Anda di halaman 1dari 11

KAIDAH KESHAHIHAN HADIS

A. Kaidah Mayor sanad dan matan hadis

Kaidah mayor (al-Qawaid al-Kubra) sanad dan matan dapat diketahui melalui syarat-syarat kesahihan suatu hadis. Adupun rumusan tentang syarat-sayarat kesahihan hadis sebagaimana yang dikemukakan oleh Abu Amr Usman bin Abd al-Rahman bin al-Salah al-Syahrzuri, yang dikenal dengan Ibnu al-Salah (w.577 H / 1245 M) dan Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, yang dikenal denga al-Nawawi (w. 676 H/1277 M). Rumusan yang dikemukakan oleh Ibnu al-Salah sebagai berikut:

Adapun hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya (sampai kepada Nabi saw), diriwayatkan oleh (periwayat) yang adil dan dhabit dari (periwayat) yang adil dan dhabit sampai akhir sanad, tidak mengandung kejanggalan dan cacat (illat).

Sedangkan rumusan kesahihan hadis yang dirumuskan oleh al-Nawawi adalah :

Hadis sahih ialah hadis yang bersambung sanadnya, (diriwayatkan oleh orang-orang yang) adil dan dhabit, serta tidak mengandung kejanggalan dan cacat (illat).

Berdasarkan kedua defenisi di atas, maka unsur-unsur kaidah kesahihan hadis ada tiga yaitu:

Sanad hadis yang bersangkutan harus bersambung dari mukharrij sampai kepada Nabi saw. Seluruh periwayat dalam hadis tersebut harus bersifat adil dan dhabit. Sanad dan matan hadis tersbut harus terhindar dari kejanggalan dan cacat (illat).

Dari ketiga butir tersebut dapat diurai menjadi tujuh butir, yakni lima butir berhubungan dengan sanad dan dua butir berhubungan dengan matan, butir-butir yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Yang berhubungan dengan sanad adalah : a) sanad bersambun; b) periwayat bersifat adil; c) periwayat bersifat dhabit; d) terhindar dari kejanggalan; dan e) Terhindar dari illat (cacat). Yang berhubungan dengan matan adalah: a) terhindar dari kejanggalan; dan b) terhindar dari illat (cacat).[4]

B. Kaidah minor sanad dan matan hadis

Yang dimaksud dengan kaidah minor (al-Qawaid al-Sugra adalah unsur-unsur kaidah yang merupakan turunan dan penjelasan terperinci dari kaidah mayor al-Qawaid al-Kubra terdahulu. Adapun kaidah-kaidah minor sanad dan matan adalah sebagai berikut:

Kaidah minor sanad hadis

1. Sanad tersambung

Unsur pertama dari kaidah mayor kesahihan hadis sebagaimana uraian terdahulu adalah sanad bersambung. Yang dimaksud dengan sanad bersambung ialah tiapa-tiap periwayat hadis menerima riwayat hadis dari periwayat yang ada di atasnya (gurunya/syaikhnya), hal ini berlangsung sampai padaa peneriamaan dari yang mengatakannya (Rasulullah saw).[8]

Para ulama berbeda dalam memberikan peristilahan terhadap hadis yang sanadnya bersambung, alKhatb al-Bagdadi (w.463 H/1072 M) memberikan istilah terhadap sanad muttas}il dengan istilah hadis musnad. Akan tetapi Ibnu Abdi al-Barr (w. 463 H/ 1071 M) mengkritisi peristilahan al-Bagdadi dimana menurutnya hadis musnad adalah hadis marfu dan sanad hadis musnad ada yang sanadnya bersambung dan adpula yang terputus. Sementara itu al-Sakahawi (w. 902 H/1497 M) berdasarkan hasil penelitiannya berpendapat sebagaimana pendapat al-Bagdadi di atas. Dengan demikian para ulama hadis pada umumnya berpendapat bahwa semua hadis musnad pasti marfu dan bersambung sanadnya, dan tidak semua hadis marfu tersambung sanadnya.

