Anda di halaman 1dari 49

FINAL

BAHASA ARAB

OLEH :
MUH HAMSAH. BR
20300120014

DOSEN
Prof.Dr.H. Syarifuddin Ondeng , M.Ag

PRODI MPI A
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT. Yang telah memberi karunia yang berupa
nikmat kesempatan, dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pembagian Kalimah dalam Bahasa Arab”. Shalawat dan salam
tercurahkan penuh kepada Rasulullah SAW.

Makalah ini di susun berdasarkan dukungan dan dorongan dari dosen, dan rekan-
rekan yang telah mengajar dan telah membimbing saya. Suatu kebahagiaan tersendiri
bagi saya dalam meyusun makalah ini, karena di sini saya bisa mengapresiasikan apa
yang ada dibenak sanubarinya yang berupa ide dan pikiran dalam rangka ikut
mencerdaskan generasi muslimin. Di sisi lain saya harus berpikir dan bekerja keras
agar makalah yang dibuat akan lebih baik untuk menjadi generasi bangsa yang cerdas
dan memiliki sikap berbudi pekerti yang luhur dan menjunjung tinggi harkat dan
martabat bangsa.

Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen, dan rekan-rekan yang telah
mendukung saya sehingga makalah ini dapat selesai dan tidak lupa saya
mengucapkan terimakasih kepada pembaca, yang apa bila ada kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Dan teriring doa semoga sukses.
Aamiin.

Pangkajene Kepulauan, 1 Januari 2021

MUH HAMSAH. BR
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I…………………………………………………………………………...…...1
PENDAHULUAN……………….……………………………………………...…...1
A. LATAR BELAKANG….……………………………………………………1
B. RUMUSAN MASALAH.……………………………….……………….......1
BAB II………………………….……………………………………………...…….2
PEMBAHASAN……………….……………………………………………………2
A. AL-KALIMAH ( ُ‫) ال َكلِ َمة‬.………..…………………….…………...………..2
B. TAQSIMUL KALIMAT / PEMBAGIAN KATA……...……...…………...4
C. TAQSIMUL ISM/ PEMBAGIAN ISM…………………….……….….....5
D. MUFRAD, MUTSANNA & JAMAK……………………………………...8
E. PEMBAGIAN FI’IL (‫………………)أَ ْق َسا ُم الفِعْ ِل‬.……………………….…..10
F. FI’IL MADHI, FI’IL MUDHORI’, & FI’IL AMR…………………….….11
G. FI'IL SHAHIH & FI'IL MU'TAL................................................................13
H. AQSAMUL MU'TAL..................................................................................14
I. FI'IL LAZIM & FI'IL MUTA'ADDI...........................................................17
J. AL - AHRUF................................................................................................19
K. HURUFUL JAR...........................................................................................22
L. TAQSIMUL JUMLAH FI'LIYAH..............................................................26
M. TAQSIMUL JUMLAH ISMIYAH...............................................................32
BAB III……………………………………………………………………….…….42
PENUTUP………………………………...………………………………………..43
A. KESIMPULAN…………………....…………………………………………43
B. SARAN............................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………....………45
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam Bahasa Arab,mempelajari Ilmu Nahwu sangatlah penting,karena dari
situlah bisa mempelajari bahasa arab dengan mudah. Selain itu,mempelajari Ilmu
Nahwu sangat penting untuk memahami Al-Qur’an, artinya;karena menurut kaidah
hukum Islam,mengerti Ilmu Nahwu bagi mereka yang ingin memahami Al-Qur’an
hukumnya fardhu ‘ain.
Dan sangat dianjurkan bagi manusia untuk menjaga lisannya dari kesalahan dan biasa
faham artinya Al-Qur’an dan Hadits maka oleh karena itulah Ilmu Nahwu harus
dipelajari dan dipahami lebih dahulu dibanding ilmu yang lain,karena tanpa Ilmu
Nahwu tidak akan pernah dapat dipahami.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Al-Kalimah(‫?) َكلِ َم ْة‬
2. Apa saja pembagian Al-Kalimah(‫?) َكلِ َم ْة‬
3. Apa saja pembagian Isim?
4. Apa saja fi’il dari segi jenis hurufnya dan pembagiannya?
5. Apa pengertian fi’il lazim dan muta’addi?
6. Apa pengertian huruf dan pembagiannya?
7. Jumlah fi’liyah dan jumlah ismiyah?
BAB II
PEMBAHASAN

A. AL-KALIMAH ( ُ‫) ال َكلِ َمة‬

Sebuah literatur berbahasa Arab, sepanjang apapun, sebenarnya hanya tersusun dari
kata. Kata demi kata disusun menjadi sebuah kalimat. Kalimat demi kalimat disusun
menjadi sebuah paragraf. Kemudian paragraf demi paragraf disusun menjadi sebuah
tulisan yang panjang hingga berlembar-lembar banyaknya. Kata artinya adalah
ucapanyang memiliki arti. Kata bahasa Arabnya adalah kalimat( ‫) ل َكلِ َمةُا‬, sedangkan
kalimat bahasa Arabnya adalah jumlah( ُ‫) ْال ُج ْملة‬.
1. Pembagian Kata
Dalam bahasa Arab, kata dibagi menjadi 3: Isim, Fi’il, dan Huruf.
a. Isim
Isim ( ‫ )اِْل ْس ُما‬adalah kata yang menunjukkan: Manusia, Hewan, Tumbuhan, Benda
Mati, Sifat, Waktu, dan Tempat.
Contoh:
‫ تَ َم ٌر‬: Kurma
‫ َح َج ٌر‬: Batu
‫ فِ ْي ٌل‬: Gajah
‫ َر ُج ٌل‬: Anak
‫ َمس ِْج ٌد‬: Masjid
‫ لَ ْي ٌل‬: Malam
‫صبَا ٌح‬
َ : Pagi
‫ َج ِم ْي ٌل‬: Indah

1) Ciri-ciri Isim
Isim bisa dikenali dengan 2 ciri yaitu:
a) Ada Alif-lam( ‫ ) ال‬di awalnya
b) Ada Tanwin di akhirnya.

Namun, Alif-lam dan Tanwin tidak boleh berkumpul dalam sebuah isim. Jika sebuah
isim sudah diberi Alif-lam, maka tidak boleh di tanwin. Begitupun sebaliknya.
Contoh:

‫ ( ْال َمس ِْج ٌد‬Salah )


‫ ( َمس ِْج ٌد‬Benar )
‫ ( ْال َمس ِْج ُد‬Benar )
‫ ( القَل ٌم‬Salah )
‫ ( ق ْقل ٌم‬Benar )
‫ ( ْالقَل ُم‬Benar )

b. Fi’il
Fi’il ( ‫ )لفِ ْعاُل‬adalah kata kerja. Fi’il dibagi menjadi 3 yaitu:
1) ‫ الفِ ْع ُل االَ ْم ِر‬: Kata kerja perintah
ُ ‫ار‬
2) ‫ع‬ ِ ‫ض‬ َ ‫ ْالفِ ْع ُل ْال ُم‬: Kata kerja untuk waktu sekarang/akan datang
ِ ‫الفِ ْع ُل ْال َم‬:
3) ‫اضي‬ ْ Kata kerja untuk waktu lampau

Contoh:
ْ‫( ْكتب‬Tulislah!)
ُ‫(ي ْكتب‬Sedang/akan menulis)
َ ‫( َكت‬Telah menulis)
‫َب‬

c. Huruf
Huruf ( ُ‫ ) ْالـ َحرْ ف‬adalah kata depan atau kata sambung.
Contoh:
‫ ( فِ ْي‬Di dalam )
‫ ( َعلَي‬Di atas )
‫ ( اِلي‬Ke )
‫ ( ِم ْن‬Dari )
ْ‫ (و‬Atau )
‫ ( َو‬Dan )
‫ ( لِـ‬Untuk/milik )
‫ب‬
ِ ( Dengan )

B. TAQSIMUL KALIMAT / PEMBAGIAN KATA


1. Al-Muqaddimah:
Sebagai pengenalan dalam bahasa arab, kita perlu mengetahui pembagian bahasa arab
itu sendiri. Layaknya bahasa Indonesia atau bahasa lainnya, maka Bahasa arab juga
terdiri dari tiga komponen dasar, yaitu ;
a. Satuan bunyi yang disebut dengan huruf..
Contoh:
‫د‬-‫ج‬-‫س‬-‫م‬
b. Susunan huruf yang memiliki arti tertentu yang disebut "kalimatun/ ‫ " َكلِي َمة‬atau
kita kenal dengan kata. “kalimatun” dalam bahasa arab artinya adalah kata.
Contoh:
Masjid = masjidun / ‫َم ْس ِج ٌد‬
c. Rangkaian kata yang mengandung pikiran yang lengkap yang disebut
"jumlatun ‫ " جُملَة‬atau kita kenal dengan kalimat.
Contoh:
Saya shalat di masjid = usholli fil masjidi / ِ ‫صلِّي فِي ْال َم ْس ِجد‬
َ ُ‫ا‬

2. Al-Maddah:
Di dalam tata bahasa Arab, “Kata/Kalimatun” dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu:
a. Ismun ( ‫ ) اِسْم‬atau "nama/kata benda"
Yaitu semua nama/kata selain dari kata kerja dan harfun. Baik itu nama manusia,
hewan, banda, ataupun lainnya.
Contoh:
masjid = masjidun / ‫َمس ِْجد‬
buku = kitaabun / ُ‫ِكتاَب‬
pintu = baabun / ُ‫بَاب‬
b. Fi’lun ( ‫ ) فِعْل‬atau "kata kerja"
Yaitu semua kata kerja.
Contoh:
َ ُ‫ا‬
saya sedang shalat = ushalli / ‫صلِّي‬
kami sedang menulis = naktubu / ُ‫نَكتُب‬
dia sedang belajar = yata’allamu / ‫يَتَ َعلَّ ُم‬
c. Harfun ( ‫ ) َحرْ ف‬atau "kata pelengkap"
Yaitu semua kata pelengkap yang tidak berdiri sendiri, dan berfungsi untuk
menyambungkan kata yang lain.
Contoh:
di dalam = fii / ‫فِ ْي‬
di atas = ‘alaa / ‫َعلَى‬
dari = min / ‫ِمن‬

C. Taqsimul Ism / Pembagian Ism


Pembagian Isim ditinjau dari segi kejelasannya dibagi 2 :
Isim Nakiroh: Isim Nakiroh adalah isim yang belum jelas penunjukannya
Contoh:
‫ ~ ُم ْسلِ ٌم‬muslimun= Seorang muslim.
ٍ ِ‫ ~ ِكتَابُ طَال‬kitaabu thaalibin = Buku seorang mahasiswa
‫ب‬

1. Isim Ma’rifah
Isim Ma’rifah adalah isim yang sudah jelas penunjukannya.
a. Dhomir (kata ganti orang)
Contoh:
‫ ~ ه َُو‬huwa = dia
َ‫ ~ أَ ْنت‬anta = kamu
‫ ~ أَنَا‬ana = aku

b. Isim Isyaroh (kata penunjuk)


Contoh:
‫ ~ هَ َذا‬hadzaa = ini
َ‫ ~ َذالِك‬dzaalika =itu

c. Isim Maushul (kata sambung)


Contoh:
ْ‫ ~ اَلَّ ِذي‬alladzii = yang (bentuk tunggal)
َ‫ ~ اَلَّ ِذ ْين‬alladziina = yang (bentuk jamak)

d. ‘Alam (nama orang)


Contoh:
‫' ~ ُع َم ُر‬Umaru = Umar
‫ ~ ُم َح َّم ٌد‬Muhammadun = Muhammad
ُ‫ ~ َخ ِدي َْجة‬Khadiijatu = Khadijah
e. Isim diawali alif dan lam
Contoh:
ُ ‫ ~ اَ ْلبَي‬al-baitu = rumah itu
‫ْت‬
‫ ~ اَ ْل ِمصْ بَا ُح‬al–mishbaahu = lampu itu
‫ ~ اَ ْل َمس ِْج ُد‬al-masjidu = mesjid itu

f. Isim yang disandarkan pada isim ma’rifah yang lain


Contoh:
‫ ~ ِكتَابُ ُم َح َّم ٍد‬kitaabu muhammadin

ِ ‫صا ِحبُ البَ ْي‬


‫ت‬ َ ~ shaahibul baiti = tuan rumah

1.Isim Nakiroh biasanya mempunyai harokat akhir yang bertanwin.


Contoh:
‫ ~ ُم ْسلِ ٌم‬muslimun = seorang muslim
‫ ~ ِمصْ بَا ٌح‬mishbaahun = sebuah lampu

2.Nama orang walaupun bertanwin tetap dikatakan sebagai isim ma’rifah dan bukan
sebagai isim nakiroh.
Contoh:
‫ ~ ُم َح َّم ٌد‬Muhammadun = Muhammad
‫ ~ َز ْي ٌد‬Zaydun = Zayd

3.Apabila suatu isim disandarkan pada isim nakiroh, maka dia adalah isim nakiroh.
Namun apabila disandarkan pada isim ma’rifah, maka dia adalah juga sebagai isim
ma’rifah.
Contoh:
ٍ ِ‫ ~ ِكتَابُ طَال‬kitaabu thoolibin = kitab seorang mahasiswa.
‫ب‬
ٍ ِ‫ طَال‬belum jelas penunjukannya, maka Isim ini adalah
Kitab disandarkan kepada ‫ب‬
Isim Nakhiroh.
‫ ~ ِكتَابُ ُم َح َّم ٍد‬kitaabu Muhammadin = kitab Muhammad.
Kitab disandarkan kepada ‫'( ُم َح َّم ٍد‬Alam) sudah jelas penunjukannya. Isim ini adalah
Isim Ma'rifah.

D. MUFRAD, MUTSANNA & JAMAK


Isim (kata benda) dilihat dari jumlahnya terbagi menjadi tiga, yaitu :
a. Isim mufrad ( ‫اال ْس ُم ْال ُم ْف َر ُد‬
ِ )
Isim mufrad adalah isim yang menunjukkan jumlah satu (1) atau tunggal.
Contoh :
‫ ( ُم ْسلِ ٌم‬muslimun = seorang muslim
ٌ‫ ( ُم ْسلِ َمة‬muslimatun = seorang muslimah

ٌ‫ ( ِكتَاب‬kitaabun = sebuah buku


ٌ‫َّارة‬
َ ‫ ( َسي‬sayyaarotun = sebuah mobil

b.Isim mutsanna ( ‫) ا ِال ْس ُم ْال ُمثَنَّي‬


Isim mutsanna atau tatsniyah adalah isim yang menunjukkan jumlah dua (2) atau
ganda.
Contoh :
‫ ( ُم ْسلِ َما ِن‬muslimaani = dua orang muslim

ِ ‫ ( ُم ْسلِ َمت‬muslimataani = dua orang muslimah


‫َان‬
‫ان‬
ِ َ‫ ( ِكتَاب‬kitaabaani = dua buku
‫َان‬
ِ ‫َّارت‬
َ ‫ ( َسي‬sayyaarotaani = dua mobil
Cara membuat isim mutsanna:
“Harokat akhir dari isim mufrad diganti fathah, kemudian akhir kata tersebut
ditambahkan alif ( ‫ ) ا‬dan nun ( ‫ ) ن‬atau ya ( ‫ ) ي‬dan nun ( ‫) ن‬, dengan nun-nya
dikasroh”.

c.Isim jamak ( ‫) اِ ْس ُم ْال َج ْم ِع‬


Isim jamak adalah isim yang menunjukkan jumlah banyak ( lebih dari dua ) / plural.
Isim jamak terdiri dari tiga jenis, yaitu :
1) Jamak mudzakkar salim ( ‫) َج ْم ُع ُم َذ َّك ٍر َسالِ ٌم‬
Misal : َ‫ ( ُم ْسلِ ُموْ ن‬muslimuuna ) = banyak muslim, َ‫ ( ُم َد ِّرسُوْ ن‬mudarrisuuna ) = guru-
guru (banyak guru).
Cara membuat isim jamak mudzakkar salim:
“Akhir kata isim mufrod ditambahkan dengan wawu dan nun yang didahului oleh
harokat dhommah".

