Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KONSEP DASAR FIQH DAN FIQH IBADAH


DOSEN : BAPAK DR. H. MUKHTAR, Lc, M.Th.I

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :


ANUGRAH PRATIWI (2120203862202004)
DWI SUNARTI (2120203862202018)
MIFTAHUL IBRIRA (2120203862202014)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


PRODI AKUNTANSI SYARI’AH
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami

panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taupik,

hidayah, serta inayah-Nya sehingga kami bisa menyusun makalah ini tentang “KONSEP

FIQH DAN FIQH IBADAH”

Makalah ini telah kami susun secara maksimal atas bantuan dari beberapa pihak

sehingga makalah ini bisa selesai dengan lancar. Untuk itu, kami selaku penyusun banyak

berterimakasih kepada semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Dalam

penyusunan laporan ini, kami menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi susunan

serta cara penulisan laporan ini, karenanya saran dan kritik yang sifatnya membangun demi

kesempurnaan laporan ini sangat kami harapkan. Akhirnya, semoga laporan ini bisa

bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan juga bermanfaat bagi penyusun pada

khususnya.

Parepare, 24 September 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

I.A. Latar Belakang..........................................................................................................1

I.B. Rumusan Masalah....................................................................................................1

I.C. Tujuan.......................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................2

II.A. Pengertian Fiqih......................................................................................................2

II.B. Sumber Hukum Fiqih..............................................................................................3

II.C. Ruang Lingkup Fiqih...............................................................................................6

BAB III PENUTUP...............................................................................................................7

III.A. Kesimpulan............................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang

Ilmu fiqih menjadi sarana manusia untuk menjalani kehidupan di dunia, baik ibadah
maupun muamalah. Fiqh dalam konteks ibadah akan membahas hubungan manusia dengan
Tuhan sedangkan figh dalam konteks muamalah akan membahas hubungan manusia dengan
manusia.

Hal yang pertama dipelajari adalah konsep dasar dari ilmu fiqh. Konsep dasar
tersebut meliputi pengertian, sumber hukum islam, ruang lingkup. dan pengertian ilmu fiqih.

I.B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan fiqih?

2. Apa sajakah sumber hukum fiqih islam?

3. Apa saja ruang lingkup dari fiqih?

I.C. Tujuan

1. Memahami dan mengetahui maksud dari fiqih dan

2. Mengetahui sumber-sumber hukum islam

3. Mengetahui ruang lingkup fiqih

1
BAB II

PEMBAHASAN

II.A. Pengertian Fiqih

Secara bahasa kata fiqih dapat diartikan al-Ilm, artinya ilmu, dan al-fahm, artinya
pemahaman. Jadi fiqih dapat diartikan ilmu yang mendalam.

Secara istilah fiqih adalah ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syar’i yang
berkaitan dengan perbuatan-perbuatan para mukalaf yang dikeluarkan dari dalil-dalilnya yang
terperinci. 

Ilmu fiqih adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui hukum-hukum Allah SWT
yang meliputi tingkah laku kehidupan manusia sehari-hari dan diambil dari dalil-dalil yang
jelas. Ilmu fiqih digunakan sebagai pedoman hidup umat Islam dan kita sebagai umat Islam
diperintahkan untuk mematuhi perintah dari Allah SWT dan Rasulullah serta menjauhi semua
larangannya.

Pengertian "fiqh" secara etimologis berati "paham yang mendalam". Bila "paham"
dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat lahiriah, maka fiqh berarti paham yang
menyampaikan ilmu lahir kepada ilmu batin. Karena itulah At-Tirmidzi menyebutkan, "Fiqh
tentang sesuatu", berarti mengetahui batinnya sampai pada kedalamannya.

Kata "faqaha" atu yang berakar pada kata itu dalam Al-Qur'an disebut dalam 20 ayat :
19 diantaranya termasuk bentuk tertentu dalam kedalaman dan kedalaman ilmu yang
disebutkan diambil manfaat darinya.