Selain istilah hadis musnad untuk hadis yang sanadnya bersambung, dikenal pula dikalangan para ulama istilah hadis muttasil atau hadis mausul. Menurut Ibnu al-Salah dan al-Nawawi bahwa yang

dimaksud dengan hadis muttasil atau hadis mausul adalah hadis yang sanadnya bersambung baik kepada Nabi saw maupun kepada Sahabat saja. Dengan demikian hadis muttasil atau mausul, ada yang marfu (yaitu hadis yang disandarkan kepada Nabi saw) dan adapula yang mauquf (hadis yang disandarkan kepada Sahabat Nabi saw). Jika muttasil atau mausul dibandingkan dengan musnad, maka dapat dikatakan bahwa semua hadis musnad pasti muttasil atau mausul dan tidak semua hadis muttasil atau mausul adalah musnad.

Berdasarkan keterangan singkat di atas, maka kaidah minor (al-Qawaid al-Sugra) untuk kaidah ittisal al-sanad ada dua yaitu; (a) Muttasil; dan (b) Marfu,jadi sanad yang marfu lagi muttasil adalah sanad yang sahih dan hadis tersebut adalah hadis musnad.

Contoh:

Terjemahannya: Musaddad telah memberitahu kami, dia berkata : Muktamir telah memberitahu kami, dia berkata : Aku mendengar ayahku berkata: Aku mendengar Anas bin Maalik, radiyallahu anhu berkata : Dahulu Nabi berdoa : ( Ya Allah,Aku berlindung kepada-Mu dari ketidakmampuan dan kemalasan, kepengecutan dan kepikunan dan aku berlindung kepada-Mu dari cobaan hidup dan kematian dan berlindung kepada-Mu dari siksa kubur) 2. Periwayat bersifat adil

Adil secara etimologi adalah sikap lurus dalam jiwa yang merupakan lawan dari sikap sewenangwenang. Para ulama memiliki pendapat tentang kata adil secara terminology diantaranya al-Khatib al-Bagdadi (w. 463H) sebagaimana yang dia nuqil dari al-Qadi Abu Bakar al-Tayyib (w. 403 H) mengatakan: keadilan yang harus dimiliki oleh seorang saksi dan pembawa berita adalah keadilan yang berhubungan dengan sikap lurus dalam agama, selamat dari kefasiqan, dan segala hal yang dapat menghapuskna sikap keadilan baik jasad maupun hati.

Adapun menurut Ibnu Hazm (w.456 H): keadilan adalah melakasanakan segala bentuk kewajiban, meninggalkan seluruh bentuk larangan, dhabit dalam meriwayat apa yang dia khabarkan (beritakan).

Menurut Al-Hazimi (w. 594 M) : Sifat-sifat kedilan adalah mengikuti segala perintah Allah swt dan menjauhi pelanggaran terhadap segala larangan-Nya, menjauhi kemaksiatan, berpegangteguh pada kebenaran, menjaga lisan dari perkataan-perkatan yang dapat menjatuhkan Islam dan kehormatan diri (muruah), dan sifat adil tidak sebatas meninggalkan dosa-dosa besar tetapi juga menajuhi dosadosa kecil, ketika sikap-sikap ini terdapat pada diri seseorang, maka ia adalah seorang yang adil dan persaksiannya dapat diterima.

Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani dan al-Sakhawi : Pribadi yang senantiasa bertaqwa dan menjaga muruah.

Sementara itu Ibnu al-Salah berpendapat bahwa para ulama hadis dan fiqhi telah bersepakat (ijma) bahwa yang dapat diterima periwayatannya adalah perawi yang adil dengan perincian bahwa dia Muslim, Balig, Aqil, selamat dari sebab-sebab kefasikan dan penjatuhan harga diri (khawarim alMuruah, sadar dan tidak lalai, hafid jika ia meriwayatkan dari hafalannya, dhabit dalam tulisan apabila ia meriwayatkan dari tulisannya.

