Anda di halaman 1dari 17

ISIM MA’RIFAH DALAM KAIDAH TAFSIR

MA'RIFAH IN THE RULES OF INTERPRETATION

‫إسمى المعرفة يف قواعد التفسري‬


Ahmad Nurkholis, Ibih Hasan TG

(Institut PTIQ Jakarta)

ABSTRAK

Isim Ma’rifah merupakan poin penting dalam bahasa Arab dan juga menjadi bagian
penting dalam kaidah menafsirkan Al-Qur’an. Terdapat beberapa fungsi yang harus
bisa diterapkan lalu kemudian bisa dipahami dengan baik bagi seorang mufasir
untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Pembasaan makalah ini bertujuan untuk
menjelaskan macam-macam isim ma’rifah dan kaidah –kaidahnya dalam Al-Qur’an.
Penelitian ini menggunakan metode libray research. Para ulama selalu menggali lebih
dalam makna yang terkandung dalam setiap ayat Al-Qur’an maka penting bagi
seorang penuntut ilmu dibidang kajian Al-Qur’an pada umumnya dan para mufasir
pada khususnya. Setiap kaidah tentu akan mempengaruhi pola penafsiran. Kaidah
kebahasaan tidak bisa dilepas dari mufasir, hal tentu disadari karena Allah
menurunkan kitab Suci Al-Qur’an dengan bahasa Arab. Mengajak manusia berpikir
akan hikmah apa yang terkandung dibalik terpilihnya bahasa Arab sebagai bahasa
Al-Qur’an. Mengetahui isim ma’rifah bisa jadi hal yang membuat kita takjub akan
keindahan bahasa Al-Qur’an, dan bisa menjadikan setiap pelajar ilmu kajian
keislaman semakin kokoh imannya.

Kata kunci : isim ma’rifah, fungsi isim ma’rifah dalam Al-Qur’an.


1. PENDAHULUAN

Al-Qur’an adalah kitab yang dijadikan sebagai sumber hukum Islam dan akan
selalu eksis, kederadaannya akan Allah jaga sampai hari kiamat. Ayat demi ayat Al-
Qur’an yang semakin selaras dengan ilmu pengetahuan modern seolah menunjukan
kekuasaan Allah. Kitab suci yang mulia ini Allah turunkan dengan menggunakan
Bahasa Arab dengan redaksinya yang begitu indah sehingga orang-orang kafir
Quraisy pada masa Rasulullah merasa takjub akan keindahan kalam yang belum
pernah mereka dengar sebelumnya.

setiap orang yang menginginkan pemahaman dan makna dari Al-Qur’an tentu
membutuhkan penafsiran sebagai perantara untuk memahami kalamullah. Namun
tidak sembarang orang bisa dengan mudah menafsirkan Al-Qur’an karena yang
menjadi salah satu poin penting bagi seorang mufasir adalah bagaimana ia mengerti
akan kaidah-kaidah kebahasaan. Hal inilah yang menjadikan ilmu basasa Arab
sebagai kajian selalu digali dalam kajian-kajian keislaman.

Banyak sekali Mukjizat yang dimiliki oleh nabi Muhammad saw namun yang
masih dirasakan oleh semua orang hingga saat ini adalah Al-Qur’an. Al-Qur’an
adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui
malaikat Jibril dengan menggunakan bahasa Arab. Oleh karena Al-Qur’an turun
dengan bangsa Arab, maka Al-Qur’an juga menggunakan bahasa tersebut agar
dapat dipahami dengan mudah oleh orang-orang Arab.

Sebelum melakukan penafsiran terhadap ayat-ayat al-quran ada sejumlah


kaidah yang harus dikuasai oleh seorang mufassir, yang apabila kaidah-kaidah itu
tidak dikuasainya, maka kemungkinan keliru dalam suatu penafsiran menjadi lebih
besar. maka dari itu mengkaji hal itu sangatlah penting agar terhindar dari
penafsiran dan pemahaman yang keliru.

Kajian ‘Ulum Al-Qur’an akan berasa prematur manakala tidak terdapat


pembahasan tentang metode memahami dan mengetahui hukum-hukum yang
terdapat dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai sumber primer agama Islam, telah
mengandung hukum-hukum yang menjadi pedoman hidup bagi seluruh umat
manusia. Namun, semua hukum itu tidak dijelaskan secara spesifik, sehingga
mengharuskan upaya dan telaah secara mendalam untuk mengetahui apa yang
tersirat dari hukum yang dimaksudkan Tuhan dalam bentuk teks. Oleh karena itu,
ulama membuat metode tertentu untuk menangkap maksud Tuhan dalam Al-
Qur’an, baik dalam bentuk perintah, larangan, ataupun pilihan.

Dari beberapa kaidah yang terkandung dalam Al-Qu’ran, salah satunya adalah
kaidah ma’rifah dan nakirah. ma’rifah dan nakirah disini ada juga menyangkut ilmu
nawhu sharaf dan juga ma’rifah dan nakirah dalam kaidah-kaidah penafsiran. kajian
mengenai ma’rifah dan nakirah ini sangat penting dipelajari oleh seorang mufasir
karena pemahaman suatu ayat atau kalimat sering tergantung kepada penguasaan
terhadap kedua komponen tersebut. untuk mengetahui bagaimana penerapan
kaidah ma’rifah dan nakirah didalam Al-Qu’ran. mudah-mudahan dapat
memberikan manfaat kepada kita dalam memahami isi al-quran dengan benar.

