Anda di halaman 1dari 13

PROSA SASTRA ARAB PADA MASA UMAYYAH DAN ABBASIYYAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah al-Natsr al-Adabi al-Arabi

Dosen Pengampu

Dr. Rizki Handayani, M.A.

Di susun oleh:

Fiagi Febrian 11190210000116

Mohammad Ali Shofari 11190210000128

Akhmad Fauzan 11190210000132

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB FAKULTAS ADAB DAN


HUMANIORA UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020/2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat,
rahmat serta karunia-Nya kepada kita semua sehingga kita masih diberikan kesempatan untuk
menuntut ilmu terutama bagi kami dalam menyusun dan menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah ini. Dibuatnya makalah ini merupakan antusias kami sebagai mahasiswa dalam
menyelesaikan tanggung jawab dan tugas yang diberikam oleh dosen dalam mata kuliah al-
Natsr al-Adab al-Arabi. Makalah ini bertema Prosa Pada Masa Umayyah dan Abbasiyyah.
Harapan kami makalah yang kami susun dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi
yang membacaanya.
Kami ucapkan terimakasih atas dukungan dan bantuan dari segala pihak terutama
kepada Ibu. Dr. Riziqi Handayani, M.A., selaku dosen pengampu mata kuliah al-Natsr al-Adab
al-Arabi. Kami menyadari dalam membuat makalah ini masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun kami harapkan dari para pembaca yang budiman,
agar dalam pembuatan makalah yang selanjutnya kami dapat lebih baik lagi.

Ciputat, 29 September 2021

Kelompok 4
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................. I

BAB I........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................................... 1
1. LATAR BELAKANG ......................................................................................................................................1
2. RUMUSAN MASALAH ...................................................................................................................................1
3. TUJUAN........................................................................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN........................................................................................................................................ 2
A. PROSA PADA MASA UMAYYAH.....................................................................................................................3
B Macam-macam prosa pada masa Umayyah ........................................................................................3
C. PROSA PADA MASA ABBASIYYAH.........................................................................................................6
BAB II.......................................................................................................................................................9
PENUTUP ................................................................................................................................................ 9
A. KESIMPULAN ...............................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Karya sastra merupakan salah satu bagian dari aset budaya suatu bangsa. Bangsa berbudaya
adalah bangsa yang tidak hanya memiliki hasil karya sastra bangsanya, tetapi juga
menghargai dan memberikan apresiasi terhadap karya sastra lainnya. Sastra juga
merupakan bagian dari entitas budaya yang praktiknya tercermin dalam karya-karya sastra.
Berbicara tentang sastra ada beberapa jenis sastra sepert puisi, dan prosa. Prosa Arab telah
muncul sejak masa Jahiliyyah sebelum islam datang, tentu saja bentuk dan karakternya
berbeda dengan prosa masa kini. Setiap masa memiliki karakter yang berbeda-beda. Pada
masa Jahiliyyah, gaya bahasa yang digunakan dalam prosa masih kaya akan konotasi atau
keambiguitasan, layaknya syi’r. Sebagian besar berisi tentang seruan untuk mengobarkan
semangat.
Kemudian pada masa Islam, termasuk masa Umayyah dan ‘Abbasiyah, gaya bahasa yang
digunakan semakin teratur, dan mudah dimengerti, salah satu faktorya adalah turunnya
mu’jizat Al-Qur’an yang memiliki tuturan bahasa indah. Sedangkan di masa kini atau masa
modern, yang paling banyak tersebar adalah novel dengan berbagai macam jenis. Prosa
pada masa modern dapat dikategorikan menjadi dua kubu, yaitu prosa imajinatif dan prosa
non imajinatif.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kita ambil pada penilisan ini sebagai berikut:
• Bagaimana perkembangan prosa sastra Arab pada masa Umayyah?
• Bagaimana perkembangan prosa sastra Arab pada masa Abbasiyyah?
3. Tujuan Penulisan
Adapaun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
• Untuk mengetahui perkembangan prosa sastra Arab pada masa Umayyah dan
Abbasiyyah.
• Untuk menegetahui jenis-jenis prosa sastra Arab pada masa Umayyah dan
Abbasiyyah.
• Untuk mengetahui wawasan kita tentang perkembangan prosa sastra Arab.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Prosa Pada Masa Umayyah
Pada periode ini prosa berkembang sangat pesat, terutama pidato 1. Pidato di depan
publik dalam berbagai bentuknya telah berkembang dan mencapai puncaknya selama masa
Dinasti Umayyah. Seorang khatib menggunakannya sebagai sarana keagamaan dalam bentuk
khutbah jum’at, seorang Jendral memanfaatkannya untuk membangkitkan prajurit, dan seorang
Gubernur memakainya untuk menanamkan semangat patritisme rakyat. Pada masa yang belum
mengenal sarana propaganda khusus, berpidato menjadi sarana utama untuk menyebarkan
gagasan dan membangkitkan emosi. Pada masa yang belum mengenal sarana propaganda
khusus, berpidato menjadi sarana utama untuk menyebarkan gagasan dan membangkitkan
emosi.2
B. Macam-macam Prosa Pada Masa Bani Umayyah
1. Khutbah Politik
Corak Khithabah Umawi (Bani Umayah). Khithabah-khithabah yang dibawakan pada
masa Umawi terjadi penyimpangan adat kebiasaan masa Jahiliyah sampai Shadr al-Islam. Pada
masa itu mereka bekhatbah dengan memakai ‘imamah, pakaian lengkap, menggunakan tongkat
serta dengan berdiri’. Berbeda pada masa Umawi, mereka berkhathbah dengan duduk. Hal ini
sesuai dengan riwayat dari Walid bin Abdul Malik.
Khutbah berkembang pada masa ini karena sebab-sebab sebagai berikut:
• Banyaknya kelompok keagamaan dan partai-partai atau golongan-golongan politik.
• Banyaknya pertentangan antar kaum.
• Perginya para utusan-utusan dari golongan Anshor dan kaum-kaum, khalifah dan
penguasa.
a. Macam-macam khutbah pada masa Umayyah
1) Khutbah Politik
Khitabah Politik pada masa Umawi muncul dan berkembang pesat, baik dari segi
isi maupun bentuknya. Pada masa ini khithabah politik menapaki masa

