Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MODERASI BERAGAMA DALAM KERAGAMAN


INDONESIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Islam Dan Moderasi Beragama

Dosen Pengampu:
Muhammad Julkarnain, M.Ag

Disusun Oleh:
Kelompok 3

Firiski Asmi Ramadhan (2342913020)


Mohammad Irfan (2341913003)

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH


PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN DAKWAH
UNIVERSITAS SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kita atas kehadirat Allah
SWT, karena berkat limpahan rahmat-Nya kami bisa menyusun makalah ini tepat
pada waktu yang ditentukan. Sholawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada
junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang mana berkat jasa-jasanya beliau
telah membawa kita dari zaman jahiliah menuju zaman yang terang menderang
yang bercahayakan iman Islam dan Ihsan.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Islam & Moderasi Beragama. Semoga makalah ini menambah wawasan
dan memberi manfaat bagi kita semua, mungkin makalah ini belum menjelaskan
secara detailnya mengenai Pengalaman Moderasi Beragama di Nusantara, akan
tetapi saya harap kita semua dapat memahami dengan jelas tentang apa yang
dibahas di makalah yang telah kami buat. Kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca.

Samarinda, 26 September 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1

1.3 Tujuan.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 KAJIAN TEORI.............................................................................................3

BAB III PENUTUP...............................................................................................13

3.1 Kesimpulan...................................................................................................13

3.2 Saran.............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki sangat


banyak keragaman, mencakup beraneka ragam etnis, bahasa, agama, budaya, dan
status sosial. Keragaman dapat menjadi “Integrating force” atau mengintegrasikan
kekuatan yang mengikat kemasyarakatan namun dapat menjadi penyebab
terjadinya benturan antar budaya, antar ras, etnik, agama, dan nilai-nilai hidup.
Keragaman budaya (Multikultural) merupakan peristiwa alami karena terjadinya
pertemuan antara berbagai budaya, berinteraksinya beragam individu dan
kelompok dengan membawa perilaku budaya, latar belakang, agama dan etnis
yang saling berinteraksi dalam komunitas Masyarakat Indonesia.

Dalam Masyarakat multikultural, interaksi sesama manusia cukup tinggi.


Kesadaran dan pemahaman tentang keragaman budaya (Multikultural) khususnya
keragaman beragama semakin dibutuhkan Masyarakat. Penyuluh agama sebagai
pelayanan publik selayaknya memiliki kompetensi dan melakukan Gerakan
moderasi untuk meningkatkan kedamaian umat. Dengan meningkatnya kebutuhan
pelayanan publik terhadap beragam kelompok Masyarakat, maka penyuluh
dihadapkan dengan jangkauan layanan yang luas, sehingga perlu memahami
multikultural agar dapat lebih efektif dalam pelayanan publik.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka fokus kajian artikel ini adalah
kesadaran dan pemahaman tentang keragaman budaya, moderasi beragama, dan
peran yang dimainkan para penyuluh agama untuk membangun keharmonisan
beragama pada Masyarakat Indonesia yang multikultural.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaiman kajian teori multikultural (keragaman) bangsa Indonesia?


2. Bagaimana moderasi dalam keragaman Indonesia?
3. Bagaimana peran penyuluh agama?

1
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui kajian teori multikultural (keragaman) bangsa


Indonesia.
2. Untuk mengetahui moderasi dalam keragaman Indonesia.
3. Untuk mengetahui peran penyuluh agama.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KAJIAN TEORI


A. Multikultural (Keragaman) bangsa Indonesia
Keberagaman yang dimiliki Indonesia sangat banyak terdiri dari budaya,
agama, suku, dan bahasa. Hal itu menunjukkan bahwa bangsa dengan masyarakat
multikultural. Keanekaragaman menjadi anugerah bagi bangsa Indonesia jika
dikelola dengan baik, Indonesia juga mempunyai keunikan dalam
keanekaragaman sehingga mempunyai daya tarik tersendiri sehingga banyak
pengunjung yang datang dari negara-negara lain. Namun jika kita tidak bisa
menghadapinya dengan baik, maka keberagaman tersebut juga bisa menjadi
tantangan untuk kita, bahkan keanekaragaman dapat terancam jika ada perpecahan
yang terjadi di Indonesia.1

Paham dalam banyak kebudayaan disebut juga dengan multikulturalisme.