2) ٍ َّ‫) َج ْم ُع ُم َؤن‬
Jamak muannats salim ( ‫ث َسالِ ٌم‬
ٌ ‫ ( ُم ْسلِ َم‬muslimaatun ) = banyak muslimah, ‫ات‬
Misal : ‫ات‬ ٌ ‫ ( ُم َد ِّر َس‬mudarrisaatun ) =
banyak guru perempuan, ‫ات‬ ٌ ‫ ( َسيَّا َر‬sayyaarootun ) = mobil-mobil (banyak mobil).

Cara membuat jama' muannats salim:


''Ta’ marbutoh pada isim mufrod muannats dihilangkan, kemudian harokat akhir
dijadikan fathah, lalu ditambahkan dengan alif dan ta' ".

3) Jamak taksir
Misal : ٌ‫ ( طُالَّب‬thullaabun ) = para siswa, ‫ ( ِر َجا ٌل‬rijaalun ) = para lelaki, ٌ‫ ( ُكتُب‬kutubun )
= buku-buku, ‫ت‬ ٌ ْ‫ ( بُيُو‬buyuutun ) = rumah-rumah.

Jamak taksir memiliki banyak pola dan tidak teratur, tidak seperti halnya jamak
mudzakkar salim dan jamak muannats salim yang hanya memiliki satu pola. Untuk
mengetahui jamak taksir suatu isim, maka kita harus banyak-banyak berinteraksi dgn
bhs Arab atau sering-seringlah melihat kamus.
َ ‫)أَ ْق‬
E. PEMBAGIAN FI’IL (‫سا ُم الفِ ْع ِل‬
1. Pembagian Fi’il Ditinjau Dari Waktu Terjadinya (‫)تَ ْق ِس ْي ُم ْالفِع ِْل بالنَّظَ ِر إِلَى َز َم ِن ُوقُوْ ِع ِه‬
Pembagian Fi''il Ditinjau Dari Waktu Terjadinya dibagi atas 3, yaitu:
a. Fi’il Madhi: adalah Fi’il yang menunjukkan kejadian pada waktu lampau
Contoh:
َ َ‫~ خَ ل‬khalaqa = telah menciptakan
‫ق‬
‫~ خَ َر َج‬kharaja = telah keluar
‫ ~ أَ َم َر‬amara = telah memerintah
‫~ أَ َك َل‬akala = telah makan
b. Fi’il Mudhori’: adalah Fi’il yang menunjukkan kejadian pada waktu sekarang
atau akan datang
Contoh:
ُ ُ‫~ يَ ْخل‬yakh-luqu = sedang/akan mencipta
‫ق‬
‫~ يَ ْخ ُر ُج‬yakh-ruju = sedang/akan keluar
‫ ~ يَأْ ُم ُر‬ya'-muru = sedang/akan memerintah
‫~ يَأْ ُك ُل‬ya'-kulu = sedang/akan makan
c. Fi’il Amr: adalah Fi’il yang digunakan untuk menuntut terjadinya sesuatu
pada waktu setelah pengucapan (kata kerja perintah)
Contoh:
ْ‫~ اُ ْد ُخل‬udkhul ! = Masuklah!
ْ‫~ اُ ْخ ُُرج‬ukhruj! = Keluarlah!
ْ‫~ اِجْ لِس‬ijlis ! = Duduklah!
‫~ اِرْ فَ ْع‬irfa'! = Angkatlah!
F. FI’IL MADHI, FI’IL MUDHORI’, & FI’IL AMR
Kata kerja atau Kalimah F’il terbagi tiga:
1. Fi’il Madhi – Kata kerja Bentuk Lampau:
Kata kerja menunjukkan kejadian bentuk lampau, yang telah terjadi sebelum masa
berbicara. Seperti :
َ‫ قَ َرأ‬: “Telah membaca”.

Tanda-tandanya adalah dapat menerima Ta’ Fa’il dan Ta’ Ta’nits Sakinah. Seperti :
ُ ‫(قَ َر ْأ‬Qoro'tu) = “Aku telah membaca”, dan
‫ت‬
ْ َ‫( قَ َرا‬Qoro'at) = “Dia (seorang perempuan) telah membaca”.
‫ت‬

2. Fi’il Mudhori’ – Kata kerja bentuk sedang atau akan:


Kata kerja menunjukkan kejadian sesuatu pada saat berbicara atau setelahnya, pantas
digunakan untuk kejadian saat berlangsung atau akan berlangsung.
Dapat dipastikan kejadian itu terjadi saat berlangsung dengan dimasukkannya Lam
Taukid dan Ma Nafi. Seperti:
‫قَا َل إِنِّي لَيَحْ ُزنُنِي أَ ْن ت َْذهَبُوا بِ ِه‬
Berkata Ya’qub: “Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat
menyedihkanku…

ٍ ْ‫ي أَر‬
ُ ‫ض تَ ُم‬
‫وت‬ ِّ َ ‫َو َما تَ ْد ِري نَ ْفسٌ َما َذا تَ ْك ِسبُ َغدًا َو َما تَ ْد ِري نَ ْفسٌ بِأ‬
…Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana
dia akan mati…
Dapat dipastikan kejadian itu terjadi akan berlangsung dengan dimasukkannya :
‫ ان‬,‫ أن‬,‫ لن‬,‫ سوف‬,‫س‬.
Syin, Saufa, Lan, An dan In.
Seperti:
ٍ َ‫َسيَصْ لَى نَارًا َذاتَ لَه‬
‫ب‬
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
‫َوأَ َّن َس ْعيَهُ َسوْ فَ ي َُرى‬
dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).
َ َ‫قَا َل َربِّ أَ ِرنِي أَنظُرْ إِلَ ْيكَ ق‬
‫ال لَن ت ََرانِي‬
berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku
dapat melihat kepada Engkau.” Tuhan berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup
melihat-Ku
َ‫َوأَ ْن تَصُو ُموا خَ ْي ٌر لَ ُك ْم إِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬
Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
‫َوإِن يَتَفَ َّرقَا يُ ْغ ِن هَّللا ُ ُكًالـًّ¯ ِّمن َس َعتِ ِه‬
Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-
masingnya dari limpahan karunia-Nya.
Tanda-tanda Fi’il Mudhori’ adalah: bisa dimasuki ‫ لَ ْم‬seperti contoh:
‫لَ ْم يَ ْق َر ْأ‬
artinya: tidak membaca.
Ciri-ciri Kalimah Fi’il Mudhari’ adalah dimulai dengan huruf Mudhoro’ah yang
empat yaitu ‫ أ – ن – ي – ت‬disingkat menjadi ‫أنيت‬.
Huruf Mudhara’ah Hamzah dipakai untuk Mutakallim/pembicara/orang pertama
tunggal/Aku. contoh :
‫أضرب‬
Adhribu = aku akan memukul
Huruf Mudhara’ah Nun dipakai untuk Mutakallim Ma’al Ghair/pembicara/orang
pertama jamak/Kami. contoh
‫نــضرب‬
Nadhribu = kami akan memukul
Huruf Mudhara’ah Ya’ dipakai untuk Ghaib Mudzakkar/orang ketiga male, tunggal,
dual atau jamak/dia atau mereka. contoh
‫يــضرب‬
Yadhribu = dia (pr) akan memukul
‫يــضربان‬
Yadhribaani = dia berdua (lk-pr) akan memukul
‫يــضربون‬
Yadhribuuna = mereka (lk) akan memukul
‫يــضربن‬
Yadhribna = mereka (pr) akan memukul
Huruf Mudhara’ah Ta’ dipakai untuk Mukhatab secara Mutlaq/orang kedua male atau
female, juga dipakai untuk orang ketiga female tunggal dan dual. contoh :
‫تــضرب‬
Tadhribu = kamu (lk)/dia (pr) akan memukul
‫تــضربا‬
Tadhribaa = kamu berdua (lk-pr)/dia berdua (pr) akan memukul
‫تــضربون‬
Tadhribuuna = kamu sekalian (lk) akan memukul
‫تــضربين‬
Tadhribiina = kamu (pr) akan memukul
‫تــضربن‬
Tadhribna = kamu sekalian (pr) akan memukul
3. Fi’il Amar – Kata kerja bentuk perintah :
Kata kerja untuk memerintah atau mengharap sesuatu yang dihasilkan setelah masa
berbicara. contoh:
ْ ‫ا ْق‬
‫رأ‬
Iqro’ = bacalah.
Tanda-tandanya adalah dapat menerima Nun Taukid beserta menunjukkan perintah.
contoh
‫ا ْق َرأَ َّن‬
Iqro’ anna = sungguh bacalah.
G. FI’IL SHAHIH & FI’IL MU’TAL

1. Fi’il Shahih
Fi’il Shahih adalah kalimah fi’il yang bentuk hururf-huruf aslinya, bebas dari huruf
illah (‫)و – ا – ي‬.
Termasuk golongan Fi’il Shahih adalah:
a. Fi’il Bina’ Shahih/Salim
b. Fi’il bina’ Mahmuz
c. Fi’il bina’ Mudha’af

2. Fi’il Mu’tal
Fi’il Mu’tal adalah kalimah fi’il yang salah satu atau dua huruf asalnya teridiri dari
huruf illah (‫)و – ا – ي‬.
Termasuk golongan fi’il mu’tal adalah:
a. Fi’il Bina’ Mitsal
b. Fi’il bina’ Ajwaf
c. Fi’il bina’ Naqish
d. Fi’il bina’ Lafif Mafruq
e. Fi’il bina’ Lafif Maqrun

H. AQSAMUL MU’TAL

Fi'il Mu'tal terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Mu'tal Fa’ / Bina’ Mitsal


ِ ‫ال ْال َح َر َكا‬
‫ت‬ َّ ‫ ْال ِمثَالُ؛ لِ ُم َماثَلَتِ ِه ْال‬: ُ‫ َويُقَا ُل لَه‬.‫ ْال ُم ْعتَلُّ ْالفَا ِء‬:‫ اأْل َ َّو ُل‬.
ِ ‫ص ِح ْي َح فِ ْي احْ تِ َم‬
Fi’il Mu’tal yang pertama adalah : Mu’tal Fa’ (huruf illah ada di Fa’ Fi’ilnya) disebut
juga bina’ Mitsal (serupa) karena keserupaannya dengan bina’ Shahih dalam hal
dapat menerima harakat,

2. Mu'tal Fa’ Wasi / Bina’ Mitsal Wawi

ِ ‫ َو ِم ْن َمصْ د‬,‫ْر ْال َعي ِْن‬


,‫َر ِه الَّ ِذيْ َعلَ َى فِ ْعلَ ٍة‬ ِ ‫ بِ َكس‬,‫ع الَّ ِذيْ َعلَ َى يَ ْف ِع ُل‬
ِ ‫ار‬
ِ ‫ض‬ َ ‫ فَتُحْ َذفُ ِمنَ ْالفِع ِْل ْال ُم‬.‫أَ َّما ْال َوا ُو‬
,‫ك َموْ ُعوْ ٌد‬ َ ‫ َو َذا‬,‫اع ٌد‬ ُ
ِ ‫ فَهُ َو َو‬,‫ َو َو ْعدًا‬,ً‫ َو َع َد يَ ِع ُد ِع َدة‬:‫ تَقوْ ُل‬,‫ار ْيفِ ِه‬ ِ ‫ص‬ َ َ‫ َوتُ َسلَّ ُم فِ ْي َسائِ ِر ت‬,‫ْر ْالفَا ِء‬ِ ‫بِ َكس‬
ْ
‫ت ال َوا ُو‬ ُ ُ َ ْ َ ُ َ َ ً َ
ِ ‫ أ ِع ْي َد‬.‫ فإِذا أ ِز ْيلت ك ْس َرة َما بَ ْع َدهَا‬, ‫ق يَ ِمق ِمقة‬ ُ َ ‫ َوكذلِكَ َو ِم‬.‫ التَ ِعد‬:‫ َوالن ْه ُي‬,‫ ِعد‬:‫َواأْل َ ْم ُر‬
َ َ ْ َ َّ ْ
‫ لَ ْم يُوْ َع ْد‬: ‫ْال َمحْ ُذوفَةُ؛ نَحْ ُو‬
Adapun waw (mu’tal fa’ wawi/mitsal wawi) maka dibuang pada fi’il mudhari’nya
yang mengikuti wazan yaf’ilu –dengan kasrah ‘ain fiilnya, juga pada isim
mashdarnya yang mengikuti waza fi’latan –dengan kasrah fa’ fiilnya. Dan selamat
pada sisa tashrifannya yg lain. contoh kamu mengatakan: wa’ada – ya’idu – ‘idatan
-wa- wa’dan -fahuwa- waa’idun -wadzaaka- maw’uddun – id, dan bentuk fi’il
nahinya: laa ta’id. demikian juga contoh: wamiqa – yamiqu – miqatan. Bilamana
harakat Kasrah pada huruf setelah waw dihilangkan, maka waw yang dibuang tsb
dikembalikan. contoh: lamyuu’ad.

‫ت ْال َوا ُو يَا ًء؛ لِ ُس ُكوْ نِهَا‬ ِ َ‫ قُلِب‬,ْ‫ اِوْ َجل‬:ُ‫ ا ْي َجلْ أَصْ لُه‬:ُ‫ َواأْل َ ْم ُر ِم ْنه‬,‫ح؛ َك َو ِج َل يَوْ َج ُل‬ ِ ‫ُت فِ ْي يَ ْف َع ُل بِ ْالفَ ْت‬ُ ‫َوت َْثب‬
‫ َوتُ ْكتَبُ بِ ْاليَا ِء‬,‫او‬ ِ ‫ تُ ْلفَظُ بِ ْال َو‬,ْ‫ يَا زَ ْي ُد ا ْي َجل‬:‫ فَتَقُوْ ُل‬,‫ت ْال َوا ُو‬ َ ‫ فَإ ِ ِن ا ْن‬. ‫ار َماقَ ْبلَهَا‬
ِ ‫ عَا َد‬,‫ض َّم َماقَ ْبلَهَا‬ ِ ‫َوا ْن ِك َس‬
Wawu itu tetap (tidak dibuang) didalam fi’il mudhari wazan yaf’alu dengan fathah
‘ain fi’ilnya; seperti wajila-yaujalu, dan bentuk fi’il amarnya adalah iyjal asalnya:
iwjal waw diganti ya’ karena waw sukun dan huruf sebelumnya berharakat kasrah,
dan jika huruf sebelumnya berharakat dhommah, maka waw-nya dikembalikan,
contoh kamu mengatakan yaa zaidu-wjal “hai zaid hati-hatilah!” dilafazhkan dengan
waw dan ditulis dengan ya.

