Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA (2)

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Riza Agustina, M.Pd

MAKALAH

Disusun Oleh:
Manama Deck Nugroho
(2017007)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDONESIA JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Asal-Usul
Perkembangan Pesantren di Indonesia” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang manusia keragaman dan Kesetaraan bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Riza Agustina, M.Pd selaku dosen
mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Tangerang Selatan, 20 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN................................................................................................................2
A. Pengertian Pesantren..............................................................................................2
B. Asal-Usul Perkembangan Pesantren di Indonesia..................................................5
C. Perkembangan Kelembagaan Pesantren di Indonesia............................................9
BAB III............................................................................................................................13
PENUTUP.......................................................................................................................13
A. Kesimpulan...........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai kekhasan
tersendiri dan berbeda dengan pendidikan lainnya. Pendidikan dipesantren meliputi
pendidikan Islam, dakwa, pengembangan kemasyarakatan, dan pendidikan lainnya yang
sejenis. Para peserta didik pada pesantren disebut "santri" yang umumnya menetap
dipesantren, disebut dengan istilah "pondok".

Dari sinilah timbul istilah "Pondok Pesantren". Pesantren sebagai lembaga


pendidikan tradisional di Indonesia merupakan asset pendidikan genuine bangsa
Indonesia yang mampu bertahan hidup di tengah terpaan angin modernitas.
Kemampuan ini tentu saja bukan sesuatu yang kebetulan, tapi pesantren memang
memiliki elemen-elemen sub- kultur yang unik dan khas, baik pada supra maupun infra
strukturnya.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian pesantren!
2. Bagaimana asal-usul perkembangan pesantren di Indonesia?
3. Bagaimana perkembangan kelembagaan pesantren di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian pesantren
2. Untuk mengetahui asal-usul perkembangan pesantren di Indonesia
3. Untuk mengetahui perkembangan kelembagaan pesantren di Indonesia

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Pesantren
Pondok pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian.
Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan
pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di samping itu,
kata pondok mungkin berasal dari bahasa Arab funduq yang berarti asrama atau hotel.
Di Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan
pesantren, sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkang atau meunasah,
sedangkan di Minangkabau disebut surau.1 Definisi pesantren adalah "suatu tempat
yang tersedia untuk para santri untuk menerima pembelajaran agama Islam sekaligus
tempat berkumpul dan tempat tinggalnya".2

Perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe- di depan dan
akhiran -an berarti tempat tinggal para santri. Sedangkan asal usul kata "santri" dalam
pandangan Nurcholis Madjid dapat dilihat dari dua pendapat. Pertama, pendapat yang
mengatakan bahwa "santri" berasal dari perkataan "sastri", sebuah kata dari bahasa
Sansekerta yang artinya melek huruf. Pendapat ini menurut Nurcholis Madjid agaknya
didasarkan atas kaum santri adalah kelas literari bagi orang Jawa yang berusaha
mendalami agama melalui kitab-kitab bertulisan dan berbahasa Arab. Di sisi lain,
Zamarkhsyari Dhofier berpendapat, kata santri dalam bahasa India berarti orang yang
tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu.
Atau secara umum dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku
tentang ilmu pengetahuan. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa perkataan santri
yang sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa, dari kata "catrik", berarti seseorang yang
selalu mengikuti seorang guru ke mana guru ini pergi menetap.3

Secara terminologis, walaupun mayoritas para tokoh berbeda pendapat dalam


mendefinisikan pesantren, tetapi subtansinya sama. Imam Zarkasyi mendefinisikan
1
Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), 5.
2
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta:
Erlangga, 2003), 2.
3
Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholis Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, ke-2.
(Ciputat: Ciputat Press, 2005), 61–62.