Kebudayaan dapat diartikan sebagai ideologi dan juga bisa dijadikan sebagai alat
untuk menuju derajat kemanusiaan tertinggi. Maka dari itu sangat penting melihat
kebudayaan secara fungsional dan secara operasional dalam pranata-pranata
sosial.

Secara umum multikulturalisme memuat multikulturalisme deskriptif dan


multikulturalisme normatif. Multikulturalisme deskriptif merupakan kenyataan
sosial yang mencerminkan adanya kemajemukan (pluralistik). Sedangkan
multikulturalisme normatif biasanya berkaitan dengan dasar-dasar moral, yaitu
adanya ikatan moral dari para warga dalam lingkup negara/ bangsa untuk
melakukan sesuatu yang menjadi kesepakatan Bersama. Sepertinya
multikulturalisme normatif itulah tampaknya yang kini dikembangkan di
Indonesia.2

1
Saddam, S., Mubin, I., & SW, D. E. M. (2020). Perbandingan Sistem Sosial Budaya Indonesia
Dari Masyarakat Majemuk Ke Masyarakat Multikultural. Historis: Jurnal Kajian, Penelitian Dan
Pengembangan Pendidikan Sejarah, 5(2), 136-145.
2
Alfindo, A. (2023). Pentingnya Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Dalam Masyarakat. Jurnal
Dinamika Sosial Budaya, 25(2), 242-251.

3
Multikulturalisme meliputi gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan
dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis,
budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembang
kan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggaan untuk
mempertahankan kemajemukan tersebut.

Konsep multikulturalisme sudah tidak asing lagi didalam dunia Islam,


setidaknya memiliki pengalaman historis yang menguatkan bahwa Islam
menghargai keragaman, sebagaimana dipraktikkan Rasul dalam pemerintahan
Madinah. Multikulturalisme masih memiliki relevansi dengan ajaran Islam antara
lain dalam toleransi, perdamaian dan keadilan.

a. Toleransi, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al Hujuurat: 13

‫َد ٱِهَّلل َأۡت َقٰىُك ۚۡم‬F‫َٰٓيَأُّيَها ٱلَّناُس ِإَّنا َخ َلۡق َٰن ُك م ِّم ن َذ َك ٖر َو ُأنَثٰى َو َج َعۡل َٰن ُك ۡم ُش ُعوٗب ا َو َقَبٓاِئَل ِلَتَع اَر ُفٓو ْۚا ِإَّن َأۡك َر َم ُك ۡم ِع ن‬
‫ر‬ٞ‫ِإَّن ٱَهَّلل َع ِليٌم َخ ِبي‬

Artinya: Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa.3

Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah telah menciptakan manusia dengan


bermacam-macam suku bangsa agar manusia saling mengenal. Bahwa perbedaan
tidak boleh menjadi ajang konflik, karenanya harus dihargai. Dengan saling
mengenal maka jalan menuju kehidupan multikultural akan terbuka.

b. Perdamaian. Kata Islam berasal dari akar kata ”As-Salam ” yang berarti
perdamaian. Islam mengajarkan umatnya untuk melakukan dan
menyebarkan perdamaian di muka bumi. Dalam QS al-Baqarah [2] : 208,

‫ن‬ٞ‫ّو ُّمِبي‬ٞ ‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا ٱۡد ُخ ُلوْا ِفي ٱلِّس ۡل ِم َك ٓاَّفٗة َو اَل َتَّتِبُعوْا ُخ ُطَٰو ِت ٱلَّش ۡي َٰط ِۚن ِإَّن ۥُه َلُك ۡم َعُد‬

3
Arzaq, R. S. Z., Salim, M. N., & Said, A. (2020). URGENSI PENDIDIKAN TOLERANSI
DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL (Studi Analisis QS. Al Baqarah ayat 256 dan QS.
Al Hujurat ayat 13). Education, Learning, and Islamic Journal, 2(02), 72-97.

