Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah mukjizat Islam yang abadi dimana semakin maju


ilmu pengetahuan semakin tampak faliditas kemukjizatannya Allah SWT
menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW demi membebaskan
manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju cahaya Illahi dan
memimbing mereka ke jalan yang lurus. Kebahagiaan mereka bergantung
pada kemampuan memahami maknanya pengetahuan rahasia-rahasianya
dan pengalaman apa yang terkandung di dalamnya.
Kitab suci Al-Qur’an memiliki kandungan pengetahuan yang luar
biasa luasnya, menyangkut aspek kesemestaan, kesejarahan,
kemasyarakatan, fisika dan metafisika. Al-Qur’an merupakan inspirator
bagi pengembangan cabang-cabang ilmu pengetahuan yang menuntut
manusia untuk menggali dan memahaminya lebih jauh.
Tentu saja kunci untuk menggali dan memahaminya lebih jauh
tentang semua risalah yang terkandung didalamnya adalah melalui jalan
penafsiran secara benar dan tepat. Salah satu caranya adalah menggunakan
corak penafsiran Adab Al-Ijtima’i.

2. Rumusan Masalah
A. Apa pengertian tafsir Adab Al-Ijtima’i ?
B. Bagaimana corak tafsir Adab Al-Ijtima’i ?
C. Contoh Tafsir Adab Al-Ijtima’i
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir Adab Al-Ijtima’i


Istilah Adab-Al-Ijtima’i terdiri dari dua kata, yaitu Al-Adabi dan Al-
Ijtima’i. Secara harfiah Al-Adabi bermakna sastra dan kesopanan,
sedangkan Al-Ijtima’i bermakna sosial.1
Menurut Muhammad Husain Al-Dzahabi, Tafsir Adab Al-Ijtima’i
ialah Tafsir yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan ketelitian
ungkapan-ungkapan yang disusun dengan bahasa yang lugas, dengan
menekankan tujuan pokok diturukannya Al-Qur’an, kemudian
mengaplikasikannya pada tatanan kehidupan sosial. Menurut Manna’
Kholil Al-Qattan tafsir Adabi Al-ijtima’i ialah tafsir yang dikaya oleh
riwayat dari salaf dan dengan uraian tentang sunnatullah yang berlaku
dalam kehidupan sosial, menguraikan gaya ungkapan Al-Qur’an yang
musykil dengan menyingkapkan maknanya dengan ibarat ibarat yang
mudah serta berusaha menerangkan masalah-masalah yang musykil.
Menurut Dr. Abd Al-Hayy Al-Farmawi Tafsir Adab Al-Ijtima’i ialah tafsir
yang mengemukakan ungkapan-ungkapan Al-Qur’an secara teliti,
selanjutnya menjelasakan makna-makna yang dimaksud oleh Al-Qur’an
dengan gaya bahasa yang indah dan menrarik. Kemudian pada langkah-
langkah berikutnya, mufassir berusaha menghubungkan nash-nash Al-
Qur’an yang tengah dikaji dengan realitas sosial dan sistem budaya yang
ada.2
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh tiga penulis
tersebut, kiranya dapat digambarkan kandungan arti dan tujuan tafsir Adab
Al-Ijtima’i sebagai berikut:

1
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, (Jakarta; AMZAH 2014), hal. 165
2
ejournal.iainsurakarta.ac.id
1. Berusaha mengemukakan segi keindahan bahasa dan kemukjizatan Al-
Qur’an.
2. Berusaha menjelaskan makna atau maksud yang dituju oleh Al-Qur’an.
3. Berupaya mengungkpkan betapa Al-Qur’an itu mengandung hukum,
sunnatullah, dan aturan-aturan kemasyarakatan.
4. Bermaksud membantu memecahkan berbagai problematika yang
dihadapi oleh umat manusia secara umum, melalui petunjuk dan ajaran
Al-Qur’an yang berorientasi kepada kebaikan di dunia maupun akhirat.
5. Berupaya mempertemukan antara ajaran Al-Qur’an dengan teori-teori
ilmu pengetahuan.
6. Berusaha menjelaskan kepada umat manusia bahwa Al-Qur’an adalah
kitab suci yang kekal, tidak akan berubah ayat-ayatnya sepanjang
perkembangan zaman dan peradaban manusia sampai akhir zaman.
7. Berupaya melenyapkan segala kebohongan dan keraguan yang di
dakwakan kepada Al-Qur’an, dengan argumentasi yang kuat yang
mampu meangkis segala kebatilan.

