PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ushul fiqh merupakan suatu ilmu pengetahuan yang objeknya dalil hukum
atau sumber hukum dengan semua seluk beluknya, dan metode penggaliannya.
Dalam kata lain ushul fiqh digunakan untuk menetapkan hukum dari suatu
perlu adanya dalil-dalil yang shahih dan bersumber dari Al-Qur’an dan
faktor, baik internal maupun eksternal. Salah satu faktor penyebab perbedaan
tersebut – juga dikenal sebagai dua aliran besar dalam Usul al-Fiqh – yaitu,
bahwa lafaz ada yang dapat dipahami langsung secara tekstual dan ada yang
1
tidak. Yang dapat dipahami langsung, ada yang mengandung mana ‘ibarah
manthuq ( bunyi tersurat ) perkataan yang diucapkan itu ,baik secara tegas
maupun tidak. Adakalanya pula berdasarkan pada mafhum , arti tersirat atau
apa yang dipahami , baik hukumnya sesuai dengan hukum mantuq atau
Selain mantuq dan mafhum ada pula zahir dan muawwal yaitu dalil yang
sudah langsung dipahami tanpa butuh penjelasan (zhahir) dan ada pula yang
mesti adanya penjelasan dalam memahami dalil tersebut itulah yang disebut
B. RUMUSAN MASALAH
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MANTUQ
Mantuq adalah lafaz yang kandungan hukumnya dipahami dari apa yang
diucapkan. Dengan kata lain bahwa mantuq itu ialah makna yang tersurat
(terbaca). Contohnya, “diharamkan bagi kamu bangkai”. Mantuq dari ayat ini
nash atas suatu ketetapan hukum (pengertian) sesuai dengan apa yang
Dari definisi ini dapat dipahami bahwa dilâlat al-mantûq ialah suatu
ketetapan hukum yang dapat dipahami dari penuturan langsung lafal nash
secara tekstual. Sebagai contoh dapat dilihat pada Q.S An-Nisa’ (4): 23:
menunjukkan secara jelas bahwa haram menikahi anak-anak tiri yang berada
dalam asuhan suami dari isteri-isteri yang sudah digauli. Dilãlat al-mantûq dibagi
kepada dua macam, yaitu; mantûq sarih dan mantuq gairu sharih.
3
Menurut Wahbah Zuhaili yang dimaksud dengan mantûq sharih ialah
penunjukkan lafal nash yang jelas secara langsung tercakup dalam ungkapan lafal
nash. Manthuq syarih dalam istilah ulama Syafi’iyah ini adalah apa yang di
Mantuq gairu sharih ialah penunjukkan lafal nash yang tidak jelas. Dan
a. Dalalat al-Ima’, yaitu suatu pengertian yang bukan ditunjukkan langsung oleh
suatu lafal, tetapi melalui pengertian logisnya karena memyebutkan suatu hukum
langsung setelah menyebut suatu sifat atau peristiwa. Misalnya, hadits yang
riwayat Ahmad dan Tirmidzi dari Sa’id bin Zaid bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Dari Jabir bin Abdillah, dari Nabi Muhammad saw. bersabda: Barangsiapa
yangmenghidupkan (mulai mengelolah) tanah yang sudah mati, maka tanah itu
seperti yang jelas tertulis, juga melalui dalalat al-ima’nya, yaitu bahawa aktivitas
menghidupkan tanah mati itulah yang menjadi illatnya bagi pemilikan tanah
untuknya.
redaksi, namun bukan pengertian aslinya, tetapi merupakan suatu kemestian atau
4
Contohnya dalam surat Al-Luqman ayat 14:
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu
(dalam pemahaman) pada redaksi tertentu yang tidak bisa dipaami secara lurus
Allah mengangkat dari umatku tersalah, lupa dan keterpaksaan.” (HR. Ibnu
Majah)
maknanya perlu disisipkan secara tersirat kata al-ism (dosa) atau al-hukm
(hukum), sehingga demikian arti hadits menjadi : diangkatkan dari umatku (dosa
B. PENGERTIAN MAFHUM
Mafhum adalah lafaz yang kandungan hukumnya dipahami dari apa yang
terdapat dibalik dari arti mantuqnya. Dengan kata lain mafhum itu disebut dengan
makna tersirat.
5
Tegasnya, dilālat al-mafhūm itu adalah penunjukkan lafal nash atas
suatu ketentuan hukum yang didasarkan atas pemahaman dibalik yang tersurat.
“Jangan kamu mengucapkan kepada kedua ibu bapakmu ucapan “uf” dan
kata kasar “uf” dan menghardik orang tua. Dari ayat itu juga dapat dipahami
adanya ketentuan hukum yang tidak disebutkan (tersirat) dalam ayat tersebut,
yaitu haramnya memukul orang tua dan perbuatan lain yang menyakiti orang tua.
Mafhum dapat dibagi kepada dua macam, yaitu mafhum muwafaqah dan
mafhum mukhalafah.
1. Mafhum Muwafaqah
tertulis pada kalimat itu berlaku pada masalah yang tidak tertulis, dan hukum yang
tertulis ini sesuai dengan masalah yang tidak tertulis karena ada persamaan dalam
maknanya. Disebut mafhum muwafaqah karena hukum yang tidak tertulis sesuai
6
Contohnya firman Allah swt dalam QS. Al-Isra’ ayat 23:
“Janganlah kamu mengatakan kata-kata keji kepada dua orang ibu bapakmu.”
b. Lahnal Khitab, yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan
yang diucapkan.
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta benda anak yatim secara aniaya
Membakar atau setiap cara yang menghabiskan harta anak yatim sama
hukumnya dengan memakan harta anak yatim, yang berartti dilarang (haram).
2. Mafhum mukhalafah
istinbat (menetapkan) maupun nafi (meniadakan). Oleh karena itu, hal yang
dipahami selalu kebalikannya daripada bunyi lafal yang diucapkan. Seperti dalam
“Apabila kamu dipanggil untuk mengerjakan sholat pada hari jum’at, maka
Dapat dipahami dari ayat ini, bahwa boleh jual beli di hari jum’at sebelum
7
Mafhum mukhalafah sendiri terbagi menjadi :
Dalam mafhum sifat terdapat tiga bagian, yaitu mushtaq, hal (keterangan
digembalakan.
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
Dapat dipahami dari ungkapan kata ‘fasiq’ ialah orang yang tidak wajib
ditelliti beritanya. Ini berarti bahwa berita yang disampaikan oleh seseorang yang
8
2) Hal (keterangan keadaan)
dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil diantara
kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka’bah atau (dendanya) membayar
dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari
perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu dan barangsiapa yang
3) ‘Adad (bilangan)
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh
dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.
9
Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah
ghayah ini ada kalanya dengan “illa” dan dengan “hatta’. Seperti dalam firman
“bila kamu hendak nmengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu
kepada isim alam atau isim fiil. Seperti firman Allah SWT:
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami
meminta pertolongan.”
10
Mafhum mukhalafahnya adalah bahwa selain Allah tidak disembah dan
tidak dimintai pertolongan. Oleh karena itu, ayat tersebut menunjukkan bahwa
f. Mafhum syarat , adalah petunjuk lafadz yang memberi fadah adanya hukum
yang dihubungkan dengan syarat supaya dapat berlaku hukum yang sebaliknya.
“...Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka
Mantuq sudah jelas bisa dijadikan hujjah, karena lafalnya yang jelas.
Begitu juga dengan mafhum muwafaqah. Para ulama’ bersepakat, bahwa semua
mafhum bisa dijadikan sebagai hujjah kecuali mafhum laqaab. Hal ini disebabkan
karena penyebutan isim ‘alam atau isim jenis itu sekedar untuk penyebutan
hukum padanya saja. Oleh karena itu, dalam hal ini tidak dapat diberlakukan
hukum sebaliknya, kecuali jika ada dalil lain yang menentukannya. Seperti firman
pengertian bahwa selain Nabi Muhammad addalah utusan Allah. Inii jelas
11
Berhujjah dengan mafhum masih diperselisihkan. Menurut pendapat yang
Misalnya “yang ada dalam pemeliharaanmu” dalam QS. An-Nisa’ :23 yang
artinya “... dan anak-anak perempuan dan istri-istrimu yang ada dalam
pemeliharaanmu...”, ini tidak ada mafhumnya (maksudnya ayat ini tidak dapat
dipahami bahwa anak tiri yang tidak dalam pemeliharaan ayah tirinya boleh
dinikahi), sebab pada umumnya anak-anak perempouan istri kitu berada dalam
pemeliharaan suami.
b. Apa yang disebutkan itu tidak untuk menjelaskan suatu realita. Seperti
menyembah Tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun
Dalam kenyataannya Tuhan manapun selain dari Allah tidak ada dalilnya.
Jadi kata-kata “ padahal tidak ada satu dalilpun baginya tentang itu” adalah suatu
sifat yang pasti yang didatangkan untuk memperkuat realita realita dan untuk
dalilnya.
D. PENGERTIAN ZAHIR
12
Artinya : “Suatu nama bagi seluruh perkataan yang jelas maksudnya bagi
Artinya : “Sesuatu yang dapat diketahui maksudnya dari pendengaran itu sendiri
Dari defenisi diatas, dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan
zhahir itu adalah suatu lafazh yang dengan mendengarkan lafazh itu pendengar
bisa langsung mengerti apa maksud nya tanpa perlu berpikir dan tidak bergantung
Artinya : “Suatu lafazh yang menunjukkan suatu makna dengan rumusan lafazh
itu sendiri tanpa menunggu adanya qorinah yang ada diluar lafazh itu sendiri,
Adapun contoh yang dapat dikemukakan disini adalah firman Allah SWT
yang artinya : “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Ayat tersebut petunjuknya sudah jelas bahwa mengenai halalnya jual beli
dan haramnya riba. Petunjuk itu diambil dari lafazh itu sendiri tanpa memerlukan
qarinah lain. Kedudukan lafazh zhahir wajib diamalkannya sesuai petunjuk lafazh
itu sendir, sepanjang tidak ada dalil yang men-takhsish-nya, men-takwil-nya atau
mennasakh-nya.
13
E. PENGERTIAN MUAWWAL(TAKWIL)
Secara etimologi, takwil ditrujuk dari kata : ُيؤ َِّو َُل – أ َ َّو ََلyang berarti At-
Tafsir, Al-Maarja’, Al-Mashir. Demukian pendapat Abu Ubaidah Ma’mar bin Al-
Matsani dan keterangan yang dikemukakan oleh Abu Ja’far Al-Thabary (Adib
Disamping itu, takwil juga bermakna Al-Jaza’, seperti firman Allah SWT :
Artinya : “..... yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akubatnya.”
atau Al-Marja’, Al-Mashir (kembali, tempat kembali) atau Al-Jaza’ (balasan yang
kembali padanya)
sebagai berikut
makna dari lafazh yang bersifat probabilitas yang didukung oleh dalil dan
menjadikan arti yang lebih kuat dari makna yang ditunjukkan oleh lafazh zhahir.”
14
Kaum muhaditsin mendefinisikan takwil yaitu sejalan dengan defenisi
Artinya : “Takwil adalah mengeluarkan lafazh dari artinya yang zhahir kepada
dianggap kuat diantaranya karena arti zhahir-nya tidak sesuai dengan arti yang
hakiki, sehingga dalil hasil takwil yang tidak kuat menjadi kuat. Dengan kata lain,
mengutamakan makna dari hasil prasangka yang sesuai dengan maksud syara’.
15
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Mantuq adalah lafaz yang kandungan hukumnya dipahami dari apa yang
diucapkan. Dengan kata lain bahwa mantuq itu ialah makna yang tersurat
(terbaca).
2. Mafhum adalah lafaz yang kandungan hukumnya dipahami dari apa yang
terdapat dibalik dari arti mantuqnya. Dengan kata lain mafhum itu disebut
pendengar bisa langsung mengerti apa maksud nya tanpa perlu berpikir
dan tidak bergantung kepada petunjuk lain. Apabila tidak terdapat alasan
yang jelas dan nash yang merupakan kajian takwil juga. Itu semua kajian
takwil secara global dan terbatas bila belum ada panafsiran dari syari’at
secara menyeluruh.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahhab Khallaf. Ilmu Ushul Fiqih Kaidah Hukum Islam. Cetakan
Koto, Alaiddin, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011
17