Disusun Oleh:
Muhammad
NIM 1911680012
MATA KULIAH
FILSAFAT DAN TEORI HUKUM ISLAM
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Teori Fiqih
Prioritas” tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah
memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.
Penulis
i
2
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Fikih Prioritas..................................................................... 3
B. Kedudukan Fikih Prioritas.................................................................... 4
C. Macam-Macam Fiqh Prioritas.............................................................. 6
D. Contoh Fikih Prioritas........................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
ii
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kajian tentang fikih merupakan kajian yang akan selalu mengalami
perubahan dan perkembangan. Hal ini karena fikih merupakan produk
pemikiran yang berusaha untuk menjawab tantangan zaman yang juga selalu
mengalami perubahan dan perkembangan. Karena itulah maka fikih sebagai
sebuah cabang keilmuan pun mengalami banyak perubahan dan
perkembangan. Fikih yang pada mulanya menyangkut semua aspek hukum
yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan
sesamanya, dan manusia dengan negara, kini mulai mengalami penyempitan
makna, pembahasan dan penamaan. Hal ini untuk mengantisipasi adanya
perkembangan yang begitu pesat pada masing-masing pembahasan yang
tetntunya semakin menuntut ketelitian dan spesialisasi para ahli fikih.
Misalnya saja mulainya ada pembagian fikih dalam kategori fikih ibadah,
fikih mu’amalah, fikih jinayah, fikih kontemporer (masa’il al-fiqh), dsb.
Salah satu cabang ilmu fikih yang beberapa saat lalu muncul dan menjadi
salah satu hal yang layak untuk ditindaklanjuti adalah apa yang dinamakan
dengan Fikih Prioritas (Fiqh al-Aulawiyyat). Makalah ini berusaha
memberikan sedikit gambaran tentang pengertian, kedudukan, macam-macam
dan contohnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Fikih Prioritas?
2. Bagaimana Kedudukan Fikih Prioritas?
3. Apa saja Macam-Macam Fiqh Prioritas?
4. Bagaimana Contoh Fikih Prioritas?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Fikih Prioritas
1
2. Untuk mengetahui Kedudukan Fikih Prioritas
3. Untuk mengetahui Macam-Macam Fiqh Prioritas
4. Untuk mengetahui Contoh Fikih Prioritas
2
BAB II
PEMBAHASAN
1 Abdul Wahab Khalaf,. Ilmu Ushul al- Fiqh. (Al- Qabbah Ath-Thab’ah wa an-Nasyar.
1978) h. 78
3
Hal-hal tersebut di atas menjelaskan bahwa fikih prioritas adalah suatu hal
yang penting dan suatu hal yang perlu ditindaklanjuti. Karena, fikih prioritas
dapat dijadikan sebagai rambu-rambu dalam menjalankan aktivitas dalam
keseharian hidup manusia, baik yang bersinggungan dengan Allah, sesama
manusia, maupun lingkungannya.2
Fikih prioritas adalah suatu analisis Islami tentang bagaimana umat
selayaknya memilih amal-amal terpenting dari yang penting dan
mengutamakanpenuaian amal terpenting dari yang pentingsehingga
memberikan konsekuensi logis yang memungkinkan umat untuk dapat
mengantisipasi problema sosial, budaya, politik dan ekonomi umat. Kajian ini
berusaha melihat sejumlah persoalan prioritas dari sudut pandang hukum
Islam yang berdasarkan berbagai argumen, dengan harapan dapat meluruskan
pemikiran, memperkokoh metodologi, dan mampu merumuskan paradigma
baru dalam fikih.
Kajian tentang fikih prioritas ini akan menjadi acuan untuk semua manusia
khususnya umat Islam dan segala hal yang berhubungan dengan mereka. Dari
kajian fikih prioritas ini umat Islam diharapkan bisa memilah-milah apa yang
diprioritaskan oleh ajaran agama Islam dan mana yang diakhirkan, mana yang
ditekankan dan mana yang diringankan, serta apa yang harus segera
dilaksanakan dan mana yang masih bisa ditolerir oleh hukum agama.