1 Wargadinata, Wildana dan Laily Fitriani. 2018. Sastra Arab Masa Jahiliyah dan Islam. Malng: UIN Press. 301
2 Wargadinata, Wildana dan Laily Fitriani. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang: UIN Press

2
keemasannya. Gambaran ini sangat logis karena khitabah politik timbul di daerah-
daerah yang belum sempurna sistem politiknya. Sebagai gambaran bahwa sistem
politik pada masa Umawi jauh dari kestabilan, maka hal ini mendorong timbulnya
sesuatu untuk menggalang masa dan menggerakkan emosi mereka. Khitabah
politik ini disampaikan masyarakat, ketika melihat penguasa yang tidak berpihak
kepada mereka. Ciri khas khitabah politik masa Umawi adalah masih terjaganya
corak kebaduiannya, ini dikarenakan kedekatan antara masa Jahiliyah dengan masa
Umayah.
2) Khutbah Agama
Perkembangan khithabah keagamaan pada masa Umawi begitu pesat, hal ini
dipengaruhi oleh beberapa hal di antaranya:
Pertama, dalam hal keagamaan dikenal ada hal-hal yang tetap (tsawabit) sifatnya
dan ada pula yang berubah (mutaghayir). Pada hal-hal yang tetap misalnya dikenal
dengan khithabah shalat Jum’at, khithabah shalat Ied. Ini masuk dalam bagian syiar
agama. Pada masa Umawi para khatib tidak hanya menyampaikan khithabah yang
bersifat keagamaan saja, tetapi mereka menyinggung hal-hal yang ada di sekitar
keagamaan. Tema yang paling digemari oleh para khatib adalah urusan agama, yang
ada hubungannya dengan sosial kemasyarakat, dan urusan pemerintah dengan
rakyat. Tetapi yang menjadi bumerang adalah khithabah itu disampaikan secara
berlebihan.
Kedua, munculnya beberapa golongan atau aliran dalam masalah keagamaan selalu
dibarengi dengan giatnya khithabah. Maklum, setiap ajaran yang ada dalam satu
golongan berbeda dengan golongan yang lain, dan terkadang ada ketidakcocokan.
Inilah yang menyebabkan permusuhan antar golongan.
Ketiga, adanya gerakan zuhud yang juga mendorong munculnya khithabah
keagamaan. Karakteristik khithabah keagamaan pada masa Umawi tidak berbeda
jauh dengan karakteristik khithabah politik. Pengaruh al-Qur’an nampak mewarnai
khithabah ini.Khitabah sosial kemasyarakatan, termasuk kategori ini adalah segala
sesuatu yang berurusan dengan masalah-masalah kemasyarakatan. Perilaku
pergaulan antara politik dengan agama merupakan penyebab khithabah ini muncul.
Sifat pergaulan masyarakat yang fanatis juga ikut mendorong dan membawa corak
khithabah tersendiri.
3) Khutbah Kemasyarakatan