‫ التَوْ ُج ْه‬:‫ َو ْالنَّ ْه ُي‬,‫ أُوْ ُج ْه‬:‫ َواأْل َ ْم ُر‬,ُ‫ض ِّم؛ َك َو ُجهَ يَوْ َجه‬
َّ ‫ُت أَ ْيضًا فِ ْي يَ ْف ُع ُل بِ ْال‬
ُ ‫ َوت َْثب‬.
Demikian juga wawu itu tetap (tidak dibuang) didalam fi’il mudhari wazan yaf’ulu
dengan harakat dhommah ‘ain fi’ilnya; seperti wajuha-yaujahu, bentuk fi’il amarnya
adalah uwjuh, bentuk fi’il nahinya adalah laa tawjuh.

,‫ْر‬ِ ‫ بِ ْال َكس‬,‫ َويَهَبُ ؛ أِل َنَّهَا فِ ْي اأْل َصْ ِل يَ ْف ِع ُل‬,‫ع‬ َ َ‫ َوي‬,‫ َويَ َس ُع‬,ُ ‫ت ْال َوا ُو ِم ْن يَطَأ‬
ُ ‫ َويَ َد‬,‫ َويَقَ ُع‬,‫ض ُع‬ ِ َ‫َو ُح ِذف‬
َ ْ
‫ف الفا ِء‬ ْ
ِ ‫ق بَع َد َحذ‬ْ ْ ْ
ِ ‫ف ال َحل‬ ْ‫ر‬ ُ‫ْن‬
ِ ‫ت ال َعي ؛ لِ َح‬ْ َ َ
ِ ‫ففت َح‬.َ
Wawu fa’ fi’il juga dibuang pada fi’il mudhari’: yatha’u, yasa’u, yadha’u, yaqa’u dan
yahabu; karena sesungguhnya lafazh-lafazh tsb pada asalnya mengikuti wazan yaf’ilu
–dg kasrah ‘ain fi’ilnya. Setelah wawu fa’ fi’ilnya dibuang, kemudian ‘ain fiilnya
difathahkan karena ada huruf Halaq.

ِ ‫ َو َح ْذفُ ْالفَا ِء َدلِ ْي ٌل َعلَى أَنَّهُ َو‬. ‫ع َويَ َذ ُر‬


ٌّ‫اوي‬ ِ ‫ َوأَ َماتُوْ ا َما‬,‫ع‬
ُ ‫ض َي يَ َد‬ ْ َ‫َو ُح ِذف‬
ُ ‫ت ِم ْن يَ َذرُ؛ لِ َكوْ نِ ِه بِ َم ْعنَى يَ َد‬
Wawu fa’ fi’il juga dibuang pada fi’il mudhari’: yadzaru, karena alasan searti dengan
lafazh yada’u, mereka (orang arab) tidak mengindahkan fi’il madhinya lafazh yada’u
dan yadzaru, adapun pembuangan fa’ fi’il, merupakan bukti bahwasanya yang
dibuang adalah huruf wawu (mitsal wawi).

3. Mu'tal Fa’ Ya-i/ Bina’ Mitsal Ya-i

َ‫ َوتَقُوْ ُل فِ ْي أَ ْف َع َل ِمن‬,ُ‫س يَيْأَس‬


َ ِ‫ َويَئ‬,‫ َويَ َس َر يَي ِْس ُر‬,ُ‫ يَ ُمنَ يَ ْي ُمن‬:‫ُت َعلَ َى ُك ِّل َحا ٍل؛ نَحْ َو‬ ُ ‫ فَت َْثب‬.‫َوأَ َّما ْاليَا ُء‬
‫ض َم ِام َما‬ ْ ُ ْ ْ
ِ ‫ت اليَا ُء ِمنهَا َوا ًوا؛ لِ ُسكوْ نِها َوان‬ ُ
ِ َ‫ فَقلِب‬,‫ك ُموْ َس ٌر‬ َ ‫ َوذا‬,‫ فَه َُو ُموْ ِس ٌر‬,‫ أَ ْي َس َر يُوْ ِس ُر إِ ْي َسارًا‬:‫ْاليَائِ ِّي‬
َ
‫قَ ْبلَهَا‬
Adapun ya (mu’tal fa’ ya-i/mitsal ya-i) maka ia tetap (tanpa dibuang) pada semua
keadaan (baik harakat ‘ain fiil mudhari’nya dhommah, kasrah atau fathah) contoh
“yamuna yaymunu”, “yasara yaysiru”, “ya-isa yay-asu”. Dan contoh kamu berkata
untuk wazan af-ala (ruba’i): “aysaro yuusirun iisaaron” (asalnya yuysiru) fahuwa
“muusirun” (asalnya muysirun), wadzaaka “muusarun” (asalnya muysarun) huruf ya-
nya diganti wawu, karena ia sukun dan sebelumnya ada huruf berharakat dhommah.

4. Mu’tal fa’wawi/ya’i atau Bina’ mitsal wawi/ya-i dalam mengikuti wazan af-ala

َ‫ َو َذاك‬,‫ فَهُ َو ُمتَّ ِع ٌد‬,‫ اِتَّ َع َد يَتَّ ِع ُـد اِتِّ َعادًا‬:‫ َوتُ ْد َغ َما ِن فِ ْي تَا ِء ا ْفتَ َع َل؛ نَحْ ُو‬,‫َوفِ ْي ا ْفتَ َع َل ِم ْنهُ َما تُ ْقلَبَا ِن تَا ًء‬
َ‫ َو َذاك‬,‫ فَهُ َو ُموْ ت َِع ٌد‬,‫ اِ ْيتَ َع َد يَات َِع ُد‬:‫ َوقَ ْد يُقَا ُل‬,‫ َو َذاكَ ُمتَّ َس ٌر‬,‫ فَه َُو ُمتَّ ِس ٌر‬,‫ َواتَّ َس َر يَتَّ ِس ُر اِتِّ َسارًا‬,‫ُمتَّ َع ٌد‬
ٌ ‫ َوهَ َذا َم َك‬,‫ك ُموْ تَ َس ٌر بِ ِه‬
‫ان ُموْ تَ َس ٌر فِ ْي ِه‬ َ ‫ َو َذا‬,‫ فَهُ َو ُموْ ت َِس ٌر‬,‫ َوا ْيتَ َس َر يَاتَ ِس ُر‬.‫ُموْ تَ َع ٌد‬
Dan contoh untuk wazan ifta’ala (khumasi) dari keduanya (mu’tal fa –mitsal
wawi/yai) : maka waw/ya’ diganti ta’ kemudian di-idghamkan pada ta’nya ifta’ala.
Contoh:
“itta’ada” (asalnya iwta’ada), “yatta’idu” (asalnya yawta’idu), “itti’aadan” (asalnya
iwti’aadan) fahuwa “mutta’idun” (asalnya muwta’idun) wadzaaka “mutta’adun”
(asalnya muwta’adun). Dan contoh: “ittasaro – yattasiru – ittisaaron fahuwa
muttasirun wadzaaka muttasarun” (asalnya sebanding dengan itta’ada).
Terkadang juga diucapkan :
“iita’ada – yaata’idu fahuwa muuta’idun wadzaaka muuta’adun” dan “iitasaro –
yaatasiru fahuwa muutasirun wadzaaka muutasarun bihi wa hadza makaanun
muutasarun fiihi. (waw/ya sukun, diganti alif karena jatuh sesudah fathah, diganti ya
karena jatuh sesudah kasrah dan diganti waw karena jatuh sesudah dhamma).
5. Bina’ mitsal + Mudha’af

ْ‫ضض‬ َ ‫ كإ ِ ْع‬,‫ اِ ْي َد ْد‬:‫ َوتَقُوْ ُل فِ ْي اأْل َ ْم ِر‬,ُّ‫ َك ُح ْك ِم عَضَّ يَ ِعض‬,‫َو ُح ْك ُم َو َّد يَ َو ُّد‬
Sedangkan ketetapan lafazh “wadda – yawaddu” (mu’tal fa’-
mudho’af/mitsal+mudha’af) juga diberlakukan seperti ketetapan pada lafazh
“‘adhdho – ya’idhdhu” (dalam hal wajib idgham, jaiz idgham, dilarang idgham dll, –
lihat bab mudho’af/bab idgham pada perlajaran lalu). contoh di dalam fi’il amarnya :
“iidad” berlaku hukum separti “i’dhadh” (jaiz idham).
‫ إِ َذا‬,‫ُف‬ ٍ ‫ض ْي ِه َعلَى ثَاَل ثَ ِة أَحْ ر‬ ِ ‫ َو ُذو الثَّالَثَ ِة ؛ لِ َكوْ ِن َما‬,ُ‫ اأْل َجْ َوف‬:ُ‫ َويُقَا ُل لَه‬,‫ ْال ُم ْعتَلُّ ْال َع ْي ِن‬:‫ْالثَّانِ ْي‬
‫ْت‬ُ ‫ت َوبِع‬ ُ ‫ قُ ْل‬:‫ أَ ْخبَرْ تَ ع َْن نَ ْف ِسكَ؛ نَحْ ُو‬,
Fi’il Mu’tal yang kedua adalah : Mu’tal ‘Ain (huruf illah ada di ‘Ain Fi’ilnya) disebut
juga bina’ Ajwaf (berlubang) atau disebut juga Dzu Tsalaatsah (si empunya 3 huruf)
karena pada fi’il madhinya tetap tiga huruf saat kamu mengabari tentang dirimu
contoh: “qu.l.tu” (qof, lam, ta) dan “bi.’.tu” (ba, ‘ain, ta).
‫َاح َما قَ ْبلَهُ َما؛‬ ِ ‫ َوا ْنفِت‬,‫ َس َوا ٌء َكانَ َوا ًوا أَوْ يَا ًء؛ لِت ََحرُّ ِك ِه َما‬,‫ض ْي أَلِفًا‬ ِ ‫فَ ْال ُم َج َّر ُد ِم ْنهُ تُ ْقلَبُ َع ْينُهُ فِي ْال َما‬
‫صان َوبَا َع‬ َ :‫نَحْ ُو‬
Maka bentuk fi’il mujarradnya (tsulatsi mujarrad) ‘ain fi’il madhinya diganti alif,
baik berupa Waw atau Ya, karena ia berharakat dan huruf sebelumnya berharakat
fathah, contoh: shoona dan baa’a.
,‫ي إِلَى فَع َُل‬ ِّ ‫او‬ ِ ‫ نُقِ َل فَ َع َل ِمنَ ْال َو‬. ‫ب أَوْ َج ْم ِع ْال ُم َؤنَّثَ ِة ْالغَائِبَ ِة‬ ِ َ‫ أَوْ ْال ُمخَاط‬,‫ض ِم ْي ُر ْال ُمتَ َكلِّ ِم‬ َ َّ‫فَإ ِ ْن ات‬
َ ‫ص َل بِ ِه‬
ُ,‫ض َّمة‬ َّ ‫ت ال‬ ِ ‫ َونقِل‬,‫ َواَل ف ِع َل إِذا َكانَا أصْ لِيَّ ْي ِن‬,‫ َول ْم يُ َغيَّرْ ف ُع َل‬, ‫َو ِمنَ ْاليَائِ ِّي إِلى ف ِع َل؛ َداَل لة َعل ْي ِه َما‬
َ ُ َ َ َ َ َ َ ً َ َ َ
‫َت صانَتَا‬ ْ ‫صان‬ َ , ‫صانُوْ ا‬ َ ‫صانَا‬ َ َ‫صان‬ َ :‫ فَتَقُوْ ُل‬,‫ت ْال َعيْنُ ؛ اِل ْلتِقَا ِء ْالسَّا ِكنَ ْي ِن‬
ِ َ‫ َو ُح ِذف‬,‫َو ْال َكس َْرةُ إِلَى ْالفَا ِء‬
ْ
,‫ بَا َع بَاعَا بَا ُعوْ ا‬:‫ َوتَقُوْ ُل فِي اليَائِ ِّي‬.‫صنَّا‬ ُ ‫ت‬ ُ ‫ص ْن‬ُ ,‫ص ْنتُ َّن‬ ُ ‫ص ْنتُ َما‬ َ ‫ت‬ ِ ‫ صُ ْن‬,‫ص ْنتُ ْم‬ ُ ‫ص ْنتُما‬ َ َ‫ص ْنت‬ ُ ,‫صُن‬ َّ
‫ْت بِ ْعنَا‬ ُ ‫ بِع‬,‫ت بِ ْعتُ َما بِ ْعتُ َّن‬ ِ ‫ بِ ْع‬,‫ بِعْتَ بِ ْعتُ َما بِ ْعتُ ْم‬,َ‫ بَاعَت بِا َعتَا بِ ْعن‬. ْ
Jika (fi’il madhi mu’tal ‘ain/bina’ ajwaf tsb) bersambung dengan dhamir mutakallim
atau mukhotob atau jama’ muannats ghaib, maka bina’ ajwaf wawi yang ikut wazan
fa’ala (fathah ain fiil) dipindah dulu ke wazan fa’ula (dhommah ain fi’il) dan untuk
bina’ ajwaf ya’i dipindah dulu ke wazan fa’ila (fathah ain fi’il) demikian ini sebagai
penunjukan atas kedua huruf tsb (waw atau ya). Dan tidak ada pemindahan wazan
fa’ula ataupun fa’Ila, apabila wazannya memang asli demikian. Selanjutnya harakat
Dhammah atau Kasrah tersebut, dipindah ke Fa’ Fi’ilnya kemudian ‘ain fi’ilnya
dibuang karena bertemu dua huruf mati, contoh tashrif kamu berkata: shoona–
shoonaa–shoonuu–shoonat–shoonataa–shunna–shuntu–shuntumaa–shuntum–shunti–
shuntumaa–shuntunna–shuntu–shunna. Dan untuk contoh tashrif ajwaf Ya’i:baa’a –
baa’aa – baa’uu – baa’at – baa’ataa – bi’na – bi’ta – bi’tumaa – bi’tum – bi’ti –
bi’tumaa – bi’tunna – bi’tu – bi’naa.
.‫ب‬ ِ ‫ َوإِ ْعالَلُهُ بِالنَّ ْق ِل َو ْالقَ ْل‬,‫ إِلَى آَ ِخ ِر ِه‬..َ‫ص ْين‬ ِ :َ‫ فَقُ ْلت‬,‫ َك َسرْ تَ ْالفَا ُء ِمنَ ْال َج ِمي ِْع‬.‫َوإِ َذا بَنَ ْيتَهُـ لِ ْل َم ْفعُوْ ِل‬
‫ َوإِ ْعالَلُهُ بِالنَّ ْق ِل‬,‫ َوبِ ْي َع‬.
Apabila dibentuk mabni maf’ul (mabni majhul), maka fa’ fiilnya diharakati kasrah
untuk semuanya. Contoh tashrif shiina… dan seterusnya, I’lalnya dengan Naql
(pemindahan: harakat ‘ain fiil ke fa’ fiil) dan Qolb (pergantian: Wawu ke Ya). Dan
untuk contoh tashrif bii’a… dst, cukup di-I’lal dengan Naql (pemindahan) saja.
ِ ‫ َوإِعْاَل لَهُما بِ ْالنَّ ْق ِل َو ْالقَ ْل‬,ُ‫ َويَهَاب‬,ُ‫ َويَ َخاف‬.‫ َوإِعْاَل لُهُ َما بِالنَّ ْق ِل‬, ‫ َويَبِ ْي ُع‬,ُ‫ يَصُوْ ن‬:‫ع‬
‫ب‬ ِ ‫ار‬
ِ ‫ض‬ َ ‫َوتَقُوْ ُل فِ ْي ْال ُم‬
Dan kamu berkata untuk contoh fi’il mudhari’nya: “yashuunu dan yabii’tu”,
keduanya di-I’lal dengan Naql saja. Sedangkan contoh “yakhoofu dan yahaabu”,
keduanya di-I’lal dengan Naql dan juga Qalb
‫ت ْاليَا ُء ِم ْنهَا َوا ًوا؛‬ ِ َ‫ فَقُلِب‬,‫ َو َذاكَ ُموْ َس ٌر‬,‫ فَهُ َو ُموْ ِس ٌر‬,‫ أَ ْي َس َر يُوْ ِس ُر إِ ْي َسارًا‬:‫ُل فِ ْي أَ ْف َع َل ِمنَ ْاليَائِ ِّي‬
‫ض َم ِام َما قَ ْبلَهَا‬ ِ ‫لِ ُس ُكوْ نِها َوا ْن‬
Adapun ya (mu’tal fa’ ya-i/mitsal ya-i) maka ia tetap (tanpa dibuang) pada semua
keadaan (baik harakat ‘ain fiil mudhari’nya dhommah, kasrah atau fathah) contoh
“Yamuna yaymunu”, “yasara yaysiru”, “ya-isa yay-asu”. Dan contoh kamu berkata
untuk wazan af’ala (ruba’i): “aysaro yuusiru iisaaron” (asalnya yuysiru) fahuwa
“muusirun” (asalnya muysirun), wadzaaka “muusarun” (asalnya muysarun) huruf ya-
nya diganti wawu, karena ia sukun dan sebelumnya ada huruf berharakat dhommah.

