Anda di halaman 1dari 25

PENDAHULUAN

Tulisan ini saya dedikasikan terutama untuk saya sendiri agar supaya pengetahuan saya tentang ilmu
tata bahasa dan gramatika arab yang pernah saya pelajari dulu dipesantren dapat saya ingat-ingat
kembali sehingga tidak mudah untuk dilupakan dengan mempraktekkannya, begitu juga bagi siapa
saja yang berkeinginan untuk mempelajari kaidah shorof secara khusus untuk memperkuat
pengetahuannya tentang bahasa arab , saya mengijinkan tanpa syarat untuk menelaah tulisan ini, tak
lupa pula kritik dan saran senantiasa saya harapkan dari siapa saja yang berkesempatan membaca
keterangan yang saya tulis ini, karena saya juga hanyalah manusia biasa yang tentu membutuhkan
koreksi dari orang yang barangkali lebih mumpuni dalam bidang ini.

Pertama perlu saya tegaskan bahwa standar saya dalam menulis keterangan tentang kaidah shorof
ini adalah sebuah kitab/buku kecil dan tipis tapi kaya akan dasar ilmu tata bahasa arab yang
menampilkan contoh-contoh kiyasan tashrîf dalam bentuk seperti tabel yaitu kitab Amtsilatut tashrif
karangan seorang ulama Indonesia yang terkemuka pasa masanya iaitu syeikh Muhammad Ma’shum
ibn ‘Ali yang berdomisili di Kewaron Jombang Jatim, kitab karangan beliau ini telah tersebar luas
dipesantren-pesantren di pulau jawa dan beberapa daerah diluar jawa, bisa didapatkan ditoko-toko
buku kurikulum pelajaran pesantren.

Demikian agar diperhatikan sebelumnya bagi siapa saja yang hendak mempelajarinya terlebih dahulu
saya sarankan untuk membeli bukunya untuk dijadikan panduan.

Sebelum mempelajari suatu bidang ilmu terlebih dahulu harus diketahui defenisi ilmu tersebut
beserta cakupan-cakupannya, dalam hal ini ilmu Tashrif atau yang biasa disebut dengan ilmu Shorof.

Tashrif secara etimologi berarti perubahan, pengalihan atau penggunaan, sedangkan secara istilah
Tashrif adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang bentuk-bentuk kalimat dalam bahasa arab
serta penjelasan huruf-hurufnya, asli, tambahan, pembuangan dan sebagainya.

Buku Amtsilatut tashrif yang ditulis oleh syeikh Muhammad Ma’shum ibn ‘Ali merupakan jadwal dan
contoh-contoh kalimat bahasa arab yang telah jadi setelah proses penambahan atau pengurangan
yang sesuai dengan kaidah Shorof baku, contoh-contoh tersebut terbagi menjadi dua bagian yaitu
Tashrif istilahi yang menampilkan wazan-wazan/contoh kalimat isim dan kalimat fi’il qiyasan (qiyasî)
serta perubahan bentuk kalimatnya setelah ditambahi dan dikurangi, dan Tashrîf lughowî yang
menampilkan bentuk-bentuk kalimat isim ataupun fi’il ditinjau dari dlomir (makna yang tersimpan)
yang terkandung didalamnya, mengenahi ilmu yang menjelaskan tentang proses penambahan dan
pengurangan huruf dalam kalimat dinamakan dengan ilmu I’lâl.

kalimat

Kalimat dalam bahasa arab terbagi menjadi 3:

kalimat isim yaitu kalimat yang mempunyai makna dengan sendirinya dan tidak mempunyai
waktu/masa seperti ‫ناصر‬/‫( زيد‬zaid/penolong)

kalimat fi’il yaitu kalimat yang mempunyai makna dengan sendirinya dan mempunyai masa seperti
‫( نصر‬telah menolong)

kalimat huruf yaitu kalimat yang hanya bisa bermakna apa bila disambungkan dengan kalimat lain
seperti ‫ إن‬,‫( هل‬apakah, apa bila)
pembagian dari kalimat-kalimat tersebut diatas secara lengkap bisa dilihat di kitab nahwu atau ilmu
gramatika arab.

Sedangkan kalimat-kalimat yang tertulis dalam jadwal Amtsilatut tshrîf dalam Tashrif istilâhî sesuai
dengan urutannya yang berjejer kesamping adalah sebagai berikut:

Fi’il madly ialah kalimat yang menunjukkan zaman madly/masa lampau (past tense), hukumnya
adalah mabnî fathah (tercetak dalam bentuk berharkat fathah huruf akhirnya) kecuali apa bila
bersambung dengan dlômîr rofa’ mutaharrik (bentuk dlomir mulai dari jama’ mu’annats ghoibah
sampai mutakallim ma’al ghoir dalam tshrif lughowî hal. 36) maka harus disukunkan huruf akhirnya
seperti ‫ نصر‬mejadi ‫نصرن‬, atau bila bertemu dengan wau jama’ maka harus dibaca dlommah huruf
akhirnya seperti ‫ نصر‬menjadi ‫نصروا‬
ُ

Fi’il mudlôri’ ialah kalimat yang menunjukkan zaman hâl atau mustaqbal/saat ini atau akan datang
(present continues tense), hukumnya adalah mabni dlommah kecuali apa bila kemasukan âmil
nashob (kalimat yang menuntut nashob) maka harus dibaca fathah huruf akhirnya seperti ‫ينصر‬
ُ
menjadi ‫ أن ينصر‬atau âmil jazm (kalimat yang menuntut jazm) maka harus dibaca sukun huruf
akhirnya seperti ‫ينصر‬
ُ menjadi ‫لم ينصر‬

Mashdar ghoiru mîm ialah kalimat isim yang terletak pada urutan ketiga dalam tashrifan fi’il yang
tidak diawali dengan huruf mîm dan bermakna kejadian, hukumnya adalah mu’rob (harkat huruf
terakhirnya bisa berubah sesuai âmil yang menuntutnya), dan samâ’î (bentuk lafadznya tidak
selamanya mengikuti qiyasan shorof, akan tetapi disesuaikan dengan bahasa yang pernah didengar
dari orang arab) seperti ‫ ضربت زيدا بضرب خفيف‬,‫ ضربت زيدا ضربا شديدا‬,‫هذا ضرب خفيف‬