2
pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam yang wajib menggunakan
sistem asrama atau pondok, dimana kyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat
kegiatan yang menjiwainya karena semua kegiatan tersentral di dalamnya, serta
pengajaran agama Islam yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.4 Menurut
Manfred Ziemek, biasanya pesantren didirikan oleh para pemrakarsa kelompok belajar,
yang mengadakan perhitungan dan memperkirakan kemungkinan kehidupan bersama
bagi para santri dan ustad. Maka berdirilah sebuah pondok, tempat untuk hidup bersama
bagi masyarakat belajar. Dengan kata "pondok" orang membayangkan "gubuk" atau
"saung bambu", suatu lambang yang baik tentang kesederhanaan sebagai dasar
perkiraan kelompok. Di sini guru dan murid tiap hari bertemu dan berkumpul dalam
waktu yang lama bersama-sama menempuh kehidupan di pondok.5 Lebih lanjut Ziemek
menilai pesantren sebagai lembaga "wiraswasta" dalam sektor pendidikan keagamaan,
karena ciri-cirinya yang dipengaruhi dan ditentukan oleh pribadi para pendiri dan
pimpinanannya dan cenderung mengikuti suatu pola tertentu. 6 Sedangkan menurut
Mastuhu pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam (tafaquh fiddin) dengan
menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat
sehari-hari.7 Pada dasarnya pesantren terbentuk sebagai perwujudan dari dua keinginan
yang bertemu. Keinginan orang yang ingin menimba ilmu sebagai bekal hidup (santri)
dan keinginan orang yang secara ikhlas mengajarkan ilmu dan pengalaman kepada umat
(kyai).8

Menurut Ahmad Tafsir, "Istilah Pesantren adalah lembaga Pendidikan Islam


tertua di Indonesia yang telah berfungsi sebagai salah satu pusat dakwah dan pusat
pengembangan masyarakat muslim Indonesia".9 Jadi pondok pesantren sebagai tempat
untuk belajar ilmu agama Islam sekaligus juga tempat tinggal para santri. Sedangkan
pondok, masjid, kiai, santri, dan pengajian kitab-kitab klasik merupakan lima elemen
dasar bagi pondok pesantren.10

4
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pessantren (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), 4.
5
Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial (Jakarta: P3M, 1986), 18.
6
Ibid., 97.
7
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 6.
8
Nur Efendi, Manajemen Perubahan Di Pondok Pesantren (Yogyakarta: Teras, 2014), 116.
9
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), 120.
10
Haidar Putra Daulay, Historitas Dan Eksistensi Pessantren (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), 201.

3
Pondok pesantren disebut sebagai sebuah organisasi dikarenakan pesantren
adalah lembaga pendidikan yang dikembangkan dengan manajemen yang unik, yaitu
penerapan nilai-nilai agama yang dijadikan basis pengembangan organisasi di setiap
perubahan zaman. Sistem yang ada di pondok pesantren dianggap sama dengan sistem
sebuah organisasi, dimana organisasi terdiri dari bagian-bagian yang saling bergantung
satu sama lain. Begitu juga dengan sebuah pesantren, elemen-clemen pesantren terdiri
dari pondok atau asrama sebagai tempat bermukim santri, masjid sebagai tempat
beribadah dan belajar, santri sebagai murid, dan kyai sebagai pimpinan dan pemilik
pesantren. Elemen-elemen tersebut saling bergantung satu sama lain untuk tetap
mempertahankan keberadaan pesantren sebagai sebuah lembaga atau organisasi
pendidikan.