I. FI’IL LAZIM & FI’IL MUTA’ADDI

1. Fi'il Lazim

Fi'il lazim adalah kata kerja yang tidak membutuhkan objek akan tetapi dapat
langsung pada pelakunya.
Contoh:
- ‫ قام‬: Berdiri
-‫ محمد‬: Muhammad
Menjadi ‫ قام محمد‬: Muhammad telah berdiri

 Ciri-Ciri Fi'il Lazim:


 Fi'il yang menunjukkan arti ukuran.
Contoh:
- ‫ طال‬: Panjang
- ‫ قصر‬: Pendek
 Fi'il yang menunjukkan arti kebersihan.
Contoh:
-‫ طهر‬: Suci
-‫ نظف‬: Bersih
 Fi'il yang menunjukkan arti kotor.
Contoh:
-‫ وسخ‬: Kotor
-‫ قذر‬: Tercemar
 Fi'il yang menunjukkan arti keadaan yang tidak lazim.
Contoh:
-‫ مرض‬: Sakit
-‫ نشط‬: Rajin
 Fi'il yang menunjukkan arti warna.
Contoh:
-‫ احمر‬: Memerah
-‫ اسود‬: Menghitam
 Fi'il yang menunjukkan arti sifat.
Contoh:
- ‫ شجع‬: Berani
- ‫ جبن‬: Takut
 Fi'il yang mengikuti wazan.
Contoh:
- ‫ حسن‬: ‫ فعل‬: Bagus
- ‫انكسر‬:‫ افعل‬: Pecah
-‫اغبر‬: ‫انفعل‬ : Keruh
-‫اسفار‬: ‫ افعال‬: Sangat kuning

2. Fi'il Muta'addi

Fi'il muta'addi adalah kata kerja yang membutuhkan satu atau lebih objek.
Contoh :
- ‫ فتح الرجال الباب‬: Laki-laki itu membuka pintu.
-‫ ضربت زيد‬: Aku memukul Zaid
-‫ اعلمت عليا الخبر صحيحا‬: Saya memberitahu Aliya berita yang benar

 Ciri-ciri Fi'il Mu'tadil


Dapat disambung dengan Ha dhomir.
Contoh : ‫ اخرجته‬: Aku telah mengeluarkannya.

a. Pembagian fi'il muta'addi


1). Fi'il yang mempunyai satu maf'ul bih
Contoh : ‫ فتح‬: Membuka
‫فتح علي الباب‬: Ali membuka pintu
1) Fi'il yang mempunyai dua maf'ul bih.
Contoh : ‫ اعطى‬: Memberi
‫اعطيت الساىل الخبز‬ saya memberi sail roti
2) Fi'il yang mempunyai tiga maf'ul bih
Contoh : ‫ اعلمت عليا الخبر صحيحا‬: Saya memberi tahu aliya berita yang benar

J. AL-AHRUF

1. Pengertian Al-Ahruf

Salah satu bagian dari kalam, yang ketiga adalah huruf, huruf dalam ilmu nahwu
mempunyai arti tersendiri yaitu :
‫ت َعلَى َم ْعنَى فِي َغي ِْر ِه‬ ْ َّ‫ال َحرْ فُ ه َُو َكلِ َمةٌ َدل‬
"Huruf adalah kata yang menunjukan arti jika disandingkan dengan kata lainnya'.
dari pengertian di atas pastinya sudah sangat jelas bahwa huruf dalam ilmu nahwu
yaitu kata yang tak dapat diketahui artinya jika tidak disandingkan dengan kata
lainnya. sebagai contoh : ‫ إِلَى‬, kata tersebut adalah termasuk huruf, dan karena ia
sendirian tanpa disandingkan dengan kata lainnya (isim/fi'il) maka ia tidak dapat
dipahami arti sesungguhnya. tapi jika di tambah dengan kata lain, contoh : ‫أَ ْذهَبُ إِلَى‬
‫' ال َم ْس ِج ِد‬saya pergi ke masjid', nah kata yang saja tandai itu sekarang mempunyai arti
yang jelas yaitu 'ke'.
Contoh lain : ‫ فِ ْي‬, kata tersebut juga tidak dapat diketahui makna sesungguhnya
karena belum disandingkan dengan kata lain. jika ditambah kata lain contoh '‫أَ ْدرُسُ فِ ْي‬
‫'' الفَصْ ِل‬saya belajar di kelas' , kata yang saya tandai mempunyai arti 'di'.
Arti lain dari huruf juga sebagai berikut:
ِ ‫الحرْ فُ هُ َو َما الَ يَصْ لُ ُح َم َعهُ َدلِ ْي ُل‬
‫اإلس ِْم َواَل َدلِ ْي ُل الفِع ِْل‬ َ
"Huruf adalah kata yang tidak layak disertai tanda isim dan tanda fi'il'.
dari arti di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa huruf itu tidak menerima tanda isim
dan fi'il. jadi untuk mengenalinya ya dengan melihat apa kata tersebut mempunyai
tanda isim atau fi'il, jika tidak ada tanda isim dan fi'il maka otomatis kata tersebut
adalah termasuk huruf.
Contoh : '‫' ع َْن‬
Coba kita lihat tanda-tanda isim:
Apakah kata '‫ ' ع َْن‬dibaca jar (kasroh)? 'tidak, ia dibaca sukun'
Apakah kata '‫ ' ع َْن‬kemasukan huruf jer? 'tidak, malah ia adalah huruf jer yang
dimaksud'
Apakah kata '‫ ' ع َْن‬kemasukan alif lam (‫' ?)ال‬tidak'
Apakah kata '‫ ' ع َْن‬dibaca tanwin? 'tidak, ia dibaca sukun'
dilihat dari tanda-tanda isim ternyata kata '‫ ' ع َْن‬bukaan termasuk isim.
Coba kita lihat tanda-tanda fi'il:
Apakah kata '‫ ' ع َْن‬layak dimasuki kata ‫' ? قَ ْد‬Tidak'
Apakah kata '‫ ' ع َْن‬layak dimasuki kata ‫س‬ َ ? 'Tidak'
Apakah kata '‫ ' ع َْن‬layak dimasuki kata َ‫' ? َسوْ ف‬Tidak'
Apakah kata '‫ ' ع َْن‬layak dimasuki kata ‫ث‬ِ ‫' ? تَا ُء التَأنِ ْي‬Tidak'
semua tanda-tanda fi'il juga tidak ada yang sesuai dengan kata '‫ ' ع َْن‬karena tanda-tanda
fi'il juga termasuk huruf jadi tidak mungkin jika huruf '‫ ' ع َْن‬disandingkan lagi dengan
huruf yang lain.

2. Pembagian Al-Ahruf

Dalam bahasa Arab dikenal beberapa kategori huruf, yang secara garis besarnya
dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam:
Huruf Mabani ( ‫) ُحرُوْ فُ ال َمبَانِي‬, yaitu huruf-huruf yang merangkai sebuah kata. Huruf-
huruf seperti ini juga biasa disebut dengan huruf hijaiyyah atau huruf ejaan. Huruf-
huruf seperti ini tidak termasuk kategori kata, sehingga tidak termasuk dalam kategori
pembagian kata dalam bahasa Arab. Contoh:
‫ خ …… الخ‬- ‫أ – ب – ت – ث – ج – ح‬
Ada juga huruf yang menjadikan i'rob kata setelahnya berubah menjadi nashob, jar,
dan jazm. Huruf-huruf ini juga sering disebut dengan 'awamil (huruf yang
menyebabkan suatu kata dihukumi nashob, jar, atau jazm).
Kalimah huruf itu semuanya mabni, tidak dapat dirubah, tetap katanya dalam setiap
keadaan. Kalimah huruf dibangun atas beberapa dasar dengan melihat harakat
akhirnya, yaitu:
Dengan sukun. Contoh: ‫ لَ ْم‬,ْ‫ بَل‬,‫ اَ ْم‬,ْ‫ اَو‬,‫ فِى‬, ‫ َكى‬,ْ‫ هَل‬,‫لَ ْن‬
Dengan fathah. Contoh:‫ لَيْت‬,‫ لَ ِك َّن‬,‫ اَ َّن‬,‫ اِ َّن‬,‫ثُ َّم‬
Dengan dhammah. Contoh:‫ُم ْن ُذ‬
Dengan kasrah. Contoh: ‫ اَل ُم ال َج ِّر‬,‫بَا ُء ال َج ِّر‬
Huruf Ma’ani ( ‫) ُحرُوْ فُ ال َم َعانِي‬, yaitu huruf yang pada prinsipnya membawa makna
yang melekat pada dirinya, meskipun makna tersebut belum bisa dipahami sebelum
dirangkaikan dengan kata yang lain. Jenis huruf inilah yang menjadi salah satu
kategori kata dalam pembagian kata dalam bahasa Arab.

Berikut ini kategori huruf yang khusus masuk pada isim :

‫إِ َّن‬ : Sesungguhnya


َ‫ لَيْت‬: Mudah-mudahan
‫أَ َّن‬ : Bahwa/sesungguhnya
‫ لَ َع َّل‬: Barangkali
‫ َكأ َ َّن‬: Bagaikan, seakan-akan
َ‫ال‬ : Tidak
َّ‫ لَ ِكن‬: Akan tetapi
‫َكـ‬ : Seperti
ْ‫ِمن‬ : Dari
‫بِـ‬ : Dengan
‫ إِلَى‬: Ke/kepada
‫َلى‬
َ ‫ ع‬: Di atas
‫ ع َْن‬: Tentang
‫ف‬ ِ : Di dalam
Huruf yang khusus masuk pada fi'il:

‫أَ ْن‬ : Agar/supaya


‫إِ َذ ْن‬ : Kalau begitu
‫لَ ْن‬ : Tidak akan
‫َك ْي‬ : Supaya
‫لَ ْم‬ : Belum
َ‫ال‬ : Janganlah(‫)الَ النَّا ِهيَة‬
‫لَ َّما‬ : Tidak, belum

Huruf yang dapat masuk pada isim dan fi'il:

‫لِـ‬ : Untuk
َ‫ف‬ : Lalu (segera)/maka
‫َو‬ : Dan
ْ‫هَل‬ : Apakah
‫ثُ َّم‬ : Kemudian

Dalam hubungannya dengan kalimah lain (baik itu kalimah fi’il ataupun isim) maka
kalimah harf dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
Harf yang masuk pada kalimah isim (‫)حروف تدخل على االسم‬

Harf jar (‫)حروف الجر‬. Yaitu huruf yang men-jar-kan isim sesudahnya. Ada huruf.hur
Inna dan saudara-saudaranya (‫)ان و اخواتها‬
Har nida’ (‫)حروف النداء‬
Harf istisna’ (‫)حرف االستثناء‬
Wawu ma’iyah (‫)واو المعية‬
Laamul ibtida’ (lam yang ditempatkan di awal kalimah) (‫)الم االبتداء‬

Harf yang masuk pada kalimah fi’il (‫)حروف تدخل على الفعل‬

Harf nashab (‫)حروف النصب‬


Harf jazm (‫)حروف الجزم‬
Maa dan laa (‫)ما و ال‬
Qad (‫)قد‬
Al-siin dan saufa (‫)السين و سوف‬

Harf yang bisa masuk pada kalimah fi’il dan isim (‫)حروف تدخل على اإلسم و على الفعل‬

Harf ‘athaf (‫)حروف العطف‬


Dua harf istifham, yaitu hamzah dan hal (‫الهموة و هل‬:‫) حرفا االستفهام‬
Wawu haal (‫)واو الحال‬
Laam qasam (‫)الم القسم‬

K. HURUFUL JAR

Lafadz-lafadz yang di jar


• Lafadz yang di-jarkan oleh huruf jar, contohnya:
‫بسم هللا‬
ْ‫ف ْال َدر‬ ِ ْ‫َو ه َُو َما يُ َجرُّ بِ َحر‬
Yaitu apa yang di-jar dengan satu huruf dari huruf-huruf jar. Adapun huruf jar
adalah
‫ ت‬, ‫ب‬ ,‫ و‬, ‫ ل‬, ‫ الباء‬, ‫ الكاف‬, ‫ رب‬, ‫ على و في‬, ‫ عن‬, ‫ إلى‬, ‫ من‬:
Dari (‫ )من‬, Kepada (‫ )إلى‬, Dari (‫ )عن‬, Di Atas (‫ )على‬, Di Dalam (‫ )في‬, Kadang (‫ )رب‬,
Seakan-akan (‫ )ك‬, Dengan (‫ )ب‬, Untuk/Bagi (‫ )ل‬, Huruf-huruf sumpah (‫ ت‬, ‫ ب‬,‫)و‬
Contoh :
ِ ‫ِمنَ ْالبَ ْي‬
‫ت‬ Dari rumah
‫ إِلَى ال َم ْس ِج ِد‬Kepada Masjid
‫ع َْن َعلِى‬ Dari Ali
‫كااألسد‬ SepertiSinga
• Lafadz yang dijarkan oleh idahafah, contohnya:‫ بيت هللا‬,‫اسم هللا‬
‫َو هُ َو نِ ْسبَةٌ بَ ْينَ ا ْس ْي ِن تُوْ ِجبُ ا ْن ِج َرا ُر الثَانِي ِم ْنهُ ِما أبَدًا‬
Yaitu penyandaran antara dua Isim yang mengharuskan di majrur-nya (isim) yang
kedua dari kalimat tersebut selama-lamanya.
Contoh :
ِ‫ِكتَابُ هللا‬ Kitab Allah
ْ
‫َع َذبُ القَب ِْر‬ SiksaKubur