Memperhatikan pernyataan para ulama di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kaidah minor (alQawaid al-Sugra dari kaidah mayor periwayat bersifat adil adalah:

Beragama Islam Balig Aqil Taqwa Memelihara Muru>ah Teguh dalam Agama Menjauhi dosa besar Menajuhi dosa kecil Tidak berbuat fasik Tidak bermaksiat Tidak berbuat bidah Tidak lalai (dalam hafalan dan tulisan) Tidak berdusta

Berakhlak baik Dapat dipercaya

Dari 15 butir di atas dapat di simpulkan bahwa kaidah-kaidah minor yang dapat ditetapkan untuk kaidah mayor kedua ini ada empat yaitu;

Beragama Islam Mukallaf Melaksanakan ketentuan agama Menjaga dan memelihara muruah.

Apabila keempan poin di atas telah terkumpul dalam diri seorang perwi, maka riwayatnnya diterima sebaba dia telah berlakau adil bagi dirinya dan hadis Nabi saw.

3. Periwayat persifat dhabit

Dhabit secara etimologi adalah melazimi sesutu dan tidak meninggalkannya. Adapun secara terminologi, maka menurut para muhddisin bahwa dhabit terbagi kedalam dua bagian yaitu; pertama : dhabit al-Sadr yaitu seorang perawi yang kuat hafalannya akan apa yang dia dengarkan dan mampu menyampaikan kapan saja dia kehendaki, dan yang kedua adalah dhabit al-Kitabah yaitu seorang perawi yang senantiasa menjaga kebenaran dan kelurusan serta memahami tulisan sebagaimana yang dia dengarkan dan memahaminya serta mengetahui dengan baik kesalahankesalahan akan tulisan dalam kitab yang ada padanya dan mampu menyampaikannya kapanpun dia kehendaki.

Masalah tentang dhabit para ulama tidak hanya sekedar menpersyaratkan kekuatan hafalan dari apa yang didengarkannya tetapi juga dipersyaratkan adanya pemahaman terhadap apa yang dihafalkannya tersebut.

Adapun tentang dhabit al-kitabah sangat diperlukan utamanya bagi mereka yang meriwayatkan dari gurunya melalui salah satu dari dua metode periwayatan yaitu al-qiraatu ala al-syaikh (membacakan karya guru dihadapan guru) atau al-ijazah (mendapatkan izin untuk meriwayatkan dari karya syaikh).

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kaidah minor dari kaidah mayor ke-dabit-an perawi adalah: (a) Kekuatan hafalan dan pemahaman; (b) Kekuatan dalam memahami tulisan. Dengan demikian apabila seorang perawi telah menghafalakan dan memahami dengan baik apa yang dia dengarkan dan mampu menyampaikannya kapan saja, maka dia tergolong siqat demikian pula perawi yang mampu mengetahui kesalahan-kesalahan tulisan dalam kitab gurunya yang kemudian dia luruskan dan menyampaikannya.

4. Periwayat terhindar dari syudzuz

Kata Syudzuz merupakan bentuk plural dari kata Syaz yang secara etimologi berarti sesuatu yang berbeda atau minoritas, dapat pula bermakna sesuatu yang menyendiri, al-Lais berkata: Seseorang dikatakan syaz apabila ia menjauh dan berbeda dari kawan-kawannya yang lain, dan juga segala sesuatu yang berdiri sendiri adalah syaz. Adapun Syaz secara terminologi, maka para muhaddisin berbeda pendapat dalam menjelaskannya, terdapat tiga ulama yang memiliki perbedaan yang menonjol dalam memberikan pengertian terminology syaz mereka adalah;

Imam al-Syafii dimana beliau berpendapat bahwa hadis yang diriwaytkan oleh seorang perawi s}iqat tetapi tidak diriwayatkan oleh perawi siqat lainnya tidak dapat dikatakan sebagai hadis yang mengandung syaz, akan tetapi hadis yang menagndung syaz adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi siqat dan bertentangan dengan riwayat yang diriwayatkan oleh banyak periwayat. Demikian pula pendapat ulama Hijaz.

Sementara al-Hakim al-Naisaburi berpendapata bahwa syaz adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang siqah tetapi tidak diriwayatkan oleh perawi siqat lainnya.