B. Corak Tafsir Adab Al-Ijtima’i


Corak penafsiran Adab Al-Ijtima’i ini meliputi beberapa hal pokok
sebagai berikut:
1. Memandang bahwa setiap surat merupakan satu kesatuan, ayat-ayat
mempunyai hubungan yang serasi.
2. Ayat-ayat bersifat umum.
3. Al-Qur’an sebagai sumber aqidah dan hukum.
4. Penggunaan akal secara luas dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an.
5. Menentang dan memberantas Taqlid.
6. Mengaitkan interpretasi Al-Qur’an dengan kehidupan sosial.3

3
ejournal.iainsurakarta.ac.id
C. Contoh Tafsir Adab Al-Ijtima’i
Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman agar
menegakkan keadilan. Iman yang hidup mestilah dapat dibuktikan dalam
bentuk tindakan dan bisa memberikan manfaat bagi kehidupan. Salah satu
pembuktiannya adalah kesediaan menjadi penegak keadilan. Keadilan mesti
ditegakkan bukan karena rasa iba atas kemiskinan, dorongan nafsu karena
kebencian, atau cinta duniawi, tetapi atas dasar faka dan peristiwa yang
terjadi
Perintah Allah secara tegas untuk berlaku adil terdapat pada akhir
surat Al-Hujurat ayat 9 berikut :
‫َان ِمنَ ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِينَ ۡٱقت َتَلُواْ فَأَصۡ ِل ُحواْ َب ۡينَ ُه َم ۖا فَإ ِ ۢن َبغ َۡت ِإ ۡحدَ ٰى ُه َما َعلَى ۡٱۡل ُ ۡخ َر ٰى فَ ٰقَتِلُواْ ٱلَّتِي ت َۡب ِغي َحت َّ ٰى تَ ِف ٓي َء‬
ِ ‫طآئِفَت‬ َ ‫َو ِإن‬
٩ َ‫ِطين‬ َّ ‫ط ٓو ۖاْ إِ َّن‬
ِ ‫ٱّللَ ي ُِحبُّ ۡٱل ُم ۡقس‬ ُ ‫ٱّللِ فَإِن فَا ٓ َء ۡت فَأَصۡ ِل ُحواْ بَ ۡينَ ُه َما بِ ۡٱلعَ ۡد ِل َوأَ ۡق ِس‬
ِۚ َّ ‫إِلَ ٰ ٓى أ َ ۡم ِر‬
Artinya:
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu
berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi
kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai
surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut,
damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah
kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang berlaku adil.
Dari ayat tersebut Allah SWT, memerintahkan untuk berlaku adil
dengan sebutan ‘adl dan qisth. Kata ‘adl terambil dari kata ‘adala yang
terdiri dari huruf-huruf ‘ain, dal dan lam. Rangkain huruf-huruf ini
mengandung dua makna yang bertolak belakang yaitu, “lurus dan sama”
dan “bengkok dan berbeda”. Seorang yang adil adalah yang berjalan lurus
dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran
ganda. Persamaan itulah yang menjadikan seorang yang adil berpihak
kepada seorang yang salah. Sayyid Qutub memberikan penekanan
maknaadl sebagai persamaan yang merupakan asas kemanusiaan yang
dimiliki oleh setiap orang. Keadilan bagi Qutb adalah bersifat terbuka, tidak
khusus untuk golongan tertentu, sekalipun umpamanya yang menetapkan
keadilan itu seorang muslim untuk orang non-muslim.
Menurut Quraish Shihab, Kata al-muqsithin terambil dari kata qisth
yang juga bisa diartikan adil. Sementara ulama mempersamakan makna
dasar qisth dan ‘adl, dan da juga yang membedakannya dengan berkata
bahwa al-qisth adalah keadilan yang diterapkan atas dua pihak atau lebih,
keadilan yang menjadikan mereka semua senang. Sedang, ‘adl adalah
menempatkan segala sesuatu pada tempatnya walau tidak menyenangkan
satu pihak. Dengan demikian win-win solution dapat merupakan salah satu
bentuk dari qisth.4
Allah senang ditegakkannya keadilan walau itu mengakibatkan
kerenggangan hubungan anatara dua pihak yang berselisih, tetapi Dia lebih
senang jika kebenaran dapat dicapai sekaligus menciptakan hubungan
harmonis antara pihak-pihak yang tadinya telah berselisih.
Ayat di atas memerintahkan untuk melakukan islah sebanyak dua
kali. Tetapi, yang kedua dikaitkan dengan kata bi al-‘adl/dengan adil. Ini
bukan berarti bahwa perintah islah yang pertama tidak harus dilakukan
dengan adil, hanya saja pada yang kedua itu ditekankan lebih keras lagi
karena yang kedua telah didahului oleh tindakan terhadap kelompok
yang enggan menerima islah yang pertama. Dalam menindak itu bisa jadi
terdapat hal-hal yang menyinggung perasaan atau bahkan menganggu
fisik yang melakukan islah itu sehingga jika ia tidak berhati-hati dapat saja
lahir ketidakadilan dari yang bersangkutan akibat gangguan yang
dialaminya pada upaya islah yang pertama. Dari sini, ayat di atas menyebut
secara tegas perintah berlaku adil itu.
Manusia tidak dapat hidup sendirian, selalu membutuhkan yang lain.
Keniscayaan itu melahirkan perlunya aturan hidup bersama. Hukum adalah
seperangkat peraturan bagaimana kehidupan bersama dapat dilakukan
dengan baik dan bermanfaat. Namun tak akan bermakna apabila tidak