Kata pertama dinamakan mudhaf (yang disandarkan) dan kata kedua merupakan
mudhafunilaih (yang disandarkan padanya).
Syarat mudhaf adalah:
ِ ‫يف و التَّ ْن ِو‬
‫ين‬ ِ ‫ان يَ ُكونَ خَالِيًا ‘َ ِن التَّع‬
ِ ‫ْر‬ ْ ‫اف‬ِ ‫ض‬َ ‫شَرْ طُ ْال ُم‬
Syarat mudah ialah, hendaknya terbebas dari al ta’rifdantanwin.
Syarat mudaf ‘ilaih adalah:
ِ ‫يف و التَّ ْن ِو‬
‫ين‬ ِ ‫ان يَ ُكونَ ُمخَ يَّرًا بَينَ التَّع‬
ِ ‫ْر‬ ْ ‫اف إلَي ِه‬
ِ ‫ض‬ َ ‫شَرْ طُ ْال ُم‬
Syarat mudaf ‘ilaih hendaknya memilih antara al-ta’rif dan tanwin.
ِ ‫التَّ َوابِ ُع لِ ْل َمجْ ر‬
‫ُور‬
Adalah isim yang di-Jarr karena mengikuti kata sebelumnya yang juga di-jar-kan.
Kata ‫ق‬ ٍ ِ‫ دَاف‬berkedudukan sebagai kata sifat (naat).

‫ق‬ َ ِ‫ُخل‬
ٍ ِ‫ق من ماء دَاف‬

Dia diciptakan dari air yang terpancar. (Q.S. 86: 6)


Kata ‫ض‬ِ ْ‫االَر‬berkedudukan sebagai ‘athaf

‫الذي له ملك السموات و االرض‬


Yang mempunyai kerajaan lagit dan bumi( q.s. 85 :9)
Kata ‫ أجمعين‬berkedudukan sebagai taukid (penguat)
... ‫الملئل جحنم منكم أجمعين‬
…Benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kamu semuanya. (Q.S
7 : 18)
Kata ‫ناصية‬berkedukan sebagai badal (pengganti)
)16( ‫) ناصية كتذبة خاطئة‬15( ‫كال لئن لم ينته لنسفعا بالناصية‬
Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik
ubun-ubunnya. (Yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka (Q.S.
96 :15-16)

• Lafadz yang mengikuti kepada lafadz yang dijarkan (yaitu na’at, ataf, tauhid , dan
badal), sebagai yang telah dijelaskan diatas.
Isim yang mengikuti pada man’ut-nya dalam tingkah rofa’, nasob, jer, ma’rifat dan
akirohnya.
Na’at ada dua bagian yaitu :
a. Na’athaqiqi
Na’athaqiqi adalah na’at yang merofa’kan isim domir yang kembali pada
man’utnya yang mengikuti man’utnya dalam 4 perkara dari 10 macam.
4 perkara dari 10 adalah :
WajahI’robyaiturofa’, nashobdanjer
Mufrodtatsniyahdanjamak
Mudzakardanmuanats
Ma’rifatdannakiroh

b. Na’atsababi
Na’atsababi adalah na’at yang merofa’kan fa’ilisim dzohir, yang isim dzohir
tersebut menyimpan isim domir yang kembali kepada man’utnya yang sesuai
dalam 2 hal dari 4 macam :
Wajah I’rob, yakni rofa, nashob dan jer.
Ma’rifat nakirohnya.

 Athaf
‘Athafadalah
‫هوالتبع المتواسط بينه وبين مطبوعه أحدحروف العطف العشرة‬
Artinya: isim yang mengikuti terhadap mathbu’nya yang antarata bidan
mathbu’nya terdapat salah satu huruf athaf yang sepuluh.‫جاء زيد و عمرو‬
Athaf ada dua macam, yaitu :
Athof bayan adalah
Athaf bayan adalah isim yang mengikuti yang untuk menjelaskan atau
menentukan terhadap mathbu’nya. Athaf bayan sama dengan badalsyai, karena
lafadz yang awal danl afadz yang kedua sama dalam maknanya.
Athaf Nasaq
Athaf nasaq adalah isim yang mengikuti terhadap mathbu’nya yang antara tqabi
dan mathbu’nya terhadap salah satu huruf athaf yang sepuluh.
Huruf-huruf Athaf
Huruf athaf yang sepuluh, adalah :
‫ حتى فى بعض المواضع‬,‫ لكن‬,‫ال‬, ‫ بل‬,‫ إما‬,‫ ام‬,‫ او‬,‫ ثم‬,‫ فاء‬,‫واو‬
Huruf yang 10 tersebut dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
Mustarok fi lafdzifaqoth
Artinya isim yang setelah huruf ‘athaf hanya mengikuti terhadap ma’thuf ‘alaih
dalam lafadz saja. Artinya hanya mengikuti dalam I’robnya lafadz, sedangkan
dalam maknanya sebaliknya, jika ma’thuf’alaihi tsbat makama’thufnya naïf.
Hurufnya yaitu‫ لكن‬,‫ال‬, ‫بل‬
Mustarokfilafdiwalma’na
Artinya isim yang sesudah huruf athaf mengikuti terhadap ma’thuf‘alaih dalam
lafadz dan maknanya . Artinya jika ma’thufnya itsbat makama’thufalaihnya juga
itsbat juga sebaliknya.
Hurufnyaadalah :‫ حتى‬,‫ إما‬,‫ ام‬,‫ او‬,‫ ثم‬,‫ فاء‬,‫واو‬

 Taukid
Taukidadalah
‫هو التبع للمؤكد فى رفعه ونصبه وخفضه وتعريفه وال تنكيره‬
Artinya : isim yang mengikuti pada muakkadnya dalam keadaan rofa’, nasob, jer
dan ma’rifatnya, tetapi tidak dalam nakirohnya.
Tidak diikutkan dalam nakirohnya dikarenakan semua lafadz yang dijadikan
taukid sudah nakiroh, sebab dimudofkan pada domir.
Taukid maksudnya adalah menguatkan sedangkan muakad adalah yang dikuatkan
oleh taukid.
Macam-macam taukid
Taukid ada dua macam yaitu :
Taukid lafdzi adalah mengulang suatu lafadz dengan lafadz yang sama atau
dengan sinonimnya (persamaan kata).
Taukid Maknawi
Taukid maknawi adalah taukid dengan menggunakan lafadz-lafadz yang sudah
ditentukan, yaitu lafadz : ‫ نفس‬,‫ عين‬,‫ كل‬,‫أجمع‬dan lafadz yang mengikuti lafadz
‫أجمع‬yaitu : ‫ أكتع‬,‫ أبتع‬,‫أبصع‬
Contoh‫جاء زيد نفسه‬

 Badal
Badal adalah
‫هو التبع عالمقصود با لححكم بال وا سطة‬
Artinya :Isim yang mengikuti yang dimaksud dengan hokum dan tanpa perantara.
Contoh hokum I’rob untuk badal (pengganti) tergantung mubdalminhu (yang
digantikan), dan badal bias isim dari isimataufi’ildarifi’il.
Macam-macam badal
Badalada 4 macam, yaitu :
Badalsa’iminassa’i yaitu lafadz yang kedua menyerupai lafadz yang awal dalam
maknanya.
Badalba’diminalkulli , yaitu

ِ ‫ه َو اَ ْن يَ ُكوْ نُ ْال ُم ْب َد ُل ْال ِم ْنهُ بَ ْعضًا ِمنَ االَ َّو ِل َس َوا ًء َكانَ ُم َس‬
‫اويًا لِنِصْ فِ ِه اَوْ اَ ْك َش َر اَوْ اَقَ َل‬
Artinya : adanya mubdal minhu merupakan bagian yang awal, baik itu sama
banyak, lebih sedikit atau lebih banyak.
Badalisytimal, yaitu adanya mubdalminhu, mencakup terhadap badal.
Badalgolat, yaitu adanya lafadz yang kedua dimaksud, sedangkan yang awal tidak
dimaksud.
Badalidrob, yaitu adanya lafadz yang kedua danl afadz yang pertama dimaksud..
Badalnisyan, yaitu adanya lafadz yang kedua dimaksud dan lafadz yang pertama
lupa.

L. TAQSIMUL JUMLAH FI’LIYAH

1. Pengertian Jumlah Fi’liyah


Para ulama (pakar) bahasa Arab telah mengemukakan definisi fi’il di dalam buku-
buku mereka. Meskipun redaksi yang mereka paparkan berbeda satu sama lain, tetapi
bisa dikatakan memiliki maksud yang sama. Untuk itu diperlukan ta’rif populer
menurut al-Zamakhsyari dalam Azhar Arsyad sebagai berikut: Fi’il adalah perbuatan
yang menunjukkan suatu peristiwa atau kelakuan yang disertai masa terjadinya.
Peristiwa dan masa yang dikandung fi’il merupakan tugas morfologis. Maksudnya,
keduanya merupakan bagian arti bentuk fi’il[2]
Sebenarnya ciri fi’il dikemukakan oleh Ibnu Malik dalam Azhar Arsyad, sebagi
berikut:
a. Tidak menerima huruf jar, tanwin, nida, dan, alif lam.
b. Khusus fiil mādi bisa diakhiri ta dhamir dan ta ta’nis| sakinah.
c. Fi’il Mudhāri dan Amr bisa diakhiri dengan nun taukid dan ya muannas
mukhatabah.
d. Fiil Mādhi dan Mudhāri boleh diikuti kata andaian syarat.
e. Khusus fiil Mudhāri selalu diawali dengan ]3[ ‫انيت‬
Jumlah Fi’liyah adalah jumlah yang diawali dengan kalimah fi’il terdiri dari fi’il (kata
kerja) dan fa’il (pelaku). Fa’il (subjek) adalah isim yang terletak setelah fi’il ma’lum
(kata kerja aktif) dan berfungsi sebagai pelaku kata kerja tersebut. Apabila fa’il
berbentuk muannas (feminine), maka fi’il juga harus muannas. Begitu juga apabila
berbentuk mus|anna (ganda) ataupun jamak (banyak) maka fi’il harus tetap mufrod
(tunggal)[4].
Atau dalam kata lain jumlah fi’liyyah yaitu jumlah yang dimulai dengan kalimat fi’il,
baik fi’il ma>dhi>, fi’il mudha>ri’, fi’il amr atau fi’il nahy, baik dari fi’il s|ula>s|i>
mujarrad, s|ula>s|i mazid, ruba>’i mujarrad atau ruba>’i mazid. Untuk lebih
memahami pengertian jumlah fi’liyyah, perhatikanlah contoh berikut:

‫ب َز ْي ّد َك ْلبًا‬
َ ‫ض َر‬
َ
Artinyanya: zaid telah memukul anjing
Perhatikanlah, jumlah di atas dimulai dengan kalimat fi’il, yaitu ‫ ضرب‬yakni fi’il
mādhi Oleh karena itu , jumlah di atas disebut jumlah fi’liyyah.
2. Pembagian Jumlah Fi’liyah Dilihat Dari Segi Waktunya
1). Fi’il Madhi
‫ضى‬ َ َ‫ضى َوا ْنق‬َ ‫ث َم‬ َ ‫َما َد َّل ع‬
ٍ ‫َلى َح َد‬
Lafadz yang menunjukkan kejadian ( perbuatan ) yang telah berlalu.
Contoh:
‫كتب‬ ; Telah menulis ‫فتح‬ ; Telah membuka
‫قرأ‬ ; Telah membaca ‫ ; جلس‬Telah duduk

 Pembagian Fi’il Mādhi terbagi kepada dua bagian;


a. Mādhi Ma’lum (bentuk aktif), contoh:
‫كتب‬ ; Telah menulis ‫فتح‬ ; Telah membuka
‫سأ ل‬ ; Telah bertanya ‫ ; شرب‬Telah minum
‫قرأ‬ ; Telah membaca ‫فهم‬ ; Telah faham
b. Mādhi Majhul (bentuk Pasif), contoh:
َ ِ‫ُكت‬
‫ب‬ ; Telah ditulis ‫فتح‬ ; Telah dibuka
‫سءل‬ ; Telah ditanya ‫ ; شرب‬Telah diminum
‫قرأ‬ ; Telah dibaca ‫فهم‬ ; Telah difaham

 Perbedaan bentuk keduanya yaitu;


a. Mādhi Ma’lum adalah fi’il yang berawalan fathah.
b. Mādhi Majhul adalah fi’il yang berawalan dhammah sedang huruf sebelum
akhirnya berbaris kasrah
c. Fi’il Ma>dhi Ma’lum hendaklah diterjemahkan “telah me…”, sedangkan
fi’il Mādhi Majhul hendaklah diterjemahkan “telah di…”

Adakalanya kata kerja lampau paling sedikit terdiri dari tiga huruf dan paling
banyak terdiri dari enam huruf.
• Kata kerja lampau yang terdiri dari tiga huruf, pola-polanya adalah :
‫فَ َع َل‬ ‫كفر‬ ‫نصر‬ ‫ضرب‬
‫فَ ِع َل‬ ‫علم‬ ‫شهد‬ ‫فهم‬
‫فَ ُع َل‬ ‫بعد‬ ‫كرم‬ ‫حرم‬
• Kata kerja lampau yang terdiri dari empat huruf, pola-polanya adalah :
‫فَ َّع َل‬ ‫سلم‬ ‫علم‬ ‫نزل‬
‫أف َع َل‬ْ َ ‫أنزل‬ ‫أسلم‬ ‫أرسل‬
‫فَاع ََل‬ ‫قا تل‬ ‫خا صم‬ ‫سا فر‬
• Kata kerja lampau yang terdiri dari lima huruf, pola-polanya adalah :
‫ا ْنفَ َع َل‬ ‫انقطع‬ ‫انطلق‬ ‫انقلب‬
‫اِفتَ َع َل‬ ْ ‫اجتنب‬ ‫اجتمع‬ ‫اقترب‬
‫نَفَ َّع َل‬ ‫تقدم‬ ‫تأ خر‬ ‫تعلم‬
‫تَفَا َع َل‬ ‫تجا هل‬ ‫تسا هل‬ ‫تسا قط‬
• Kata kerja lampau yang terdiri dari enam huruf, pola-polanya adalah :
‫اِ ْستَ ْف َع َل‬ ‫استحوذ استغفر استخرج‬

2). Fi’il Mudhari’


‫ث يَ ْقبَ ُل ْال َحا َل َواإْل ِ ْستِ ْقبَا َل‬ٍ ‫َما َد َّل َعلَى َح َد‬
“Lafadz yang menunjukkan kejadian (perbuatan) yang sedang berlangsung
dan yang akan datang”.
Contoh:
‫يكتب‬ ; Akan /Sedang menulis
‫يفتح‬ ; Akan / Sedang membuka
‫يجلس‬ ; Akan / Sedang duduk
‫يشرب‬ ; Akan / Sedang minum
Fi’il Mudhari’ pasti di awali oleh salah satu huruf ( ‫ ت‬- ‫ ي‬- ‫ن‬ - ‫ا‬
) dan disingkat; ‫ْت‬ ُ ‫ اَنَب‬yang biasa disebut huruf Mudha>ra’ah.
Contoh:
ُ‫تَ ْكتُب‬ - ُ‫يَ ْكتُب‬ - ُ‫نَ ْكتُب‬ - ُ‫أَ ْكتُب‬
 Fi’il Mudhāri terbagi kepada dua bagian:
a. Fi’il Mudhāri Ma’lum (bentuk aktif), contoh:
‫يكتب‬ : Akan / Sedang menulis
‫يفتح‬ : Akan / Sedang membuka
‫ينظر‬ : Akan / Sedang melihat
‫يظلم‬ : Akan / Sedang zhalim
b. Fi’il Mudhāri Majhul (bentuk fasif), contoh:
‫يكتب‬ : Akan / Sedang ditulis
‫يفتح‬ : Akan / Sedang dibuka
‫ينظر‬ : Akan / Sedang dilihat
‫يظلم‬ : Akan / Sedang dizhalim
 Perbedaan Mudhāri Ma’lum dan Mudhāri Majhul ialah;
a. Huruf MudHara’ah dalam Mudhāri Ma’lum hendaklah berbaris fathah.
Sedangkan dalam Mudhāri Majhul hendaklah berbaris Dhammah,
sementara huruf sebelum akhirnya berbaris fathah.
b. Fi’il Mudhāri Ma’lum hendaklah diterjemahkan akan/Sedang Me….”,
sedangkan fi’il Mudhāri Majhul hendaklah diterjemahkan “akan / /sedang
di…”
Atau dalam buku Abu Hamzah Yusuf al-As|ary menerangkan bahwa Fi’il
Mudhāri adalah kata kerja yang menunjukkan waktu sekarang dan yang
akan datang. Fi’il Mudhāri merupakan perubahan dari Fi;il Mādhi adapun
perubahanya yang harus dihapal dan adapula yang harus diketahui dengan
melihat kamus.

 Ciri-ciri Fi’il Mudhāri;


a. Biasa di masuki huruf (‫س‬ َ ) dan َ‫َسوْ ف‬ contoh ‫ َسيَ ْشهَ ُـد‬,‫َسوْ فَيَ ْشهَ ُد‬
b. Memiliki ciri huruf yang menjadi ciri khasnya yaitu Alif, Nun, Ya, dan Ta
(‫)أنت‬
‫ا‬ ‫أذهب‬
‫ن‬ ‫نذهب‬
‫ي‬ ‫يذهبون‬ ‫يذهبا ن‬ ‫يذهب‬
‫ت‬ ‫تذهب تذهبينـ تذهبينـ‬

c. Fi’il Mudhāri dapat dimasuki huruf ‫ ال‬bermakna tidak. Contoh:


‫الَيَ ْشهَ ُد‬ ْ َ‫الَي‬
ُ‫ظ ِرب‬ ‫الَيَاْ ُك ُل‬

3). Fi’il Amr (‫)الفعل األمر‬


Fi’il Amr adalah kata keja dalam bentuk perintah.
Contoh:
‫اكتب‬ ; Tulislah ‫افتح‬ ; Bukalah
‫اقرأ‬ ; Bacalah ‫اجلس‬ ; Duduklah

‫معنا ه‬
‫فعل أمر‬
‫فعل مظا رع‬
‫فعل ما ض‬
Menulis
‫اكتب‬
‫يكتب‬
‫كتب‬
Mengajar
‫علم‬
‫يعلم‬
‫علم‬
Memuliakan
‫أكرم‬
‫يكرم‬
‫أكرم‬
Berpindah
‫انتقل‬
‫ينتقل‬
‫انتقل‬
Meminta ampun
‫استغفر‬
‫يستغفر‬
‫استغفر‬

‫ فعل‬dapat diketahui, antara lain, dengan tanda-tanda dimasuki atau didahului


oleh ‫ س‬, ‫ قد‬, dan ‫ سوف‬, disamping dapat diketahui dari maknanya.
Disamping pengertian di atas, Fi’il Amr mempunyai arti sebagai kata kerja
perintah untuk orang ke-2 laki-laki / orang ke-2 perempuan.

 Langkah-langkah membentuk Fi’il Amr.yaitu :


a. Dari Fi’il mudhāri
b. Dibuang ya mudha>ri-nya (yaitu yang di awal fi’il mudhāri)
c. Huruf akhirnya disukun
d. Apabila setelah dibuang ya mudhāri-nya ternyata huruf awalnya (_ْ_) maka
ditambah dengan Hamzah Wasal ( ‫ ) ا‬yang berkasrah yang tidak perlu
ditulis harakat kasrahnya.

3. Contoh-contoh jumlah fi’liyah


a. Jumlah Fi’liyah yang dimulai dengan kata kerja bentuk lampau (fiil madhi):
• ً‫ص ِغي َْرة‬ َ ً‫ت ه ِذ ِه ْال َو َسائِ ُل ْال َعالَ َم قَرْ يَة‬ ْ َ‫َج َعل‬
• ‫ت َو َسائِ ُل ال َّسفَ ِر‬ ْ ‫قَ ْد تَقَ َّد َم‬
• ‫ان إِلَى ْال َم ْد َر َس ِة‬ ِ ‫َب التِّ ْل ِم ْي َذ‬
َ ‫َذه‬
• ِ ‫صلَّى ْال ُم ْسلِ ُموْ نَ فِى ْال َمس‬
ً‫ْج ِد َج َما َعة‬ َ
b. Jumlah Fi’liyah yang dimulai dengan kata kerja bentuk sekarang (fiil
mudhari’):
• ‫يُ َشا ِه ُد الرُّ َّكابُ ْال َمنَا ِظ َر ْال َج ِم ْيلَةَ ِم ْن خَ الَ ِل النَّافِ َذ ِة‬
• ‫ضائِ ِع ِه ْم‬ َ َ‫ت فِى نَ ْق ِل ب‬ ِ ‫يَ ْست َْخ ِد ُم النَّاسُ ْال َحيَ َوانَا‬
• ‫ف‬ ِ ْ‫َسيُغَا ِد ُر ْالقِطَا ُر اأْل َ َّو ُل ْال َم َحطَّةَ بَ ْع َد السَّا َع ِة َوالنِّص‬
• ‫ار‬ َ َ‫ب ْالقِط‬ َ ‫ي ُِر ْي ُد ْال ُم َسافِ ُر اَ ْن يَرْ َك‬
• ‫س‬ َ ْ‫يَ ْكتُبُ التَّالَ ِم ْي ُـذ الدَّر‬
c. Jumlah Fi’liyah yang dimulai dengan kata kerja perintah (fi’il amr):
• َ‫اِحْ ت َِر ْم َوالِدَك‬
• ‫َشا ِه ُدوْ ا أَيُّهَا الرُّ َّكابُ ْال َمنَا ِظ َر ِم ْن ِخالَ ِل النَّافِ َذ ِة‬
• ‫قُوْ ا أَ ْنفُ َس ُك ْم َوأَ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا‬
• ‫صبَاحًا‬ َ ‫اِ ْذهَبَا أَيُّهَا التِّ ْل ِم ْي َذا ِن إِلَى ْال َم ْد َر َس ِة‬
d. Jumlah Fi’liyah dengan pelaku orang ketiga (gaib), kata kerjanya tetap
tunggal walaupun pelakunya lebih dari satu:
• ‫ان إِلَى ْال َم ْد َر َس ِة‬ ِ ‫َب التِّ ْل ِم ْي َذ‬
َ ‫َذه‬
• ً‫ْج ِد َج َما َعة‬ ِ ‫صلَّى ْال ُم ْسلِ ُموْ نَ فِى ال َمس‬
ْ َ
• ْ ْ
‫يُ َشا ِه ُد الرُّ َّكابُ ال َمنَا ِظ َر ال َج ِم ْيلَةَ ِم ْن خَ الَ ِل النَّافِ َذ ِة‬
• ‫س‬ َ ْ‫يَ ْكتُبُ التِّ ْل ِم ْي َذا ِن الدَّر‬
• ‫ات فِى ْالفَصْ ِل‬ ُ َ‫ت اَلطَّالِب‬ ْ ‫تَ َعلَّ َم‬
• ‫ت اَلنِّ َسا ُء زَ وْ َجه َُّن‬ ْ ‫اِحْ ت ََر َم‬

 Karakteristik Jumlah Fi’liyah:


a. Dalam Jumlah Fi'liyah, fa'il (subjek) terletak setelah fi’il (kata kerja).
b. Kadang subjek jumlah fi’liyah jelas (zahir), kadang tersembunyi (mudmar).
Mudmar kadang-kadang wajib, kadang-kadang jaiz (boleh).
• ‫أَرْ َكبُ ال َّسيَّا َرةَ إِلَى ْال َم ْد َر َس ِة‬
• ‫تُ َسافِ ُر إِلَى َجاكَرْ تَا بِالطَّائِ َر ِة‬
• ‫ْج ِد‬ ِ ‫اِ ْذهَبْ إِلَى ْال َمس‬
• َ َ‫يَ ْشت َِرى ْال ُم َسافِ ُر ت َْذ ِك َرةً إِلَى س َُرابَايَا ثُ َّم يَرْ َكبُ ْالقِط‬
‫ار‬

4. Pengertian Fa’il
Pengertian fa’il (subjek) adalah isim yang menunjukkan orang yang mengerjakan
suatu pekerjaan dan kedudukannya dalam I’rab adalah marfu’. Sedangkan menurut
Ibnu Aajurum didalam bab al-fa’il mengartikan fa’il menurut istilah adalah isim
marfu’ yang fi’ilnya disebutkan sebelumnya.[12]Di antara kaidah fa’il, sebagai
berikut:
a. Fa’il bisa terdiri dari ism yang mu’rab, ism yang mabni, atau masdar
muawwal.
Contoh:
‫تبارك هللا‬
‫آمنت باهلل‬
‫فازالذي اجتهد‬
‫يجوز أن يتزوج‬
b. Ism fa’il itu marfu’ atau fi mahalli rofa’, apabila dimasuki oleh huruf jar.
Contoh:
‫قد أفلح المؤمنون‬
‫كفى باهلل شهيدا‬
‫ما جاء من أح‬

5. Pengertian Naib al-fa’il


Na’ib al-fa’il ialah Isim marfu’ yang tidak disebutkan fa’ilnya. Dalam suatu jumlah
(kalimat) seharusnya membutuhkan fi’il (predikat), fa’il (subjek) dan maf’ul bih
(objek). Akan tetapi, dalam pembahasan ini, kita hanya menggunakan fi’il (predikat)
dan naibul fa’il (pengganti fa’il). Maka jumlah (kalimat) aktif yang memenuhi tiga
syarat diatas diubah menjadi jumlah (kalimat) pasif yang tidak disebutkan fa’ilnya.
Adapun fi’il (subjek) yang digunakan dalam jumlah (kalimat) pasif adalah fi’il
majhul dan kaidahnya sebagai berikut:
‫فـإن كان الفعل ماضيا ضم أوله وكسر ما قبل آخره وإن كان مضارعا ضم أوله‬
‫وفتح ما قبل آخره‬
Jika fi’il madhi maka huruf yang pertamanya didhammahkan dan huruf sebelum
akhirnya dikasrahkan. Adapun untuk fi’il mudhari’ maka huruf yang pertama
didhammahkan dan difathahkan hurufnya sebelum akhirnya.
Contoh dari fi’il madhi yang didhammahkan huruf pertamanya dan dikasrahkan huruf
sebelum akhirnya adalah:
‫فُتِح الباب‬
‫قُتِل الكافرون‬
‫قُ ِرأت الرسالة‬
‫ُكتِبت الرسائل‬
Jika suatu fi’il didahului dengan ta’ maka huruf yang kedua dihjammahkan seperti
halnya ta’. Misalnya:
‫تسلمت سعاد الجائزة‬ ُ‫ تُ ُسلِّمت الجائزة‬:
Jika huruf sebelum akhir adalah alif maka alif tersebut diubah menjadi ya’ dan huruf
sebelum ya’ tersebut dikasrahkan. Misalnya:
‫قال محمد الحق‬ ‫ق‬ّ ‫ قِيل الح‬:
Kemudian contoh fi’il mudhari’ yang huruf pertamanya didhammahkan dan huruf
yang sebelum akhir difathahkan adalah:
‫يفتح محمد الباب‬ ‫ يُفتَح الباب‬:
‫ يُقتَل الكافرون يقتل المسلمون الكافرين‬:
‫تقرأ عائشة الرسالة‬ ‫ تُق َرأ الرسالة‬:
‫يكتب محمد الرسائل‬ ‫ تُكتَب الرسائل‬:
Jika huruf sebelum akhirnya adalah huruf ya’ atau wawu maka huruf tersebut diubah
menjadi alif. Misalnya:
‫يبيع الفالح القطن‬ ‫ يبَاع القطن‬:
‫صام رمضان يصوم المسلمون رمضان‬ َ ‫ ي‬:

M. TAQSIMUL JUMLAH ISMIYAH

1. Pengertian taqsimatul ismiyatun


Jumlah Ismiyah Sesuai namanya, jumlah ismiyah adalah jumlah (kalimat) yang
diawali dengan isim (kata benda), kalimat ini terdiri dari susunan mubtada' dan
khabar.Mubtada' merupakan subyek dalam bahasa Arab, karena menjadi subyek
maka mubtada' mempunyai beberapa sifat yaitu: pertama, harus berupa ma'rifat (kata
khusus/tertentu/spesifik, bukan umum. contoh: nama orang, kemasukan huruf
alif+lam). kedua, tanda i'robnya adalah rofa'.
Sedangkan khobar merupakan predikat, yaitu bertugas menjelaskan atau
menerangkan keadaan mubtada' (subyek), khobar bisa berupa kata atau anak kalimat.
sifat khobar yaitu : satu, harus nakiroh (kata umum). kedua, khobar juga mempunyai
tanda i'rob rofa'.Mubdata' dan khobar harus mempunyai sifat yang sama, ketika
mubdata' nya mudzakar maka khobar juga harus mudzakar, antara mubtada' dan
khobar juga harus sama-sama mufrad, tasniyah, atau jamak.

