Anda di halaman 1dari 18

ILMU

HADITS
_Pujo Widiatno_
Kedudukan
Sunnah
Makna Sunnah

Secara Bahasa:
Dalam Al-Munjid disebutkan makna As-Sunnah, yakni: As-Sirah (perjalanan),  Ath-Thariqah (jalan/metode), 
Ath-Thabi’ah (tabiat/watak), Asy-Syari’ah (syariat/jalan). (Al-Munjid fil Lughah wal A’lam, hal. 353)

Secara Istilah:
Syaikh Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani menyebutkan makna As-Sunnah:
“Yang dimaksud dengan As-Sunnah adalah: jalan yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, para sahabatnya,
dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik berada di atasnya sampai hari kiamat.” (Syaikh Said bin Ali
bin Wahf Al Qahthani, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasathiyah, Hal. 10. Muasasah Al Juraisi)
Makna Sunnah
sesuai disiplin ilmu

Menurut Ahli Ushul:


Syaikh Abdul Qadir As-Sindi rahimahullah mengatakan:
“Keterangan tentang apa yang berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selain dari Al-Quran Al
Karim, berupa perkataan, perbuatan, atau persetujuannya. Yang tidak termasuk dari As Sunnah menurut mereka
adalah apa yang selain dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik dia seorang rasul atau selain rasul, dan
apa-apa yang berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum masa bi’tsah (masa diutus  menjadi
rasul).” (Syaikh Abdul Qadir bin Habibullah As-Sindi, Hujjah As-Sunnah An-Nabawiyah, Hal.  88. 1975M-
1395H. Penerbit: Al Jami’ah Al Islamiyah – Madinah)

Jadi, menurut para ahli ushul, As-Sunnah adalah semua yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, bukan dari selainnya dan bukan pula dari Al-Quran, khususnya yang berimplikasi
kepada hukum syara’, baik berupa perintah, larangan, dan anjuran.
Makna Sunnah
sesuai disiplin ilmu

Menurut Fuqaha (Ahli Fiqih):


Berkata Syaikh Abdul Qadir As Sindi:
“Maknanya menurut mereka adalah  istilah tentang perbuatan yang menunjukkan perkataan  perintah selain
kewajiban. Persamaannya adalah mandub (anjuran), mustahab (disukai), tathawwu’ (suka rela), an-nafl
(tambahan). Perbedaan  makna pada lafaz-lafaz istilah ini, memiliki makna tersendiri bagi sebagian fuqaha.
Istilah ini juga digunakan sebagai lawan dari bid’ah, seperti perkataan mereka: thalaq sunah itu begini, thalaq
bid’ah itu begini . Jadi,  pembahsan mereka pada apa-apa yang datang dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
yang menunjukkan perbuatannya itu sebagai hukum syar’i.” 
Makna Sunnah
sesuai disiplin ilmu

Menurut Muhadditsin (Ahli Hadits):


Syaikh Dr. Mahmud Ath-Thahhan mendefinisikan Al Hadits:
“Apa saja yang dikaitkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa perkataan, atau perbuatan, atau
persetujuan, atau sifatnya.” (Taysir   Mushthalahul Hadits, Hal. 14. Tanpa tahun)

Semua yang disandarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah


diutusnya menjadi Rasul, baik perkatan, perbuatan, persetujuan, dan sifatnya, tanpa
dibedakan mana yang mengandung muatan syariat atau bukan, semuanya adalah As-
Sunnah.
Namun dalam pemakaian sehari-hari, istilah Al Hadits –walau maknanya sama dengan As Sunnah- lebih sering dikaitkan
dengan perkataan (Qaul) nabi saja. Maka, sering kita dengar manusia mengatakan sebuah kalimat: “Dalam sebuah hadits
nabi bersabda ….”, jarang sekali kita dengar manusia mengatakan: “Dalam sebuah sunah nabi bersabda …”
PEMBUKAAN
ILMU
MUSTHOLAH
HADITS
1. Pada awalnya Rasulullah saw melarang para sahabat menuliskan hadits, karena dikhawatirkan akan
bercampur-baur penulisannya dengan Al-Qur’an.
2. Perintah untuk menuliskan hadits yang pertama kali adalah oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau
menulis surat kepada gubernurnya di Madinah yaitu Abu bakar bin Muhammad bin Amr Hazm Al-
Alshari untuk membukukan hadits.
3. Ulama yang pertama kali mengumpulkan hadits adalah Ar-Rabi Bin Shabi dan Said bin Abi Arabah, akan
tetapi pengumpulan hadits tersebut masih acak (tercampur antara yang shahih dengan, dha’if, dan
perkataan para sahabat.
4. Pada kurun ke-2 imam Malik menulis kitab Al-Muwatha di Madinah, di Makkah Hadits dikumpulkan
oleh Abu Muhammad Abdul Malik Bin Ibnu Juraiz, di Syam oleh imam Al-Auza i, di Kuffah oleh Sufyan
At-Tsauri, di Bashrah oleh Hammad Bin Salamah.
5. Pada awal abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab-kitab musnad, seperti musnad Na’im ibnu hammad.
6. Pada pertengahan abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab shahih Bukhari dan Muslim.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2006/12/21/16/pengetahuan-dasar-ilmu-hadits/#ixzz7UokktDXC
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Para ulama hadits kerap memunculkan istilah tertentu ketika mengkaji suatu hadits. Ada yang sifatnya umum,
namun ada pula yang khusus. Sehingga, terkadang masyarakat awam tidak bisa mengetahuinya dengan jelas.

Oleh karena itu, diperlukan mustholah hadits. Ilmu ini bisa menjabarkan asal-usul dan kaidah suatu
hadits secara menyeluruh. Selain itu, mustholah hadits juga bisa menjelaskan tingkatan hadits dan isyarat yang
terkandung di dalamnya.

Hukum mempelajari ilmu mustholah hadits adalah fardhu kifayah. Namun, jika tidak ada satupun yang
menguasainya, hukumnya menjadi fardhu ‘ain.

Ilmu ini mampu mendekatkan seseorang kepada Allah Swt dan Rasul-Nya. Ilmu mustholah hadits juga bisa
membantu umat Muslim dalam memahami Alquran dan ilmu keislaman lainnya secara umum.
Istilah-istilah yang Sering Digunakan dalam
Mustholah Hadits

Matan Rawi/Perawi Sanad

isi atau perkataan orang yang membawa (meriwayatkan) orang-orang yang menjadi
hadits atau membukukannya. Perawi sandaran dalam meriwayatkan
hadits yang pertama adalah para sahabat, kemudian
hadits. Dengan kata lain, sanad
disampaikan para tabi'in, lalu para penyusun hadits
sepeti Bukhari, Muslim dan sebagainya adalah orang-orang yang menjadi
perantara dari Nabi Muhammad
SAW ke perawi
PEMBAGIAN
HADITS
Berdasarkan Keaslian Hadits
1. Hadits Shahih

Yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits

Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:


• Sanadnya bersambung (lihat Hadits Musnad di atas)
• Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga
muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
• Pada saat menerima hadits, masing-masing rawi telah cukup umur (baligh) dan beragama Islam.
• Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata
yang mencacatkan hadits (’illat).
2. Hadits 3. Hadits Dhaif 4. Hadits Maudlu
(Hadits Lemah)

bila hadits yang tersebut hadits yang sanadnya tidak bila hadits dicurigai palsu atau
sanadnya bersambung, namun bersambung (dapat berupa hadits buatan karena dalam rantai
ada sedikit kelemahan pada mauquf, maqthu’, mursal, sanadnya dijumpai penutur yang
rawi(-rawi)nya; misalnya mu’allaq, mudallas, munqathi’ dikenal sebagai pendusta.
diriwayatkan oleh rawi yang atau mu’dlal), atau diriwayatkan
adil namun tidak sempurna oleh orang yang tidak adil atau
ingatannya. Namun matannya tidak kuat ingatannya, atau
tidak syadz atau cacat. mengandung kejanggalan atau
cacat.
KARYA ULAMA
HADITS
6 Kitab Hadits yang Utama
Shahih Al-Bukhari

Kitab hadis ini disusun oleh Imam Bukhari. Sejatinya, nama lengkap kitab itu adalah Al-Jami Al-Musnad As-Sahih Al-Muktasar min Umur
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassallam wa Sunanihi. Kitab hadis nomor satu ini terbilang unggul, karena hadis-hadis yang termuat di dalamnya
bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW.

Selama 15 tahun, Imam Bukhari berkelana dari satu negeri ke negeri lain untuk menemui para guru hadis dan meriwayatkannya dari mereka.
Dalam mencari kebenaran suatu hadis, Imam Bukhari akan menemui periwayatnya di mana pun berada, sehingga ia betul-betul yakin akan
kebenarannya. Beliau pun sangat ketat dalam meriwayatkan sebuah hadis. ‘’Hadis yang diterimanya adalah hadis yang bersambung sanadnya
sampai ke Rasulullah SAW.’’

Tak hanya itu. Ia juga memastikan bahwa hadis itu diriwayatkan oleh orang yang adil dan kuat ingatan serta hafalannya. Tak cukup hanya itu.
Imam Bukhari juga akan selalu memastikan bahwa antara murid dan guru harus benar-benar bertemu. Contohnya, apabila rangkaian sanadnya
terdiri atas Rasulullah SAW – sahabat – tabiin –tabi at tabiin – A –B – Bukhari, maka beliau akan menemui B secara langsung dan memastikan
bahwa B menerima hadis dan bertemu dengan A secara langsung.

Imam Az-Zahabi, mengatakan, kitab hadis yang ditulis Imam Bukhari merupakan kitab yang tinggi nilainya dan paling baik, setelah Alquran.

Menurut Ibnu hajar Al-Asqalani, kitab hadis nomor wahid ini memuat sebanyak 7.397 hadis, termasuk yang ditulis ulang. Imam Bukhari
menghafal sekitar 600 ribu hadis. Ia menghafal hadis itu dari 90 ribu perawi. Hadis itu dibagi dalam bab-bab yang yang terdiri dari akidah,
hukum, etika makan dan minum, akhlak, perbuatan baik dan tercela, tarik, serta sejarah hidup Nabi SAW.
Shahih Muslim Sunan Abi Dawud

Menurut Imam Nawawi, kitab Sahih Muslim memuat Kitab ini memuat 5.274 hadis, termasuk yang diulang.
7.275 hadis, termasuk yang ditulis ulang. Berbeda Sebanyak 4.800 hadis yang tercantum dalam kitab itu
dengan Imam Bukahri, Imam Muslim hanya menghafal adalah hadis hukum. ‘’Di antara imam yang kitabnya
sekitar 300 ribu hadis atau separuh dari yang dikuasai masuk dalam Kutub as-Sittah, Abu Dawud merupakan
Imam Bukhari. imam yang paling fakih,’’ papar Ensiklopedi Islam.

Seperti halnya Shahih Bukhari, kitab itu disusun Karenanya, Sunan Abi Dawud dikenal sebagai kitab
dengan sistematika fikih dengan topiknya yang sama. hadis hukum, para ulama hadis dan fikih mengakui
bahwa seorang mujtahid cukup merujuk pada kitab
Soal syarat penetapan hadis sahih, ada perbedaan antara hadis itu dan Alquran. Ternyata, Abu Dawud menerima
Imam Bukhari dan Imam Muslim. Shahih Muslim tak hadis itu dari dua imam hadis terdahulu yakni Imam
menerapkan syarat terlalu berat. Imam Muslim Bukhari dan Muslim. Berbeda dengan kedua kitab yang
berpendapat antara murid (penerima hadis) dan guru disusun kedua gurunya itu, Sunan Abi Dawud
(sumber hadis) tak harus bertemu, cukup kedua-duanya mengandung hadis hasan dan dhaif. Kitab hadis
hidup pada zaman yang sama. tersebut juga banyak disyarah oleh ahli hadis
sesudahnya
Sunan At-Tirmizi Sunan An-Nasa’i Sunan Ibnu Majah

Kitab ini juga dikenal dengan nama Kitab ini juga dikenal dengan nama Sunan Kitab ini berisi 4.341 hadis. Sebanyak
Jami’ At-Tirmizi. Karya Imam At- Al-Mujtaba. An-Nasa’I menyusun kitab itu 3.002 hadis di antaranya terdapat dalam
Tirmizi ini mengandung 3.959 hadis, setelah menyeleksi hadis-hadis yang Al-Kutan Al-Khasah dan 1.339 hadis
terdiri dari yang sahih, hasan, dan dhaif. tercantum dalam kitab yang juga ditulisnya lainnya adalah hadis yang diriwaytkan
Bahkan, menurut Ibnu Qayyim al- berjudul As-Sunan Al-Kubra yang masih Ibnu Majah. Awalnya, para ulama tak
Jaujiyah, di dalam kitab itu tercantum mencampurkan antara hadis sahih, hasan, memasukan kitab hadis ini kedalam jajaran
sebanyak 30 hadis palsu. Namun, dan dhaif. Sunan An-Nasa’I berisi 5.671 Kutub As-Sittah, karena di dalamnya
pendapat itu dibantah oleh ahli hadis hadis, yang menurut Imam An-Nasa’I masih bercampur antara hadis sahih, hasan
dari Mesir, Abu Syuhbah. adalah hadis-hadis sahih. dan dhaif. Ahli hadis pertama yang
memasukan kitab ini ke dalam jajaran
‘’Jika dalam kitab itu terdapat hadis Dalam kitab ini, hadis dhaif terbilang enam hadis utama adalah Al-Hafiz Abu Al-
palsu, pasti Imam At-Tirmizi pasti akan sedikit sekali. Sehingga, sebagian ulama fadal Muhammad bin Tahir Al-Maqdisi
menjelaskannya,’’ tutur Syuhbah. ada yang meyakini kitab itu lebih baik (wafat 507 Hijiriah).
Menurut dia, At-Tirmizi selalu memberi dari Sunan Abi Dawud dan Sunan At-
komentar terhadap kualitas hadis yang Tirmizi. Tak heran jika, para ulama
dicantumkannya. menjadikan kitab ini rujukan setalah Sahih
Al-Bukhari dan Shahih Muslim.
TERIMA KASIH
Sumber:

https://tarbawiyah.com/kedudukan-sunnah-dalam-islam-bag-1/

https://www.republika.co.id/berita/m367qg/inilah-enam-kitab-hadis-utama

https://kumparan.com/berita-hari-ini/mengenal-ilmu-mustholah-hadits-untuk-
mengetahui-istilah-dalam-kajian-hadits-1wynMadogG4/full

https://www.dakwatuna.com/2006/12/21/16/pengetahuan-dasar-ilmu-hadits/#ax

Anda mungkin juga menyukai