4
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam
secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh,
ia musuh yang nyata bagimu.”4

Masuklah ke dalam agama Islam secara menyeluruh atau disebut dengan


“Udkhulu fi al-silmi kaffah. Dengan menyatakan sebagai kesediaan untuk masuk
ke dalam perdamaian secara menyeluruh jika menggunakan konsep multikultural
dengan melakukan reorientasi pemahaman. Makna ini berbeda dengan makna
secara kesastraan yang menjelaskan perbedaan secara sepihak, dan menafikan
keberadaan entitas lain dalam kehidupan.

c. Keadilan. Multikultural menekankan berlaku adil dalam memandang dan


bersikap terhadap orang atau kelompok lain. Al-Qur’an (Surat al-Maidah
[5] : 8)

‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا ُك وُنوْا َقَّٰو ِم يَن ِهَّلِل ُش َهَدٓاَء ِبٱۡل ِقۡس ِۖط َو اَل َيۡج ِرَم َّنُك ۡم َش َٔ‍َناُن َقۡو ٍم َع َلٰٓى َأاَّل َتۡع ِد ُلوْۚا ٱۡع ِد ُلوْا‬
‫ُهَو َأۡق َر ُب ِللَّتۡق َو ٰۖى َو ٱَّتُقوْا ٱَۚهَّلل ِإَّن ٱَهَّلل َخ ِبيُۢر ِبَم ا َتۡع َم ُلوَن‬

Artinya: ”Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum


mendorong kamu untuk berlaku tidak adil ”. Ayat ini menjelaskan ke kita untuk
berlaku adil sekalipun terhadap orang atau kelompok yang memusuhi kita.
Berlaku adil maksudnya adalah hendaklah kita tetap berlaku ”obyektif”
terhadap mereka. Jika prinsip ini menjadi ruh kehidupan kita, maka kehidupan
multi-kultural akan dapat terwujud.5

Negara pluralisme adalah NKRI yang mempunyai dua modal penting


dalam menjadikan karakternya membentuk multikultural. Dua modal tersebut
adalah demokrasi dan kearifan lokal yang dapat dipahami dan dipercaya untuk
menjaga kesejahteraan masyarakat beragama. Secara histori dan sosial dalam
keragaman Indonesia mayoritas masyarakat menganut agama Islam, akan tetapi
jika dilihat tingkat provinsi atau daerah, misalnya kabupaten/kota maka terdapat

4
Rahma, Z. N., & Hilmi, M. A. (2023). Maqashidi Interpretation of QS Al-Baqarah [2]: 208
Regarding Kaffah Islam. Spiritus: International Journal of Religious Studies and Education, 1(3),
36-43.
5
Kisswanto, E., & Hayati, F. (2023, Januari). Nilai-nilai Pendidikan Moral dalam Al-Qur'an Surat
Al-Maidah Ayat 8. In Bandung Conference Series: Islamic Education (Vol. 3, No. 1, pp. 158-163).

5
agama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu yang menjadi mayoritas di
lingkungan tersebut.

Adanya fakta dan data yang ada menunjukkan bahwa keragaman agama
ini merupakan mozaik yang memperkaya khazanah kehidupan keagamaan di
Indonesia, namun di sisi lain, keragaman agama juga mengandung potensi
ancaman bagi persatuan NKRI. Maka dari itu diperlukan keterlibatan seluruh
warga masyarakat dalam mewujudkan kedamaian. Tugas untuk menyadarkan
masyarakat tentang multikultural ini bukanlah hal yang mudah, bahkan untuk
membangun kesadaran kalangan masyarakat bahwa kebhinekaan adalah sebuah
keniscayaan sejarah. Menanamkan sikap yang adil dalam menyikapi kebinekaan
adalah perkara yang lebih sulit lagi untuk dilakukan, karena, sikap terhadap
kebhinekaan kerap berlawanan dengan berbagai kepentingan sosial, ekonomi, dan
politik.6

Indonesia sebagai sebuah Negara multikultural dengan mayoritas


penduduk muslim terbesar di dunia dan memiliki keragaman etnik, budaya,
bahasa, dan agama juga menjadi masalah untuk terwujudnya keharmonisan dan
kenyamanan beragama, maka dari itu, disamping bekerja sama dengan para ahli
yang mempunyai perhatian terhadap masalah multikultural, para penyuluh agama
sebaiknya juga mulai memikirkan untuk memberikan informasi mengenai
multikulturalisme kepada berbagai lembaga, badan, dan organisasi
kemasyarakatan untuk bersama-sama membangun kesadaran multikultural.7