2. Pengertian mubtada dalam ismiyatun


Mubtada adalah setiap isim yang dimulai pada awal kalimat baik didahului oleh
nafyu maupun istifham, contoh ( ‫= محمد مبتسم‬Muhammad tersenyum), contoh
didahului oleh nafyu (‫= ما قادم الضيف‬tamu itu tidak datang) dan contoh isim yang
didahului oleh kata Tanya (‫علي‬
ُّ ‫= أ ناجح‬apakah yang lulus adalah Ali). Dan hukum
isim yang dimulai pada awal kalimat tersebut (‫ )المبتدأ‬adalah Marfu’ (dibaca akhir
katanya dengan harakah dhamma), kecuali apabila isimtersebut didahului oleh huruf
Jarr tambahan atau yang menyerupainya maka hukumnya secara Lafadznya adalah
Majrur namun kedudukannya dalam kalimat tetaplah Marfu’. Contohnya firman
Allah SWT : ‫ وما من إله إال هللا‬kata Ilah pada ayat tersebut secara lafadznya adalah
majrur namun kedudukannya tetaplah Rafa’.
Dan Mubtada terbagi menjadi dua, yaitu Mubtada Sharih ( ‫ )مبتدأ صريح‬yang mencakup
semua isim dhahir seperti pada contoh di atas, dan juga terdiri dari Dhamir,
contohnya (‫= هو مجتهد‬dia bersungguh-sungguh) atau (‫= أنت مخلص‬kamu ikhlas), yang
Kedua adalah Mubtada Muawwal (‫ )مؤول‬dari An (‫ )أن‬dan fi’ilnya, contohnya firman
Allah SWT (‫ )وأن تصوموا خير لكم‬dan (‫ )أن تتحدوا أرهب لعدوكم‬mubtada pada contoh ini
adalah An dan Fi’ilnya dita’wilkan menjadi isim mashdar sebagai mubtada, atau
dengan kata lain An dan fi’ilnya dijadikan mashdar sebagai mubtada sehingga An
Tashumu menjadi Shiyamukum dan An Tattahidu menjadi itthidadukum karena
mashdar dari kata Shama-Yashumu=berpuasa adalah Shiyam dan Ittahada-
yattahidu=bersatumashdarnya adalah ittihad,( ‫)وأن تصوموا =وصيامكم خير لكم‬, (‫أن تتحدوا‬
‫)=اتحادكم أرهب لعدوكم‬. Mubtada boleh terdiri dari banyak kata sedangkan khabarnya
hanyalah satu, contohnya (‫)صديقك والده أمنيته تحقيقها أن يشفى ابنه‬.
Adapun Isim marfu’yang terletak setelah mubtada yang tidak memiliki khabar yang
dibarengi oleh Nafyu atau istifham maka kedudukannya dalam I’rab kalimat adalah
sebagai berikut:
a. Apabila menunjukkan kepada sifat yang tunggal dan setelahnya adalah
isim yang tunggal contohnya (‫ )أ مسافر الرجل‬atau (‫ )ما محبوب الكسول‬maka
I’rabnya ada dua kemungkinan, Pertama: sifat yang pertama setelah
istifham (musafir) adalah mubtada dan setelahnya adalah Fa’il karena
letaknya setelah Isim Fa’il, atau Naib Fa’il apabila terletak setelah isim
maf’ul, keduanya marfu’menempati kedudukan khabar. Kedua: Sifat yang
pertama (musafir) adalah khabar yang didahulukan (khabar muqaddam)
sedangkan kata (rajul) adalah mubtada yang diakhirkan (mubtada
muakkhar).
b. Apabila sifat yang pertama menunjukkan pada isim tunggal kemudian
setelahnya adalah Mutsanna (yang menunjukkan bentuk dua) atau Jamak,
maka sifat yang pertama adalah mubtada dan isim setelahnya tersebut
adalah Fa’il atau naib fa’il yang menempati posisi khabar, contoh ( ‫ما مهمل‬
‫ )الطالبان‬dan (‫ )ما محبوب المقصرون‬kata Muhmil adalah mubtada sedangkan
thalibani adalah Fa’il karena terletak setelah isim Fa’il, dan kata Mahbub
adalah mubtada sedangkan Muqshirun adalah Naíb Fa’il karena terletak
setelah Isim Maf’ul.
3. Apabila sifat yang pertama berbentu dua (mutsanna) atau Jamak dan setelahnya
adalah mutsanna atau jamak maka isim yang pertama adalah khabar yang
didahulukan (khabar muqaddam) dan isim yang setelahnya adalah mubtada yang
diakhirkan (mubtada muakkhar), contohnya (‫ )أ مسافران الضيفان‬dan (‫ما مقصرون‬
‫)المجتهدون‬, kata musafirani dan muqshirun adalah khabar muqaddam sedangkan
dhaifani dan mujtahidun adalah Mubtada muakkhar.
Asal dari Mubtada adalah Ma’rifah atau mubtada haruslah isim yang ma’rifah
sebagaimana pada contoh-contoh di atas, kecuali apabila didahului oleh nafyu atau
istifham maka boleh mubtada itu nakirah dengan catatan kenakirahannya tidaklah
mengurangi dan mempengaruhi makna yang dapat diperincikan sebagai berikut:
a. Nakirah tersebut menunjukkan kekhususan baik dengan menyebutkan
sifat atau tidak, ataupun nakirah tersebut secara lafadznya bersandar pada
ma’rifat, contohnya (‫ )رجيل عندنا‬dan contoh yang idhaf ( ‫خمس صلوات كتبهن‬
‫)هللا على العباد‬.
b. Nakirah yang menunjukkan pada sesuatu yang umum, baik mubtadanya
adalah bentuk yang umum, contohnya ( ‫)من يقم أقم معه‬, kata man di sini
adalah bentuk nakirah yang umum. Maupun mubtada yang nakirah
tersebut terletak dalam kalimat yang didahului oleh nafyu atau istifham,
contohnya (‫ )ما رجل في الدار‬dan (‫)هل أحد قادم‬.
c. Mubtada yang nakirah haruslah didahului oleh kalimat yang terdiri dari jar
majrurr atau dharf, contohnya (‫)في المدرسة زائرون‬, mubtada di sini adalah
nakirah karena di dahului oleh jar majrur, dan (‫)حول البئر أشجار‬, kata asyjar
adalah nakirah karena didahului oleh dzharf.
d. Nakirah harus Athaf (mengikuti) pada ma’rifah atau diikutkan pada
ma’rifah, contohnya (‫ )محمد ورجل عندنا‬kata rajul di sini nakirah karena ikut
pada Muhammad. dan ( ‫ )رجل ويوسف في المنزل‬kata rajul diikutkan pada
yusuf.
e. Mubtada yang nakirah merupakan jawaban atas pertanyaan, contohnya,
ada yang bertanya (‫ )من عندك‬maka jawabannya (‫ )صديق‬dengan
menggunakan nakirah, takdirnya adalah (‫)صديق عندي‬.
f. Terletak setelah Laula (‫)لوال‬, contoh (‫)لوال رجل لهلك أخوك‬.
g. Jika khabarnya adalah sesuatu yang aneh yang keluar dari kebiasaan,
contohnya (‫= شجرة سجدت‬pohon bersujud).

Apabila kita melihat dari contoh-contoh di atas dapat dilihat perbedaan kedudukan
mubtada yang kadang didahulukan (mubtada muqaddam) dan kadang diakhirkan
(mubtada muakkhar), kesemuanya itu mempunyai aturan yang wajib didahulukan
maupun boleh didahulukan.

 Wajib mendahulukan Mubtada


Mubtada itu wajib didahulukan apabila:
a. Isim yang mempunyai kedudukan sebagai pendahuluan di dalam kalimat,
seperti isim syarat, atau istifham atau Ma yang menunjukkan ketakjuban,
contohnya (‫= من يقرأ الشعر ينم ثروته اللغوية‬barangsiapa yang membaca
syair maka akan bertambah kekayaannya dengan bahasa), kata Man di sini
adalah mubtada yang harus di dahulukan karena posisinya dalam kalimat
sebagai pembukaan dan pendahuluan, contoh lain (‫= من مسافر غدا‬siapakah
yang akan bepergian besok), kata man di sini adalah kata Tanya yang
harus selalu didahulukan dan ia adalah mubtada, contoh lain ( ‫ما أجمل الربيع‬
=alangkah indahnya musim semi) Kata Ma disini adalah Ma takjub yang
mana harus dan wajib didahulukan.
b. Mubtada yang menyerupai isim syarat, contohnya ( ‫الذي يفو ُز فله جائزة‬
=yang menang maka baginya piala), kata allazi dalam kalimat ini
menyerupai isim syarat.
c. Isim tersebut haruslah disandarkan kepada isim yang menempati posisi
dan kedudukan kata pendahuluan, contohnya ( ‫ )عمل من أعجبك‬kata ‘amal
disandarkan pada Man yang kedudukannya sebagai pendahuluan.
d. Apabila khabarnya adalah jumlah fi’liyah dan fa’ilnya adalah dhamir yang
tersembunyi yang kembali kepada mubtada, contohnya ( ‫محمد يلعب الكرة‬
=Muhammad bermain bola) kata yal’ab adalah khabar jumlah fi’liyah dan
fa’ilnya dhamir tersembunyi kembali ke Muhammad.
e. Isim tersebut haruslah disertai dengan huruf Lam untuk memulai atau Lam
tauwkid, contoh (‫ )وللدار اآلخرة خير للذين يتقون‬kata addar dimasuki oleh lam
ibtida, dan (‫ )ولذكر هللا أكبر‬dimasuki lam tawkid.
f. Mubtada dan khabarnya adalah Ma’rifat atau kedua-duanya nakirah dan
tidak adanya kata yang menjelaskannya, contohnya ( ‫ )أبوك محمد‬jika ingin
memberitahukan tentang bapaknya maka wajib didahulukannya, dan (‫محمد‬
‫ )أبوك‬jika ingin memberitahukan tentang Muhammad.
g. Mubtada teringkas khabarnya oleh Illa atau Innama, contohnya (‫ما الصدق‬
‫ )إال فضيلة‬dan (‫)إنما أنت مهذب‬.

 Wajib menghilangkan Mubtada


Mubtada wajib dihilangkan dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Apabila mubtada ikut kepada Sifat yang marfu’ dengan tujuan memuji
atau menghina atau sebagai rasa iba dan saying, contohnya ( ‫مررت بزي ٍد‬
‫ )الكري ُم‬mubtadanya dihilangkan karena disifati oleh sifat yang rafa’,
asalnya adalah (‫)هو الكريم‬. Contoh lain (‫= ابتعدـ عن اللئيم الخبيث‬jauhilah dari
orang jahat yang jelek sifatnya), asalnya adalah ( ‫ )هو الخبيث‬mubtada nya
wajib dihilangkan karena disifati oleh sifat yang marfu”.
b. Jika menunjukkan jawaban terhadap sumpah, contohnya ( ‫في ذمتي ألقولن‬
‫ )الصدق‬asalnya adalah (‫ )في ذمتي عهد‬dengan menghilangkan mubtadanya
yaitu ‘ahd.
c. Jika khabarnya adalah mashdar yang mengganti fi’ilnya, contohnya (‫صبر‬
‫ )جميل‬asalnya adalah ( ‫ )صبري صبر جمل‬maka wajib menghilangkan
mubtadanya.
d. Jika khabarnya dikhususkan pada pujian atau cercaan setelah kata Ni’ma (
‫ )نعم‬dan Bi’sa (‫ )بئس‬dan terletak diakhir, contohnya (‫نعم الطالب محمد‬
=alangkah baiknya pelajar yaitu Muhammad) dan (‫بئس الطالب الكسول‬
=alangkah buruknya pelajar yang pemalas), muhammad dan kusul pada
contoh di atas adalah khabar dari mubtada yang dihilangkan, asalny
adalah (‫ )هو محمد‬dan (‫)هو الكسول‬.

Selain dari empat masalah ini, mubtada juga kebanyakan dihilangkan jika
terletak setelah kata qaul (berkata), contohnya (‫ )ويقولون طاعة‬mubtadanya
dihilangkan, asalnya adalah (‫)أمرنا طاعة‬, contoh lain, (‫ )قالوا أضغات أحالم‬dan (
‫ )وقالت عجوز عقيم‬asalnya adalah (‫ )هي أضغات‬dan (‫)أنا عجوز‬. Atau mubtadanya
terletak setelah Fa sebagai jawban dari syarat, contohnya (‫وإن يخالطوهم‬
‫ )فإخوانكم‬asalnya adalah (‫)فهم إخوانكم‬.
Mubtada boleh dihilangkan dan dihapus sebagai jawaban atas pertanyaan
orang yang bertanya ( ‫?)كيف محمد‬, dan jawabnya (‫ )بخير‬aslinya adalah (‫هو‬
‫)بخير‬, atau Mubtada itu boleh dihilangkan apabila ada kalimat atau kata yang
menunjukkan tentangnya, contohnya firman Allah SWT ( ‫من عمل صالحا فلنفسه‬
‫ )ومن أساء فعليها‬kata Falinafsihi kedudukannya rafa’ khabar dan dhamir Ha
majrur bil idhafah sedangkan mubtadanya mahzuf (dihilangkan) begitu juga
pada wa man asaa fa’alaiha, asalnya adalah (‫ )من عمل صالحا فعمله لنفسه‬dan (
‫)ومن أساء فإساءته عليها‬.
Dan boleh juga menghilangkan Mubtada dan khabarnya apabila ada dalil yang
menunjukkan kepadanya, contohnya (، ‫الذين فازوا في مسابقة اإللقاء لهم جوائز‬
‫ )والذين ساهموا أيضا‬yang dihapus dari kalimat tersebut adalah mubtada dan
khabarnya yaitu (‫ )لهم جوائز‬aslinya haruslah ( ‫)والذين ساهموا أيضا لهم جوائز‬
dihapus karena telah dijelaskan pada kalimat sebelumnya.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas mengenai Jumlah Ismiah ( ‫)الجملة االسمية‬
yang terdiri dari dua bagian yang memberikan petunjuk serta pemahaman
kepada pendengar agar diterima. Para pakar Nahwu menyebut bagian pertama
dari jumlah ismiah ini dengan Mubtada karena ia adalah bagian yang dimulai
dalam pembicaraan, sedangkan bagian keduanya dinamakan Khabar karena ia
memberitahukan keadaan yang ada pada mubtada, dan bisa saja terdiri dari
segala bentuk sifat baik ia isim fa’il, atau maf’ul ataupun tafdhil, contohnya, (
‫ )محمد فاضل‬dan (‫)علي محبوب‬.
Para ahli nahwu menyebutkan hukum dari pada khabar adalah sebagai
berikut:
1. Wajib merafa’ (memberi harakah dhamma) khabar, penyebab khabar itu
marfu’adalah mubtada , contohnya (‫ )أنت كريم‬Karim adalah khabar
marfu’disebabkan oleh mubtada. Contoh lain (‫ )والصلح خير‬Khair khabar
mubtada marfu’.
2. Khabar pada dasarnya haruslah nakirah, contohnya ( ‫ )محمد فاضل‬fadhil
adalah nakirah dan ia khabar mubtada.
3. Khabar haruslah disesuaikan atau ikut kepada mubtada dari segi
tunggalnya atau tasniyah (bentuk duanya) ataupun jamak, contoh (‫الطالب‬
‫)متفوق‬, (‫)الطالبان متفوقان‬, dan (‫)الطالب متفوقون‬.
4. Boleh menghilangkan khabarnya apabila ada dalil yang menunjukkan
kepadanya, dan masalah ini nanti akan dibahas pada pembahasannya.
5. Wajib menghilangkan khabarnya, masalh ini pun akan dibahas nanti pada
pembahasannya.
6. Khabar boleh banyak dan beragam sedangkan mubtadanya hanya satu,
contohnya (‫ )محمد ذكي فطن‬zakiyun dan fithn adalah khabar mubtada,
contoh lain (‫)أحمد شاعر خطيب كاتب‬.
7. Boleh dan wajib didahulukan khabar dari pada mubtada, dan pembahasan
ini pun akan di bahas pada pembahasannya.