Adapun al-Khalili al-Qazwini sebagaimana yang di sebutkan oleh al-Qasimi memandang bahwa syaz adalah hadis yang hanya memiliki satu sanad yang diriwaytkan baik oleh seorang perawi siqat maupun tidak, apabila diriwayatkan dari rawi siqat, maka riwayat tersebut dibiarkan (mutawaqqif) dan apabila diriwayatkan dari seorang rawi yang tidak siqat, maka riwayat tersebut tertolak (mardud).

Dari ketiga pandangan ulama tentang sanad yang mengandung syaz(kejanggalan), maka dapat dikemukakan bahwa Imam al-Syafii memandang bahwa hadis syaz adalah hadis yang apabila terkumpul di dalamnya tiga unsure kaidah:

a)

Sanad hadis tersebut lebih dari satu

b)

Periwat dalam sanad tersebut siqat

c)

Sanad dan atau matan hadis tersebut bertentangan dengan riwayat dari siqat yang lain.

Adapun dalam pandangan al-Hakim bahwa sebuah hadis dapat dikatakan syaz apabila terkumpul tiga perkara yaitu:

a)

Hadis tersebut diriwaytkan oleh perawi tidak siqat

b)

Terjadinya pertentangan riwayat antar perawi siqat

c)

Hadis tidak memiliki mutabi atau syahidi

Adapun dalam pandangan al-Khalili bahwa sebuah hadis hadis dapat dikatakan sebagai syaz apabila dalam hadis terkumpul dua hal yaitu;

a)

Memiliki sanad lebih dari satu

b)

Diriwayatkan oleh perawi yang siqat ataupun tidak.

Para ulama hadis seperti Ibnu al-Salah dan al-Nawawi lebih cenderung menggunakan pengertian Imam al-Syafii karena kemudahan dalam praktek penelitian ke-syaz-an sanad dan atau matan suatu hadis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kaidah minor dari kaidah mayor periwayat terhindar dari syudzuz adalah :

a)

Riwayat memiliki lebih dari satu sanad

b)

Para rawi dalam sanad bersifat siqat

c)

Terjadi pertentangan anatar riwayat

d)

Hadis tidak memiliki mutabi atau syahidi.

Periwayat terhindar dari illat

Kata Illat secara etimologi adalah perubahan suatu keadaan kepada keadaan yang lain (lebih buruk), oleh karena itu penyakit disebut illat karena terjadinya perubahan keadaan dari kuat menjadi lemah. Adapun secara terminology ilmu hadis adalah sebuah hadis yang cacat disebabkan karena sesuatu yang terselubung yang dapat merusak kwalitas kesahihan hadis seperti; wahmu al-Rawi (kesalahan rawi karena kurangnya ke-dhabit-an) apakah perawi tersebut bersifat siqat ataupun tidak, kesalahan ini biasa terjadi dalam sanad ataupun matan. Dan illat suatu hadis dapat diketahui dengan melihat apabila terjadi tafarrud (kemandirian) perawi dalam meriwayatkan suatu hadis, atau riwayat perawi bertentangan dengan riwayat yang lain, atau karena kesalahan penyebutan nama perawi, atau terjadinya percampuran nama perawi dalam sanad dan atau lafaz} dalam matan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kaidah minor yang berhubungan dengan kaidah mayor perawi terthindar dari illat adalah:

(a)

Tafarrud al-Rawi (kemandirian perawi) dalam meriwayatkan hadis

(b)

Terjadinya pertentangan dalam periwayatan

(c)

Kesalahan penyebutan nama perawi dalam sanad

(d)

Percampuran perawi dari sanad yang lain dalam satu sanad

(e)

Terjadinya irsal dalam sanad

(f)

Terjadinya inqitha

(g)

Terjadinya menjatuhkan nama perawi yang ada diatasnya

Kesimpulan dari seluruh pembahasan terdahulu bahwa kaidah mayor yang berhubungan dengan sanad ada empat yaitu; (a) Sanad tersambung; (b) periwayat harus bersifat adil; (c) periwayat harus bersifat dhabit. adapun kaidah minor dari masing-masing kaidah mayor adalah:

Untuk sanad tersambung : (i) muttasil atau mausul; (ii)marfu; (iii) mahfudz}; (iv) bukan sanad muall (sanad tidak menagndung illat) Untuk periwayat persifat adil: (i) beragama Islam; (ii)mukallaf; (iii) melaksanakan ketentuan agama dengan baik; (iv) menjaga dan memelihara muruah Untuk periwayat yang bersifat adil dan dhabit} : (i) haafal dengan baik hadis yang diriwayatkannya; (ii) mampu menyampaikan hadis yang dihafalkannya kepada orang lain dengan baik; (iii) terhindar dari kejanggalan dan (iv) terhindar dari cacat (illat).

Kaidah minor matan hadis

Pada pembahasan terdahulu telah dijelaskan bahwa kaidah yang harus dipenuhi sehingga suatu matan hadis dapat dikatakan sebagai matan yang sahih adalah: 1) terhindar dari syuzuz; 2) terhindar dari illat. Kedua kaidah ini kemudian disebut dengan kaidah mayor kesahihan matan. Adapun kaidah minor bagi masing-masing kaidah mayor adalah:

Matan hadis terhindar dari syuzuz

Jika dalam kaidah kesahihan sanad hadis kaidah terhindar dari syuzuz dimasukkan seabagai kaidah minor untuk kaidah mayor periwayat harus bersifat adil dan d}abit, maka dalam matan kaidah ini masuk dalam kategori kaidah mayor.

Pengertian tentang kata syaz telah dijelaskan terdahulu, adapun pada bagian ini hanya akan di jelaskan beberapa kaidah minor yang menjadi turunan dari kaidah mayor matan.

Jika dalam sanad yang menagndung syuzuz dilihat dari periwayatnya yang siqat yang menayalahi riwayat para rawi yang siqat lainnya, maka dalam matan yang menagndung syuzuz dilihat dari segi

lafaz hadis yang diriwayatkan oleh orang siqat dan menyalahi atau bertentangan dengan lafaz yang diriwayatkan oleh perawi siqat lainnya. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa kaidah minor berdasarkan pendapat al-Syafii dan al-Khalili dalam masalah hadis syuzuz adalah:

Sanad dari matan yang bersangkutan harus mahfuz dan tidak garib Matan hadis bersangkutan tidak bertentangan atau menyalahi riwayat yang lebih kuat.

Konsekuensi dari kaidah minor di atas dalam melakukan penelitian terhadap matan hadis yang mengandung syaz adalah bahwa penelitian tidak dapat terlepaskan dari penelitian atas kualitas sanad hadis yang bersangkutan.

Matan hadis terhindar dari illat

Sebagaimana yang telah diuraikan pada pembahasan kaidah minor sanad diamana kaidah tentang terhidar dari illat merupkan bagian dari kaidah minornya adapun pada matan, maka kaidah tersebut adalah kaidah mayor.

Pada pembahasan terdahulu telah dijelaskan tentang pengertian etimologi dan terminologi illat dan karakteristik hadis muall ditinjau dari segi sanad. Adapun pada bagian ini lebih di tekankan akan kaidah minor dari kaidah terhindarnya matan hadis dari illat.

Adapun kaidah minor dari matan hadis yang terhindar dari illat adalah:

Tidak terdapat ziyadah (tambahan) dalam lafaz Tidak terdapat idraj (sisipan) dalam lafz matan Tidak terjadi idtirab (pertentangan yang tidak dapat dikompromikan) dalam lafaz Jika ziyadah, idraj dan idtrab bertentangan dengan riwayat yang siqat lainnya, maka matan hadis tersebut sekaligus mengandung syaz.

Secara umum, bahwa suatu matan hadis dapat dikatakan sahih apabila:

Tidak bertentangan dengan petunjuk al-Quran Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat Tidak bertentangan dengan akal sehat, indera, dan sejarah. Susunan bahasanya menunjukkan cirri-ciri lafaz kenabian yaitu; tidak rancu, sesuai dengan kaidah bahasa arab, fasih.

Anda mungkin juga menyukai