B. MODERASI DALAM KERAGAMAN INDONESIA


Dalam masyarakat Indonesia yang multi-budaya, sikap keberagamaan
yang ekslusif yang hanya mengakui kebenaran dan keselamatan secara sepihak,
tentu dapat menimbulkan bentrok antar kelompok agama. Konflik keagamaan
yang sering kali terjadi di Indonesia, umumnya disebabkan karena adanya sikap
keberagamaan yang ekslusif, serta adanya persaingan antar kelompok agama
dalam meraih dukungan umat yang tidak dilandasi sikap toleran, karena masing-

6
Acep, V. D. A., Murtini, E., & Santoso, G. (2023). Menghargai Perbedaan: Membangun
Masyarakat Multikultural. Jurnal Pendidikan Transformatif, 2(2), 425-432.
7
Akhmadi, A. (2019). Moderasi beragama dalam keragaman Indonesia. Inovasi-Jurnal Diklat
Keagamaan, 13(2), 45-55.

6
masing menggunakan kekuatannya untuk menang sehingga sering kali
mengakibatkan terjadinya konflik.
Konflik kemasyarakatan dan penyebab disharmoni masyarakat yang
pernah terjadi dimasa lampau berasal dari kelompok ekstrim kiri (komunisme)
dan ekstrim kanan (Islamisme). Namun sekarang ini ancaman disharmoni dan
ancaman negara kadang berasal dari globalisasi dan Islamisme yang disebut
sebagai dua fundamentalisme yaitu pasar dan agama. Dalam konteks
fundamentalisme agama, maka untuk menghindari disharmoni perlu ditumbuhkan
cara beragama yang moderat, atau cara ber-Islam yang inklusif atau sikap
beragama yang terbuka, yang disebut sikap moderasi beragama. Moderasi itu
artinya moderat, lawan dari ekstrem, atau berlebihan dalam menyikapi perbedaan
dan keragaman.8
Kata moderat dalam bahasa Arab dikenal dengan al-wasathiyah
sebagaimana terekam dari QS.al-Baqarah [2] : 143.
‫َو َك َٰذ ِلَك َج َعۡل َٰن ُك ۡم ُأَّم ٗة َو َس ٗط ا ِّلَتُك وُنوْا ُش َهَدٓاَء َع َلى ٱلَّناِس َو َيُك وَن ٱلَّرُس وُل َع َلۡي ُك ۡم َش ِه يٗد ۗا َو َم ا َج َعۡل َن ا ٱۡل ِقۡب َل َة ٱَّلِتي‬
‫ُك نَت َع َلۡي َهٓا ِإاَّل ِلَنۡع َلَم َم ن َيَّتِبُع ٱلَّرُس وَل ِم َّم ن َينَقِلُب َع َلٰى َع ِقَبۡي ِۚه َو ِإن َك اَنۡت َلَك ِبيَر ًة ِإاَّل َع َلى ٱَّلِذ يَن َه َدى ٱُۗهَّلل َو َم ا‬
‫م‬ٞ‫ف َّرِح ي‬ٞ‫َك اَن ٱُهَّلل ِلُيِض يَع ِإيَٰم َنُك ۚۡم ِإَّن ٱَهَّلل ِبٱلَّناِس َلَرُء و‬
Artinya: “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam)
”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan
kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami
mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang.
Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah
diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.
Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.”
Kata al-Wasath pada ayat tersebut memiliki makna yang berarti terbaik
dan paling sempurna. Dalam hadis disebutkan bahwa sebaik-baik persoalan
adalah yang berada di tengah-tengah. Dalam melihat dan menyelesaikan satu
persoalan, Islam moderat mencoba melakukan pendekatan kompromi dan berada
di tengah-tengah, dalam menyikapi sebuah perbedaan, baik perbedaan agama
ataupun mazhab, Islam moderat mengedepankan sikap toleransi, saling