Ada pendapat yang megatakan bahwa "fiqhu" atau paham tidak sama dengan "ilmu"
walaupun wazan (timbangan) lafaznya sama. meskipun belum menajdi ilmu, paham adalah
pikiran yang baik dari segi kesiapannya menangkap apa yang sulit. Ilmu dalam bentuk
zhanni seperti paham atau figh yang merupakan tentang zheanni dalam dirinya. Secar
definitif, figh berarti "ilmu tentang hukum-hukum syar'i yang bersifat amaliyah yang digali
dan ditemukan dan dalil-dalil yang tafsili".

Dalam definisi ini, fiqh diibaratkan dengan ilmu karena fiqh itu semacam ilmu2
pengetahuan. Memang fiqh itu tdak sama dengan ilmu seperti disebutkan diatas, fiqh itu
bersifat zhanni. Fiqh adalah apa yang dapat dicapai oleh mujtahid dengan zhan nya,
sedangkn ilmu tidak bersifat zhanni seperti fiqh. Namun, karena zhan dalam fiqh ini kuat,
maka ia mendekati ilmu; karena dalam definisi ini ilmu yang digunakan juga untuk
bertarung. Dalam definisi diatas batasan atau pasal yang disamping menjelaskan hakikat dari
fiqh itu, sekaligus juga memisahkan arti kata figh itu dari yang bukan fiqh.

Kata "hukum" dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa hal-hal yang berada diluar
apa yang dimaksud dengan kata "hukum", seperti zat, termasuk kedalam definisi fiqh.
Bentuk jamak dari hukum adalah "ahkam". Disebut dalam jamak adalah untuk menjelaskan
bahwa fikih itu ilmu tentang seperangkat aturan yang disebut hukum.

III.B. Sumber Hukum Fiqih

1. Al-qur’an

Al-Qur'an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui perantara malaikat Jibril kepada umat manusia untuk dijadikan pedoman dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itulah al Qur'an sebagai sumber paling utama
dalam menentukan hokum dalam ilmu fiqih.

Kedudukan Al-Qur'an sebagai Sumber Hukum Al-Qur'an berfungsi sebagai hakim


atau wasit yang mengatur kehidupan manusia agar berjalan lurus. Itulah sebabnya ketika
umat Islam berselisih dalam segala hal yang berhak dia berikan kepada al-Qur'an. Al-Qur'an
lebih lanjut memerankan fungsi sebagai pengontrol dan pengoreksi tehadap perjalanan hidup
manusia di masa lalu. Misalnya kaum Bani Israel yang telah dikoreksi oleh Allah. Al-Qur an
juga mampu memecahkan problem-problem kemanusiaan dengan berbagai segi kehidupan,
baik rohani, sosial, ekonomi, maupun jasmani. politik dengan pemecahan yang bijaksana,
karena ia diturunkan oleh yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji. Pada setiap masalah itu
al-Qur'an meletakkan sentuhannya yang mujarab dengan dasar-dasar yang umum yang dapat
dijadikan landasan untuk langkah-langkah manusia dan yang sesuai dengan zaman. Dengan
demikian, al-Qur'an selalu memenuhinya di setiap waktu dan tempat, karena Islam adalah
agama yang abadi. Alangkah menariknya apa yang dikatakan oleh seorang juru dakwah abad
ke-14 ini, "Islam adalah suatu sistem yang lengkap, ia dapat mengatasi segala gejala
kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air atau pemerintah dan bangsa. Ia adalah moral dan
potensi atau rahmat dan keadilan . Ia adalah undang-undang atau ilmu dan keputusan. Ia3
adalah materi dan kekayaan atau pendapatan dan kesejahteraan. Ia adalah jihad dan dakwah
atau tentara dan ide. Begitu pula ia adalah akidah yang benar dan ibadah yang sah".
2. Sunnah

