Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HADIS
Ilmu hadis (‘Ulum Al-Hadits), secara kebahasaan berarti ilmu-ilmu tentang hadis. Kata
‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm (ilmu). Sedangkan al-Hadits di kalangan Ulama
Hadits berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW dari perkataan, perbuatan,
taqrir atau sifat. Secara etimologis, seperti yang diungkapkan oleh as-Suyuthi, ilmu hadis adalah,
“Ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rasul
SAW. dari segi hal ikhwal para rawinya, yang menyangkut ke-dhabit-an dan ke-‘adil-annya dan
dari bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya”. Adapun pengertian hadist secara
terminologis menurut Ahli Hadist :

ُ‫صلَّي هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َواَفَ َعاله َوَأحْ َوالُه‬


َ ُ‫اَ ْق َوالُه‬
“Segala ucapan, segala perbuatan dan segala keadaan atau perilaku Nabi SAW” (Mahmud
Thahan, 1978 : 155). Dengan demikian Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu yang membahas atau
berkaitan dengan hadits Nabi SAW. Para ulama ahli hadist banyak yang memberikan definisi
ilmu hadist, di antaranya Ibnu Hajar Al-Asqalani :

ٌ ‫َّاوي َو ْال َمرْ ِو‬


‫ي‬ ِ ‫ْالقَ َوا ِعد ال ُم َع ِرفَةُ بِ َح‬
ِ ‫ال الر‬
“Kaidah-kaidah yang mengetahui keadaan perawi dan yang diriwayatkan ”. Dari definisi di atas
dapat dijelaskan bahwa ilmu hadist adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat
para perawi dan yang diriwayatkan. Yang dimaksud ilmu hadits, menurut ulama mutaqoddimin
adalah :

1
‫صلَّىاهللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫ث بِال َّرس ُْو ِل‬ ِ ‫ال اَْأل َحا ِد ْي‬
ِ ‫ص‬ ُ ‫ِع ْل ٌم يُ ْب َح‬
َ ِّ‫ث فِ ْي ِه َع ْن َك ْيفِيَّ ِة اِت‬
ُ ‫ ٍة َو ِم ْن َحي‬e َ‫ال َر َّواتِهَا َوظَب ٍْط َو َع َدال‬
َّ ‫ ِة‬e َ‫ْث َك ْيفِي‬
‫نَ ِد‬e ‫الس‬ ِ ‫ْرفَ ِة اَحْ َو‬ِ ‫ْث َمع‬ َ ‫َم ْن َحي‬
‫صاالً َونِقِطَا ًعا‬
َ ِّ‫اِت‬.

“Ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai kepada
Rasul saw dari segi hal ikhwal para perawinya, yang menyangkut kedhabitan dan keadilannya, dan dari
bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya”.

B. SEJARAH PENGHIMPUNAN HADIS

Ide penghimpunan hadis Nabi secara tertulis untuk pertama kalinya ditemukan oleh
Khalifah Umar bin Al-Khattab (w. 23 H = 664 M). Ide itu tidak dilaksanakan oleh Umar karena
Umar merasa khawatir, umat Islam terganggu perhatian mereka dalam mempelajari Al-quran.
Kebijaksanaan Umar dapat dimengerti karena pada zaman Umar, daerah Islam telah makin luas;
jumlah orang yang memeluk Islam makin bertambah banyak.

Kepala negara secara resmi memerintahkan penghimpunan hadis Nabi ialah Khalifah
Umar bin Abdul Al-Azis (w. 101 H = 720 M). Perintah itu antaralain ditujukan kepada Abu
Bakar bin Muhammad bin Muslim bin Syihab Al-Zuhri (w. 124 H = 724 M), seorang ualam
besar di Hijaz dan Syam.

Sebelum khalifah Umar bin Abdul Al-Azis mengeluarkan surat perintahnya itu, telah
cukup banyak orang yang mencatat hadis, namun mereka melakukan hal itu bukan atas perintah
resmi keppala negara. Di samping itu, berbagai hadis nabi yang tersebar dalam masyarakat
belum seluruhnya terhimpun secara tertulis. Para periwayat hadis ketika itu masih lebih banyak
yang mengandalkan hapalan daripada tulisan. Hal itu dapat dimengerti karena pada masa itu,
hapalan merupakan salah satu tradisi yang dijunjung tinggi dalam pemeliharaan dan
pengembangan pengetahuan; dan orang-orang arab terkenal memiliki kemampuan hapalan yang
tinggi; selain itu, para penghapal masih bannyak yang berpendapat bahwa penulisan hadis itu
tidak diperkenankan.

2
Pada akhir abad ke-2 H, barulah penelitian atau pengkritikan hadis mengambil bentuk
sebagai ilmu hadis teoritis. Perkembangan Penghimpunan Hadits Dibagi Atas tiga Periode :

1. Periode Nabi Muhammad (13 H-11H)

Nabi dangan tugas yang sangat suci yang dilakukan dengan cara dakwah menyampaikan
dan mengajarkan risalah Islam pada umatnya, Nabi sebagai sumber hadits menjadi figure sentral
yang mendapat perhatian segala sahabat, segala aktivitas beliau seperti: perkataan, parbuatan,
dan segala keputusan beliau diingat dan disampaikan kepada sahabat lain yang tidak ikut
menyaksikan. Ajaj Al-Khatib menjelaskan bahwa proses terjadinya hadits ada 3 dari berbagai
sisi:

 Terjadi pada Nabi sendiri kemudian dijelaskan hukumnya kepada sahabat dan
disampaika kepada lainnya.
 Terjadi pada sahabat atau kaum muslimin karena mengalami suatu masalah kemudian
bertanya kepada Rasulullah.
 Segala amal perbuatan dan tindakan Nabi dalam melaksanakan Syari’ah islamiah baik
menyangkut ibadah dan akhlak yang disaksikan para sahabat kemudian mereka
menyampaikan kepada tabi’in.
2. Periode Masa Khulafa Ar-Rasyidin

Periode ini disebut Ash-At-Tatsabut Al-Iqlal min Al-Riwayah(masa membatasi dan


menyedikitkan riwayat).Nabi SAW. Wafat tahun 11H.Kepada umatnya, beliau meninggalkan
dua engangan sebagai dasar hidup, yaitu Al-Quran dan hadis(as-sunah)yang harus dipengangi
dalam seluruh aspek kehidupan.

3. Periode Sahabat kecil dan Tabi’in

Pada masa abad ini disebut masa pengkodifikasian Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-
101 H) yakni yang hidup pada akhir abad 1 H menganggap perlu adanya penghimpunan dan
pembukuan hadits karena beliau khawatir lenyapnya ajaran Nabi setelah wafatnya para ulama,
baik dikalangan sahabat maupun tabi’in, maka beliau menstruksikan kepada Gubenur diseluruh
wilayah negeri Islam agar para ulama dan ahli ilmu penghimpun dan membukukan hadits.

3
“Tulislah kepadaku apa yang tetap padamu dari pada hadits Rasulullah sesungguhnya aku
khawatir hilangnya ilmu dan wafatnya para ulama.”

Tidak diketahui secara pasti siapa diantaranya ulama yang lebih dahulu dalam
melaksanakan intruksi khalifah tsb, sebagian pendapat mengatakan Abu Bakar Muhammad bin
Amr bin Hazm, sebagaimana bunyi teks diatas, pendapat lain mangatakan Ar-Rabibin Rahim
Said bin Arubah dan Muhammad bin Muslim bin Asy-syhab Az-zahri, dan yang paling popular
adalah Muhammad bin Muslim bin Asy-syhab Az-zahri.

4. Periode Setelah Tabi’in

Pada masa ini disebut penghimpunan dan penerbitan (Al-Jami Waaltartib) ulama yang
hidup pada masa abad ke 4 H dan berikutnya disebut ulama Mutak Haririn atau Khalaf (modern)
dan yang tetap hidup sebelum abad ke 4 H disebut Musaqaddimi atau ulama Shalaf (klasik)
perbedaan mereka dalam periwayatan dan kodifikasi hadits, ulama Mutakaddimin menghimpun
hadits Nabi dengan cara langsung, mendengar dari guru-gurunya kemudian adakan penelitian
sendiri baik sanad maupun matannya mereka tidak segan untuk perjalanan jauh, untuk mengecek
kebenaran hadits yang mereka dengar dari orang lain, sedang ulama Mutakharirin periwayatanya
gereferinsi mengutip kitab Mutaqaddimin.

Dalam catatan sejarah perkembangan hadis, diketahui bahwa ulama yang pertama kali
berhasil menyusun ilmu hadis dalam suatu disiplin ilmu lengkap adalah Al-Qadi Abu
Muhammad Al-Hasan bin Abd. Ar-Rahman bin Khalad Ar-Ramahurmuzi (265-360 H) dalam
kitabnya, Al-Muhaddits Al-Fashil bain Ar-Rawi wa Al-Wa’i. Menurut Ibn Hajar Al-‘Asqalani,
kitab ini belum membahas masalah-masalah ilmu hadis secara lengkap. Meskipun demikian,
menurutnya lebih lanjut, kitab ini sampai pada masanya merupakan kitab terlengkap, yang
kemudian dikembangkan oleh para ulama berikutnya.

Kemudian muncul Al-Hakim Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah An-Naisaburi (w.
405 H/1014 H) dengan sebuah kitab yang lebih sistematis, Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits.
Kemudian, Abu Nu’aim Ahmad bin Abdillah Ash-Asfahani (w. 430 H/1038 H) dengan kitabnya,
Al-Mustakhraj ‘Ala Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits. Setelah itu muncul Abu Bakr Ahmad Al-Khatib
Al-Baghdadi(392 H/1002 M-463 H/1071 M) yang menulis dua kitab ilmu hadits, yakni Al-
Kifayah fi qawanin Ar-Riwayah dan al-fami’li Adab asy-Syeikh wa As-Sami’.

4
Selang beberapa waktu, menyusul Al-Qadhi ‘Iyadh bin Musa Al-Yahshibi (w.544 H)
dengan kitabnya Al-Ilma fi Dabath Ar-Riwayah wa Taqyid Al-Asma’, dan kitab-kitab lainnya
yang terus bermuncullan dan perkembangan yang lebih baik lagi. Di samping kitab ulumul hadits
yang bersifat umum, dalam perkembangan selanjutnya muncul pula kitab ulumul hadis yang
bersifat khusus, yakni kitab yang membahas satu cabang ilmu hadis tertentu dengan pembahasan
yang lebih luas dan mendalam.

C. SPESIFIKASI HADIS

Hadis - hadis yg harus dipahami berdasarkan sebab atau latar belakang munculnya
spesifik. memahami hadis dengan memperhatikan tujuan atau hikmah yg dilakukan oleh nabi
Memahami hadis nabi dengan memperhatikan kebiasaan temporer pada masa nabi.

1) Hadits Riwayah

Menurut bahasa riwayah dari akar rawa, yarwi, riwayatan. Kata riwayah artinya periwayatan
atau cerita. Ilmu hadis riwayah, secara bahasa, berarti ilmu hadis yang berupa periwayatan.

Yang dimaksud dengan ilmu hadits riwayah, ialah :

‫لَّ َم ِم ْن‬e‫ ِه َو َس‬e‫لَّىاهللُ َعلَ ْي‬e‫ص‬


َ ‫النَّبِ ِّي‬ee‫ْف ِإلَى‬ ِ ‫ا ُأ‬ee‫اَ ْل ِع ْل ُم الَّ ِذى يَقُ ْو ُم َعلَى نَ ْق ِل َم‬
َ ‫ي‬e ‫ض‬
‫صفَ ٍة َخ ْلقِيَّ ٍة َأ ْو ُخلُقِيَّ ٍة نَقَالً َوقِ ْيقًا ُم َح َّررًا‬
ِ ‫قَ ْو ٍل َأ ْوفِع ٍْل اَ ْوتَ ْق ِري ٍْر َأ ْو‬.
“Ilmu pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi saw, baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at maupun tingkah laku. Jadi, yang dimaksud dengan ilmu hadis
riwayah, ialah; Objek kajian ilmu hadis riwayah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada
Nabi SAW., sahabat., dan tabi’in, yang meliputi:

 Cara periwayatannya, yakni cara penerimaan dan penyampaian hadis dari seorang
periwayat(rawi) kepada periwayat lain.

5
 Cara pemeliharaan, yakni penghapalan, penulisan, dan pembukuan hadis. Ilmu ini tidak
membicarakan hadis dari sudut kualitasnya, seperti tentang ‘adalah (ke-‘adil-an) sanad,
syadz,(kejanggalan), dan ‘illat (kecacatan) matan.

Ilmu hadis riwayah bertujuan memelihara hadis Nabi SAW. Dari kesalahan dalam proses
periwayatan atau dalam penulisan dan pembukuannya. Lebih lanjut, ilmu ini juga bertujuan agar
umat islam menjadikan Nabi SAW. Sebagai suri teladan melalui pemahaman terhadap riwayat
yang berasal darinya dan mengamalkannya. Sesuai dengan firman Allah SWT.

2) Hadits Dirayah

Istilah ilmu hadis dirayah, menurut As-suyuthi, muncul setelah masa Al-Khatib Al-
Baghdadi, yaitu pada masa Al-Khatib Al-Baghdadi, yaitu pada masa Al-Akfani. Ilmu ini dikenal
juga dengan sebutan ilmu ushul al-hadits, ‘ulum al-hadits, musththalah al-hadits, dan qawa’id al-
tahdits. Berikut definisi ilmu hadis dirauah menurut At-Tirmidzi :

ِ ‫قَ َوانِي ُْن تُ َح ُّد يَ ْد ِري بِهَااَحْ َوا ُل َم ْت ٍن َو َسنَ ٍد َو َك ْيفِيَّ ِة التَ َح ُم ِل َواَْأل َدا ِء َو‬
ِ ‫صفَا‬
‫ت‬
َ ِ‫ال َو َغي ِْر َذل‬
‫ك‬ ِ ‫الرِّ َج‬.
“Undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan
meriwayatkan, sifat-sifat perawi dan lain-lain”. Dari pengertian tersebut, kita bisa mengetahui bahwa
ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal
sanad, matan, cara menerima dan menyampaikan hadis, sifat rawi, dan lain-lain.

Sasaran kajian ilmu hadis dirayah adalah sanad dan matan dengan segala persoalan yang
terkandung didalamnya yang turut memengaruhi kualitas hadis tersebut.

D. PEMBAGIAN HADIS

Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadist bergantung kepada 3 hal,yaitu jumlah
rawi,keadaan(kualitas) rawi,dan keadaan matan.bila 2 buah hadis menentukan keadaan rawi dan
keadaan matan yg sma ,maka hadis yg di riwayatkan oleh 2 orang rawi lebih tinggi tingkatnya
6
dari hadis yg di riwayatkan oleh 1 orang rawi ;dan hadis yg diriwayatkan oleh 3 orang rawi lebh
tinggi tingkatnya dri hadis yg d riwayatkan oleh 2 orang rawi .

a. Pembagian hadist dari segi kualitas dan kuantitanya Rawi

Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadist bergantung kepada 3 hal,yaitu jumlah
rawi,keadaan(kualitas) rawi,dan keadaan matan.bila 2 buah hadis menentukan keadaan rawi dan
keadaan matan yg sma ,maka hadis yg di riwayatkan oleh 2 orang rawi lebih tinggi tingkatnya
dari hadis yg di riwayatkan oleh 1 orang rawi ;dan hadis yg diriwayatkan oleh 3 orang rawi lebih
tinggi tingkatnya dri hadis yg d riwayatkan oleh 2 orang rawi .

1). Hadis sahih


Sahih menurut lughat adalah lawan dari “saqim”,artinya sehat lawan sakit,haq
lawan batil. Menurut ahli hadis, hadis sahih adalah hadis yang sanadnya bersambung,
dikutip oleh orang yang adil lagi cermat, dari orang yang sama,sampai berakhir
kepada Rasullullah saw,. Dan tidak ber-‘ilat(terbebas dari cacat).
2). Hadis Hasan
Hasan menurut lughatbadalah sifat musybahah dari Al-husna. Yang berarti
bagus. Batasannya dari hadis sahih adalah orang yang kurang kuat ingatannya,
sedangkan sahih orang yang benar-benar kuat ingatannya.
3).Hadis Dhaif
Menurut lughat berarti lemah,lawan dari qawi (yang kuat).
b. hadis ditinjau dari kuantitasnya Rawi
1). Mutawatir
Mutawir, menurut bahasa adalah isim musstaq dari At-tawatur yang berarti
berturut-turut. Yaitu hadis yang memiliki banyak sanad dan mustahil perawinya
berdusta atas Nabi, karena hadis itu diriwayatkan oleh banyak orang. Contohnya ,
“Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja. Maka tempatnya dalam
neraka.”(H.R. Bukhari, Muslim, Abu daud,Ibnu Majah, Tirmizi, Abu
Ha’nifah,Tabrani, dan Hakim).
Menurut para ulama hadis, hadis tersebut diriwayatkan lebih dari seratus orang
sahabat Nabi dengan seratus sanad yang berlainan. Hadis mutawatir terbagi dua
yaitu:
a) Mutawir lafdzi
Adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan redaksi
dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu dan lainnya.

7
b) Mutawatir Ma’nawi
Adalah hadis yang lafazh dan maknannyaberlainan antara satu riwayat dan
riwayat lainnya, tetapi terdapat persesuaian makna secara umum(kulli).
c) Mutawatir Amali
Sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah
mutawatir di kalangan umat islam, bahwa Nabi SAW.mengajarkannya atau
menyuruhnya atau selain dari pada itu.Dari hal itu dapat disepakati .
Contohnya adalah berita-berita yang menerangkan waktu dan rakaat salat,
salat jenazah, salat ied, hijab perempuan yang bukan mahram, kadar zakat,
dan segala sesuatu yang telah disepakati
2) Hadis Ahad

Adalah hadis yang jumlah rawinya tidak sampai pada jumlah mutawatir, tidak memenuhi
syarat mutawatir, dan tidak pula sampai derajat mutawatir. Dapat dibagi 3 macam yaitu :

a) Hadis masyur
Menurut bahasa, mansyur adalah muntasyir, yaitu sesuatau yang sudah
tersebar, sudah populer.
b) Hadis Azis
Menurut bahasa adalah Asy-Safief (yang mulia), An_nadir (yang sedikit
wujudnya), sukar diperoleh), dan Al-qawiyu(yang kuat).adalah hadist yang
diriwayatkan oelh dua orang, walaupun dua orang rawi tersebut terdapat pada
satu thabaqah saja.
c) Hadis Gharib
Menurut bahasa adalah (1) ba’idun ‘anil wathani(yang jauh dari tanah), dan
(2) kaliamat yang sukar dipahami.adapun menurut istilah hadis gharib adalah
hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi.
c. Klasifikasi berdasarkan Kuantitas Rawi
1) Hadis Marfud adalah perkataan, perbuatan, atau taqrir yang disandarkan kepada
nabi Muhammad SAW.
2) Hadis Mauquf adalah hadis yang disandarkan kepada sahabat, baik berupa
perkatan, perbuatan, atau taqrir.
3) Hadis Maqthu adalah hadis yang disandarkan kepada tabiin atau orang
sebawahnya, baik perkataan maupun perbuatan

E. Cabang-Cabang Hadis

Pada perkembangan selanjutnya, para ulama menyusun dan merumuskan cabangcabang


ilmu hadis. Karena hal ini dirasa perlu untuk mengetahui sejauh mana suatu hadis dapat
dikatakan maqbul (diterima) atau mardud (ditolak).

8
1. Ilmu Rijal Al-Hadist

Munzier suparta (2006:30) menyatakan Ilmu Rijal Al-Hadist adalah ilmu untuk mengetahui
para perawi haidst dalam kapasitasnya sebagai perawi hadist. Muhammad Ahmad dan M.
Mudzakir (1998:57) Ilmu Rijal Al-Hadist adalah ilmu yang membahas tentang para perawi
hadist, baik dari sahabat, tabi’in, maupun dari angkatan sesudahnya. Adapun materi dari ilmu ini
adalah :

a) Konsep tentang rawi dan thabaqah

b) Rincian thabaqah rawi

c) Biografi yang telah terbagi pada tiap thabaqah

Dari berbagai definisi diatas, pada dasarnya Ilmu Rijal Al-Hadist adalah ilmu yang
membahas tentang para perawi hadist dalam memelihara dan menyampaikannya kepada orang
lain dengan menyebutkan sumber-sumber pemberitaannya. Kedudukan ilmu ini sangat penting
dalam lapangan ilmu hadist, karena, sebagaimana diketahui bahwa objek kajian hadist, pada
dasarnya ada dua hal yaitu matan dan sanad.

2. Ilmu Al-Jarh Wa At-Ta’dil

Ilmu Al-Jarh Wa At-Ta’dil, pada hakikatnya merupakan satu bagian dari Ilmu Rijal Al-
Hadist, akan tetapi, karena bagian ini dipandang penting, maka ilmu ini dijadikan sebagai ilmu
yang yang berdiri sendiri. Adapun beberapa pengertian dari Ilmu Al-Jarh Wa At-Ta’dil adalah
sebagai berikut :

Munzier Suparta (2006:31) menyatakan Ilmu Al-jarh yang secara bahasa berarti luka,
cela, atau cacat, adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kecacatan para perawi, seperti pada
keadilan dan kedhabitannya. Para ahli hadist mendefinisikan Al-Jarh dengan kecacatan pada para
perawi hadist, disebabkan oleh suatu yang dapat merusak keadilan atau kedhabitan perawi.

Dari beberapa definisi diatas dapat diketahui bahwa ilmu ini digunakan untuk
menetapkan apakah periwayatan seorang perawi itu dapat diterima atau ditolak sama sekali.

9
Apabila seorang perawi “dijarh” oleh para ahli sebagai rawi yang cacat, maka periwayatannya
harus ditolak, dan sebaliknya apabila dipuji, maka hadistnya dapat diterima selama syarat-syarat
yang lain dipenuhi.

3. Ilmu Fannil Mubhamat

Yang dimaksud Ilmu fannil mubhamat adalah “ Ilmu untuk mengetahui nama orang-
orang yang tidak disebutkan dalam matan atau dalam sanad.”

4. Ilmu ‘Ilali Al-Hadist

Munzier Suparta (2006:35) menyatakan kata ‘Ilal adalah bentuk jama dari kata Al-‘Illah,
yang menurut bahasa berarti penyakit atau sakit. Menurut Muhadditsin, istilah ‘Illah berarti
sebab yang tersembunyi atau samar-samar yang

5. Ilmu Gharib Al-Hadits

Yang dibahas oleh ilmu ini adalah lafadh yang musykil dan susunan kalimat yang sukar
dipahami, sehingga orang tidak akan menduga-dugadalam memahami redaksi hadis tujuannya
untuk menghindarkan penafsiran menduga-duga.

6. Ilmu Al-Nasikh Wal Al-Mansukh

Menurut Drs. H. Mudasir dalam bukunya Ilmu Hadist (2005:53), Yang dimaksud dengan
ilmu an-naskh wa almansukh disini terbatas sekitar nasikh dan mansukh pada hadist. Beliau
menyebutkan bahwa kata An-Nasakh menurut bahasa mempunyai dua pengertian, al-izzlah
(menghilangkan), Adapun An-Nasakh menurut Istilah, sebagaimana pendapat ulama ushul
adalah:“Syari’ mengangkat (membatalkan) suatu hukum syara’ dengan menggunakan dalil syar’i
yang datang kemudian.

Cara mengumpulkan dalam talfiq al-hadits ini adalah dengan men-takhsis-kan makna
hadis yang ‘amm (umum), men-taqyid-kan hadis yang mutlaq, atau melihat berapa banyak hadis
itu terjadi. Para ulama menamai ilmu hadis ini dengan Mukhtalif Al-Hadits.

7. At-Tashif Wa At-Tahrif

10
Menurut Mudasir (2005:57), Ilmu At-tashif wa at-tahrif adalah ilmu yang berusaha
menerangkan hadis-hadis yang sudah diubah titik atau syakalnya (musahhaf) dan bentuknya
(muharraf).

8. Ilmu Asbab Al-Wurud Al-Hadits

Menurut ahli bahasa, asbab diartikan dengan al-habl (tali), yang menurut lisan Al-Arab
berarti saluran, yang artinya adalah segala sesuatu yang menghubungkan satu benda dengan
benda yang lainnya. Adapun arti asbab menurut istilah adalah Segala sesuatu yang mengantar
pada tujuan.Kata wurud (sampai, muncul) berarti : “Air yang memancar atau yang mengalir.”
Dalam pengertian yang lebih luas, As-Suyuti menyebutkan pengertian asbab wurud al-hadist,
yaitu Sesuatu yang membatasi arti suatu hadist, baik berkaitan dengan arti umum atau khusus,
mutlak atau muqqayyad, dinasakhkan, dan seterunya, atau suatu arti yang dimaksud oleh sebuah
hadist saat kemunculannya.”

9. Ilmu Mushthalah Ahli Hadits

Ilmu Mushthalah Ahli Hadits adalah ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian


(istilah-istilah) yang dipakai oleh ahlil-ahli hadits secara ringkas. Ulama yang mula-mula
menyusun kitab ini adalah Abu Muhammad Ar-Ramhurmuzy.

10. ilmu Talfiq Al-hadis

Ilmu yang membahas cara mengumoulkan hadis-hadis yang berlawanan lahirnya. Cara
mengumpulkan talfiq hadis ini adalah men-takhsis-kan makna hadis yang ‘amm(umum), me-
taqid-kanhadis yang mutlaq, atau melihat berapa banyak hadis itu terjadi. Para ulama memahami
hadis ini dengan Muktalif Al-Hadits

E. KITAB YANG MEMBAHAS ULUMUL HADIS


a. Kitab Al-muwatta

Kitab Al muwatta ada beberapa versi yang mengemukakan tentang latar belakan
penyusun al-Mutawatta. Menurut Noel J. Coulson problem politikdan social keagamaan Lah
yang melatarbelakangi penyusun al-mutawatta. Versi lain menyatakan,penulisan al-mutawatta
dikarenakan adanya permintaan Khalifah Ja’far al-mansur atas usulan Muhammad ibn al-

11
Muqaffa’ yang sangat prihatin terhadap perbedaan fatwa dan pertentangan yang berkembang saat
itu, dan mengusulkan kepada Khalifah untuk menyusun undang-undang yang menjadi penengah
dan bisa diterima semua pihak. Hanya saja tentang menggapa nama kitab itu muncul ada
beberapa pendapat :

1. Sebelum kitab disebarluaskan Imam Malik menyodorkan kepada 70 ulama fiqh


2. Karena penamaan memudahkan khalayak umat islam dalam memilih dan menjadi
pengangan hidup dalam beraktivitas dan beragama.
3. Karena merupakan perbaikan terhadap kitab fiqh sebelumnya
4. Isi kitab Kitab ini menghimpun hadis-hadis nabi, pendapat para nabi, qaul tabi’in, Ijma
ahl-mutawatta dan pendapat Imam Malik

Kitab Musnad Ahmad ibn Hambal Imam ahmad ibn hambal adalah gambaran seorang
tokoh yang merakyat, sederhana dan mempunyai komitmen keislaman yang tinggi. Namun
demikian, sebagai seorang manusia ahmad terikat dengan hokum alam, ruang dan watu serta
masalah yang berbeda dan kehidupan yang beragam tentu saja mengandalkan pemikiran dan dan
penyelesain yang proporsional. Kitab musnad merupakan salah satu warisan penting bagi
perumusan pemikiran dan penyelesaian masalah kontemporer.

b. Al-Sahih Al-bukhari

Imam Al-Bukhari adalah seorang ahli hadist kenamaan yang mendapat gelar tertingi bagi
Ahli hadist yaitu Amir Al-Mu’minun fi al-HAdist dan disepakati sebagai pengarang kitab
hadist yang paling sahih. Setelah dilakukan penelitian terhadap hadis-hadisnya, kretiria hadist
sahih menurut imam al-Bukhari adalah: dalam hal persambungan sanad ia menekankan adanya
informasi positf tentang periwayat bahwa mereka benar-benar bertemu ataw minimal satu
zaman dan dalam hal sifat ataw tingkat keilmuan periwatan ia menekankan adanya kreteria
paling tinggi.

Dalam menyesun kitabnya ia memakai sistematika kitab sahih dan sunan yaitu dengan
memakai istilah kitab dan bab.Secara umum kitab hadist karya imam al-Bukhari adalah kitab
hadist yang paling sahih diantara kitab-kitab hadist yang ada sekarang ini, namun demukian tidak
menutup kemungkinan adanya kritik terhadapnya.

12
c. Kitab Sahih Muslim

Kitab koleksi hadist nabi Muhammad SAW yang penyusunnya sangat dikenal sebagai
orang yang terpercaya karena integritas kepribadian dan kapasitas intelektualnya.kitab ini sangat
penting untuk di ketahui,dikaji,di pahami dan di jadikan sebagai acuan,khususnya oleh umat
islam.Studi menunjukkan bahwa hadis-hadis yang terdapat dalam kitab ini umumnya berkualitas
sahih,dan merupakan hasil seleksi yang sangat teliti,ketat dan cermat dari ratusan ribu
hadis.Kitab ini disusun dalam rentang waktu yang sangat leluasa,susunan nya sangat
sistematis,dan pengulangan hadisnya relatif sangat sedikit.Namun demikian,dalam kitab ini pun
dapat beberapa hadis yang di kritik.Kritik yang muncul terutama bukan pada aspek sanad nya
tetapi lebih pada matannya,hal itupun lebih di sebabkan karena adanya perbedaan pemahaman
atau pemaknaan.

d. Kitab Sunan Abu Daud

Abu dawud al-sijistani merupakan ulama besar ahli hadis yang menulis kitab sunan abu
dawud. Kitab sunan abu dawud di susun berdasarkan bab-bab fiqih yang dimulai dengan bab al-
taharah dan di akhiri bab al-adab.di dalamnya,hanya memuat hadis yang marfu’yakni sumber
dari nabi Muhammad saw dan hadis lainnya mauquf dan maqtu tidak dimuat

e. Kitab Sunan Al-Tirmizi

Al-tirmizi adalah seorang pakar hadis yang konsisten dengan keilmuannya,sehingga


mayoritas ulama menilai positif kepakaran al-tirmizi dalam bidang hadis,kecuali ibn
hazm.kedua,kitab al-jami al-sahih atau sunan al tirmizi ditulis al tirmizi pada abad ke-3 H,yakni
periode “penyempurnaan dan pemilahan”.kitab al tirmizi ini memuat seluruh hadis kecuali hadis
yang sangat yang sangat da’if dan munkar.satu spesifikasi kitab al-tirmizi adalah adanya
penjelasan tentang kualitas dan keadaan hadisnya.ketiga,melalui kitab al-jami’ al-sahih ini pula
al-tirmizi memperkenalkan istilah hadis hasan,yang sebelumnya hanya dikenal istilah hadis sahih
dan hadis da’if.kriteria ini dengan konsisten diaplikasikan al-tirmizi dalam kitabnya tersebut.

13
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Sebagai hasil dari pembahasan dalam makalah ini, ada beberapa kesimpulan sebagai
berikut;perjalanan hadis telah mengalami masa yg panjang dimana proses periwayatannya pada
awalnya lebih banyak berlangsung secara lisan dibandingkan dengan tulisan sebagai akibat dari
upaya menghindari bercampur baunya ayat-ayat al-quran dan hadis

Supaya pembukuan hadis secara resmi dilakukan oleh umar bin “abd al-az-f setelah
wilayah kekuasaan islam semakin meluas dan upaya pemalsuanhadis telah muncul ,ditambah
dengan banyak nya pemhafal hadis yg meninggal dunia .selain itu umat islam membutuhkan
tuntunan selain al-quran dalam bentuk kitab2 hadis standar sebagai mana yg kita dapat saksikan
hingga kini

Berdasarkan periodisasi yg ada, tergambar betapa perhatian para ulama hadis baik salaf
maupun khalaf hingga zaman konteporen sampai sekarng ini begitu besar dalam upaya

14
penyebaran luasan hadis serta upaya pemurniannya yg patut untuk di apresiasi dan di tindak
lanjuti dengn berbagai penelitian dan pengkajian.

15
16

Anda mungkin juga menyukai