8
Bahri, A. (2023). Moderasi beragama di Indonesia yang multikultural. ALBAHRU, 2(1).

7
menghargai, dengan tetap meyakini kebenaran keyakinan masing-masing agama
dan mazhab, sehingga semua pihak dapat menerima keputusan dengan kepala
dingin, tanpa harus terjadi konflik.9 Oleh karena itu moderasi beragama
merupakan sebuah jalan tengah di tengah keberagaman agama di Indonesia.
Moderasi merupakan budaya Nusantara yang berjalan seiring berkembangnya
zaman, dan tidak saling menegaskan antara agama dan kearifan lokal. Tidak saling
mempertentangkan namun mencari penyelesaian dengan toleran dan dengan
kepala dingin.
Dalam konteks beragama, memahami teks agama saat ini terjadi
kecenderungan penolakan pemeluk agama dalam dua kutub ekstrem. Satu kutub
terlalu menyanjung tinggi teks tanpa menghiraukan sama sekali kemampuan akal/
nalar. Teks Kitab Suci dipahami lalu kemudian diamalkan tanpa memahami
konteks. Beberapa golongan yang ada menyebut kutub ini sebagai golongan
konservatif (golongan yang terlalu memegang teguh terhadap tradisi, sehingga
cenderung bersifat tertutup). Kutub ekstrem yang lain, sebaliknya, yang sering
disebut kelompok liberal, terlalu mendewakan akal pikiran sehingga mengabaikan
teks itu sendiri.10
Dalam pandangan Islam Moderat adalah mendahulukan sikap toleran
dalam perbedaan. Keterbukaan menerima keberagamaan. Baik beragam dalam
mazhab maupun beragam dalam beragama. Perbedaan bukan menjadi halangan
untuk menjalin kerja sama, dengan asas kemanusiaan. Meyakini agama Islam
yang paling benar, tidak berarti harus melecehkan agama orang lain. Sehingga
akan terjadilah persaudaraan dan persatuan antar agama. Moderasi harus dipahami
dan ditumbuh kembangkan sebagai komitmen bersama untuk menjaga
keseimbangan yang sempurna, di mana setiap warga masyarakat, apapun suku,
etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya, Masyarakat masih harus saling
mendengarkan satu sama lain serta saling belajar melatih kemampuan mengelola
dan mengatasi perbedaan di antara mereka.

9
Arisah, Y., & Yunita, N. (2022). Nilai-Nilai Pendidikan Moderasi Beragama dalam Al-Qur’an
surah al-Baqarah ayat 143 dan 256 (Studi komparatif Penafsiran M. Quraish Shihab dan
Hamka). AL-HUDA: Journal of Qur'anic Studies, 1(1), 1-28.
10
Harahap, H. S. M., Siregar, H. F. A., & Darwis Harahap, S. (2022). Nilai dan praktik moderasi
beragama berbasis kearifan lokal di Sumatera Utara. Merdeka Kreasi Group.

8
Dalam rangka mewujudkan moderasi tentu harus dihindarinya sikap
inklusif. Menurut Shihab bahwa konsep Islam inklusif adalah tidak hanya sebatas
pengakuan akan kemajemukan masyarakat, tapi juga harus diaktualisasikan dalam
bentuk keterlibatan aktif terhadap kenyataan tersebut. Sikap inklusivisme yang
dipahami dalam pemikiran Islam adalah memberikan ruang bagi keragaman
pemikiran, pemahaman dan persepsi keislaman.11
Dalam pemahaman ini, kebenaran tidak hanya terdapat dalam satu
kelompok saja, melainkan juga ada pada kelompok yang lain, termasuk kelompok
agama sekalipun. Pemahaman ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa pada
dasarnya semua agama membawa ajaran keselamatan. Perbedaan dari satu agama
yang dibawah seorang nabi dari generasi ke generasi hanyalah syariat saja. Jadi
sangat valid bahwa moderasi beragama sangat erat dalam menjaga kebersamaan
dengan memiliki sikap ‘tenggang rasa’, sebuah warisan leluhur yang mengajarkan
kita untuk saling memahami satu sama lain yang berbeda dengan kita.
Seruan untuk selalu menyuarakan moderasi, mengambil jalan tengah,
melalui perkataan dan tindakan bukan hanya menjadi kepedulian para pelayan
publik seperti penyuluh agama, atau warga Kementerian agama saja, namun
seluruh warga negara Indonesia dan seluruh umat manusia juga harus
menyuarakan moderasi, sehingga tidak sampai menimbulkan peristiwa buruk
seperti penembakan di masjid Selandia Baru yang menewaskan 50 jamaah salat
jum’at.
Berbagai konflik dan ketegangan antar umat manusia dalam keragaman
agama, suku, paham dan sebagainya telah memunculkan ketetapan internasional
melalui rapat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menetapkan tahun 2019
sebagai ”Tahun Moderasi Internasional” (The International Year of Moderation). 12
Penetapan ini jelas sangat relevan dengan komitmen Kementerian Agama untuk
terus menyuarakan moderasi beragama. Dengan begitu, agama menjadi pedoman
hidup dan solusi jalan tengah (the middle path) yang adil dalam menghadapi
masalah hidup dan kemasyarakatan, agama menjadi cara pandang dan pedoman