Sunnah diambil baik dari perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad Saw
yang berkaitan dengan hukum. As-Sunnah berfungsi menjelaskan apa yang ada di dalam Al-
Quran dan juga sebagai penguat. Terdapat tiga kedudukan Sunnah terhadap Al Qur'an :

a. As - sunnah sebagai ta'kid atau penguat Al Qur'an. Tidak heran kalau banyak sekali
Sunnah yang menerangkan tentang kewajiban shalat, zakat, puasa, larangan musyrik,
dan lain-lain.
b. As - sunnah sebagai penjelas Al Qur'an. Dari mana kita mengetahui bahwa shalat
Zhuhur itu empat raka'at, Magrib tiga raka'at, dan sebagainya kalau bukan dari sunah.
Maka jelaslah bahwa sunnah itu berperan penting dalam menjelaskan Maksud-
maksud yang terkandung dalam Al-Quran,
c. As - sunnah sebagai Musyar'i (pembuat syar'at). Sunnah tidak diragukan lagi
merupakan pembuat syari'at dari yang tidak ada dalam Al-Quran, misalnya
diwajibkannya zakat fitrah, disunah kanaqiqah, dan lain-lain.

3. Ijma’

Ijma’ merupakan sebuah kesepakatan dariumat Nabi Muhammad SAW mengenai


suatu perkara atau persoalan yang berhubungan dengan persoalan agama.  Contohnya
Kesepakatan para ulama atas diharamkannya minyak babi.

a. Ijma Al Sarih 

Ijma al sarih atau ijma sarih merupakan ijma dimana para ahli ijtihad atau ulama
masing-masing mengeluarkan pendapatnya, baik secara lisan maupun tertulis mengenai
persetujuan nya atas pendapat yang dikemukakan oleh ahli ijtihad lain. 

b. Ijma Al Sukuti 

Jenis kedua adalah ijma al sukuti, yakni ijma yang terjadi ketika para ulama
memutuskan untuk diam dimana diamnya para ulama atau ahli ijtihad ini adalah karena
setuju dengan pendapat yang dikemukakan oleh ahli ijtihad lainnya.

4
Sedangkan dilihat dari segi qath'i dan zhanni dalalah hukumnya, ijma ini terbagi
menjadi dua bagian juga yaitu sebagai berikut.
I. Ijma Qoth'i. Dalalah hukumnya ijma sharih, hukumnya telah dipastikan dan
tidak ada jalan lain untuk mengeluarkan hukum yang bertentangan serta tidak
boleh mengadakan ijtihad hukum syara mengenai suatu kejadian setelah adanya
ijma syari.
II. Ijma Zhanni. Dalalah hukumnya ijma syukuty, hukumnya terlupakan ii.
berdasarkan dugaan kuat mengenai suatu kejadian. Oleh karena itu masih
memungkinkan adanya ijtihad lain, karena hasil ijtihad bukan merupakan
pendapat seluruh mujtahid.

4. Qiyas 

Qiyas secara bahasa memiliki arti sebagai tindakan mengukur sesuatu atas sesuatu
lainnya dan kemudian disamakan. Sedangkan secara istilah qiyas diartikan sebagai
menetapkan hokum terhadap sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuannya dan
didasarkan pada sesuatu yang sudah ada ketentuannya. 

a. Qiyas Illat 

Jenis qiyas yang pertama adalah qiyas illat, yakni jenis qiyas yang sudah
jelas illat  dari kedua persoalan yang dibandingkan atau diukur. Sehingga baik masalah
pokok maupun cabang sudah jelas illatnya, sehingga para ulama secara mutlak akan
sepakat mengenai hokum dari sesuatu yang sedang dibandingkan dan diukur tadi.  