3
Khithabah sosial kemasyarakatan pada masa Umawi ini mempunyai tipe dan jenis
yang berbeda, di antaranya adalah, khitabah al-muhafil (delegasi). Biasanya
dibawakan oleh orang yang sudah berumur dan berpengaruh di masyarakat. Para
delegasi biasanya diutus untuk menghadap kepada penguasa untuk menyampaikan
ucapan selamat, penganugerahan, mengadukan permasalahan dan lain-lain.
Khithabah al-Imlak (pesan pernikahan), khithabah ini sudah berlaku pada masa
Jahiliyah, tetapi pada masa Umawi telah berubah bentuk, yaitu dengan diwarnai
nilai-nilai Islam. Sebagai pewaris dari budaya Jahili, ada khithabah mufakharah
(kesombongan). Khitabah ini berkembang di masa Umawi, dan masih banyak lagi
bentuk-bentuk khithabah yang berkembang kala itu.
b. Keistimewaan khutbah
1) Diawali dengan hamdalah dan shalawat atas Nabi.
2) Bersandar pada makna-makna al-Qur’an dan gambarannya.
3) Menggunakan pengutipan dari al-Qur’an dan perumpamaan.
4) Menggunakan sebagian kata-kata hikmah dan perumpamaan.
5) Ringkas dengan gaya bahasa langsung dan tidak langsung.
c. Tokoh ahli pidato pada masa Umayyah
1) Zaid Ibnu Abihi
Beliau adalah intelektual Arab, sastrawan kenamaan ahli pidato yang termasyhur,
dan pemimpin yang bijaksana. Zaid diangkat menjadi gubernur di Basrah dan dia
adalah gubernur yang pertama kali menguasai Basrah, Khurasan , Sijistan, Sindhu,
Bahrain, Oman, dan Kufah. Dia juga menjalankan roda pemerintahan dengan baik,
memerangi fitnah, melenyapkan tuduhan-tuduhan dan mengadakan hukuman.
Khutbahnya yang terkenal pada saat itu adalah Khutbah al- Batrak. Khutbah ini
muncul disebabkan ketika Zaid menjadi gubernur di Basrah pada tahun 45H
(665M), ada kelompok dari penduduk Bashrah yang menjadi musuh bani Umayyah.
Maka berkhutbahlah Ziyat dengan khutbah Batrak (dengan tidak mengawali dengan
hamdalah seperti khutbah biasanya) Karena Ziyat ingin mengancam penduduk
Basrah yaitu, orang-orang yang berbuat kejelekan. (Wildana dan Laily, 2008:302)
2) Hajjaj Ibn Yusuf Al-Tsaqafi
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad al-Hajjaj ibn Yusuf al-Tsaqofi, seorang
ilmuan, politikus dan ahli hukum bangsa Arab. Dia terkenal sebagai pemimpin
perang melawan Abdullah ibn Zubair. Dia pergi ke Makkah bersama tentara-
tentaranya dan mengepung ibn Zubair kemudian membunuhnya dan
4
menyelapkannya kerajaannya. Berikutnya Hajjaj diberi kekuasaannya di Iraq. Pada
masa itu suasana di Iraq sangat panas sebab adanya fitnah antara golongan Syi’ah
dan Khawarij. Maka dia menggunakan ketegasan, kekerasan, dan pertumpahan
darah, dan menakut-nakuti rakyat seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Dia memperbaiki kekuasaan Bani Umayyah.
Akibat perbuatan al-Hajjaj ini ada dua macam bentuk penilaian, yakni:
• Terpuji, karena ia mampu mempersatukan berbagai kabilah Arab dibawah
satu bendera kekhalifahan bani Umayyah.
• Tercela, karena ia merendahkan derajat bangsa Arab, dengan membunuh
tokoh-tokohnya, merampas kemerdekaannya dan menutup mulutnya.
Hajjaj adalah seorang khatib yang mahir yang memiliki keistimewaan pada masa
itu. Lafadznya fashih, susunannya keras, kalimatnya pendek.
2. Rasail
Keistimewaan korespondensi pada saat itu:
1) Diawali dengan bacaan hamdalah dan shalawat atas nabi
2) Dihiasi dengan ayat-ayat al-Qur’an, dan meniru gaya bahasa al-Qur’an, bersandar
pada makna-makna dan gambaran al-Qur’an.
3) Menggunakan bahasa yang euphimisme dan ungkapan yang jelas.
4) Dimulai dengan yang pendek, ringkas, kemudian condong pada yangpanjang dan
berlebih-lebihan.
3. Kitabah
Menurut Al Qalqasyandi, penulisan di bawah Umawi mengikuti gaya kuno sampai
masa Al Walid. Al Walid membawa perbaikan besar pada sekertariat pemerintahan,
tulisan dan korespondensi resmi, dan kaligrafi. Dalam semangat sastra Al Walid itulah
Marwan bin Muhammad, khlifah Umawi terakhir, mengutus Abdul Hamid bin Yahya,
ahli esai terbesar zaman itu, untuk mengembangkan gaya penulisan yang lebih penuh
bunga bahasa yang membuat dirinya dikenal. Pesan pemerintah menjadi begitu panjang
sehingga diceritakan bahwa Abdul Hamid menulis untuk majikannya sebuah surat yang
memerlukan seokor unta untuk membawa surat ini ke alamat yang dituju.
Gaya baru ini disebut tawazun (simetri sastra) dan diperkenalkan dengan tiruan gaya
Al Qur’an. Tawazun berisi tulisan dalam frase yang jumlah suku katanya, panjangnya,
dan susunannya sama.
a. Penulis terbesar pada masa Umayyah adalah:

5
1. Abdul Hamid Al Katib (130/794 M)
Penulisan Abdul Hamid bergaya tawazun.Al-Masudi menyebutnya sebagai penulis
pertama yang membuka setiap komposisi dengan asma Allah (basmalah), pujian
kepada Allah(hamdalah), dan shalawat kepada Nabi.
2. Al Jahizh
Tulisannya merealisasikan normanya ketingkat sangat tinggi. Dia menggambarkan
norma ini sebagai berikut:
• Keselarasan ungkapan dengan makna
Pembicara/ penulis harus menyadari proporsi makna, pembaca/
pendengarnya, dan situasinya, jika kata-katanya ingin di selaraskan dengan
mereka.
• Al Bayan (penjelas)
Makna menurut Al Jahizh, tersembunyi dalam kesadaran. Di sana, makna
berada dalam keadaan teredam tidak terkenali. Bila diberikan ungkapan
yang tepat, makna menjadi hidup. Jelaslah al Bayan adalah segala sesuatu
yang membentangkan dan menjelaskan makna.
• Ringkas dan apa adanya
Komposisi terbaik menurut Al Jahizh, adalah komposisi di mana kata-kata
yang sedikit meniadakan kebutuhan akan kata-kata tambahan, di mana
maknanya dikandung oleh kata-kat sepenuhnya.
• Al Iftinan (karya artistik)
Tulisan Al Jahi`zh selain penuh contoh, pengecualian, dan variasi.
Argumennya yang mendukung atau menentang berhamburan sedemikian
menembus dan berlimpah. Dengan demikian pembacanya atau
pendengarnya tercapai tujuannya dan terbawa ketika penulis ingin
menggerakkan pendengar.
C. Perkembangan Prosa Pada Masa Abbasiyyah
Dalam sejarah kesusastraan Arab, zaman Abbasiyah (750-1258 M /132-659 H.)
merupakan zaman yang sangat penting. Zaman ini tidak hanya ditandai oleh pesatnya
perluasan pemerintahan Islam ke wilayah-wilayah luar Jazirah Arab, tetapi juga
ditandai oleh pesatnya perkembangan peradaban Islam. Pada zaman itu terjadi
perkembangan dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan termasuk bidang
kesusastraan. Berbeda dengan periode sebelumnya, yakni zaman awal datangnya Islam