11
Aspila, A., & Baharuddin, B. (2022). Eksistensi Penyuluh Agama Sebagai Agen Moderasi
Beragama Di Era Kemajemukan Masyarakat Indonesia. La Tenriruwa: Jurnal Bimbingan
Penyuluhan Islam, 1(1), 104-123.
12
Riyanto, W. F., & Suryadi, R. A. (2021). 20 TAHUN PUSAT KERUKUNAN UMAT
BERAGAMA Kiprah dalam Penguatan Kerukunan dan Moderasi Beragama di Indonesia.

9
yang seimbang antara urusan dunia dan akhirat, akal dan hati, rasio dan norma,
idealisme dan fakta, serta individu dan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan
tujuan agama diturunkan ke dunia ini agar menjadi tuntunan hidup, agama
diturunkan ke bumi untuk menjawab berbagai persoalan dunia, baik dalam skala
mikro maupun makro, keluarga (privat) maupun negara (publik).

C. PERAN PENYULUH AGAMA


Penyuluh agama merupakan salah satu jabatan fungsional di Kementerian
Agama Republik Indonesia. Penyuluh Agama adalah garda terdepan pemerintah
dalam menyampaikan pesan-pesan agama maupun pesan-pesan program
pemerintah. Peran penyuluh agama dalam masyarakat sangat penting karena
sebagian masyarakat masih memandang pentingnya sosok ideal sebagai figur atau
pedoman dalam kehidupan masyarakat, oleh karena itu penyuluh agama memiliki
potensi untuk didudukkan sebagai figur atau tokoh agama di masyarakat.13
Menurut teori strukturisasi, keberadaan penyuluh agama dapat dilihat
sebagai tokoh yang dapat membentuk struktur dalam Masyarakat umum. Aktivitas
para penyuluh agama melalui praktik atau tindakan yang berulang-ulang akan
menjadi contoh untuk para masyarakat. Penyuluh agama sebagai tokoh akan
mengembangkan kebiasaan sehari-hari yang tak hanya memberikan perasaan
aman kepada aktor, tetapi juga memungkinkan mereka menghadapi kehidupan
sosial mereka secara efisien.
Untuk menumbuhkan motivasi dan melakukan tindakan-tindakan
membangun kesadaran dan sikap moderasi beragama tersebut, penyuluh agama
diharapkan berfungsi sebagai :
a. Informatif dan edukatif : penyuluh agama memposisikan dirinya sebagai
juru dakwah yang berkewajiban mendakwahkan ajaran agamanya,
menyampaikan penerangan agama dan mendidik masyarakat dengan
sebaik-baiknya sesuai ajaran agama.
b. Fungsi Konsultatif : penyuluh agama memposisikan dirinya untuk turut
membantu memikirkan dan memecah-kan persoalan-persoalan yang