Istilah pondok diambil dari Bahasa Arab Funduq, yang berarti hotel,
penginapan. Istilah pondok diartikan juga dengan asrama yang sebagai tempat tinggal
santri dalam menuntut ilmu agama di lingkungan pesantren. Dengan demikian pondok
mengandung arti sebagai tempat tinggal. pondok pesantren adalah suatu lembaga
pendidikan yang bertujuan untuk mendalami ilmu agama Islam, dan mengamalkannya
sebagai pedoman hidup keseharian. Elemen yang selanjutnya adalah kiai, kiai adalah
seorang yang ahli agama dan fasih dalam membaca Al-Quran serta mempunyai
kemampuan yang cermat dalam membaca pikiran pengikut- pengikutnya. Sifat khas
seorang kiai adalah terus terang, berani blak- blakan dalam bersikap, dan bahkan ahli
dalam menerapkan prinsip- prinsip ijtihad. Menurut asal-usul istilah kiai, dalam Bahasa
Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda, antara lain: (1) sebagai gelar
kehormatan bagi benda-benda yang dianggap keramat seperti kiai Garuda Kencana
yaitu sebutan yang diberikan kepada kereta emas yang terdapat di Keraton Yogyakarta.
(2) gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya. (3) gelar yang diberikan
oleh masyarakat kepada seorang yang ahli agama Islam yang telah memiliki atau
mengasuh pondok pesantren serta mengajar kitab klasik kepada santrinya. Selain gelar
kyai, ia juga sering disebut sebagai orang yang alim (orang yang mempunyai
pengetahuan Islam secara mendalam). Kiai dalam hal ini mengacu kepada pengertian
yang ketiga, walaupun sebenarnya gelar kyai saat sekarang ini tidak lagi hanya
diperuntukkan bagi yang memiliki pesantren saja. Sudah banyak juga gelar kiai
dipergunakan oleh ulama yang tidak memiliki pesantren.

4
Dari beberapa pengertian tokoh diatas dapat artikan bahwa pengertian pesantren
adalah lembaga pendidikan yang menekankan pentingnya moral agama Islam dengan
sistem asrama sebagai tempat tinggal santri dipimpin oleh kyai sebagai figur untuk
santrinya dengan pola tertentu dan masjid sebagai titik pusat kegiatannya.11

B. Asal-Usul Perkembangan Pesantren di Indonesia


Pesantren sebagai institusi pendidikan Islam di Indonesia yang paling tua,
memiliki akar transmisi sejarah yang jelas. Siapa yang pertama kali mendirikannya
dapat dilacak, meskipun diakui ada perselisihan di kalangan ahli sejarah dalam
mengidentifikasi pendiri pesantren pertama kali. Sebagian mereka menyebut Syaikh
Maulana Malik Ibrahim sebagai pendiri pertama pesantren di tanah Jawa, Dalam
konteks ini, analisis Lembaga Riset Islam (Pesantren Luhur) cukup cermat dan dapat
dipegangi sebagai pedoman dalam memecahkan teka teki siapa pendiri pesantren
pertama kali di Jawa. Dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim sebagai peletak dasar
pertama sendi berdirinya pesantren, sedang Raden Rahmat, putranya sebagai wali
pertama di Jawa Timur.12

Pesantren sudah ada di Nusantara, sebelum bangsa Eropa datang ke wilayah


Nusantara sekitar abad XVI. Dapat dikatakan bahwa asal-usul pesantren sebagai
institusi pendidikan Islam merupakan proses islamisasi dari tradisi Hindu-Budha yang
dilakukan oleh para kyai, sebagaimana yang dilakukan oleh para Wali Songo dalam
melakukan islamisasi budaya Hindu-Budha yang sebelumnya telah berkembang dan
mengakar di lapisan masyarakat Indonesia, misalnya: tradisi sekaten, wayangan, dan
lain sebagainya.13

Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang mendapattambahan awalan pe


di depan dan akhiran an yang memiliki arti tempat tinggal para santri. sedangkan kata
“santri” diduga berasal dari istilah sansekerta “sastri” yang berarti “melek huruf”, atau
dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya kemanapun
pergi.14 Sedangkan kata santri menurut Kamus Bahasa Indonesia berarti orang yang
mendalami agama Islam. Dari asal-usul kata santri pula banyak sarjana berpendapat

11
Imam Bawani, Pesantren Buruh Pabrik (Yogyakarta: LKis, 2011), 45.
12
M. Hasan, “Perkembangan Pendidikan Pessantren Di Indonesia,” TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam 10,
no. 1 (2015): 59–61.
13
Z. Arifin, “Perkembangan Pesantren Di Indonesia,” Jurnal Pendidikan Agama Islam 9, no. 1 (2012): 43.
14
H. Herman, “Sejarah Pesantren d Indonesia,” Al-Ta’dib 6, no. 2 (2013): 147.