4
Bagi saya sendiri ada beberapa persoalan menarik untuk disoroti dalam
pembahasan fiqih prioritas ini. Pertama, bagaimana mendahulukan masalah-
masalah pokok/inti yang sudah disepakati umat islam atas masalah masalah
cabang yang masih terjadi perdebatan dikalangan umat islam.
Saya sangat sepakat karena prinsip ini sangat jitu untuk melejitkan potensi
umat dalam berbagai bidang apabila dapat dikelola dengan baik. Sudah
waktunya energi umat digunakan untuk hal sifatnya solutif dan konstruktif
dibanding terkuras oleh perdebatan-perdebatan furu' yang sebetulnya dapat
ditoleransi bersama.
Kedua, prioritas amalan hati yang lebih utama dibandingkan dengan
amalan anggota badan. Pembahasan dalam fiqh prioritas dalam tema ini akan
sangat menyentuh bagi setiap muslim yang membacanya. Dahsyatnya
kekuatan batiniyyah dibanding lahiriyyah. Apabila kita berperasangka baik,
menjalin silaturahmi dan berkasih sayang terhadap sesama makhluk itu lebih
utama dibanding perhatian berlebih terhadap masalah jenggot (misal) namun
sifat dengki masih ditemukan dalam hatinya.
Saya kira prinsip ini dapat menjawab bagaimana menjadi seorang hamba
taat tanpa disertai kesombongan. Bagaimana menjadi disiplin dalam sholat
namun kesehariannya jauh dari yang namanya maksiat. Hingga bagaimana
menarik hati orang-orang awam untuk dekat dengan agamanya sendiri. Kajian
fiqh prioritas ini sangatlah komprehensif dan menyentuh titik-titik yang
membentuk konsep ajaran islam. Mudah diterapkan dan aplikatif untuk
diterapkan. Sangat mencerahkan para pejuang dan da'i karena dapat menjawab
bagaimana mendahulukan amalan atas amalan yang lain sehingga
menciptakan nafas islam yang hidup dan seimbang di lingkungan kita hidup
sehari-hari dengan dilandasi dalil-dalil yang kuat.
Sebagaimana yang dikatakan oleh syakh yusuf qardhawi bahwa kajian
fiqh prioritas karyanya merupakan harapan sumbangsih pemikiran islam di era
modern. Ada baiknya kita sebagai generasi penerus senantiasa belajar untuk
5
memberi perhatian dari perkembangan dan penerapan fiqih prioritas dari masa
ke masa.3
3 Al-Amidi, Ali ibn Muhammad, al-Ihkam fi Usul al-Ahkam,(Beirut: Tahqiq Sayyid al-
Jamili, Dar al-Kitab al-Arabi, 1986) h. 122
4 ‘Ainain (al), Badran Abu, Ushul Fiqh al-Islamy, (Iskandariyah : Muassasah Syabab al-
Jamiah,t.t) h. 78
6
c. Prioritas pemahaman akan suatu ilmu dari pada menghafal. Maka
dalam belajar, lebih baik kita fahami terlebih dahulu sebelum
menghafalnya. Belajar yang mudah terlebih dahulu, baru yang susah.
Disini kita bisa ambil contoh dengan memahami tafsir al-qur’an
terlebih dahulu sebelum menghafalnya. Atau melakukannya bersama-
sama. Menghafal, memahami dan mengamalkannya seperti yang
dilakukan para sahabat. Kalau sekarang, kita akan menemukannya
dengan cara terbalik. Orang akan berlomba-lomba menghafal al-qur’an
namun tidak berusaha untuk memahaminya. Maka jangan heran kalau
kita bertemu huffadzul qur’an tapi pacaran.
Itulah sebabnya, memahami itu lebih didahulukan dari pada
menghafal. Tentu saja agar tidak salah kaprah, tidak salah ambil
tindakan.5
2. Prioritas dalam Amal.
a. Beramal yang manfaatnya luas lebih baik dari pada amalan pribadi
yang manfaatnya hanya untuk diri sendiri. Ada banyak contoh dalam
permasalahan ini.6
1) Seperti contohnya peristiwa pengangkatan Abu Bakar untuk
menjadi amirul mukminin setelah wafatnya Rasulullah. Saat itu,
sebelum Abu Bakar di angkat sebagai khalifah, jasad Rasulullah
dibiarkan selama 3 hari. Karena dengan dilangsungkannya
penguburan Rasulullah tanpa ada pengganti, akan membuat
muslim berkecamuk berantakan. Ini menjukkan bahwa memilih
pemimpin bagi umat muslim itu lebih baik dari pada menguburkan
mayat.
2) Da’wah melalui tulisan di buku dan mass media seperti televise,
website, WA, Faceebook, Twitter, Youtube, itu lebih diprioritaskan
dari da’wah konvensional. Infaq untuk umat lebih baik dari pada
7
haji berkali-kali. Wakaf dengan tanah, membangun sekolah, lebih
baik dari pada infaq.
3) Membangun sekolah islam, lebih baik dari pada membangun
masjid. Karena yang terjadi saat ini, muslim sedang kekurangan
generasi. Masjid sekarang sudah banyak, dan banyak yang kosong.
Namun tidak dengan sekolah. Umat membutuhkan sekolah
berkualitas yang akan menghasilkan para ulama, da’I, pemimpin,
dan penerus bangsa.
b. Beramal dengan amalan yang tahan lama dan langgeng lebih baik dari
pada beramal dengan amalan yang terputus. Contoh dari hal ini adalah:
1) Beramal jariyah dengan mewakafkan tanah bagi kepentingan umat
islam itu lebih baik dari shalat Sunnah. Amal jariyah itu memiliki
pahala yang terus mengalir, selama apa yang kita wakafkan dipakai
dan digunakan orang lain. Dengan beramal jariyah, akan membuat
kita seakan memiliki dua nyawa. Disitu kita mati, tapi masih bisa
menghasilkan pahala dari apa yang kita lakukan.
Rasulullah bersabda, “ Apabila seorang anak adam mati, maka
semua amalannya akan terputus, kecuali tiga hal, shadaqah jariyah,
ilmu yang bermanfaat, atau anak shaoleh yang mendo’akan kedua
orang tuanya.”
2) Ilmu yang bermanfaat tidak harus menjadi guru, ustadz, kiai. Tapi
bisa membeli buku berisi kajian keislaman, kemudian diberikan
pada khalayak umum. Dan lain-lain.7
c. Prioritas amalan hati dari pada amalan lahir.
1) Misalnya dalam shalat, prioritas terhadap kekhusyu’an dan
tadabbur terhadap ayat dan bacaan lebih baik dari pada perhatian
gerakan, posisi dan lamanya waktu shalat.
Contohnya disini adalah apa yang terjadi pada Abdullah bin
Ubay bin Salul. Dia adalah tokoh munafiq yang selalu shalat di
belakang Rasulullah. Namun sayangnya dia menjadi ahli neraka.
7 Abd al-Karim Zaidan, al-Wajiz fi usul al-Fiqh, (Mesir: Dar at-Tauzi, 1993) h. 90
8
Karena dia hanya memberikan action saja, dan hatinya dipenuhi
kebencian kepada Rasulullah dan islam.
2) Keikhlsan dalam beramal, berkeyakinan, keridhaan serta
kepasrahan kepda ketetapan Allah lebih diprioritaskan. Contohnya
adalah sahabat Utsman bin Affan saat menjadi khalifah. Beliau saat
itu memimpin Negara islam yang luas wilayahnya 3 kali lipat lebih
besar dibanding Indonesia. Karena keikhlasan, niat yang tertanam
beliau, serta kecintaan beliau pada al-qur’an, beliau pernah shalat
satu raka’at dengan menghatamkan 30 juz al-qur’an. Itu adalah
contoh pemimpin yang baik, tidak seperti saat ini.8
3) Iman dan amalan yang ada didalam hati adalah prioritas utama.
