘ulum, sumber ilmu selain akal dan
indra, juga hati yang disebut dengan intuisi dan wahyu yang disebut dengan transendentalisme.
Keragaman sumber ini juga berlanjut pada metode, yaitu terdapat 4 metode ilmu, yaitu
rasionalisme, empirisme, intuisisme dan transendentalisme.

Beginilah wahdatul ‘ulum diaplikasikan.Adapun menyangkut aksiologi atau kegunaan ilmu, bagi
ilmuan Barat ilmu adalah untuk ilmu (saince for science), sehingga ilmu itu cenderung bebas
nilai (value free).
Dalam wahdatul ‘Ulum kegunaan ilmu, selain untuk tujuan ilmu, juga sebagai upaya pengenalan
Tuhan secara lebih maksimal, sebagaimana disiratkan dalam al-Qur’an surat Ali Imran/3: 190-
191:“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan
semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka”.

Jadi, dalam wahdatul ulum, ada dua media yang bisa dilakukan dalam mengenal Allah, yaitu
ayat-ayat al-Qur’an (ayat al-Qur’aniyat) sebanyak 6.666 ayat dan ayat-ayat kawniyat (ayat al-
kawniyat), yaitu alam semesta yang jumlahnya tidak terhingga.

Adapun hasil dari proses wahdatul ulum di UIN Sumut ialah lahirnya para ilmuan yang ‘ulul
albab, yang memiliki ketajaman intelektual dan spiritual, sekaligus ketajaman emosional dan
sosial. Inilah ulul albab, dan ke arah itu sarjana UIN Sumut diarahkan.

Dengan kualifikasi ini diharapkan para alumni adalah mereka yang “ilmuan siap pakai”, atau
“’ulul albab” yang kader bangsa, kata Prof. Syahrin Harahap, MA dalam sambutan penuncuran
dimulainya proyek besar wahdatul ‘Ulum.

Dalam kaitannya dengan konkritisasi ilmu ini patut disadari bahwa keilmuan tak terpisahkan
dengan keamalan. Dalam konteks ini maka ciri yang menonjol dalam ilmu pengetahuan adalah
hubungannya dengan amal, sebab amal sudah terangkum dan inheren dalam makna 'âlim
(ilmuwan) itu sendiri. 'Álim ialah kata yang bukan saja bermakna 'seseorang yang memiliki
ilmu', tetapi dalam kata ini juga bermakna 'seseorang yangbertindak sesuai dengan ilmunya'.
Álim (jamaknya, 'ulamâ') ialah kata perbuatan (ismfä'i). Apabila dibentuk dari kata transitif ia
bukan saja partisipel shabib yang menandakan kesementaraan, peralihan atau perbuatan tidak
sengaja, tetapi juga berperan sebagai sifat atau substantif yang menjelaskan perbuatan
berterusan, keadaan wujud yang lazim atau sifat kekal. Karena itu seorang 'alim boleh dikatakan
sebagai orang yang senantiasa beramal dengan ilmunya (âmilun bi'ilmibi).

Dengan demikian persoalan ilmu pengetahuan tidak lepas dari pembahasan mengenai tiga hal
yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Konsepsi ontology sangat terkait dengan
epistemologi dan aksiologi suatu ilmu pengetahuan. Islam sendiri menghendaki agar kesadaran
spiritual ilmu pengetahuan tetap terpelihara mulai dari wilayah ontologi dan epistemologi hingga
aksiologinya. Dalam konteks ini maka ide islamisasi 'dalam tangka ttertentu' tidak saja dapat
ditujukan pada ranah aksiologis atau persoalan nilai, melainkan juga pada tataran ontologi,dan
epistemologi.

Ilmu yang tidak di integrasikan akan mempunyai dampak yang kurang baik, karena ilmu
dipandang sebagai kekuatan atau kekuasaan. Orang yang hanya mengerti ilmu dari kacamata
sekuler saja biasanya menggunakan ilmu yang dimiliki untuk keuntungan diri semata. Contoh
dari masalah ini adalah politisi yang melakukan korupsi, mereka hanya menginginkan
keuntungan individu tanpa takut merugikan banyak orang dan menghiraukan ancaman agama
dari agama. Para koruptor ini tidak ada bedanya dengan drakula.
Untuk yang di integrasikan ilmu di pandang sebagai tanggung jawab. Selain mengerti ilmu yang
bersal dari pemikiran manusia juga mengerti ilmu agama karena antara ilmu dan kesholehan itu
menyatu. Semakin orang itu berilmu maka harus semakin sholeh. Ilmu di gunakan untuk
kesejahteraan bersama dan agar orang yang berilmu dapat menjadi wakil Tuhan di bumi.