Misalnya saja hokum mengenai minuman anggur, buah anggur memang halal
namun ketika dibuat menjadi minuman maka akan mengandung alkohol. Alkohol memberi
efek memabukan sehingga hokum meminumnya sama dengan minuman jenis lain yang
beralkohol, yakni haram atau tidak boleh diminum.

b. Qiyas Dalalah 

Jenis kedua adalah qiyas dalalah, yaitu jenis qiyas yang menunjukkan kepada
hokum berdasarkan dalil illat. Bisa juga diartikan sebagai qiyas yang diterapkan dengan
cara mempertemukan pokok dengan cabang berdasarkan dalil illat  tadi. 

Contoh dari qiyas jenis ini adalah ketika mengqiyaskan nabeez dengan arak, dimana
dasarnya adalah sama-sama mengeluarkan bau yang terdapat pada minuman memabukan.   5
c. Qiyas Shabah 
Jenis ketiga adalah qiyas shabah, yakni qiyas yang mempertemukan antara cabang
dengan pokok persoalan hanya untuk penyerupaan. Contohnya sendiri bias diambil dari
yang disampaikan oleh Abu Hanifah mengenai mengusap atau menyapu kepala anak
berulang-ulang. 

Tindakan tersebut kemudian dibandingkan dengan menyapu lantai memakai sapu.


Sehingga didapat kesamaanya itu sapu. Hanya saja untuk qiyas shabah sendiri oleh
beberapa muhaqqiqin mendapat penolakan. Sehingga menjadi jenis qiyas yang terbilang
jarang diterapkan. 

II.C Ruang Lingkup Fiqih

Musthafa A. Zarqa dalam buku Hukum Islam dan Pranata Sosial tulisan Dede
Rosyada (1992: 65-76) membagi kajian fiqih meja dienam bidang, yakni:

 Ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan bidang ubudiyah, seperti sholat,


puasa, dan ibadah haji.
 Ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan kehidupan keluarga, seperti
perkawinan, perceraian, nafkah, dan ketentuan nasab. Inilah yang kemudian disebut
ahwal as-syakhsiyah.
 Ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan hubungan social antara umat
Islam dalam konteks hubungan ekonomi dan jasa. Contohnya jual beli, sewa
menyewa, dan gadai. Bidang ini kemudian disebut fiqih muamalah.
 Ketentuan hukum yang berkaitan dengan sanksi-sanksi terhadap tindak kejahatan
kriminal. Misalnya, qiyas, diat, dan hudud. Bidang ini disebut dengan fiqih jinayah.
 Ketentuan hukum yang mengatur hubungan warga negara dengan pemerintahannya.
Pembahasan ini dinamakan fiqih siyasah.
 Ketentuan hukum yang mengatur etika pergaulan antara seorang muslim dengan
lainnya dalam tatanan kehidupan sosial. Bidang ini disebut Ahkam khuluqiyah.

6
BAB III

PENUTUP

III.A. Kesimpulan

Pengertian fiqih adalah mengetahui sesuatu dan memahami dengan baik mengenai
hukum-hukum syara’ yang bersifat ‘amaliah yang dikaji dari dalil-dalilnya yang
terinci. Sumber hukum Islam ada tiga yaitu Al-Qur’an, Al-Sunnah (Hadits) dan Ijma’.
Ruang lingkup fiqih terbagi dalam dua kategori yaitu:
v Fiqih ibadah, yang berkaitan dengan aktifitas hubungan seorang hamba dengan
Tuhannya.
v Fiqih muamalah, yang berkaitan dengan aktifitas hubungan antar manusia atau
masyarakat luas.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Syarifuddin, amir. 2009. Ushul Fiqh jilid 1. Grup Media Kencana Prenada.
Jakarta
2. Ashshiddiqi, habsi. 1967. Pengantar Ilmu Fiqih. Mulya. Jakarta
3. Majelis tarjih Muhammadiyah. Himpunan Putusan Majelis Tarjih
Muhammadiyah. Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Yogyakarta
4. http://yunianjarwati2.blogspot.com/2015/11/makalah-konsep-fiqih.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai