Anda di halaman 1dari 10

PEMBAHASAN

A. Biografi Ibnu Katsir


Adapun nama lengakap Ibnu Katsir adalah Ímad al-Din Ismail ibn Umar ibn Katsir al-
Quraisy al-Dimsyqi. Yang lebih familiar dengan sebutan Abu Al-Fida’. Beliau
dilahirkan di Basrah Iraq pada tahun 700 H/1300 M.
Pada awalnya Ibn Katsir lebih dikenal dengan kedalaman Ilmu Hadisnya, karena ia
banyak belajar ilmu-ilmu hadis kepada ulama-ulama terkemuka di Hijaz. Dan Ibn
Katsir mendapatkan ijazah hadis dari al-Wani, dan juga ibn Katsir menimba ilmu
kepada seorang pakar hadis terkenal dari Suriah yakni Jamal Ad-Din al-Mizzi (w.
742H/1342M), yang pada akhirnya ibn Katsir menikah dengan putri gurunya sendiri.
Sebelum ia dikenal dikalangan para ulama, ibn Katsir tidak lebih dari seorang yang
senderhana rakyat biasa di Suriah, namanya mencuat kepermukaan ketika ia terlibat
dalam penelitian kasus untuk menentukan hukuman bagi seorang zindiq yang dituduh
menganut paham hulul (Inkarnasi) yang mana penelitian ini ditangani langsung oleh
Gubernur Suriah, Altunbuga al-Nasiri di akhir tahun 741H/1341 M). Dan sejak saat itu
naman Ibn Katsir banyak dikenal dikalangan para pencari ilmu hadis, dan setelah
menangani kasus tersebut Ibn Katsir menduduki jabatan sesuai dengan ilmu yang ia
kuasai. Dalam bidang ilmu hadis, pada tahun 748H/1348 M ia menggantikan posisi
gurunya Muhammad ibn Muhammad al-Zahabi (1284-13348 M), sebagai guru Di
Turba Umm Salih, yaitu sebuah lembaga pendidikan, pada tahun 756H/1355 M,
sepeninggal kewafatan Hakim Taqiuddin Al-Subki (683-756 H/1284-1355M) ibn Katsir
di angkat menjadi kepala dalam sebuah lembaga pendidikan bernama “Dar Al-Hadis al-
Asyrafiyah” lalu pada tahun 768H/1366 M ibn Katsir di angkat menjadi guru besar oleh
Gubernur Mankali Buga disebuah Masjid Umayah Damaskus.
Telah disebutkan diatas bahwa selain terkenal dengan kepiawaianya dalam hadist Ibn
Katsir juga dikenal sebagai pakar dalam ilmu Tafsir,sejarah,Fiqih. Sebagaimana yang
telah dikutif oleh Fauudah, dari Muhmmad Husain Al-Zahabi”Imam ibn Katsir adlaah
seorang pakar fiqih yang sangat ahli, seorang ahli hadis dan mufasir yang sangat
paripurna, dan pengarang dari banyak kitab” demikian juga dalam bidang fiqih/hukum,
ia dijadikan tempat konsultasi oleh para penguasa, seperti pengesahan keputusan yang
berhubungan dengan korupsi (761H/1358M), dalam mewujudkan rekonsiliasi dan
perdamain pasca perang saudara yakni pemberontakan Baydamur (763H/1361M), serta
dalam menyerukan jihad(770-771H/1368-1369). Sebagai seorang yang ilmuan dan
pakar dalam segala bidang, sudah barang tentu ibn Katsir banyak menghasilkan karya-
karya, akan tetapi sebagian besar dari karyanya adalah dalam bidang hadist seperti :
1. Kitab Jami’al-Masanid wa al-Sunan, yaitu kitab koleksi Musnad dan
Sunan, yang terdiri dari delapan jilid, yang didalamnya berisi nama-
nama para sahabat yang meriwayatkan hadis yang terdapat dalam
Musnad Ahmad bin Hanbal yang ia susun sesuai dengan uruf alfabet.
2. Al-Kutub al-Sittah(enam koleksi hadis)
3. At-Takmilah fi Ma’rifat al-Siqat wa ad du’afa wa al-Mujahal
(penyempurna untuk mengetahui para periwayat yang terpercaya, lemah
dan kurang dikenal). Yang disusun dengan jumlah lima jilid.
4. Al-Mukhtasar ( Ringkasan), dari muqaddimah li Ulum al Hadis karya
Ibnu Salah (w.642H/1246M).
5. Adillah al-Tanbih li Ulum al-Hadis, Sebuah kitan hadis yang lebih
dikenal dengan al-Ba’is al Hasis.
Adapun dalam bidang sejarah ibn Katsir menelorkan karya seperti :
1. Qasas al-Anbiya (kisah-Kisah para nabi)
2. Al-Bidayah wa Nihayah awal dan akhir). Kitab ini adalah kitab yang
banyak dijadikan referensi ahli sejarah dan sangat penting, metode
penulisan yang lakukan ibn Katsir dalam menyusun kitab ini termasuk
metode yang ulung, yang menunjukan kedalaman ilmu beliau. Adapun
metodenya dibagi menjadi dua bagian pembahasan besar, pertama ibn
Katsir memuat sejarah-sejarah kuno dengan memulai dari penciptaan
samapi masa kenabian Muhammad Saw. Kedua ibn Katsir memulainya
dari sejarah Islam pada masa periode Nabi Muhammad SAW. Di
Mekkah sampai pada pertengahan abad ke 8 H.
3. Al-Fusul fi Sirah al-Rasul (jabaran yang berkaitan dengan Sejarah Rasul)
4. Tabaqat al-Syafiíyah ( pembagian kelompok-kelonpok ulama yang
bermazhab Syafií)
5. Manaqib Al-Imam Al-Syafií ( krikulum Vitee Imam Syafií) Adapun
dalam bidang tafsir beliau mempersembahkan kepada generasi Islam
saat ini dengan karyanya Tafsir al-Quránnul al-Azim atau yang lebih
dikenal dengan tafsir Ibn Katsir,dan kitab tafsir ini merupakan satu-
satunya karya beliau dalam bidang tafsir yang terdiri dari empat jilid
yang cetak oleh Maktabah As-Saffah dan Maktabag Misr/ Dar Misr li-at-
Tiba’ah Mesir dan terdiri dari delapan jilid yang dicetak oleh Maktabah
Darul Hadis Mesir.
Ibarat kata kehidupan didunia ini tidaklah selamanya dan semuanya akan mengalami
kematian, tidak memandang ia seorang Nabi, Raja, Orang Kaya, Berilmu, Bodoh,
Miskin, terpandang ataupun terhina, akhirnya pada bulan Sya’ban 774H atau Februari
1373 ulama kesohor dan piawai dalam berbagai bidang ilmu ini meninggal dunia pada
usia 74 tahun di Damaskus. Dan Jenazahnya di maqamkan bersebelahan dengan maqam
seorang ulama terkenal juga yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di sebuah Daerah
bernama Sufiyah Damaskus.
B. Asbabun Al-Nuzul Surat al-Alaq 1-5
Asbab Al-nuzul adalah rangkaian dua kata dari bahasa Arab. Asbab secara harfiyah
berasal dari lafaz ‫ السبب‬, yang jamaknya adalah‫ سباب‬yang berarti suatu hal yang selalu
bersambung atau ada hubungannya dengan yang lain. Al-nuzul (‫ )النزول‬adalah jamak
dari kata nazala ‫ نزل‬yang berarti sesuatu yang turun dari hal yang lebih tinggi kepada
hal yang lebih rendah.
Secara istilah, asbab al-nuzul sebagaimana diungkapkan oleh Subhi Al-Shalih adalah
sebagai berikut: “Sesuatu yang dengan sebabnya turun sesuatu ayat atau beberapa ayat
yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban tentang sebab itu, atau
menerangkan hukumnya pada masa terjadinya peristiwa tersebut”
Sementara itu Ahmad von Denffer dalam bukunya “Ulum Al-Qur’an” : an itroduvtion
to the sciences of the Qur‟an berpendapatbahwa: “ Pengetahuan tentang asbab al-nuzul
membantu seseorang untuk memahami keadaan, di mana peristiwa penting terjadi, yang
menerangkan implikasinya dan memberi bimbingan pada penjelasan (tafsir) dan
aplikasinya menyangkut ayat yang dimasalahkan untuk situasi yang lain.”
Qur’an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang
dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada
keimanan kepada Allah dan risalah-Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu,
kejadian- kejadian yang sekarang serta berita-berita yang akan datang.
Sebagian besar Qur’an (Manna Khalil al-Qattan, 1998: 106), pada mulanya diturunkan
untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para sahabat bersama Rasulullah SAW telah
menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi di antara mereka
peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi
mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah SAW untuk mengetahui hukum
Islam mengenai hal itu. Maka Qur’an turun untuk peristiwa khusus tadi atau untuk
pertanyaan yang muncul itu. Hal seperti itulah yang dinamakan Asbabun Nuzul.
Disebutkan dalam hadits-hadits shahih, bahwa Nabi SAW mendatangi gua hira’ (hira’
adalah nama gunung di Makkah) untuk tujuan beribadah selama beberapa hari, beliau
kembali kepada istrinya, Siti Khadijah untuk mengambil bekal secukupnya. Hingga
pada suatu hari di dalam gua, beliau dikejutkan oleh kedatangan malaikat membawa
wahyu Illahi. Malaikat berkata kepadanya: “Bacalah!” beliau menjawab “Saya tidak
bisa membaca”. Perawi mengatakan bahwa untuk kedua kalinya malaikat memegang
nabi dan mengguncangkan badannya hingga nabi kepayahan, dan setelah itu
dilepaskan. Malaikat berkata lagi kepadanya “Bacalah!” Nabi menjawab “Saya tidak
bisa membaca”. Perawi mengatakan, bahwa untuk ketiga kalinya malaikat memegang
nabi dan mengguncangkannya hingga beliau kepayahan. Setelah itu barulah nabi
mengucapkan apa yang diucapkan oleh malaikat, yaitu surat Al- Alaq 1-5.
Para perawi hadits mengatakan bahwa Nabi SAW kembali ke rumah Khadijah dalam
keadaan gemetar seraya mengatakan, “Selimuti aku, selimutilah aku!” kemudian
Khadijah menyelimuti beliau hingga rasa takut beliau pun hilang. Setelah itu beliau
menceritakan semuanya kepada Khadijah, kemudian Khadijah mengajak beliau
menemui Waraqah Ibnu Naufal Ibnu ‘Abdi ‘I-Uzza (anak paman Khadijah),
berdasarkan hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa permulaan surat ini merupakan
awal ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan dan merupakan rahmat Allah pertama yang
diturunkan kepada hamba-hamba-Nya, serta kitab pertama ditujukan kepada Rasulullah
SAW.
Surat al-‘Alaq ini disepakati para ulama turun di Mekah sebelum Nabi Hijrah, dan
semua ulama juga sepakat bahwa wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW
adalah Lima ayat pertama dari surat ini. Namanya yang populer pada masa sahabat
adalah Surat Iqra’ bismi rabbika. Namanya yang tercantum dalam al-Qur’an adalah
surat al-‘Alaq dan ada juga yang menamainya surat Iqra. Tema utamanya adalah
pengajaran kepada Nabi Muhammad SAW serta penjelasan tentang Allah SWT dalam
perbuatan dan sifat-Nya dan Dia-lah sumber dari segala ilmu pengetahuan.
Menurut Ibnu Katsir bahwa surat Al-„Alaq ayat 1-5 merupakan surat yang berbicara
tentang permulaan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya, awal dari nikmat
yang diberikan kepada hamba-Nya dan sebagai tanbih (peringatan) tentang proses awal
penciptaan manusia dari “alaqah”. Ayat ini juga menjelaskan kemuliaan Allah SWT
yang telah mengajarkan manusia sesuatu hal (pengetahuan) yang belum diketahui,
sehingga hamba dimuliakan Allah dengan ilmu yang merupakan qudrat-Nya.
Asbabun Nuzul surat al-Alaq sebagaimana diceritakan dalam sebuah hadist sebagai
berikut:
Aisyah ra. Berkata : Permulaan datangnya wahyu kepada Rasulullah SAW, ialah berupa
mimpi yang benar terjadi pada pagi harinya, kemudian beliau suka menyendiri, lalu
pergi ke bukit Hira untuk melakukan ibadah beberapa malam di sana sambil membawa
bekal sekedarnya. Kemudian kembali ke rumah Khadijah untuk berbekal dan kembali
ke Gua Hira. Sampai tiba saatnya datang wahyu di Gua Hira itu, yaitu datangnya
Malaikat Jibril yang langsung menyeruh Nabi SAW. Iqra’ (Bacalah). Nabi SAW..
menjawab : Maa Ana Biqaari’ (aku tak dapat membaca). Langsung Jibril mendekap
Nabi SAW.. dengan erat sehingga terasa sangat berat, kemudian dilepas dan langsung
diperintah Iqra’. Jawab Nabi : Maa Ana Biqaari’, maka didekap untuk yang ketiga
kalinya sehingga lelah dan habis tenaga, kemudian dilepas dan diperintahkan Iqra’
Bismi Rabbikal Ladzi Kholaqa. Khalaqal Insaa Na Min Alaq. Iqra’ Warabbukal Akram.
Alladzi Allama Bil Qalam. Allamal insaa na maa lam ya’lam. Setelah dibaca oleh Nabi
SAW. Maka pergilah Jibril, dan Nabi SAW. Langsung turun dari bukit dan sambil
gemetar seluruh tubuhnya sehingga masuk ke rumah Khadijah dan berkata :
Zammiluna, Zammiluna (selimuti aku, selimuti aku), maka diselimuti oleh Khadijah
sampai hilang rasa takut dan gemetarnya, lain Nabi SAW.. bersabda kepada Khadijah
memberitakan segala kejadiannya, kemudian bersabda : sebenarnya saya tajut
(khawatir) terhadap diriku. Jawab Khadijah : kallaa jangan khawatir, jangan takut,
terimalah kabar gembira, demi Allah, Allahtidak akan menghinakan kau untuk
selamanya, engkau suka menyambung famili kerabat, dan berkata benar, dan
menanggung berbagai keberatan, dan menjamu tamu dan suka membantu terhadap
segala kesukaran yang hak. Kemudian membawa Nabi SAW.. ke rumah Waraqah bin
Naufal sepupu Khadijah seorang kristen (nasrani) yang bisa menterjemahkan kitab Injil
ke Bahasa Arab, ia seorang tua yang telah buta, maka Khadijah berkata : Hai putra
paman (sepupuku), dengarlah dari kemenakanmu ini. Waraqah bertanya : apakah yang
anda lihat hai kemenakanku? Maka Rasulullah SAW. Menceritakan semua kejadian.
Yang terjadi padanya di dalam Gua Hira’ itu. Lalu waraqah berkata : Itulah Malaikat
yang menurunkan wahyu kepada Nabi Musa as. Aduh andaikan aku masih kuat
perkasa. Aduhai andaikan aku masih hidup ketika anda di usir oleh kaummu. Rasulullah
SAW. Bertanya : “Apakah mereka akan mengusir aku?” jawab Waraqah : “Ya, tiada
seorang pun yang datang di musuhi, dan jika aku masih hidup aku membantu, membela
kepadamu pembelaan yang gilang gemilang (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim).
Peristiwa ini terjadi pada malam 17 Ramadhan, bertepatan dengan 6 Agustus tahun 610
Masehi, pada saat umur Nabi Muhammad SAW, 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut tahun
bulan (Qamariyah) atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut tahun matahari (Syamsiah).
Dan inilah pula saat penobatan beliau sebagai Nabi, atau utusan Allah kepada seluruh
umat manusia, untuk menyampaikan risalah-Nya.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT., yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupannya, agar memperoleh
kebahagiaan lahir dan batin, dunia dan akhirat. Konsep-konsep yang dibawa al-Qur’an
selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia, karena ia turun untuk berdialog
dengan setiap umat yang ditemuinya, sekaligus menawarkan pemecahan terhadap
problema yang dihadapinya, kapan dan dimanapun mereka berada. Ulama’ sepakat
jumlah ayat Al-Qur’an sebanyak terdiri dari 6000 dan berbeda tentang selebihnya. Surat
sebanyak 114, dan 30 juz (Zaenal Abidin, 1992 : 166).
Surat Al-‘Alaq ayat 1-5, sebagai ayat pertama juga sebagai penobatan Muhammad
SAW sebagai Rasulullah atau utusan Allah SWT kepada seluruh umat manusia untuk
menyampaikan risalah-Nya. Surat Al-‘Alaq ayat 1-5, menerangkan bahwa Allah SWT
menciptakan manusia dari benda yang hina dan memuliakannya dengan mengajar
membaca, menulis dan memberinya pengetahuan. Dengan kata lain, bahwa manusia
mulia di hadapan Allah SWT apabila memiliki pengetahuan, dan pengetahuan bisa
dimiliki dengan jalan belajar.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Biografi Ibnu Katsir !
2. Jelaskan Asbabun Al-Nuzul Pada Surat Al-'Alaq 1-5 !
3. Apa Terjemahan Ayat Pada Surat Al-'Alaq 1-5 ?
4. Jelaskan Tafsir Surat Al-'Alaq 1-5 Menurut Ibnu Katsir !
5. Apa Saja Hukum Bacaan Yang Terkait Pada Surat Al-'Alaq 1-5 ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Biografi Ibnu Katsir
2. Untuk Mengetahui Asbabun Al-Nuzul Pada Surat Al-'Alaq 1-5
3. Untuk Mengetahui Terjemahan Ayat Pada Surat Al-'Alaq 1-5
4. Untuk Mengetahui Tafsir Surat Al-'Alaq 1-5 Menurut Ibnu KKatsir
5. Untuk Mengetahui Hukum Bacaan Yang Terkait Pada Surat Al-'Alaq 1-5

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Tafsir Al-'Alaq 1-5 Perspektif Ibnu
Katsir ”.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Al-Qur'an. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah pengetahuan tentang tafsir dari ayat-ayat Al-Qur'an bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Iksan, M.Pd selaku
dosen Mata Kuliah Al-Qur’an. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Surakarta, 28 Oktober 2023

Penyusun

A. Biografi Ibnu Katsir


B. Asbabun Al-Nuzul Surat Al-'Alaq 1-5
C. Terjemahan Ayat Pada Surat Al-'Alaq 1-5

‫ِبْس ِم ِهّللا الَّرْح َمِن الَّر ِح ْيم‬


Bismillahirrahmannirrahiim
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”

‫ِاْقَر ْأ ِباْس ِم َر ِّبَك اَّلِذ ْي َخ َلَق‬


Iqra` bismi rabbikallażī khalaq
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,”

‫َخ َلَق اِاْل ْنَس اَن ِم ْن َع َلٍق‬


Khalaqal-insāna min ‘alaq
“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”

‫ِاْقَر ْأ َو َر ُّبَك اَاْلْك َر ُم‬


Iqra` wa rabbukal-akram
“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia,”

‫اَّلِذ ْي َع َّلَم ِباْلَقَلِم‬


Allażī ‘allama bil-qalam
“Yang mengajar (manusia) dengan pena”

‫َع َّلَم اِاْل ْنَس اَن َم ا َلْم َيْع َلْم‬


‘Allamal-insāna mā lam ya’lam
“Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”

D. Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-‘Alaq 1-5


1. ayat Al-Qur’an turun sebagai kasih sayang pada manusia

‫ وان من كرمه تعالى أن علم االنسان مالم يعلم‬،‫وفيها التنبيه على ابتداء خلق االنسان من علقة‬
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Al Qur’an yang pertama kali turun adalah
ayat- ini. Inilah rahmat dan nikmat pertama yang Allah berikan pada para
hamba. Dalam awal surat tersebut terdapat pelajaran bahwa manusia pertama
tercipta dari ‘alaqoh (segumpal darah). Di antara bentuk kasih sayang Allah
adalah ia mengajarkan pada manusia apa yang tidak mereka ketahui.”