Kita tentu mengenal Abu Bakar As-Shiddiq. Beliau adalah
sahabat paling utama dan yang pertama kali masuk syurga. Bahkan
Rasulullah mengatakan bahwa jika iman Abu Bakar ditimbang
dengan iman seluruh dunia, tetap berat iman yang dimiliki Abu
Bakar. Padahal menurut para sahabat, amalan Abu Bakar biasa,
bukan banyak shalat dan dzikir. Itu semua karena amalan yang ada
di dalam hatinya. Abu Bakar selalu yakin pada Allah, mengimani
semua yang disampaikan Rasulullah, tidak pernah berkeluh kesah,
bahkan saat sakit malah senang karena dengan begitu, dosa-dosa
akan berguguran.
4) Prioritas amalan yang wajib dari amalan yang Sunnah. Seperti
halnya, memberi nafkah untuk keluarga lebih utama dari pada
bersedekah pada orang lain.
5) memprioritaskan fardhu kifayah yang bertingkat-tingkat. Seperti
mengantar orang sakita lebih baik dari pada I’tikaf di dalam
masjid. Mengajar lebih baik dari pada I’tikaf di dalam masjid
karena umat tentu lebih membutuhkan ilmu. Sedang dengan I’tikaf,
pahala hanya akan kita raih sendiri.
8 Al Zuhaili, Wahbah, Al Fiqh Ala Islami Wa’adillatuh, Terjemah : Agus Affandi Dan
Badruddin Fannany “Zakat Kajian Berbagai Madhab”, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995) h.
44
9
6) Prioritas amal jama’I seperti berorganisasi lebih baik dari pada
amal fardhi. (berorganisasi dalam da’wah lebih baik prioritas dari
pada aktivitas pribadi). Contoh-contoh seperti ini bisa ditemukan
dalam organissasi Rohis yang ada di sekolah-sekolahan. Karena
da’wah itu berat, melelahkan. Sehinga kita butuh komunitas untuk
mendukung aktivitas kita.
3. Prioritas dalam Berda’wah.
a. Merubah hati sebelum merubah Negara. Karena pada hakikatnya,
da’wah itu penekanannya ada pada hati. Contoh dalam hal ini adalah
da’wah yang dilakukan Rasulullah di Makkah selama 13 tahun.
Da’wah di sana, Rasulullah mengokohkan hati para sahabat terlebih
dulu dengan aqidah. Sehingga selama di Makkah, tidak pernah ada
orang munafiq. Karena kokohnya hati serta keimanan yang dimiliki
para sahabat saat itu.
b. Pendidikan sebelum jihad. Pembinaan sebelum kekuasaan. Karena
kalau yang terjadi adalah kekuasaan tanpa pembinaan, maka yang
terjadi adalah kerunyaman Negara. Negara akan morat-marit. Seperti
Indonesia, yang dipimpin oleh orang-orang yang salah. Maka tidak
heran bila saat ini kita temukan pesta bikini setelah UN, korupsi
merebak di setiap pejabat, pelacuran dilegalkan, dan masih banyak
lagi.
c. Merubah pemikiran sebelum perbuatan. Pemikiran bila sudah teracuni
baratisme, seperti sekulerisme, liberalisme, feminisme, dan lain-lain
akan berbahaya. Ini sudah banyak terjadi di Negara kita yang diisini
orang-orang yang dituhankan banyak kaum, namun memiliki otak
yang sesat.9
9 Al-Amidi, Ali ibn Muhammad, al-Ihkam fi Usul al-Ahkam,(Beirut: Tahqiq Sayyid al-
Jamili, Dar al-Kitab al-Arabi, 1986) h. 65
10
4. Prioritas dalam Hak.
a. Hak manusia lebih utama dari pada hak Allah saja.