[8]Strategi Wahdatul 'Ulum Dalam Mewujudkan Moderasi Beragam yaitu Integrasi dalam ilmu
pengetahuan tampak sangat dibutuhkan ditengah-tengah maraknya berbagai kemajuan dalam
bidang ilmiah yang semakin meniru gaya peradaban luar yang lebih mudah disimpulkan dengan
kata-kata kebebasan. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak kemajuan-kemajuan dalam bidang
tehnologi, komunikasi dan berbagai bidang ilmu yang membuat takjub dan menghasilkan banyak
hal yang membuat hidup lebih mudah.

Akan tetapi semakin terasa bahwa ilmu yang berkembang saat ini semakin menjauhkan manusia
dari nilai-nilai spiritualnya, banyak sekali ilmu tidak lagi membawa ketenangan bagi sang
pemilik dan bahkan penemuan dapat membawa mudharat bagi kehidupan masyarakat. Selain itu
semakin berkembang nya ilmu pengetahuan semakin kuat anggapan material bagi sesama
manusia ini terjadi karena ilmu lari dari ruhnya, dimana ilmu dipisahkan dari nilai-nilai agama
yang menyebabkan kegersangan dan kehampaan bagi setiap penuntut ilmu dan karena jauh dari
ajaran-ajaran yang menyandarkan kepada ketuhanan.

Oleh karena itu disini penulis akan membahas tetantang bagaimana paradigma Wahdatul ‘Ulum
hadir sebagai usaha penyatuan ilmu kembali dalam membentuk manusia yang pandai
bermoderasi yaitu dapat menyeimbangkan sikap keagamaan ataupun mengambil keputusan
dalam dua keadaan baik menyangkut agama maupun sosial.

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Wahdatul ‘Ulum adalah kesatuan ilmu-ilmu yang mempunyai landasan prinsip- prinsip
diantaranya: Ilmu itu harus menjadikan pengembangnya semakin dekat dengan Tuhan,
Menjadikan wahyu sebagai pintu masuk pertama.Ilmu-ilmu agama harus menerima ilmu
pengetahuan nonagama yang terkait, Ilmu-ilmu modern harus menerima prinsip-prinsip tauhid
dan menghargai local wisdom.

Ilmu yang tidak di integrasikan akan mempunyai dampak yang kurang baik, karena ilmu
dipandang sebagai kekuatan atau kekuasaan. Sedangkan Untuk yang di integrasikan ilmu di
pandang sebagai tanggung jawab.

Wahdatul ‘Ulum sebagai paradigma keilmuan baru yang menyatukan bukan hanya sekedar
menggabungkan wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia, tetapi ini membuktikan bahwa peran
agama dan ilmu pengetahuan tidak akan berakibat mengecilkan peran Tuhan atau mengucilkan
manusia.
Strategi yang akan di laksanakan dalam rangka penerapan konsep Wahdatul ‘Ulum di UIN
Sumatera Utara ada beberapa tahapan. Di antaranya, merumuskan konsep filosofis (Wahdatul
‘Ulum), menerjemahkan konsep filosofis kedalam nomenklatur perguruan tinggi, mengarahkan
kearah ilmu yang kita iginkan, Menyusun buku ajar atau modul pelajaran, dan menyediakan
fasilitas belajar sesuai dengan konsep filosofis.

3.2 SARAN

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih
banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera
melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber
dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

PENUTUP
Demikianlan makalah ini kami susun, kami sadar masih banyak kesalahan dan
kekurangan baik dalam penyusunan maupun penyampaian dalam makalah ini, maka dari itu
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki penyusunan makalah
selanjutnnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin

DAFTAR PUSTAKA

Syahrin Harahap, dkk. Wahdatul ‘Ulum: Paradigma Integrasi Keilmuan dan Karakter Lulusan
Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara, (Medan: Perdana Publishing, 2018), h. 15.

Anda mungkin juga menyukai