Macam-macam Khabar
Khabar terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Khabar Mufrad (‫ )المفرد‬yaitu khabar yang bukan berbentuk kalimat atau
yang menyerupai kalimat, akan tetapi terdiri dari satu kata baik
menunjukkan pada tunggal atau mutsanna (bentuk dua) ataupun jamak, dan
harus disesuaikan dengan Mubtada dalam pentazkiran (berbentuk
muzakkarf=lk) atau ta’nis juga dalam bentuk tunggal, mutsanna dan jamak.
Contoh (‫= القمر منير‬bulan bersinar), (‫= الطالبة مؤدبة‬pelajar pr itu sopan).
2. Khabar Jumlah (‫)جملة‬, yaitu khabar yang berbentuk kalimat baik jumlah
ismiah (‫ )اسمية‬maupun fi’liyah (‫)فعليه‬. Contoh khabar jumlah ismiah (‫الحديقة‬
‫= أشجارها خضراء‬taman itu pepohonannya berwarna hijau) atau (‫الثوب لونه‬
‫= ناصع‬pakaian itu warnanya bersih), Atsaub =adalah mubtada pertama,
Lawn=Mubtada kedua dan mudhaf, dhamir Hu=mudhaf ilaih,
Nashi’=khabar mubtada kedua, Jumlah dari mubtada kedua dan khabarnya
menempati posisi rafa’ yaitu khabar dari mubtada pertama. Adapaun
contoh khabar mubtada dari jumlah fi’liyah, ( ‫األطفال يلعبون في الحديقة‬
=anak-anak bermain di taman) yal’abun adalah fi’il mudhari’marfu’karena
khabar mubtada yang berbentuk jumlah fi’liyah. Khabar jumlah baik
ismiah maupun fi’liyah haruslah berhubungan dengan mubtada.

3. Khabar syibhu jumlah (‫ )شبه الجملة‬yaitu khabar yang bukan mufrad atau
jumlah akan tetapi menyerupai jumlah, terdiri dari Jarr wal majrur (‫جار‬
‫ )ومجرور‬dan dharf =kata keterangan,(‫)ظرف‬. Contoh khabar dari jar wal
majrur (‫= الكتاب في الحقيبة‬buku di dalam tas), (‫= الماء في اإلبريق‬air di dalam
teko). Contoh khabar dari dharf makan (keterangan tempat), (‫الجنة تحت أقدام‬
‫= األمهات‬surga dibawah telapak kaki ibu), (‫= الطائر فوق الشجرة‬burung di
atas pohon), contoh dharf zaman (keterangan waktu), ( ‫الرحلة يو َم الخميس‬
=bepergian pada hari kamis), (‫= السفر بعد أسبوع‬akan bepergian setelah
seminggu).

 Wajib mendahulukan Khabar


Khabar wajib di dahulukan dari mubtada dalam keadaan sebagai berikut:
a. Apabila mubtada nya adalah isim nakirah yang semata-mata tidak untuk
memberitahukan dan khabarnya adalah jar wal majrur atau dharf,
contohnya (‫= في المدرسة معلمون‬di sekolah ada para guru), (‫= عندنا ضيف‬ada
tamu). Jika mubtadanya nakirah dengan maksud untuk memberitahukan
maka hukumnya boleh didahulukan atau pada tempatnya semula,
contohnya (‫)صديق قديم عندنا‬.
b. Jika khabarnya adalah istifham (kata Tanya) atau disandarkan pada kata
Tanya, contohnya (‫= كيف حالك‬bagaimana kabarmu), (‫= ابن من هذا‬anak
siapa ini) atau (‫= أي ساعة السفر‬jam berapa perginya).
c. Apabila ada dhamir yang berhubungan atau bergandengan dengan
mubtada sedangkan kembalinya dhamir tersebut kepada khabarnya atau
sebagian dari khabarnya, contohnya, (‫= في المدرسة طالبها‬di sekolah ada
murid-murid-nya), (‫= في الحديقة أطفالها‬di tama nada anak-anak-nya),
dhamir yang ada pada mubtada kembali kepada khabarnya.
d. Meringkas khabar mubtada dengan Illa (‫ )إال‬atau Innama (‫)إنما‬, contohnya,
(‫= ما فائز إال محمد‬tiada yang menang kecuali Muhammad), (‫إنما فائز محمد‬
=yang menang adalah Muhammad), dalam contoh ini kata faiz diringkas
atau dipendekkan sebagai sifat dari Muhammad.
Boleh mendahulukan atau mengakhirkan khabar apabila khabarnya
sebagai pengkhususan setelah kata Ni’ (‫ )نعم‬ma dan Bi’sa (‫)بئس‬, contohnya (‫نعم‬
‫= الرجل محمد‬alangkah baiknya lelaki itu muhammad), ( ‫بئس العمل الخيانة‬
=alangkah buruknya perbuatan khianat), Muhammad di sini bisa saja mubtada
muakkhar dan jumlah fi’liyah sebelumnya adalah khabar muqaddam, dan bisa
saja mubtadanya dihilangkan dan Muhammad di sini adalah khabarnya,
karena apabila pengkhususan setelah ni’ ma dan bi’ sa didahulukan atas
fi’ilnya maka ia adalah mubtada dan jumlah fi’liyahnya adalah khabar
muakhhar oleh sebab itu boleh didahulukan atau diakhirkan.

 Boleh menghilangkan Khabar


Khabar boleh dihilangkan apabila terletak setelah Iza al fajaiyah (tiba-tiba),
contohnya (‫= خرجت فإذا األسد‬saya keluar tiba tiba ada harimau), (‫وصلت فإذا‬
‫= المطر‬saya sampai tiba-tiba hujan), khabarnya dihilangkan, asli dari kalimat
tersebut adalah (‫ )إذا األسد حاضر‬dan (‫)فإذا المطر منهمر‬. Apabila ada dalil yang
menjelaskannya maka khabar pun boleh dihilangkan, yang dapat ditemukan
pada jawaban dari pertanyaan, misalanya ada yang bertanya ( ‫= من غائب‬siapa
yang alpa?), jawabannya (‫ )عل ّي‬dengan menghapus khabarnya yaitu (‫)عل ّي غائب‬
karena telah dijelaskan pada pertanyaannya. Dan apabila jumlah ismiah
mengikuti (athf) pada jumlah ismiah yang tidak dihilangkan khabarnya, maka
boleh menghilangkan khabar pada jumlah ismiah yang ma’thuf, contohnya (
‫= محمد مجتهد وأحمد‬muhammad rajin dan ahmad juga), asal dari kalimat di atas
(‫)وأحمد مجتهد‬, dihilangkan khabar jumlah ismiah yang ma’tuf karena telah
dijelaskan pada sebelumnya.

 Wajib menghilangkan Khabar


Adapun tempat-tempat dimana khabar itu wajib dihilangkan adalah sebagai
berikut:
a. apabila mubtadanya adalah isim yang sharih yang menunjukkan pada
sumpah, contohnya (‫= لعمرك ألشهدن الحق‬demi hidupmu saya bersaksi
dengan kebenaran), khabarnya wajib dihilangkan, asalnya adalah (‫لعمرك‬
‫)قسمي‬.
b. Khabarnya menunjukkan pada sifat yang mutlak artinya sifat tersebut
menunjukkan akan keberadaan dari sesuatu, dan hal itu terdapat pada kata
yang bergandengan dengan jar majrur atau dharf, contohnya ( ‫الماء في‬
‫= اإلبريق‬air berada di dalam teko), (‫= الكتاب فوق المكتب‬buku berada di atas
meja), yang menunjukkan khabarnya telah dihilangkan yaitu (‫)موجود‬. Dan
apabila mubtadanya terletak setelah Lau la (‫ )لوال‬maka khabarnya yang
berarti keberadaan pun wajib dihilangkan, contohnya ( ‫لوال هللا لصدمت‬
‫= السيارة الطفل‬jika tidak ada Allah, maka mobil akan menabrak anak itu),
khabar yang dihilangkan adalah kata (‫ )موجود‬pada contoh ini.
3. Jika mubtadanya adalah mashdar atau isim tafdhil yang disandarkan pada
mashdar dan setelahnya bukanlah khabar melainkan hal yang menduduki
tempatnya khabar, contohnya (‫= تشجيعي الطالب متفوقا‬saya mendukung
pelajar yang berprestasi), (: ‫= أفضل صالة العبد خاشعا‬sebaik-baik shalatnya
sorang hamba dalam keadaan khusu’) asalnya adalah ( ‫أفضل صالة العبد عند‬
‫)خشوعه‬.
4. Khabarnya terletak setelah huruf Wau (‫ )واو‬yang berarti dengan/bersama (
‫)مع‬, contohnya, (‫= كل طالب وزميله‬semua pelajar bersama kawanya), wau
di sini berarti bersama sehingga khabarnya dihilangkan, dan khabar yang
dihilangkan adalah kata (‫)مقرونان‬.

 Contoh-contoh taqsimul jumlah dalam ismiyatun


- Jumlah Ismiyah
Contoh:

Arti Jumlah Ismiyah

Zaid berdiri ‫زَ ْي ٌد قَائِ ٌم‬

Segala puji hanya َ‫ال َح ْم ُد هّلِل ِ َربِّ ال َعالَ ِم ْين‬


milik Allah pencipta alam
semesta

‫ال ُم ْسلِ َما ِن‬


Dua orang muslim ‫قَائِ َمان‬
berdiri ِ

Contoh pertama, kata 'zaidun' sebagai mubdata' dan kata 'qooimun' sebagai
khobar sama-sama isim mufrad (kata benda tunggal) dan mudzakar (kata
benda berjenis kelamin laki-laki).
Contoh kedua, kata 'al-hamdu' sebagai mubtada' (subyek), sedangkan
khobarnya (predikatnya) adalah berupa susunan anak kalimat yaitu 'lillahi
robbil 'aalamiina'. yang jelas adalah, jumlah (kalimat) ini termasuk jumlah
ismiyah karena diawali dengan isim (kata benda) yaitu 'al-hamdu' (bagaimana
bisa tahu 'al-hamdu' adalah isim? karena ia kemasukan alif lam) lebih
lengkapnya bisa baca artikel ini: Pengertian isim (kata benda) dan ciri-cirinya.
Contoh ketiga, kata 'muslimaani' sebagai mubtada' (subyek) dan kata
'qooimaani' sebagai khobar sama-sama isim tasniyah (kata benda yang
menunjukan arti dua).
Nah, dari ketiga contoh di atas, semuanya adalah jumlah ismiyah karena
diawali dengan kata benda (isim).

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Pengertian Al-Kalimah(‫) َكلِ َم ْة‬
Sebuah literature berbahasa Arab, sepanjang apapun, sebenarnya
hanya tersususn dari kata. Kata demi kata disusun menjadi sebuah kalimat.
Kalimat demi kalimat disusun menjadi sebuah peragraf. Kemudian paragraph
demi paragraph disusun menjadi sebuah tulisan yang menjadi hingga
berlembar-lembar banyaknya.
2. Pembagian Al-Kalimah(‫) َكلِ َم ْة‬
a) Kata benda
b) Kata kerja
c) Kata bantu
3. Pembagian Isim
a) Jenis kelamin
b) Bilangan atau tunggal
c) Kata umum/kata khusus
4. Fi’il dari segi jenis hurufnya terbagi menjadi dua yaitu:
a) Fi’il shahih
b) Fi’il mu’tal
5. Pengertian Fi’il Lazim dan Muta’addi
a) Fi’il Lazim
Yaitu kalimah fi’il yang tidak sampai kepada maf’ul kecuali perantara huruf
jar atau perantara huruf ta’diyah lainnya semisal huruf hamzah lit-ta’diyah.
b) Fi’il muta’addi
Yaitu kalimah fi’il yang sampai kepada maf’ul tanpa perantara huruf jar
atau perantara huruf ta’diyah lainnya.
6. Huruf adalah sesuatu yang unsur yang tidak akan sempurna maknanya kecuali
bila sudah berhubungan dengan yang lain. Dalam bahasa Arab dikenal
beberapa kategori huruf, yang secara garis besarnya dapat dikelompokkan
menjadi dua macam:
a) Huruf Mabani (‫) ُحرُوْ فُ ال َمبَا نِ َي‬
b) Huruf ma'ani (‫) ُحرُوْ فُ ال َم َعا نِي‬
7. Pengertian jumlah fi’liyyah dan jumlah ismiyyah
a) Jumlah fi’liyyah adalah kalimat yang dimulai oleh fi’il (fi’il dan fa’il).
b) Jumlah ismiyyah adalah kalimat yang dimulai oleh isim (mubtada dan
khobar).

B. SARAN
Bagi para pembaca yang telah membaca makalah ini agar dapat memahami
pembelajaran bahasa arab dan menambah pengetahuan kita. Keutamaan bahasa Arab
amatlah jelas karena bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur’an Al-Karim. Cukup alasan
inilah yang jadi alasan besar kenapa kita harus mempelajari bahasa Arab. Dan
meningkatkan belajarnya dalam pembelajaran intensif bahasa arab sehingga dapat
merangsang daya tarik dan perhatian mereka terhadap pentingnya belajar bahasa
arab.
DAFTAR PUSTAKA

A. Amiruddin, Tata Bahasa Arab (Surabaya: Al-Ihsan, 1992)

Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum


Dalam Al-Qur’an (Jakarta: Penamadani, 2008)

Nadwi, Abdullah Abbas. Learning The Language Of The Holy Al-Qur’an


BelajarBahasaAlqur’an. Bandung: mizan, 1996.

Shofyan, Sholahudin M. Pengantar memahami Alfiyah. Jombang: Darul


Hikmah,2002

Ghaziadin Djupri, Ilmu Nahwu Praktis. Surabaya: Apollo, 2001

Al- Ghulayaini, Mustafa. 1992. Jami’ud Durusil Arabiyyah. Semarang: CV Asy-


Syifa’.
Khaironi, A Shahib. 2010. Al arobiyah li ghoiri arob. Jatibening: WCM press

Thalib, Moh. 2002.Tata Bahasa Arab. Bandung: Al-Ma’rif.

http://gilmanalireza.blogspot.com/2015/11/makalah-bahasa-arab-pembagian-
jenis.html?m=1
https://nasirulwordpress.wordpress.com/tag/makalah-bahasa-arab/

Anda mungkin juga menyukai