13
Op.Cit., Aspila, A., & Baharuddin, B. (2022).

10
dihadapi masyarakat, baik secara pribadi, keluarga maupun sebagai
masyarakat umum.
c. Fungsi administratif: penyuluh agama juga memiliki tugas untuk
merencanakan, melaporkan dan mengevaluasi pelaksanaan penyuluhan
dan bimbingan yang telah dilakukannya.14
15
Untuk menjalankan fungsi penyuluh agama secara optimal, maka dalam
naskah akademik Kementerian Agama RI disebutkan pokok-pokok kemampuan
yang diperlukan, yaitu :
a. Kemampuan untuk mengidentifikasi dan memonitor variabel-variabel dan
isu-isu penting bagi vitalitas masyarakat (sebagaimana fungsi tersebut
dilakukan misalnya isu demografis, ekonomi, pelayanan manusia,
lingkungan dan lain-lain) dan kemampuan untuk menggunakan dan
menerapkan variabel-variabel dalam memprioritaskan program,
perencanaan dan penyerahan atau disebut Proses aksi sosial.
b. Kesadaran, komitmen dan kemampuan termasuk rasa memiliki terhadap
berbagai budaya yang berbeda, asumsi-asumsi, norma-norma, kepercayaan
dan nilai-nilai multibudaya, atau Keanekaragaman budaya.
c. Kemampuan merencanakan, mendesain, penerapan, mengevaluasi,
menghitung dan menjual program penyuluhan untuk memperbaiki mutu
hidup sasaran penyuluhan atau Pemrograman bidang penyuluhan.
d. Kemampuan untuk mengenali, memahami, memudahkan peluang dan
sumber daya yang diperlukan sebagai respon terbaik terhadap kebutuhan
dari individu dan masyarakat binaan (Perikatan).
e. Menguasai keterampilan berkomunikasi baik lisan dan tulisan, penerapan
teknologi dan metode-metode penyuluhan untuk mendukung program-
program penyuluhan dalam memandu perubahan perilaku kelompok
sasaran penyuluhan (Penyampaian pendidikan dan informasi).
f. Kemampuan interaksi yang efektif dengan individu dan kelompok binaan
yang beragam untuk mewujudkan kerjasama, membangun jaringan dan
sistem dinamis (Hubungan antara pribadi).
14
Manap, A. (2022). MODERASI BERAGAMA DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA. Widya Genitri: Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan
Hindu, 13(3), 229-242.
15
Op.Cit., Akhmadi, A. (2019).

11
g. Pemahaman sejarah, filsafat dan karakteristik dari penyuluhan
(Pengetahuan tentang organisasi).
h. Kemampuan untuk mempengaruhi individu dan kelompok-kelompok
binaan yang berbeda secara positif, atau pengelolaan organisasi penyuluh .
i. Kemampuan untuk menetapkan struktur, mengorganisir proses,
pengembangan, dan memonitor sumber daya serta memimpin perubahan
untuk memperoleh hasil-hasil penyuluhan secara efektif dan efisien atau
fungsi kepemimpinan.
Adanya moderasi beragama, kita dapat mewujudkan keharmonisan dalam
hidup berbangsa dan beragama, yaitu dengan sikap beragama yang sedang atau di
tengah-tengah dan tidak berlebihan. Tidak mengklaim diri atau kelompoknya yang
paling benar, tidak menggunakan legitimasi teologis yang ekstrem, tidak
menggunakan paksaan apalagi kekerasan, dan netral dan tidak berafiliasi dengan
kepentingan politik atau kekuatan tertentu. Sikap moderasi tersebut perlu
disosialisasikan, diberi pendidikan, ditumbuh-kembangkan dengan suri teladan
para penyuluh agama.16
Para penyuluh dapat memposisikan diri untuk ikut ambil bagian dalam
moderasi beragama, yang menghadirkan kedamaian beragama pada setiap
kegiatan penyuluhannya. Bangunan masyarakat yang toleran, damai perlu
dioptimalkan oleh para penyuluh melalui kegiatan atau tahapan melakukan
perencanaan kegiatan, mengorganisir kegiatan, melaksanakan kegiatan serta
melakukan pengawasan untuk mengevaluasi program moderasi beragama.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam kehidupan multikultural diperlukan pemahaman dan kesadaran


multibudaya yang menghargai perbedaan, kemajemukan dan sekaligus
kemauan berinteraksi dengan siapapun secara adil.
16
Selpia, E., & Udhiyana, N. (2023). PERAN MODERASI BERAGAMA DALAM KEHIDUPAN
MASYARAKAT MODERN. Islamic Education, 1(3), 365-384.

12
Untuk menghadapi keragaman ada di dunia, maka diperlukan sikap
moderasi, Sikap moderasi berupa pengakuan atas keberadaan pihak lain,
pemilikan sikap toleran, penghormatan atas perbedaan pendapat, dan tidak
memaksakan kehendak dengan cara kekerasan.
Untuk mewujudkan keharmonisan dan kedamaian dalam Masyarakat
Indonesia, diperlukan peran pemerintah, tokoh masyarakat, dan para
penyuluh agama untuk mensosialisasikan,menumbuhkembangkan wawasan
moderasi beragama.