5
bahwa lembaga pesantren pada dasarnya adalah lembaga pendidikan keagamaan bangsa
Indonesia pada masa menganut agama Hindu Budha yang bernama ”mandala” yang
diislamkan oleh para kyai.15 Potret Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama
pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar ilmu-
ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai.
Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam komplek pesantren dimana kyai
bertempat tinggal.16

Dari hal diatas dapat dikatakan yang menjadi ciri khas pesantren dan sekaligus
menunjukkan unsur unsur pokoknya, yang membedakannya dengan pendidikan lainnya,
yaitu:

1. Pondok
Pondok mengandung makna sebagai tempat tinggal, sebuah pesantren harus
memiliki asrama tempat tinggal santri dan kyai, dan ditempat inilah terjadi
komunikasi antara santri dan kyai. Di pondok seorang santri harus patuh dan taat
terhadap peraturan yang berlaku, ada waktu-waktu kegiatan tertentu yang harus
dilaksanakan santri seperti waktu belajar, shalat, makan, tidur, istirahat, dan lain
sebagainya, bahkan ada juga waktu untuk jaga malam.17
2. Masjid
Masjid merupakan elemen penting yang harus dimiliki pesantren, karena
dimasjidlah akan dilangsungkan proses pendidikan dalam bentuk komunikasi
belajar mengajar antara kyai dan santri.18
3. Santri
Santri merupakan siswa yang belajar di pesantren, menurut Haidar, santri dapat
digolongkan kedalam dua kelompok, yaitu: a. Santri Mukmin, yaitu santri yang
datang dari tempat yang jauh yang tidak memungkinkan bagi dia untuk pulang
kerumahnya, maka dari itu dia Mondok (tinggal) di pesantren. Sebagai santri
mukmin mereka memiliki kewajiban-kewajiban tertentu seperti mengurusi
kepentingan santri sehari-hari. b. Santri Kalong, yaitu siswa-siswi yang berasal

15
Arifin, “Perkembangan Pesantren Di Indonesia,” 42.
16
Herman, “Sejarah Pesantren d Indonesia,” 147.
17
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia (Jakarta:
Kencana Perdana Media Grup, 2014), 20.
18
Ibid., 20–21.

6
dari daerah sekitar pesantren yang memungkinkan mereka pulang ke rumah
masing-masing (bolak balik). Santri kalong ini mengikuti pelajaran dengan cara
pulang pergi antara rumahnya dan pesantren. Dalam pesantren memungkinkan
untuk santri pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya, hal ini biasanya
dilakukan untuk menambah dan mendalami suatu ilmu dari seorang ktai yang
didatangi itu.19
4. Kyai
Kyai merupakan tokoh sentral dalam pesantren yang melakukan pengajaran,
pertumbuhan pesantren baik itu maju maupun mundurnya suatu pesantren
tergantung oleh wibawa, karisma ataupun kemampuan dari sang kyai. Menurut
asal usulnya perkataan kyai dalam bahasa jawa dipakai untuk untuk tiga jenis
gelar yang saling berbeda:
a) Selain gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat,
umpamanya, “kyai garuda kencana” dipakai untuk sebutan kereta emas
yang ada di keraton yogyakarta.
b) Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
c) Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama yang
memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab
islam kliasik kepada para santrinya, selain gelar kyai. Ia juga sering
disebut orang alim (orang yang dalam penetahuan islamya).20
5. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik
Kitab-kitab Islam klasik yang lebih populer dikenal dengan sebutan “kitab
kuning”. Kitab ini ditulis oleh para ulama Islam pada zaman pertengahan.
Kepintaran dan kemahiran seorang santri diukur dari kemampuannya membaca
serta menjelaskan isi kitab – kitab tersebut. Bagi seorang santri untuk
mengetahui dan memudahkan dalam membaca sebuah kitab dengan benar maka
dituntut untuk mahir dalam ilmu-ilmu bantu seperti nahwu, syaraf, balaghah,
ma’ani, bayan dan lain sebagainya.21

Pada abad 12/13 M. kegiatan penyebaran dan pengembangan dakwah Islam


semakin meningkat dan telah tersebar luas di berbagai daerah. Seiring dengan itu, maka
19
Ibid., 21.
20
Ibid., 22.
21
Ibid., 23.

7
pusat-pusat pendidikan Islam semakin tersebar luas di berbagai kawasan Indonesia,
terutama di Sumatera dan Jawa. Di Jawa pusat pndidikan Islam itu diberi nama
Pesantren. Pengembangan dan penyebaran Islam di Jawa dimulai oleh Wali Songo,
sehingga kemudian model pesantren di pulau Jawa juga mulai berdiri dan berkembang
bersamaan dengan zaman wali songo. Karena itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
pesantren yang pertama didirikan oleh Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maulana
Maghribi (wafat 822H/1419 M). Meskipun begitu, tokoh yang dianggap berhasil
mendirikan dan mengembangkan pesantren dalam arti yang sesungguhnya adalah
Raden Rahmat (Sunan Ampel). Ia mendirikan pesantren di Kembang Kuning yang
kemudian ia pindah ke Ampel Denta (Surabaya). Misi keagamaan dan pendidikan
Sunan Ampel mencapai sukses, sehingga beliau dikenal oleh masyarakat Majapahit.
Kemudian bermunculan pesantren-pesantren baru yang didirikan oleh paraa santri dan
putra beliau. Misalnya, pesantren Giri oleh Sunan Giri, pesantren Demak oleh Raden
Fatah dan pesantren Tuban oleh Sunan Bonang. Kedudukan dan fungsi pesantren saat
itu belum sebesar dan sekompleks sekarang. Pada masa awal, pesantren hanya berfungsi
sebagai alat Islamisasi dan sekaligus memadukan tiga unsur pedidikan, yakni: ibadah
untuk menanamkan iman, tabligh untuk menyebarkan ilmu, dan amal untuk
mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.22

Seiring perjalanan waktu, pesantren berkembang terus sambil menghadapi


berbagai rintangan. Sikap tersebut bukan ofensif, melainkan tidak lebih dari defensif;
hanya untuk menyelamatkan kehidupannya dan kelangsungan dakwahnya. Pada tahapan
selanjutnya, pesantren diterima oleh masyarakat, sehingga tidak mengherankan jika
pesantren kemudian menjadi kebanggaan masyarakat sekitarnya terutama yang telah
menjadi Muslim.23 Pada zaman penjajahan dikalangan pemerintah kolonial Belanda,
timbul dua alternatif untuk memberikan pendidikan kepada bangsa Indonesia, yaitu
mendirikan lembaga pendidikan yang berdasarkan lembaga pendidikan tradisional,
yaitu pesantren atau mendirikan lembaga pendidikan dengan sistem pendidikan yang
berlaku di Barat, karena hal ini telah terjadi persaingan antara lembaga pendidikan
pesantren dengan lembaga pendidikan kolonial. Belanda ingin menekan pertumbuhan

22
A. Fadli, “Pesantren: Sejarah Dan Perkembangannya,” El-Hikam 5, no. 1 (2012): 35.
23
Hasan, “Perkembangan Pendidikan Pessantren Di Indonesia,” 64.

8
pesantren dengan cara Pada didirikan Priesterraden (pengadilan agama) yang bertugas
mengadakan pengawasan terhadap pesantren pada tahun 1882.24

Kemudian, pada masa kemerdekaan, pesantren merasakan nuansa baru.


Kemerdekaan merupakan momentum bagi seluruh sistem pendidikan untuk berkembang
lebih bebas, terbuka, dan demokratis. Lembaga-lembaga pendidikan tingkat SD, SLP
dan SLA milik pemerintah mulai bermunculan. Sekolah-sekolah partikelir (swasta) juga
mulai berpartisipasi menyajikan saluran pendidikan sebagai upaya pelayanan
masyarakat. Proses pendidikan berjalan makin harmonis dan kondusif dengan tidak
mengecualikan adanya berbagai kekurangan dan keharusan pendidikan dapat disalurkan
sepenuhnya pada masa kebebasan ini.25 Namun karena hal ini lah membuat keadaan
pesantren berada pada masa kritis. Hal ini yang menuntut adanya perkembangan dari
sistem pendidikan di pesantren.

Sebagaimana diketahui bahwa pesantren pada umumnya berfokus pada ilmu-


ilmu tradisional (agama) seperti tafsir, hadis, fikih, tauhd/akhlak, tasawuf dan bahasa
Arab.26 Hal ini sejalan dengan tujuan dari lulusan pesantren yaitu dapat mencapai
kebahagiaan diakhirat yang secara otomatis juga akan mencapai kebahagiaan di dunia,
oleh sebab itu pesantren dalam perkembangannya harus mengembangkan ilmu-ilmu
tradisional sekaligus ilmu-ilmu modern yang berguan untuk mencapai kebahagiaan di
dunia maupun diakhirat.27

C. Perkembangan Kelembagaan Pesantren di Indonesia


Sejarah pendidikan Islam di Indonesia yang telah dimulai pada awal abad 20 M
hingga dewasa ini merupakan perjalanan yang cukup panjang. di mana perkembangan
cukup drastis terjadi pada masa orde lama dan terus berkembang pada masa orde baru.
Setelah Indonesia merdeka, pendidikan agama telah mendapat perhatian serius dari
pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta." Usaha tersebut dimulai dengan
memberikan bantuan sebagaimana mestinya anjuran oleh Badan Pekerja Komite
Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, disebutkan: “Madrasah dan
pesantren yang pada hakikatnya adalah satu sumber pendidikan dan pencerdasan
rakyat jelata yang telah berurat dan akar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya,
24
Fadli, “Pesantren: Sejarah Dan Perkembangannya,” 37.
25
Hasan, “Perkembangan Pendidikan Pessantren Di Indonesia,” 66.
26
Sutrisno, Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial (Jakarta: Ar-ruz Media, 2017), 55.
27
Ibid., 56.

9
mensyukuri mendapatkan perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan
bahan dari pemerintah”.

Pendidikan Agama juga diatur secara khusus dalam UU No. 4 Tahun 1950 pada
bab XII Pasal 20, yaitu:

1. Di sekolah sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid


menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut atau tidak.
2. Cara penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah negeri di atur dalam
peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan kebudayaan,
bersama-sama dengan Menteri Agama.

Perkembangan pendidikan Islam pada masa orde lama sangat terkait pula
dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri pada tanggal 3 Januari
1946. Departemen Agama sebagai suatu lembaga pada masa itu secara intensif
perjuangan politik pend idikan Islam di Indonesia. Pendidikan Islam pada masa itu
ditangani oleh suatu bagian khusus yang menangani masalah pendidikan agama, yaitu
Bagian Pendidikan Agama. Tugas dari bagian tersebut sesuai dengan salah satu nota
Islam pendidikan di dalam Indonesia yang disusun oleh Bagian Pendidikan Departemen
Agama pada tanggal 1 September 1956, yaitu : 1) memberi pengajaran agama di
sekolah negeri dan partikulir, 2) memberi pengetahuan umum di madrasah, dan 3)
mengadakan Pendidikan Guru Agama serta Pendidikan Hakim Islam Negeri.

Berdasarkan keterangan di atas, terdapat dua hal penting yang berkaitan dengan
pendidikan Islam pada masa orde lama, yaitu pengembangan dan pembinaan madrasah
dan pendidikan Islam di sekolah umum. Masih di laman yang sama, dijelaskan pula
bahwa keberadaan pondok pesantren sebelum Indonesia merdeka diperhitungkan oleh
bangsa-bangsa yang pernah menjajah Indonesia. Pada masa kolonialisme, dari Pondok
pesantren lahirlah tokoh-tokoh nasional yang tangguh yang menjadi pelopor pergerakan
kemerdekaan Indonesia, seperti KH. Hasyim Asyari. KH. Ahmad Dahlan, KH. Zaenal
Mustopa dan tokoh-tokoh besar lainnya. Dapat dikatakan bahwa masa itu pondok
pesantren memberikan kontribusi yang besar bagi terbentuknya republik ini. Bila
dianalisis lebih jauh dari lembaga pendidikan yang sangat sederhana ini muncul tokoh-
tokoh nasional yang mampu menggerakkan rakyat untuk melawan melawan, salah satu

10
faktornya disebabkan oleh sosok Kyai sebagai pimpinan pondok pesantren sangat dan
disegani, baik oleh komunitas pesantren (santri) maupun masyarakat sekitar pondok.

Pada masa pasca kemerdekaan, perkembangan pondok pesantren mengalami


pasang surut dalam mengemban misinya sebagai pencetak generasi kaum muslimin
yang mumpuni dalam bidang Agama. Pada masa masa transisi antara tahun 1950-1965,
pondok pesantren mengalami fase stagnasi, di mana Kyai yang disimbolkan sebagai
figur yang ditokohkan oleh seluruh elemen masyarakat Islam, terjebak pada percaturan
politik praktis, yang ditandai dengan bermunculannya partai politik bernuansa Islami
peserta pemilu pertama tahun 1955, contohnya dengan lahirnya Partai Politik NU yang
mewaliki warga Nahdiyyin. Partai Politik NU tersebut dapat dikatakan
merepresentasikan dunia pondok pesantren. Hal ini dikarenakan sebagian besar
pengurus dari parpol tersebut adalah Kyai yang memiliki pondok pesantren.

Perkembangan pendidikan pondok pesantren pada periode Orde Baru seakan


tenggelamnya eksistensinya karena seiring dengan kebijakan pemerintah yang kurang
berpihak pada kepentingan umat Islam. Setitik harapan timbu l untuk nasib umat Islam
setelah era reformasi, pondok pesantren mulai berbenah diri lagi dan kembali
mendapatkan tempat di pergaulan nasional. Salah satunya adalah pendidikan pondok
pesantren yang diakui oleh pemerintah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional
yang termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Pondok pesantren tidak lagi dipandang sebagai lembaga pendidikan adisional yang
ilegal, namun pesantren akui oleh pemerintah sebagai lembaga pendidikan yang
mendapat pengalaman dalam hak dan kewajibannya dengan lembaga pendidikan formal
lainnya.

Peluang tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh Seluruh


pondok pesantren, agar dapat meningkatkan kembali peranannya dalam sistem
pendidikan nasional. Namun yang terjadi peluang tersebut belum memberikan respon
positif ke arah peningkatan kualitas pendidikannya. Salah hanya dapat diidentifikasikan
bahwa hanya sebagian kecil saja masyarakat yang menitipkan anaknya untuk dididik di
lembaga pendidikan pondok pesantren, dibanding ke sekolah-sekolah umum.

Pembinaan pondok pesantren sebelum tahun 2000 dilakukan oleh salah satu
Subdit di Lingkungan Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam, yaitu Subdit

11
Pondok Pesantren sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 6 Tahun 1979.
Dengan semakin pesatnya perkembangan lembaga pondok pesantren dan pendidikan
diniyah serta semakin berkembangnya program dan kegiatan pembinaan bagi Pondok
Pesantren dan Pendidikan Diniyah, subdit tersebut selanjutnya berkembang menjadi
direktorat yang bernama Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok pesantren,
sebagai salah satu dari empat direktorat yang ada pada Ditjen Kelembagaan Agama
Islam sesuai Keputusan Menteri Agama Nomor I Tahun 2001.

Dengan berubahnya organisasi pembinaan menjadi direktorat tersebut, maka


pendidikan di pondok pesantren dan pendidikan diniyah terus bertambah berkembang
dengan pesat, dan mulai diakui di dunia pendidikan.

Seiring dengan berkembangnya pembinaan dan pengorganisasian Direktorat


Jenderal Kelembagaan Agama Islam yang berubah menjadi Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam. Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok pesantren berubah
pula menjadi Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok pesantren. Perubahan itu
berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 2006 sebagai tindak lanjut
dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2005 tentang Perubahan
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005.28

28
Misbach, Kapita Selekta Pondok Peantren (Jakarta: Paryu Berkah, 1976), 72–74.

12
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pesantren adalah lembaga pendidikan yang menekankan pentingnya moral
agama Islam dengan sistem asrama sebagai tempat tinggal santri dipimpin oleh kyai
sebagai figur untuk santrinya dengan pola tertentu dan masjid sebagai titik pusat
kegiatannya.

Pesantren sudah ada di Nusantara, sebelum bangsa Eropa datang ke wilayah


Nusantara sekitar abad XVI. Dapat dikatakan bahwa asal-usul pesantren sebagai
institusi pendidikan Islam merupakan proses islamisasi dari tradisi Hindu-Budha yang
dilakukan oleh para kyai, sebagaimana yang dilakukan oleh para Wali Songo dalam
melakukan islamisasi budaya Hindu-Budha yang sebelumnya telah berkembang dan
mengakar di lapisan masyarakat Indonesia, misalnya: tradisi sekaten, wayangan, dan
lain sebagainya.

Seiring dengan berkembangnya pembinaan dan pengorganisasian Direktorat


Jenderal Kelembagaan Agama Islam yang berubah menjadi Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam. Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok pesantren berubah
pula menjadi Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok pesantren. Perubahan itu
berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 2006 sebagai tindak lanjut
dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2005 tentang Perubahan
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005.

13
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. “Perkembangan Pesantren Di Indonesia.” Jurnal Pendidikan Agama Islam 9,
no. 1 (2012).

Bawani, Imam. Pesantren Buruh Pabrik. Yogyakarta: LKis, 2011.

Daulay, Haidar Putra. Historitas Dan Eksistensi Pessantren. Yogyakarta: Tiara Wacana,
2001.

———. Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia. Jakarta:


Kencana Perdana Media Grup, 2014.

Efendi, Nur. Manajemen Perubahan Di Pondok Pesantren. Yogyakarta: Teras, 2014.

Fadli, A. “Pesantren: Sejarah Dan Perkembangannya.” El-Hikam 5, no. 1 (2012): 29–


42.

Hasan, M. “Perkembangan Pendidikan Pessantren Di Indonesia.” TADRIS: Jurnal


Pendidikan Islam 10, no. 1 (2015): 55–73.

Herman, H. “Sejarah Pesantren d Indonesia.” Al-Ta’dib 6, no. 2 (2013): 145–158.

Madjid, Nurcholis. Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta:


Paramadina, 1997.

Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS, 1994.

Misbach. Kapita Selekta Pondok Peantren. Jakarta: Paryu Berkah, 1976.

Qomar, Mujamil. Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi


Institusi. Jakarta: Erlangga, 2003.

Sutrisno. Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial. Jakarta: Ar-ruz Media, 2017.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008.

Yasmadi. Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholis Madjid Terhadap Pendidikan Islam


Tradisional. Ke-2. Ciputat: Ciputat Press, 2005.

14
Zarkasyi, Abdullah Syukri. Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pessantren. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005.

Ziemek, Manfred. Pesantren Dalam Perubahan Sosial. Jakarta: P3M, 1986.

15

Anda mungkin juga menyukai