4
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah; Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. (Jakarta;
Lentera Hati 2002) hal. 597
diperlakukan secara sama bagi setiap orang. Di sinilah, keadilan bagi
penegak hukum menjadi hal yang wajib dilaksanakan. Dalam menegakkan
keadilan, konsep persamaan hak manusia dibuktikan. Menegakkan keadilan
dalam hukum berarti memperlakukan orang lain sebagaimana diri sendiri
ingin diperlakukan. Bahkan, persamaan dan keadilan ini tidak hanya
dihadapan hukum, tetapi juga mencakup persamaan dihadapan Allah. Dan
persamaan itu sama sekali tidak memperhitungkan soal rizki, status sosial,
dan hal-hal lain.
Dalam QS. 4:135 ditegaskan bahwa Allah memerintahkan supaya
berlaku adil di antara sesama manusia, tanpa membedakan keturunan,
kekayaan, atau kekuasaan. Kewajiban berlaku adil disebabkan dua hal
utama:
a. Keadilan adalah milik semua orang tanpa pandang bulu.
Masyarakat biasa, bangsawan, miskin, ataupun kaya haruslah
mendapatkan perlakuan yang sama dihadapan hukum.
b. Rasulullah mengingatkan bahwa ketidakadilan hukum bisa
menjadi penyebab utama kerusakan masyarakat. Ketika hukum
hanya membela kelompok atas dan menindas kelompok
bawah, maka masyarakat berada di pintu kehancuran. Sebab,
keadilan adalah salah satu pilar utama dari bangunan
masyarakat. Menegakkan keadilan dilakukan di berbagai bidang
dan dengan berbagai cara misalnya menjalankan pemerintahan
bagi seorang pemimpin, atau memutuskan perkara bagi seorang
hakim. Hal itu berlaku pula di lingkungan keluarga dan hal-hal
lain.5
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
nilai kemasyarakatan yaitu adil yang dimaksud di sini adalah

5
Anwar Rosihan dkk, The Wisdom; Al-Qur’an Disertai Tafsir Tematis Yang Memudahkan Siapa
Saja Untuk Memahami Al-Qur’an. (Bandung; Al-Mizan 2014) hal. 201
menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Adil dalam hukum berarti
memperlakukan orang lain sebagaimana diri sendiri ingin diperlakukan.
PENUTUP

Kesimpulan
Tafsir Adab Al-Ijtima’i adalah Tafsir yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an
berdasarkan ketelitian ungkapan-ungkapan yang disusun dengan bahasa yang
lugas, dengan menekankan tujuan pokok diturukannya Al-Qur’an, kemudian
mengaplikasikannya pada tatanan kehidupan sosial

Corak penafsiran Adab Al-Ijtima’i ini meliputi beberapa hal pokok sebagai
berikut:
1. Memandang bahwa setiap surat merupakan satu kesatuan, ayat-
ayat mempunyai hubungan yang serasi.
2. Ayat-ayat bersifat umum.
3. Al-Qur’an sebagai sumber aqidah dan hukum.
4. Penggunaan akal secara luas dalam memahami ayat-ayat Al-
Qur’an.
5. Menentang dan memberantas Taqlid.
6. Mengaitkan interpretasi Al-Qur’an dengan kehidupan sosial
Daftar Pustaka

Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, (Jakarta; AMZAH 2014)

ejournal.iainsurakarta.ac.id

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah; Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.


(Jakarta; Lentera Hati 2002)

Anwar Rosihan dkk, The Wisdom; Al-Qur’an Disertai Tafsir Tematis Yang
Memudahkan Siapa Saja Untuk Memahami Al-Qur’an. (Bandung; Al-Mizan 2014)

Anda mungkin juga menyukai