Mashdar mîm atau Isim mashdar ialah isim mu’rob yang diawali dengan huruf mîm dan beermakna
kejadian, hukumnya adalah mu’rob dan qiyasî (bentuk lafadznya disesuaikan dengan kiyasan shorof)
seperti ‫ منصر‬,‫ مقام‬dari fi’il madly ‫ نصر‬,‫قام‬

Isim dlomîr ialah isim yang tidak dapat dijadikan awalan dan tidak dapat terletak setelah ‫ إال‬secara
ikhtiyar (bila jatuh setelah illâ maka dikategorikan jarang) seperti contoh ‫ أحب الناس إالك‬hukumnya
adalah mabnî

Isim fâ’il ialah isim yang dibaca rofa’ yang disebut setelah fi’ilnya, isim fâ’il ada dua: fâ’il isim dhohir
seperti ‫ جاء زيد‬dan fâ’il isim dlomîr seperti ‫ جاء هو‬, hukumnya adalah mabnî dlommah, isim fa’il ini
menunjukkan pada makna kejadian dan orang yang melakukannya yang disebut dengan subjek

Isim isyâroh ialah isim yang dipakai sebagai makna isyarat, hukumnya adalah mabnî seperti ‫هذا زيد‬

Isim maf’ûl ialah isim yang dibaca nashob yang disebut setelah fâ’il, isim maf’ûl juga ada dua
sebagaimana isim fâ’il seperti ‫ ضربت زيدا‬dan ‫ضربته‬, hukumnya adalah mabnî fathah, isim maf’ûl ini
menunjukkan pada makna kejadian dan orang/sesuatu yang menjadi objek kejadian tersebut.

Fi’il amar ialah fi’il yang menunjukkan makna perintah yang eksis pada zaman mustaqbal, yang mana
harkat ‘ain fi’ilnya sama dengan harkat ‘ain fi’il mudlôri’nya, seperti ‫ص ُر‬
ُ ‫ ين‬menjadi ‫صر‬
ُ ‫ ان‬hukumnya
adalah mabnî sukun

Fi’il nahî ialah fi’il yang menunjukkan makna larangan yang harkat ‘ain fi’ilnya sama dengan harkat
‘ain fi’il mudlôri’nya seperti ‫صر‬
ُ ‫ ال تن‬dari mudlôri’ ‫ص ُر‬
ُ ‫ ين‬, hukumnya adalah mabnî sukun

Isim zamân dan Isim makân ialah isim yang menunjukkan makna masa/waktu atau makna tempat,
dua isim ini bentuk wazannya sama akan tetapi maknanya bisa berbeda sesuai pemakaiannya,
hukumnya adalah mu’rob, seperti contoh ‫( جرى المآء مجراه‬air mengalir ditempat mengalirnya) dan
‫( ضربت زيدا عند المظهر‬aku memukul zaid pada waktu dzuhur)

Isim âlat ialah isim yang menunjukkan makna alat seperti ‫( مفتاح‬kunci), hukumnya adalah mu’rob.

Keterangan; perbedaan antara isim fa’il dan isim maf’ul dalam fi’il rubâ’î dan seterusnya adalah
terletak pada harkat ‘ain fi’ilnya, isim fa’il dibaca kasroh ‘ain fi’ilnya sedangkan isim maf’ul dibaca
fathah ‘ain fi’ilnya. pemakaian isim zaman, isim makan dan isim alat tidak semuanya berlaku dalam
percakapan melainkan tergantung pada kebiasaan orang arab dalam pemakaiannya.

Bentuk Kalimat

Bentuk kalimat ada 13 macam, berikut keterangannya:

binâ’/bentuk kalimat shohîh, adalah bentuk kalimat yang fa’ fi’il/huruf pertama, ‘ain fi’il/huruf kedua
dan lam fi’il/huruf ketiganya (dengan menjadikan lafadz ‫ فعل‬sebagai wazan/contoh perbandingan)
tidak terdiri dari huruf ‘illat/penyakit yaitu alif, wau dan yâ’ seperti ‫نصر‬

binâ’ mudlo’âf adalah kalimat yang ‘ain fi’il dan lam fi’ilnya terdiri dari dua jenis huruf yang sama
seperti ‫ مد‬asalnya ‫مدد‬

binâ’ mitsâl wâwî adalah kalimat yang fa’ fi’ilnya terdiri dari huruf wau, seperti ‫وعد‬

binâ’ mitsâl yâ-î adalah kalimat yang fa’ fi’ilnya terdiri dari huruf yâ’ seperti ‫يسر‬

binâ’ ajwâf wawî adalah kalimat yang ‘ain fi’ilnya terdiri dari huruf wau seperti ‫ صان‬asalnya ‫صون‬

binâ’ ajwâf yâ-î adalah kalimat yang ‘ain fi’ilnya terdiri dari huruf yâ’ seperti ‫ سار‬asalnya ‫سير‬

binâ’ nâqish wawî adalah kalimat yang lâm fi’ilnya terdiri dari huruf wau seperti ‫ غزا‬asalnya ‫غزو‬

binâ’ nâqish yâ-î adalah kalimat yang lâm fi’ilnya terdiri dari huruf yâ’ seperti ‫ سرى‬asalnya ‫سري‬

9, 10 dan 11. binâ’ mahmûz fa’, ‘ain dan lâm adalah kalimat yang fa’ fi’il, ‘ain fi’il atau lâm fi’ilnya
terdiri dari huruf hamzah seperti ‫ فآء‬,‫ وأد‬,‫أدم‬

12. binâ’ lafîf maqrûn adalah kalimat yang terdiri dari dua huruf ‘illat yang berkumpul/tidak terpisah
seperti ‫شوى‬

13. binâ’ lafîf mafrûq adalah kalimat yang terdiri dari dua huruf ‘illat yang terpisah seperti ‫وقى‬

Tashrîf Istilâhî

hal. 2 ; (Kalimat yang sebangsa 3 huruf dan sepi dari tambahan)

Perlu diketahui sebelumnya bahwa kalimat baik fi’il ataupun isim dalam bahasa arab paling sedikinya
terdiri dari tiga huruf dan paling banyak adalah 7 huruf, sedangkan bentuk kalimat fi’il madly dan
mudlori’ dari fi’il tsulâtsî (kalimat fi’il yang terdiri dari tiga huruf) bila ditinjau dari harkat ‘ain fi’ilnya
ada enam bab dan tidak ada yang selain yanag enam ini, yaitu;

a. fathah-dlommah seperti ‫صر‬


ُ ‫ين‬-‫نصر‬
b. fathah-kasroh seperti ‫يضرب‬
ِ -‫ضرب‬

c. fathah-fathah seperti ‫يفتح‬-‫فتح‬

d. kasroh-fathah seperti ‫يعلم‬-‫علِم‬

e. dlommah-dlommah seperti ‫سن‬


ُ ‫يح‬-‫سن‬
ُ ‫ح‬

f. kasroh-kasroh seperti ‫يحسِب‬-‫حسِب‬

dibawah ini adalah jadwal tashrîf istilâhî dalam bentuk tabel kedalam bahasa Indonesia yang
diambilkan dari fi’il madly, sedangkan selain fi’il madly bisa disesuaikan sendiri terjemahnya dengan
petunjuk pembagian kalimat yang telah diterangkan sebelumnya.

Bab 1;

‫نصر‬

Menolong

‫مد‬

memanjangkan

‫صان‬

Menjaga

‫غزا‬

memerangi

‫أمل‬

Berangan

Bab 2;

‫ضرب‬

Memukul

‫فر‬

melarikan diri

‫وعد‬

Berjanji

‫يسر‬

Gampang

‫سار‬

Berjalan
‫سرى‬

berjalan dimalam hari

‫وقى‬

Menjaga

‫شوى‬

memanggang

‫أدم‬

membumbui

‫وأد‬

mengubur hidup-hidup

‫فآء‬

Kembali

Bab 3;

‫فعل‬

mengerjakan

‫فتح‬

Membuka

‫وضع‬

meletakkan

‫يفع‬

mendekati baligh

‫نأى‬

Jauh

‫نشأ‬

Tumbuh

‫رأى‬

Melihat

Bab 4;

‫علم‬

mengetahui

‫عض‬
menggigit

‫وجل‬

merasa takut

‫يبس‬

Kering

‫خاف‬

Takut

‫هاب‬

takut pada/menghormati

‫رضي‬

Rela

‫خشي‬

takut/malu

‫وجي‬

berjalan dg telanjang kaki

‫قوي‬

Kuat

‫روي‬

puas dg minum

‫أثم‬

Berdosa

‫بئس‬

Celaka

‫برئ‬

Bebas

Bab 5;

‫حسن‬

Baik

‫ضخم‬

besar (bentuk/tubuh)

‫جنب‬
keluar air maninya

‫شجع‬

Berani

‫جبن‬

lemah hatinya

‫وجه‬

menjadi orang kaya

‫يمن‬

Beruntung

‫طال‬

Panjang

‫سرو‬

mulia serta dermawan

‫أدب‬

Sopan

‫لؤم‬

rendah/hina

‫بطؤ‬

Lambat

‫وقر‬

Tenang

‫نجس‬

Najis

Bab 6;

‫حسب‬

menyangka

‫ومق‬

Mencintai

Hal 8; (kalimat yang sebangsa 4 huruf yang sepi dari tambahan)


Dibab ini akan menampilkan fi’il dan isim yang asal katanya memang tersusun dari empat
huruf tanpa tambahan dan pengurangan kecuali setelah dikiyas tashrif, fi’il ruba’î mujarrod hanya
ada satu bentuk yakni satu bab, dibawah ini adalah fi’il-fi’il ruba’î mujarrod dalam bentuk fi’il madly :

‫دحرج‬

menggelincirkan

‫طأطأ‬

menundukkan/menganggukkan kepala

‫ترجم‬

menterjemahkan

‫وسوس‬

menggoda/mewaswaskan

‫قلقل‬

menggerakkan

‫فلفل‬

membubuhi lada

‫بسمل‬

mengucapkan "bismillah"

‫سبحل‬

mengucapkan "subhanallah"

‫حمدل‬

mengucapkan "alhamdulillah"

‫هيلل‬

mengucapkan "la ilaha illa Allah"

‫حوقل‬

mengucapkan "la haula wala quwata illa billah"

Hal 10; (kalimat yang sebangsa 4 huruf yang sepi dari tambahan yang disamakan dengan fi’il rubâ’î
mujarrod)

Fi’il rubâ’î mujarrod ada yang asli seperti bab sebelumnya dihalaman 8, dan ada yang
dikategorikan sama dengan fi’il rubâ’î mujarrod meski sama-sama mujarrod (sepi dari tambahan)
yaitu yang biasa disebut fi’il rubâ’î mulhaq (disamakan), demikian itu dikarenakan asal pengambilan
bentuk fi’il rubâ’î mulhaq adalah dari suku kata mashdar fi’il tsulâtsî atau isim jâmid (menurut ulama’
kufah semua mashdar adalah jamid yakni tidak terbentuk dengan kiyas tashrîf, karena ia adalah
bentuk asli suku tiap kata, sedangkan yang lain hanya diambilkan kiyasannya darinya, seperti contoh-
contoh berikut ini:

‫( جلبب‬berjilbab) dari mashdar tsulâtsî ‫( جلب‬menarik/tarik)

‫( حوقل‬bercocok diladang) dari mashdar tsulâtsî ‫( حقل‬ladang)

‫( بيطر‬menyombongkan diri) dari mashdar tsulâtsî ‫( بطر‬sombong)

‫( جهور‬mengeraskan suara) dari mashdar tsulâtsî ‫( جهر‬keras suaranya), ‫( شريف‬memulyakan) dari


mashdar tsulâtsî ‫( شرف‬mulya)

‫( سلقى‬merebus) dari mashdar tsulâtsî ‫( سلق‬merebus)

dan ‫( قلنس‬memakaikan songkok) dari isim jâmid (isim yang tidak dapat dikiyas tashrîf) ‫( قلنسوة‬songkok)

hal 12; (bab pertama dari fi’il tsulâtsî yang diberi tambahan)

fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "‫ "فعَّل‬dengan menambahkan kelipatan huruf,
berfaidah sebagai berikut:

transitif, seperti : ‫فرح زيد عمرا‬


ّ (zaid menggembirakan umar), karna mujarrodnya (ketika sepi dari
tambahan) berfaidah intransitive

ّ (yakni, zaid memotong-motong tali menjadi


menunjukkan makna banyak, sepeerti: ‫قطع زيد الحبل‬
banyak potongan)

memposisikan objek pada asal pekerjaannya, seperti: ‫( كفّر زيد عمرا‬yakni, zaid memposisikan
kafir/mengkafirkan si umar)

ّ ‫( ق‬yakni, zaid mengupas kulit


mencabut/merusak asal pekerjaan dari objek, seperti: ‫شر زيد الرمان‬
delima)

pengambilan fi’il (kata kerja) dari isim (kata sifat atau benda), seperti: ‫( خيّم القوم‬yakni, kaum
mendirikan tenda).

Perlu diketahui juga bahwa macam-macam huruf tambahan yang bisa ditambahan pada kalimat baik
ً ‫ "أُوي‬, perinciannya
fi’il maupun isim itu ada 10 macam, yaitu terangkum dalam kata singkat ‫سا هل تنم‬
sebagai berikut:

hamzah

wau

yâ’

sîn

âlif
hâ’

lâm

tâ’

nûn

mîm

dibawah ini adalah contoh-contoh fi’il tsulâtsî mazîd :

‫فرح‬

menggembirakan

‫كرر‬

mengulang-ulangi

‫وكل‬

mewakilkan

‫يسر‬

memudahkan

‫نور‬

menerangi

‫بين‬

menjelaskan

‫زكى‬

membersihkan/menyucikan

‫لقى‬

mempertemukan/menemui

‫ولى‬

mengangkat (jabatannya)

‫قوى‬

menguatkan

‫أدب‬

mengadabkan/mendidiknya adab

‫شأم‬

menyialkan

‫هنأ‬
mengucapkan tahniah (selamat)

Hal 14; (bab fi’il tsulâtsî mazid/yang diberi tambahan)

fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "‫ "فاعل‬dengan penambahan alif setelah fâ’, berfaidah
sebagai berikut:

1. musyârokah (persekutuan/gabungan) diantara dua orang/sesuatu, (musyârokah ialah maksud


dari satu pekerjaan yang dikerjakan oleh dua subjek sehingga kedua-duanya menjadi fa’il (subjek)
sekaligus maf’ûl (objek), seperti contoh: ‫( ضارب زيد عمرا‬zaid dan umar saling pukul)

2. bermakna fâ’ala yang berfaidah bermakna banyak, seperti contoh: ‫ ضاعف هللا‬memakai makna
lafadz ‫( ضعّف هللا‬semoga Allah melipatkan, pahalanya)

3. bermakna af’ala yang berfaidah ta’diyyah (melampaui/butuh pada maf’ul), seperti contoh: ‫عافاك‬
‫( هللا‬artinya semoga Allah menyehatkanmu)

4. bermakna fa’ala yang mujarrod (sepi dari tambahan), seperti contoh: ‫ بارك هللا فيك‬, ‫ قاتله هللا‬, ‫سافر زيد‬
(zaid melakukan safar, semoga Allah memeranginya, semoga Allah memberkahimu)

dibawah ini adalah bentuk kiyasannya :

‫قاتل‬

membunuh/memerangi

‫ماس‬

menyentuhkan

‫واعد‬

menjanjikan

‫ياسر‬

menggampangkan

‫عاون‬

menolong

‫باين‬

meninggalkan

‫عاطى‬

memberikan (tanpa ucapan)

‫القى‬

menemui

‫والى‬

menolong/mengasihi
‫داوى‬

mengobati

‫آخذ‬

menindak dengan siksaan (menyiksa)

‫آلءم‬

mencocoki

‫ناسأ‬

berbuat riba nasi'ah pada(menunda pembayaran)

Hal 16; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)

Fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "‫ "أفعل‬dengan menambahkan hamzah qoth’ (huruf
hamzah yang tetap dibaca baik dalam keadaan tersambung atau terpisah) diakhirnya, berfaidah
sebagai berikut:

ta’diyyah (melampaui pada maf’ul/mebutuhkan objek) seperti: ‫( أكرمت زيدا‬aku memulyakan zaid)

masuk/melebur dalam sesuatu/masa, seperti: ‫( أمسى المسافر‬si musafir memasuki waktu sore)

bermakna menuju pada sesuatu/tempat, seperti: ‫( أحجز زيد و أعرق عمرو‬zaid menuju Hijaz dan umar
menuju Irak)

menunjukkan adanya sesuatu yang menjadi pengambilan fi’il dalam diri fa’il, seperti contoh: ‫أثمر الطلح‬
‫( و أورق الشجر‬pohon pisang berbuah dan pohon berdaun) yakni buah dan daun terdapat dalam diri
pohon

makna mubâlaghoh (sangat), seperti contoh: ‫( أشغلت عمرا‬aku sangat menyibukkan umar)

menemukan sesuatu berada dalam suatu sifat, seperti: ‫( أعظمته و أحمدته‬aku menemukannya dalam
keadaan agung dan terpuji)

bermakna “jadi”, seperti: ‫( أقفر البلد‬negeri itu menjadi fakir)

bermakna “menawarkan/menyediakan”, seperti: ‫( عرض الثوب‬dia menyediakan baju untuk dijual)

bermakna “tiada/sirna”, seperti: ‫( أشفى المريض‬si sakit hilang sembuhnya)

bermakna “sudah tiba waktunya”, seperti: ‫( أحصد الزرع‬sudah tiba waktunya memanen tanaman)

dibawah ini adalah tabel bentuk-bentuk wazannya :

‫أكرم‬

memulyakan

‫أمد‬

menolong/memanjangkan tangan

‫أوعد‬
menjanjikan

‫أيسر‬

memudahkan

‫أجاب‬

menjawab

‫أبان‬

menjelaskan

‫أعطى‬

memberikan

‫أدرى‬

memberitahukan

‫أودى‬

membayar (diyat)

‫أروى‬

menyegarkan (dengan air)

‫آمن‬

mengamankan

‫أجأر‬

memaksa berdoa sepenuh hati pada

‫أبرأ‬

membebaskan

Hal 18; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)

Fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan ”‫ "تفاعل‬dengan menambahkan “tâ’” diawalnya dan “âlif”
setelah fâ’, berfaidah:

persekutuan antara dua orang atau lebih, seperti: ‫( تصالح القوم و تضارب زيد وعمرو‬saling berdamai si
kaum dan saling pukul si zaid dan umar)

menampakkan sesuatu yang bukan dalam kenyataan, seperti: ‫( تمارض زيد‬pura-pura sakit si zaid),
yakni menampakkan sakit padahal tidak sakit

menunjukkan keterjadian secara berangsur-angsur, seperti: ‫( توارد القوم‬saling berdatangan si kaum)


yakni mereka berdatangan sedikit demi sedikit

menunjukkan makna tsulâtsî mujarrod, seperti: ‫( تعالى وسما‬tinggi si dia dalam pangkatnya)
muthôwa’ahnya wazan “fâ’ala”, seperti: ‫( باعدته فتباعد‬aku menjauhinya maka menjadi jauhlah dia)

yang dimaksud muthôwa’ah ialah hasil sesuatu ketika suatu kalimat berhubungan dengan fi’il
muta’addî (fi’il yang membutuhkan maf’ûl), dibawah ini adalah contoh-contoh kiyasannya :

‫تباعد‬

saling menjauhi

‫تماس‬

saling bersentuhan

‫تواعد‬

saling berjanji

‫تيامن‬

mendahulukan yang kanan

‫تالوم‬

saling menyalahkan

‫تباين‬

saling menjuhi/menyalahi

‫تعاطى‬

saling memberi tanpa ucap

‫تالقى‬

saling bertemu

‫توارى‬

bersembunyi

‫تداوى‬

berobat

‫تآنف‬

saling memandang rendah

‫تساءل‬

saling bertanya

‫تماأل‬

saling berkomplot

hal 20; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)


fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "‫ "تف ّعل‬dengan menambahkan tâ’ diawalnya dan
menggandakan ‘ain, berfaida:

Muthôwa’ahnya wazan “fa’-‘ala” yang ber’ain fi’il ganda, seperti: ‫( كسّرت الزجاج فتكسّر‬aku memecahkan
kaca maka menjadi pecahlah kaca itu)

makna takalluf yaitu persekongkolan/pertolongan fâ’il/subjek yang diberikan pada fi’il/predikat agar
predikat tersebut hasil/terwujud, seperti: ‫( تشجع زيد‬zaid memberanikan diri) yakni zaid memaksakan
sifat keberanian dan mendorongnya agar terwujud dalam dirinya

fâ’il (si subjek) menjadikan/mencetak fi’il (kata kerja) dari kalimat yang pada asalnya adalah maf’ûl
(objek), seperti ‫( تبنيت يوسف‬aku menjadikan yusuf sebagai anakku) dengan mencetak kata ‫ إبن‬menjadi
‫تبنّى‬

menunjukkan makna menjauhi sesuatu, seperti ‫( تذمم زيد‬zaid menjauhi celaan)

menunjukkan makna “menjadi” seperti ‫( تأيمت المرأة‬menjadi janda si perempuan) yakni dia menjadi
“ayyim” (janda)

menunjukkan terjadinya predikat secara berkali-kali, seperti ‫( تجرع زيد‬yakni zaid minum teguk demi
teguk)

makna “tuntutan” seperti ‫( تعجل الشيء‬dia terburu-buru terhadap sesuatu yakni menuntut untuk
dikerjakan dengan cepat), dan ‫( تبينه‬yakni dia menuntut “bayan” penjelasannya)

dibawah ini adalah contoh wazannya :

‫تكسر‬

menjadi pecah

‫تكرر‬

berulang-ulang

‫توعد‬

mengancam

‫تيسر‬

menjadi mudah

‫تنور‬

menjadi terang

‫تبين‬

menjadi jelas

‫تعدى‬

melampaui batas

‫تلقى‬

mendapat/menerima
‫تولى‬

menjadi pejabat

‫تروى‬

minum/berfikir

‫تأدب‬

berakal budi

‫ترأد‬

berayun/bergoyang

‫تصدأ‬

melihat dalam keadaan berdiri

hal 22; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)

fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "‫ "افتعل‬dengan menambahkan “hamzah” diawalnya dan
“tâ’” diantara fâ’ dan ‘ain fi’ilnya berfaidah sebagai berikut:

1. muthôwa’ahnya wazan “fa’ala” seperti ‫( جمعت اإلبل فـ اجتمع‬aku mengumpulkan unta maka
berkumpullah si unta)

2. makna “menjadikan/membuat” seperti ‫( اختبز زيد‬zaid membuat/menjadikan roti)

3. menambahkan makna mubaghoh (sangat) dalam makna kalimat, seperti ‫( اكتسب زيد‬si zaid bekerja
dengan sangat)

4. bermakna wazan “fa’ala” (fi’il tsulâtsî mujarrod) seperti ‫( اجتذب‬dia jadzab/mabuk dalam
bermunajat)

5. bermakna wazan “tafâ’ala” (saling), seperti ‫ اختصم‬bermakna ‫( تخاصم‬saling berseteru)

6. bermakna “tuntutan” seperti ‫( اكت ّد‬fi’il amar yakni dia menuntut darinya kesungguh-sungguhan)

berikut ini contoh wazannya :

‫اجتمع‬

berkumpul

‫امتد‬

memanjang

‫اتصل‬

menghubungi

‫اتسر‬

menjadi mudah
‫اعتاد‬

membiasakan

‫اشترى‬

membeli

‫اتقى‬

bertakwa

‫ارتوى‬

menjadi segar/puas (dengan minum)

‫ايتمن‬

mempercayakan kepada/melakuakan dengan tangan kanan

‫ابتأس‬

bersedih hati

‫اجترأ‬

berani

‫اختار‬

memilih

‫اعتدى‬

melampaui batas/menyalahi peraturan

Hal 24; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)

Fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "‫ "انفعل‬dengan menambahkan hamzah dan nûn diawalnya,
berfaidah:

muthôwa’ahnya wazan “fa’ala” seperti ‫( كسرت الزجاج فـ انكسر‬aku memecahkan kaca maka pecahlah
kaca itu)

muthôwa’ahnya wazan “af’ala” tapi sedikit berlakunya, seperti ‫( أزعجه فـ انزعج‬aku mengagetkannya
maka kagetlah dia)

keterangan; wazan “infa’ala” tidak terbentuk kecuali dari kalimat yang menunjukkan makna
perbaikan dan menghasilkan bekas/dampak secara indrawi, berikut contoh wazannya :

‫انفعل‬

terjadi pekerjaannya

‫انكسر‬

menjadi pecah
‫انفض‬

menjdi pecah (terputus/berakhir)

‫انقاد‬

menjadi tunduk/patuh

‫انماع‬

menjadi cair

‫انجلى‬

menjadi jelas

‫انبرى‬

menjadi terkendali

‫انطفأ‬

menjadi padam

Hal 26; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)

Fi’il tsulâtsî dipindah pada wazan "‫ "افع َّل‬dengan menambahkan hamzah washol dan penggandaan lâm
fi’il, berfaidah:

menunjukkan berada/memasuki dalam suatu sifat, seperti ‫احمر البُس ُر‬


َّ (air baru itu memerah) yakni
masuk dalam warna merah

makna “sangat” seperti ‫( اسو ّد الليل‬malam menjadi sangat hitam)

dibawah ini contoh wazannya :

‫احمر‬

memerah

‫اسود‬

menghitam

‫ابيض‬

memutih

‫اصفر‬

menguning

‫اخضر‬

menghijau

‫اشهب‬
menjadi kelabu

‫اسمر‬

menjadi coklat

Hal 26; (bab fi’il tsulâtsî mazîd)

Fi’il tsulâtsî mujarrod dipindah pada wazan "‫ "استفعل‬dengan menambahkan hamzah washol (hamzah
yang dibaca pada saat tidak tersambung seperti istaf’ala dan tidak dibaca saat tersambung dengan
kalimat lain seperti ‫)إِ ِن استفعل‬, sîn dan tâ’, berfaidah:

menuntut suatu pekerjaan seperti ‫( استغفر هللا‬dia meminta ampun pada Allah) yakni dia menuntut
pengampunan dari Allah

menemukan sesuatu tampak/berada dalam suatu sifat, seperti ‫( استعظمته واستحسنته‬aku nampak ia
agung dan bagus)

makna beralih/pindah, seperti ‫( استحجر الطين‬Lumpur beralih menjadi batu)

makna terpaksa/menanggung beban, seperti ‫( استجرأ‬dia memaksakan untuk berani)

bermakna seperti fi’il tsulâtsî mujarrod, seperti ‫استقر‬


ّ bermakna ّّ‫قر‬
ّ (menetap/tetap)

muthôwa’ah seperti ‫( أراحه فـ استراح‬dia A mengistirahatkannya B maka beristirahatlah dia B)


Pengenalan Dasar Ilmu Shorof

Fi'il, Isim, Huruf

Perlu kita ketahui bersama bahwa sebuah kalimat dalam bahasa arab itu tersusun dari tiga hal:1.Fi'il
(kata kerja)2.Isim (kata benda)3.Huruf yang memiliki maknasekarang, mari kita bahas secara singkat
istilah-istilah yang telah saya sebutkan di atas;Pertama: Al Fi'lu atau fi'il secara bahasa memiliki
makna perbuatan atau kata kerja. Sedangkan menurut istilah dalam ilmu nahwu, fi'il adalah kata
yang menunjukkan suatu makna yang ada pada zatnya serta terkait dengan waktu. Fi'il itu ada tiga:

1.Fi'il Madhi

2.Fi'il Mudhori'

3.Fi'il Amar

Penjelasan:

1.

Fi'il Madhi adalah kata kerja untuk masa lampau atau dalam istilah bahasa inggrisnya adalah past
tense yang memiliki arti telah melakukan sesuatu. Contohnya:

‫(قام‬telah berdiri) atau

‫(جلس‬telah duduk).

2.

Fi'il Mudhari' adalah kata kerja yang memiliki arti sedang melakukan sesuatu atau dalam istilah
bahasa inggrisnya present continues tense. Contohnya:

(sedang berdiri) atau ‫يقوم‬

‫(يجلس‬sedang duduk).

3.Fi'il Amar adalah kata kerja untuk perintah. Contohnya

‫(قم‬bangunlah!) atau

(duduklah!) ‫اجلس‬

Kedua: Isim

Isim secara bahasa memiliki arti yang dinamakan atau nama atau kata benda. Sedangkan menurut
ulama nahwu, isim adalah kata yang menunjukkan suatu makna yang ada pada zatnya akan tetapi
tidak berkaitan dengan waktu. Isim itu terbagi-bagi menjadi beberapa jenis yang bisa dikelompokkan
sesuai dengan kelompoknya. Karena isim banyak sekali, maka kita tidak membahasnya disini. Akan
tetapi, untuk memberi pengertian dasar tentang isim, maka berikut contohnya:
‫زيد‬artinya Zaid (Isim 'Alam = nama orang),

‫جاكرتا‬artinya Jakarta (Isim alam = nama tempat),

‫هذا‬artinya ini (Isim isyaroh = kata tunjuk),

‫أنا‬artinya saya (Isim dlomir = kata ganti) dan contoh-contoh yang lain.

Ketiga:Huruf yang memiliki arti;

Huruf secara bahasa memilki arti huruf seperti yang kita kenal dalam bahasa indonesia ada 26 huruf.
Sedangkan dalam bahasa arab kita mengenal ada 28 huruf yang kita kenal dengan huruf hijaiyah.
Akan tetapi, huruf yang dimaksud disini bukan setiap huruf hijaiyah melainkan huruf hijaiyah yang
memiliki arti seperti

‫(و‬dan)

‫(ف‬maka)

‫ب‬
ِ (dengan)

‫( ِل‬untuk)

‫(س‬akan)

‫(ك‬seperti). Adapun huruf-huruf seperti Alif, Ta, Tsa, dan yang lain yang tidak memiliki arti maka tidak
dapat menyusun suatu kalimat, melainkan hanya menyusun suatu kata saja. Maka dapat kita
simpulkan bahwa fi'il adalah kata kerja, isim adalah kata benda dan setiap kata selain kata kerja, dan
huruf disini adalah setiap huruf hijaiyah yang memiliki arti.

bedanya Nahwu dan Sharaf

kita sering denger istilah Nahwu dan Sharaf.. tapi kita tahu gak ya, bedanya nahwu sama sharaf itu
apa? soalnya biasanya, ketika disebut nahwu maka sharaf ikut disebut dan sebaliknya.. lalu, apa dong
bedanya?