6
(622-662 M.) dan zaman Umayah (662-750 M./ 41-132 H.) yang masing-masing
berjalan dalam waktu kurang dari satu abad, zaman Abbasiyah berjalan selama lebih
dari lima abad. Dalam kurun waktu yang relatif lama itu, telah banyak dihasilkan karya
sastra Arab, baik puisi maupun prosa yang mencerminkan kemajuan dan kemajemukan
dilihat dari berbagai aspeknya.
Zaman Abbasiyah merupakan zaman yang sangat dinamis karena
masyarakatnya merupakan masyarakat campuran dari berbagai bangsa, agama, dan
budaya. Kehidupan politik dan budayanya dipengaruhi oleh unsur-unsur dari luar Arab,
seperti Persia, Turki dan India. Dilihat dari kecenderungan dominasi pengaruh yang
masuk, zaman Abbasiyah dapat dibagi dalam lima periode, yaitu (1) pengaruh Persia
pertama (750-874 M./ 132-260 H.), (2) pengaruh Turki (874-945 M./260-334 H.), (3)
pengaruh Persia kedua (Dinasti Buwaih) (945-1055 M./334-447 H.), (4) pengaruh
Dinasti Saljuk (1055-1194 M./447-592 H.), dan (5) desentralisasi kekuasaan Islam di
berbagai wilayah di luar kota Bagdad (1194-1258 M./592-659 H.). Periode ketiga (945-
1055 M.) dapat dikatakan sebagai puncak kejayaan Abbasiyah. Pada periode itu
kekuasaan Dinasti Abbasiyah meliputi berbagai bangsa, agama dan budaya.
Masyarakat Abbasiyah pada tiga periode pertama secara umum merupakan
masyarakat yang sejahtera. Mereka yang hidup di perkotaan, terbiasa menghabiskan
waktunya dengan bersenang senang, di tempat minum yang disebut “majlis al-syarāb”.
Di sana mereka bergembira, menyaksikan segala jenis hiburan, bernyanyi, menari, atau
bermain catur, sambil minum-minuman keras, dikelilingi wanita-wanita penghibur. Di
banyak tempat di Bagdad terdapat perdagangan budak yang disebut “sya’āri dār al-
raqīq”, tempat jual beli budak, mulai budak hitam yang berasal dari Sudan dan sebelah
selatan Jazirah Arab dan sebelah utara Afrika, sampai budak putih dari Turki, Sisilia
dan lain-lain. Masyarakat Abbasiyah pada masa itu adalah masyarakat plural, karena di
sana bercampur berbagai bangsa yang berbeda jenis agamanya, seperti Islam, Kristen,
Yahudi, dan lain-lain. Corak masyarakat majemuk pada zaman Abbasiyah berpengaruh
pada tema tulisan yang dipilih para sastrawan. Hal ini menunjukkan adanya
kecenderungan yang berbeda dengan perhatian sastrawan pada zaman Umayyah.
Pada masa Abbasiyyah juga perkembangan prosa sastra sangat menarik. Yang
mana disebabkan antara lain karena dukungan para penguasa dan kemampuan personal
yang dimiliki masing-masing sastrawan. Banyak buku sastra dan kumpulan nasihat
serta uraian-uraian sastra yang dikarang atau disalin dari bahasa asing. Pada masa ini
juga telah muncul cerita yang berjudul alfu lailin wa lailah, hal ini yang mempengaruhi
7
munculnya novel di daerah Prancis (inspiring novel modern). Selain itu, masa ini
memiliki perkembangan kritik sastra, salah satu buktinya ialah terbitnya buku yang
berjudul An-Naqd Al-Adab Asy-Syi’r karya Ibnu Qudamah. Ada beberapa tokoh yang
masyhur pada masa ini yaitu; Abu Tamam, Al-Amidi, Al-Jurjani, Ibnu Qudamah, dan
lain sebagainya dengan pemikiran dan karyanya masing-masing.3
Prosa pada masa ini tidak lagi disajikan hanya dengan sesuatu yang bersifat
nyata dengan bentuk pemberitahuan seperti halnya khitobah, kitabah, risalah dan lain
sebagainya. Akan tetapi, telah muncul karya bersifat fiksi seperti novel yang dapat
diambil hikmah atau pesannya dari kisah tersebut. Dengan kata lain, suatu hikmah atau
pesan kehidupan dapat dikemas dalam suatu karya dengan alur cerita fiksi maupun
nonfiksi. Pada masa ini juga telah muncul kritik sastra. Artinya kualitas keilmuan pada
masa ini memiliki perkembangan yang pesat. Yang dibuktikan dengan adanya tokoh-
tokoh yang mulai mengkritik karya-karya sastra berlandaskan ilmu pengetahuan yang
telah didalami. Kritik tersebut dapat berupa bahasa, susunan kalimat, gaya penulian, isi,
hikmah di dalamnya dan lain sebagainya.4