3.2 Saran

Wawasan multibudaya bagi masyarakat Indonesia menjadi kebutuhan


penting dalam membangun keharmonisan bangsa, sehingga perlu dilakukan
pendidikan, pelatihan dan penyuluhan terhadap masyarakat.

Moderasi beragama perlu ditumbuhkan melalui sarasehan/wadah


diskusi, pengajian, maupun dialog kebangsaan, sehingga menjadi sikap
bangsa Indonesia. Pemerintah, melalui Kementerian Agama, Balai Diklat
Keagamaan bersama penyuluh agama dapat menjadi penggerak gerakan
moderasi beragama ini.

DAFTAR PUSTAKA
Acep, V. D. A., Murtini, E., & Santoso, G. (2023). Menghargai Perbedaan:
Membangun Masyarakat Multikultural. Jurnal Pendidikan
Transformatif, 2(2), 425-432.
Akhmadi, A. (2019). Moderasi beragama dalam keragaman Indonesia. Inovasi-
Jurnal Diklat Keagamaan, 13(2), 45-55.
Alfindo, A. (2023). Pentingnya Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Dalam
Masyarakat. Jurnal Dinamika Sosial Budaya, 25(2), 242-251.

13
Arisah, Y., & Yunita, N. (2022). Nilai-Nilai Pendidikan Moderasi Beragama dalam
Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 143 dan 256 (Studi komparatif
Penafsiran M. Quraish Shihab dan Hamka). AL-HUDA: Journal of
Qur'anic Studies, 1(1), 1-28.
Arzaq, R. S. Z., Salim, M. N., & Said, A. (2020). URGENSI PENDIDIKAN
TOLERANSI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL (Studi
Analisis QS. Al Baqarah ayat 256 dan QS. Al Hujurat ayat 13). Education,
Learning, and Islamic Journal, 2(02), 72-97.
Aspila, A., & Baharuddin, B. (2022). Eksistensi Penyuluh Agama Sebagai Agen
Moderasi Beragama Di Era Kemajemukan Masyarakat Indonesia. La
Tenriruwa: Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam, 1(1), 104-123.
Bahri, A. (2023). Moderasi beragama di Indonesia yang
multikultural. ALBAHRU, 2(1).
Harahap, H. S. M., Siregar, H. F. A., & Darwis Harahap, S. (2022). Nilai dan
praktik moderasi beragama berbasis kearifan lokal di Sumatera Utara.
Merdeka Kreasi Group.
Kisswanto, E., & Hayati, F. (2023, Januari). Nilai-nilai Pendidikan Moral dalam
Al-Qur'an Surat Al-Maidah Ayat 8. In Bandung Conference Series:
Islamic Education (Vol. 3, No. 1, pp. 158-163).
Manap, A. (2022). MODERASI BERAGAMA DALAM BINGKAI NEGARA
KESATUAN REPUBLIK INDONESIA. Widya Genitri: Jurnal Ilmiah
Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu, 13(3), 229-242.
Rahma, Z. N., & Hilmi, M. A. (2023). Maqashidi Interpretation of QS Al-Baqarah
[2]: 208 Regarding Kaffah Islam. Spiritus: International Journal of
Religious Studies and Education, 1(3), 36-43.
Riyanto, W. F., & Suryadi, R. A. (2021). 20 TAHUN PUSAT KERUKUNAN
UMAT BERAGAMA Kiprah dalam Penguatan Kerukunan dan Moderasi
Beragama di Indonesia.
Saddam, S., Mubin, I., & SW, D. E. M. (2020). Perbandingan Sistem Sosial
Budaya Indonesia Dari Masyarakat Majemuk Ke Masyarakat
Multikultural. Historis: Jurnal Kajian, Penelitian Dan Pengembangan
Pendidikan Sejarah, 5(2), 136-145.

14
Selpia, E., & Udhiyana, N. (2023). PERAN MODERASI BERAGAMA DALAM
KEHIDUPAN MASYARAKAT MODERN. Islamic Education, 1(3), 365-
384.

15

Anda mungkin juga menyukai