Nahwu; secara bahasa memiliki arti seperti atau misalnya (Kamus Al Munawwir)secara istilah,
sebagaimana yg dikatakan pengarang kitab Al Fawakih Al janiyyah, sebuah kitab penjelasan dari kitab
Mutammimah (yang merupakan penjelasan dari kitab jurmiyyah):Nahwu adalah ilmu tentang pokok,
yang bisa diketahui dengannya tentang harkat (baris) akhir dari suatu kalimat baik secara i'rab atau
mabniy... (baris atau harkat yg dimaksud disini adalah baris atau harkat terakhir dari suatu kata,
contoh Alhamdu, maka yg dibahas dalam ilmu nahwu adalah harkat terakhir yaitu dhammah dari
kata du)biar pada ngerti maka kita make contoh dah... misalnya kita baca basmalah kan
bismillahIrrahmanirrahimi.. pernah kepikir gak knp dibaca kayak gitu? kenapa bismillahi gak
BismillahA atau bismillahu? Arrahmani gak Arrahmana atau Arrahmanu? nah, disinilah fungsi ilmu
nahwu, yaitu membuat sebuah kata bisa dibaca dengan benar sehingga menghasilkan makna atau
arti yang benar.. karena bahasa arab itu, beda baris, maka bisa beda makna bahkan ada yg gak bisa
diartiin kalo barisnya salah... catet!

Sharaf; secara bahasa memiliki arti perubahan kata (kamus Al Munawwir) secara istilah sharaf adalah
perubahan bentuk kata dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain... misalnya, dalam bahasa
indonesia, kita bisa menggunakan kata teman, berteman, pertemanan, menemani, ditemani.. maka
begitu juga dengan bahasa arab.. dan ilmu sharaf lah yang membahas masalah seperti itu...

isim berdasarkan jenis: Setelah kita dah dikenalin tentang isim, sekarang ayo kita bahas lagi sedikit
tentang jenis-jenisnya.. kemaren kan dah dikasih tau tuh kalo isim itu banyak macemnya. Nah,
kesempatan kali ini kita kan ngebahas isim dari segi jenisnya... yaitu

1.Isim Mudzakkar

2.Isim Muannats

Pertama: Isim mudzakkar, Mudzakkar secara bahasa memiliki arti laki-laki,. secara istilah, isim
mudzakkar adalah kata benda yang merupakan masuk ke dalam jenis laki-laki (loh!). mungkin ada
yang nanya, mang ada benda yang punya jenis kelamin? ok.. maksudnya disini. Sederhananya..
semua nama manusia yang laki-laki dan nama benda yang tidak mengandung huruf ta marbuthah (‫)ة‬
maka itu termasuk isim mudzakkar...contoh isim mudzakkar: nama orang dan semua nama laki-laki..

nama benda: buku, pulpen, baju dan semua nama benda yang tidak mengandung huruf ta
marbuthah..kedua : Isim Muannats, Muannats secara bahasa memiliki arti wanita. Jadi, isim
muannats semua isim yang masuk ke dalam jenis wanita. Sederhananya, isim muannats itu, semua
nama wanita dan isim-isim yang mengandung huruf ta marbuthah. Contohnya:

semua nama wanita, nama benda : sekolah, universitas, kipas angin dan semua nama benda yang
mengandung ta marbuthah..catatan penting:ternyata ada isim muannats yang secara dzahir terlihat
seperti mudzakkar, sebaliknya ada juga isim mudzakkar yang secara dzahir merupakan isim
muannats.. contohnya nama hindun, Secara dzahir, hindun itu isim mudzakkar.. iya gak? Soalnya
gada ta marbuthahnya. Tetapi secara hakiki, hindun itu isim muannats.. buktinya, nama ini digunakan
sebagai nama wanita. kemudian contoh yang kedua usamah, secara dzahir, nama ini masuk ke jenis
isim muannats, akan tetapi pada kenyataannya (hakiki) nama ini digunakan untuk nama laki-laki....
maka dikatakan usamah itu mudzakkar hakiki. Ngerti kan? mudah-mudahan...

Kesimpulan; setiap isim yang mengandung ta marbuthah maka isim itu muannats, setiap isim yang
tidak mengandung ta marbuthah maka isim itu mudzakkar, setiap nama orang yang digunakan untuk
laki-laki maka termasuk mudzakkar meskipun ssecara dhahir muannats, Setiap nama orang yang
digunakan untuk wanita maka termasuk muannats meskipun secara dhahir
mudzakkar.Tambahan:setiap nama negara seperti indonesia, malaysia, iran, dsb termasuk ke dalam
isim muannats.

huruf jar

sederhananya aja.. huruf jar atau huruf khafadh itu adalah huruf yang jika suatu isim bertemu
dengan huruf tersebut maka wajib dibaca kasrah.... gitu... yang huruf jar apa aja sih? Niy dia... hafalin
yak!!

min (dari), ila (ke), 'an (dari), 'ala (diatas) fi (pada), rubba (sedikit atau jarang), bi (dengan), ka
(seperti), li atau la (untuk atau bagi) huruf qasam (sumpah)

kali ini kita akan membahas tentang huruf qasam atau huruf sumpah. Yaitu huruf-huruf yang
digunakan untuk bersumpah. Adapun huruf-huruf qasam itu ada tiga yaitu: waw, ba, dan ta. Contoh
penggunaan huruf-huruf qasam itu adalah :
‫ تاهلل‬,‫ باهلل‬,‫وهللا‬semua contoh tersebut memiliki arti : Demi Allah..nah, semua isim yang dijadikan
sumpah, maka wajib dibaca jar atau kasrah. karena huruf sumpah termasuk kedalam huruf jar juga.
apa itu huruf jar?

kita boleh menggunakan waw, ba dan ta untuk mengucapkan sumpah. kita perhatikan dengan
seksama bahwa setiap isim yang dijadikan sumpah maka dibaca jar atau kasroh... inget kaidah ini!
semoga Allah memudahkan..