Pemimpin kurang shaleh tapi adil lebih diutamakan dari pada
pemimpin shaleh, rajin ibadah, tapi dzalim. Membayar hutang lebih
diutamakan dari pada haji dan jihad fi sabilillah. Karena bila seseorang
mati syahid, tapi masih memiliki hutang, dia akan tertahan. Sehingga
sebelum haji atau sebelum jihad, lebih baik membayar hutang terlebih
dahulu.
b. Keshalehan social lebih baik dari pada keshalehan pribadi.
1) Indonesia adalah Negara nomer satu dalam urusan keshalehan
pribadi. Orang-orang Indonesia begitu rajin shalat, sedekah, zakat.
Namun dalam keshalehan social yang berisi kebersihan jalan,
ketertiban orang-orangnya, Indonesia menduduki nomer 114. Jauh
dibawah Negara-negara berisi orang-orang kafir seperti Finlandia,
Jepang, Singapura, dan yang lain.
2) Saat berhijrah ke kota Madinah, Abdurrahman bin Auf
meninggalkan seluruh harta dan kelurganya. Sesampainya di
Madinah, dia dipersaudarakan dengan Rabi’ bin Aff yang
kemudian meminta Abdurrahman untuk memilih salah satu istri
dari 2 istrinya dan 1 rumah dari 2 rumahnya.10
10 Abdul Wahab Khalaf,. Ilmu Ushul al- Fiqh. (Al- Qabbah Ath-Thab’ah wa an-Nasyar.
1978) h. 32
11 Muhammad Khudari Beik, Usul al-Fiqh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1988) h. 67
11
tamu maka prioritas amalan yang paling utama adalah dengan menghormati
dan menyibukkan diri dalam menyambut tamu walaupun orang tersebut harus
meninggalkan wirid dan sunnah. Begitu juga ibadah yang paling utama pada
waktu adzan adalah mennggalkan wirid dan segera menyambut seruan
muadzin.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fikih berasal dari bahasa arab fiqh yang mengandung makna mengerti
atau mengetahui. Zainuddin Ali mengemukakan bahwa kata fikih secara
etimologi artinya paham, pengertian, dan pengetahuan. Fikih menurut istilah
adalah ilmu yang mempelajari hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis
yang diambil dari dalil-dalil yang sudah terperinci. Para Fuqaha
mendefinisikan fikih dengan ilmu yang menerangkan hukum-
hukum syara’ yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafshil. Dalam Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia, prioritas diartikan sebagai diutamakan,
dinomorsatukan, dan didahulukan. Pengertian tersebut memberitahukan,
bahwa prioritas terjadi karena ada dua hal atau lebih (pilihan, kegitan, metode,
cara dan lain-lain), yang mana dari hal-hal tersebut ada yang didahulukan dan
di akhirkan sehingga terbentuk urutan.
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, prioritas diartikan sebagai
diutamakan, dinomorsatukan, dan didahulukan. Pengertian tersebut
memberitahukan, bahwa prioritas terjadi karena ada dua hal atau lebih
(pilihan, kegitan, metode, cara dan lain-lain), yang mana dari hal-hal tersebut
ada yang didahulukan dan di akhirkan sehingga terbentuk urutan.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan
datang.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab Khalaf,. 1978. Ilmu Ushul al- Fiqh. Al- Qabbah Ath-Thab’ah wa
an-Nasyar.
Abd al-Karim Zaidan, al-Wajiz fi usul al-Fiqh, Mesir: Dar at-Tauzi, 1993.
Al-Amidi, Ali ibn Muhammad, 1986, al-Ihkam fi Usul al-Ahkam, Tahqiq Sayyid
al-Jamili, Dar al-Kitab al-Arabi, Beirut.
14