3Mardjoko Idris, 2019, hlm. 36-39.


4Dyah Nurul Azizah, “Karakteristik Prosa dalam Sastra Arab”, Tsaqofah dan Tarikh, Vol. 4 No. 2, Juli (Desember
2020), 129.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada periode Umayyah ini berkembang sangat pesat, terutama pidato. Pidato di
depan publik dalam berbagai bentuknya telah berkembang dan mencapai puncaknya
selama masa Dinasti Umayyah. Seorang khatib menggunakannya sebagai sarana
keagamaan dalam bentuk khutbah jum’at, seorang Jendral memanfaatkannya untuk
membangkitkan prajurit, dan seorang Gubernur memakainya untuk menanamkan
semangat patritisme rakyat. Pada masa yang belum mengenal sarana propaganda
khusus, berpidato menjadi sarana utama untuk menyebarkan gagasan dan
membangkitkan emosi. Pada Masa Umayyah ada beberapa perkembangan dalam prosa
Sastra Arab yaitu; Khitobah, Rosail, Kitabah
Prosa pada masa Abbasiyah tidak lagi disajikan hanya dengan sesuatu yang
bersifat nyata dengan bentuk pemberitahuan seperti halnya khitobah, kitabah, risalah
dan lain sebagainya. Akan tetapi, telah muncul karya bersifat fiksi seperti novel yang
dapat diambil hikmah atau pesannya dari kisah tersebut. Dengan kata lain, suatu hikmah
atau pesan kehidupan dapat dikemas dalam suatu karya dengan alur cerita fiksi maupun
nonfiksi. Pada masa ini juga telah muncul kritik sastra.

9
DAFTAR PUSTAKA
Dyah Nurul Azizah, “Karakteristik Prosa dalam Sastra Arab”, Jurnal Tsaqofah dan Tarikh,
Vol. 4 No. 2, Juli (Desember 2020)
Idris, Mardjoko. 2008. Kritik Sastra Arab: Pengertian, Sejarah, dan Aplikasinya. Yogyakarta:
Sukses Offset
Wargadinata, Wildana dan Laily Fitriani. 2018. Sastra Arab Masa Jahiliyah dan Islam. Malng:
UIN Press.
Wargadinata, Wildana dan Laily Fitriani. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang: UIN
Press.
Wargadinata, Wildana dan Laily Fitriani. 2018. Sastra Arab Masa Jahiliyah dan Islam. Malang:
UIN Press

10

Anda mungkin juga menyukai