2. Keutamaan Ilmu

،‫فشر فهو كرمه بالعلم وهو القدر الذي امتاز به أبو البرية ادم على المالئكة والعلم تارة يكون في االذهان‬
‫ والرسمي يستلزمهما من غير‬.‫وتارة يكون في اللسان وتارة يكون في الكتابة بالبنان ذهني ولفظي ورسمي‬
‫ ِاْقَر ْأ َو َر ُّبَك اَاْل ْك َر ُم • اَّلِذ ْي َع َّلَم ِبا ْلَقَلم • َع َّلَم اِاْل ْنَس ا َن َم ا َلْم َيْع َلْم‬: ‫ فلهذا قال‬.‫عكس‬
Ibnu Katsir rahimahullah juga berkata, “Seseorang itu akan semakin mulia
dengan ilmu diin yang ia miliki. Ilmu itulah yang membedakan bapak manusia,
yaitu Adam dengan para malaikat. Ilmu ini terkadang di pikiran. Ilmu juga
kadang di lisan. Ilmu juga terkadang di dalam tulisan tangan untuk menyalurkan
apa yang dalam pikiran, lisan, maupun yang tergambarkan di pikiran.”

3. Keutamaan Selalu Mengikat Ilmu dengan Tulisan

‫ وفيه ايضا من عمل بما علم ورثه هللا علم ما لم يكن يعلم‬،‫وفي االثر قّيدوا العلم بالكتابة‬
Dalam atsar disebutkan, “Ikatlah ilmu dengan tulisan”.
(Hadits ini diriwayatkan secara marfu’ dan mauquf. Di antara perawi yang
meriwayatkannya secara marfu’ adalah Al-Khatib AlBaghdadi dalam Taqyiidul Ilmi,
karya Yusuf Al-’Isy hal. 69, AlHakim, 1/106 dengan judul: Qayyiduu Al-’Ilma.
Saya bertanya, “Bagaimana cara mengikatnya.” Beliau menjawab, “Tulislah.”
AlAlbani berkata : “Hadits ini diriwayatkan secara marfu’ kepada Nabi Shallallhu
‘alaihi wasallam dan tidak shahih.“ Diriwayatkan pula dalam buku Takhrijul ‘Ilmi
karya Ibnu Abi Khaitsamah no. 120, tetapi beliau menshahihkan hadits ini dengan
jalannya dalam AsSilsilah Ash-Shahihah, no. 2026 dan hadits ini mauquf, yang
ditakhrij oleh Al-Hakim, 1/106. Ath-Thabrani mentakhrij dalam Al-Mu’jam Al-
Kabir, dari Anas, 1/246. Al-Haitsami berkata : “Rijalnya adalah Rijal yang shahih.”
Lihat Al-Majma’,1/152, dan riwayatnya dishahihkan oleh Al-Hakim dari ‘Umar bin
Khattab dan Anas Radhiyallahu ‘anhum, serta dishahihkan pula oleh Adz-Dzahabi
dari perkataan Anas, Al-Mustadak, 1/106.).
Dalam atsar lainnya juga disebutkan, “Barangsiapa yang mengamalkan ilmu yang ia
ketahui, maka Allah SWT akan memberikan dia ilmu yang ia tidak ketahui”. Dalam
peradaban Islam, dibuktikan bahwa Rasulullah SAW sangat mengutamakan orang
berilmu. Sejarah Islam mencatat bahwa pada masa Rasulullah SAW. Ilmu
pengetahuan masih belum begitu pesat sekarang. Ketika itu, umat Islam masih
terfokus pada penyebaran Islam. Qur’an dan Hadis Nabi menjadi pedoman hidup
umat Islam pada waktu itu. Demikian juga Ilmu pengetahuan, masih langsung
bersumber dari Allah SWT melalui wahyu dari Malaikat Jibril.
Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama surat Al-‘Alaq 1-5; “bacalah
dengan nama Tuhan yang menjadikan”. Ayat ini tidak menyebutkan objek bacaan.
Maka itu, pemuka agama di Madinah menafsirkan kata iqro dalam arti membaca,
menelaah, menyampaikan, dan sebagainya. Dan karena objeknya bersifat umum,
maka objek tersebut mencakup segala yang dapat terjangkau, baik yang merupakan
bacaan suci yang bersumber dari Tuhan maupun bukan, baik ia menyangkut ayat-
ayat yang tertulis maupun tidak tertulis.
Makna dari perintah membaca dari malaikat Jibril ini menandai bahwa Nabi
Muhammad SAW, diperintahkan untuk mencari lmu. Kondisi ini dilanjutkan Nabi
ketika beliau mengajak sahabat-sahabatnya untuk mempelajari Al-Qur’an di rumah
Arqam. Hanya saja ilmu pengetahuan yang diajarkan Nabi ini sebatas pada ajakan
untuk mengesakan Allah (Tauhid). Setelah itu, para sahabat selalu menghafal ayat-
ayat yang telah mereka dengar dari Rasulullah SAW.
Kemudian, sejarah Islam mencatat bahwa dengan ilmu pengetahuan, seseorang akan
menjadi mulia, terhormat, dan mampu menghadapi segala permasalahan yang
terjadi di dalam kehidupan. Allah SWT mengangkat derajat seseorang, karena
mereka beriman dan diberi ilmu pengetahuan. Sebagaimana di dalam firmannya di
dalam surat Al Mujadilah ayat 58 yang berarti ; “Allah akan mengangkat (derajat)
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa
derajat ”.
Surat al-‘Alaq berisi penjelasan tentang kekuasaan Allah SWT, yaitu bahwasanya Ia
berkuasa untuk menciptakan manusia, serta memberikan kemampuan membaca
kepada Nabi Muhammad SAW, sungguh pun sebelum itu Nabi Muhammad SAW
belum pernah belajar membaca. Selain itu berisi pula penjelasan tentang sifat Allah
yang Maha Melihat terhadap segala perbuatan yang dilakukan manusia serta
berkuasa untuk memberikan balasan yang setimpal. Uraian tentang kekuasaan Allah
SWT ini amat membantu dalam merumuskan tujuan pendidikan, yaitu agar manusia
senantiasa menyadari dirinya sebagai ciptaan Allah SWT yang harus patuh dan
tunduk kepadanya.
Surat al-‘Alaq berisi penjelasan tentang perintah membaca kepada Nabi Muhammad
SAW dalam arti seluas-luasnya. Yaitu membaca ayat-ayat yang tersurat dalam Al-
Quran dan ayat-ayat yang tersirat di jagat raya. Penjelasan ini erat kaitannya dengan
perintah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan secara komprehensif. Membaca
ayat Allah yang tersurat dalam Al-Quran dapat menghasilkan ilmu agama dan
membaca ayat Allah yang tersirat di jagat raya menghasilkan ilmu alam (natural
science), sedangkan membaca ayat Allah yang tersirat dalam diri manusia dan
lingkungan sosial menghasilkan illmu sosial. Dengan cara demikian akan terjadi
integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum, dan keduanya diarahkan untuk
mengabdi kepada Allah SWT. Penjelasan tersebut pada akhirnya terkait dengan
metode dan kurikulum pendidikan.
Surat al-‘Alaq berisi penjelasan tentang perlunya alat dalam melakukan kegiatan,
seperti halnya qalam yang diperlukan bagi upaya pengembangan dan pemeliharaan
ilmu pengetahuan. Qalam dalam ayat ini tidak terbatas hanya pada arti sebagai alat
tulis yang banyak digunakan kalangan para santri di lembaga-lembaga pendidikan
tradisional, melainkan juga mencakup berbagai peralatan yang dapat menyimpan
berbagai informasi, mengakses dan menyalurkannya secara cepat, tepat dan akurat,
seperti hp, kompuetr, internet, faximile, micro film, vidio compact disc (vcd), dan
lain sebagainya.
Dalam ayat ini menjelaskan bahwasanya Allah SWT yang telah memberikan
limpahan karunia yang tidak terhingga kepada manusia. Allah SWT yang
menjadikan Nabi-nabinya pandai membaca dan Allah SWT yang mengajarkan
manusia berbagai macam ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat baginya
(Manusia), yang menyebabkan manusia lebih utama dari makhluk Allah lainnya,
sedangkan manusia pada permulaan hidupnya tidak mengerti apa-apa.
Dengan ayat-ayat ini terbuktilah tentang tingginya nilai membaca, menulis dan
berilmu pengetahuan bagi pendidikan manusia. Andai kata tidak karena qalam
niscaya banyak ilmu pengetahuan yang tidak terpelihara dengan baik. Banyak
penelitian yang tidak tercatat dan banyak ajaran agama hilang, pengetahuan orang
dahulu kala tidak dapat dikenal oleh orang-orang sekarang baik ilmu, seni dan
ciptaan-ciptaan mereka. Demikian pula tanpa pena tidak dapat diketahui sejarah
orang-orang berbuat repelita bagi orang-orang yang datang sesudah mereka. Lagi
pula ayat ini sebagai bukti bahwa manusia yang di jadikan dari benda mati yang
tidak berbentuk dan tidak berupa dapat dijadikan Allah SWT menjadi manusia yang
sangat berguna dengan mengajarinya pandai menulis, berbicara dengan mengatahui
semua macam ilmu yang tidak pernah diketahuinya (Abuddin Nata, 2010 : 79).
E. Hukum Bacaan Pada Surat Al-'Alaq 1-5
AYAT 1

‫ اْقَر ْأ‬: Qolqolah sughro, karena ada huruf ‫ ْق‬mati di dalam kalimat.
‫ اّلِذ ي‬: Mad thobi'i, karena ada huruf ‫ ي‬sebelumnya harakat kasroh.
‫ َخ َلَق‬: Qalqalah kubra, karena ada huruf ‫ ق‬yang berada di akhir kalimat.

AYAT 2

‫ اِإْل ْنَس اَن‬: Al qomariyah, karena ada huruf ‫ ال‬bertemu dengan huruf ‫ ِإ‬. Cara
membacanya harus terang dan jelas.
‫ اِإْل ْنَس اَن‬: Ikhfa haqiqi, karena ada ‫ ْن‬mati bertemu dengan huruf ‫س‬. Cara
membacanya samar-samar.
‫ اِإْل ْنَس اَن‬: Mad thobi’i, karena ada huruf ‫ ا‬sebelumnya harakat fathah.
‫ ِم ْن َع َل ٍق‬: Idhar halqi, karena ada ‫ ْن‬mati bertemu dengan huruf ‫ع‬. Cara
membacanya terang dan jelas di mulut.
‫ َع َلٍق‬: Qalqalah kubra, karena ada huruf ‫ ق‬yang berada di akhir kalimat.

AYAT 3

‫ اْقَر ْأ‬: Qolqolah sughro, karena ada huruf ‫ ْق‬mati di dalam kalimat.
‫ اَأْلْك َر ُم‬: Al qomariyah, karena ada huruf ‫ ال‬bertemu dengan huruf ‫ ِإ‬. Cara
membacanya harus terang dan jelas.

AYAT 4
‫ اّلِذ ي‬: Mad thobi’i, karena ada huruf ‫ ي‬sebelumnya harakat kasroh.
‫ ِب اْلَقَلِم‬: Al qomariyah, karena ada huruf ‫ ال‬bertemu dengan huruf ‫ق‬. Cara
membacanya harus terang dan jelas.

AYAT 5

‫ اّلِذ ي‬: Mad thobi’i, karena ada huruf ‫ ي‬sebelumnya harakat kasroh.
‫ اِإْل ْنَس اَن‬: Al qomariyah, karena ada huruf ‫ ال‬bertemu dengan huruf ‫إ‬. Cara
membacanya harus terang dan jelas.
‫ اِإْل ْنَس اَن‬: Ikhfa haqiqi, karena ada ‫ ْن‬mati bertemu dengan huruf ‫س‬. Cara
membacanya samar-samar.
‫ اِإْل ْنَس اَن‬: Mad thobi’i, karena ada huruf ‫ ا‬sebelumnya harakat fathah.
‫ َلْم َيْع َلْم‬: Idhar syafawi, karena ada huruf ‫ ْم‬mati bertemu dengan huruf ‫ي‬. Cara
membacanya jelas dan tidak memantulkan huruf mim nya.

Anda mungkin juga menyukai