catatan : waw dan ba yg dimaksud disini adalah yang digunakan untuk makna sumpah karena waw
biasanya memiliki arti “dan”, bi biasanya memiliki makna “dengan”. Nah sebagaimana yang
dijelaskan sebelumnya bahwa ba (bi) termasuk dalam huruf jar juga (membuat isim setelahnya
dibaca kasroh).

kata ganti (isim Dhamir)

dhamir adalah kata ganti. Kita mengenal dalam bahasa indonesia ada kata ganti orang pertama (aku,
kami), kata ganti orang kedua (kamu, kalian) dan kata ganti orang ketiga (dia, mereka). Dalam bahasa
arab, kata ganti akan lebih kompleks, karena akan ada istilah kata ganti untuk laki-laki, kata ganti
untuk perempuan, kata ganti tunggal, jamak dan dua orang. Untuk lebih jelasnya, mari kita bahas
satu persatu...

kata ganti orang ketiga laki-laki (dia) ‫هو‬

mereka berdua ‫هما‬

mereka ‫هم‬

kata ganti orang ketiga perempuan (dia) ‫هي‬

mereka berdua‫هما‬

mereka‫هن‬

kata ganti orang kedua laki-laki (kamu) ‫أنت‬

kamu berdua‫أنتما‬

ّkalian ‫أنتم‬

kata ganti orang kedua perempuan (kamu) ‫ت‬


ِ ‫أن‬

kalian berdua‫أنتما‬

Kalian‫أنتن‬

kata ganti orang pertama (saya) ‫أنا‬

(kami) ‫نحن‬

jika kita perhatikan, maka ada perbedaan yang jelas antara bahasa kita, dengan bahasa arab. Karena
dari data diatas jelaslah bahwa bahasa arab memiliki kata ganti dua orang baik untuk kata ganti
orang kedua dan ketiga baik untuk laki-laki atau perempuan. Untuk humaa dan antumaa sama saja
ketika untuk laki-laki atau perempuan yang membedakan hanyalah pemakaiannya saja.
Penting

:sebagai tambahan, nahnu selain untuk kata ganti orang pertama jamak bisa juga digunakan sebagai
pengagungan atas diri. Contohnya pada ayat :

‫إنا نحن نزلنا الذكر و إنا له لحافظون‬

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr (Al-Qur'an), dan sesungguhnya Kami benar-
benar memeliharanya” (QS. Al Hijr [15]:9) dalam ayat tersebut, dengan menggunakan kata kami,
bukan berarti bahwa Allah itu banyak, tidak satu. Akan tetapi nahnu disini sebagai pengagungan Alah
atas diri-Nya. Jadi sekali lagi makna ayat ini tidak sekali-kali menyatakan bahwa Allah itu
banyak.wallahu a'lam.

setidaknya, kita mesti hafal niy semua kata dhamir... hafalin yak! jaahid! (berjuanglah!)

Mengenal Ilmu Sharaf : Bagian 1

Berbicara ilmu sharaf, ane gak tau padanan kata atau istilah yang paling sesuai dalam bahasa kita,
bahasa Indonesia. Yang jelas, sharaf adalah ilmu tentang perubahan kata dari satu bentuk ke bentuk
yang lain. Jika dalam bahasa inggris kita akan menemukan contoh berikut: drink – drank –drunk, go –
went – gone, atau mungkin dalam bahasa kita, kita menemukan contoh perubahan kata makan
menjadi:memakan- makanan – dimakan dan sebagainya.

Istilah yang perlu diketahu:

a. Wazan; suatu rumus baku, dimana setiap kata kerja nantinya akan masuk ke salah satu dari 35
rumus baku perubahan kata. Dari 35 wazan atau bab, 6 diantaranya untuk kata kerja yang tersusun
dari 3 huruf saja. Selebihnya (29 bab yang lain), untuk kata kerja yang lebih dari 3 huruf.

b. Tashrif: perubahan kata dari kata kerja menjadi bentuk-bentuk yang lain.

Secara umum, suatu kata berubah menjadi jenis perubahan kata sebagai berikut:

1.Fi'il Madhi (kata kerja lampau, past tense)

2.Fi'il Mudhari (Kata kerja sekarang, present continous tense)

3.mashdar (kata benda)

4.Fa'il (subyek)

5.Maf'ul (obyek)

6.Fi'il Amar (kata kerja perintah)

7.Fi'il Nahiy (kata kerja larangan)

8.Isim Zaman (nama waktu), Isim Makan (nama tempat), Isim Alat (nama alat).

Untuk yang ke delapan ini bentuk tahsrif yang jarang ditemui, karena penggunaannya benar2 sima'iy,
artinya dipakai tergantung dari penggunaannya di kalangan orang arab.Ilmu sharaf membutuhkan
lebih banyak hafalan dan sedikit pemahaman. Asyiknya belajar sharaf adalah, bentuknya yang telah
baku. Kalau kata ustadz ane, satu bab saja yang kamu hafal dan kamu fahami, maka kamu akan
mudah menghafal dan memahai 34 bab sisanya. Ternyata memang benar dan ane telah merasakan
itu. Perlu diperhatikan bahwa tahsrif dalam ilmu sharaf bersifat qiyasy (baku) adapun
penggunaannya bersifat sima'iy (tergantung dari digunakan atau tidak di kalangan orang
arab).Manakah yang lebih penting antara ilmu nahwu dan sharaf?

Jawabannya sama-sama penting. Ilmu sharaf menyiapkan kata-kata yang baik untuk digunakan, ilmu
nahwu menyusun kata-kata yang ingin digunakan agar bisa dipahami.Sumber belajarnya?Untuk yang
ingin belajar ilmu sharaf, ane anjurkan sekali untuk memiliki kitab kecil berjudul Al Amtsilah At
Tashriifiyyah. Banyak sekali di toko kitab di indonesia, apalagi di tanah abang (hehe..). Pasti si penjual
tahu, kitab ini tersusun secara sistematis dalam bentuk baris dan kolom yang menyerupai tabel.
sangat baik untuk dijadikan media hafalan. inget! inti dari ilmu sharaf adalah MENGHAFAL dengan
SEDIKIT PEMAHAMAN.

Anda mungkin juga menyukai