2. METODE

Jenis Penelitian dalam makalah ini menggunakan metode penelitian


kepustakaan (library research). Dimana pada metode ini penulis mengumpulkan
data, membaca, dan menelaah buku serta literatur-literatur yang berkaitan dengan
tema. Baik itu sumber data primer atau sekunder.

3. HASIL dan PEMBAHASAN


3.1 Pengertian Ma’rifah

Salah satu kaidah dalam ilmu tafsir Al-Qur’an adalah isim ma’rifah, secara
bahasa isim ma’rifah adalah “pengetahuan”1. Kata ‫ المعرفة‬berasal dari kata ‫ع رف‬
yang mengandung arti “sesuatu yang berkesinambungan antara satu bagian dengan
bagian lainnya”, ma’rifah juga memliki arti lain yaitu “diam dan tenang” 2,
sedangkan secara terminologi dalam kitab “Maharootil Nahwu Wal I’rob” disebutkan
isim ma’rifah adalah :

‫هو اإلمس اذلي يدل عىل معنّي‬


artinya : “isim yang menunjukan makna tertentu”3.

1
Ahmad Warson Munawir, al-Munawir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku
Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren “al-Munawir”, 1984) 1580.
2
Hamka Ilyas, “An Nakiroh Wa Al Ma-rifah”, Jurnal Hamka Ilyas, Vol. III, nomor 2, (Januari-Juni 2015): 8.
3
Ahmad Jaris Abdullah, Maharotil Nahwi wal I’rob, (Yordania: Dar Al-Hamid, 2010) 126.
Senada dengan itu pula Iman Saiful Mu’minin dalam “ Kamus Nawu Shorof
mengatakan Isim ma’rifah adalah : sesuatu yang menunjukan benda tertentu seperti
Zaid, Indonesia, dll.

Lawan ma'ifah adalah nakirah, yaitu setiap isim yang jenisnya bersifat umum
(tidak tentu). Ma'rifah terbagi menjadi tujuh bagian, antara lain: isim dhamir, alam,
isim isyarah, isim maushul, isim yang diawali alif lam, isim nakiroh yang
diidhdfatkan kepada isim ma'rifah, dan isim yang dima’rifatkan karena maqsudah bi
al-nida (panggilan). Selain itu kamipun mengutip dari Kitab Syarh Ibnu Aqil
mengenai ma’rifat dan nakiroh sebagai berikut :

‫أو واقع موقع ما قد ذكر‬ ‫نكرة قابل أل أملؤثرا‬


“Isim nakiroh merupakan isim yang terdapat “al” yang memebekas(memberikan faidah
ma’rifah)’

‫ واذلي‬, ‫والغالم‬,‫وهند وآبين‬ ‫ كهم ذي‬: ‫وغريه معرفة‬


“Selainnya adalah isim ma’rifah seperti lafadz Hindun, Bani, Ghulam, dan al-Ladzi”4

3.2 Macam-macam Ma’rifah

Isim ma’rifah terbagi menjadi 7 macam, yaitu :

1. Isim dhomir
2. Isim alam
3. Isim isyaroh
4. Isim maushul
5. Isim yang dimasuki oleh huruf alif lam
6. Isim nakiroh yang dimudhofkan kepada isim ma’rifah
7. Isim nakiroh yang dima’rifahkan dengan sebab nida 5

Penjelasan dari ketujuh macam isim ma’rifah sebagai berikut :

a. Isim dhomir (kata ganti)

Isim dhomir adalah kata ganti, penggunaan dhomir untuk mengganti kata
benda orang ketiga (‫ )للغائب‬, orang kedua(‫ )للمخطب‬, dan orang pertama (‫)للمتلكم‬ .
Dalam pengertian lain isim dhomir adalah kata benda yang tersembunyi atau kata
ganti orang kesatu, kedua, dan ketiga6.

Keadaan Kata Ganti Contoh

4
Muhammad bin Muhammad al-Khudori, Hasyiyah al-Khudhori a’la Syarh Ibnu Aqil a’la Syarh Alfiyah
Ibn Malik, (Beirut: 2003) 91.
5
Musthofa al-Ghulayain, Jami al-Durus al-Arabiyyah, (Beirut: Maktabah al-Ashriyyah, 1993) 147.
6
Abu Hamzah Yusuf, Pengantar Mudah Belajar Bahasa Arab, (Bandung: Pustaka Adwa 2007) 21.
‫حال‬ ‫إمس الضمري‬ ‫أألمثةل‬
‫متلكم‬ ‫ حنن‬,‫أان‬ ‫ أان تلميذ‬Aku seorang murid
orang ke-1
‫خمطب‬ ِ ‫ أ‬,‫ أنمت‬,‫ أنامت‬,‫انت‬
,‫نت‬ ‫أنت مدرس‬ Kamu (lk) seorang
Orang ke-2 ‫ أنمت‬,‫أنامت‬ guru
ِ ‫أ‬
‫نت مدرسة‬ Kamu (pr) seorang
guru
‫غائب‬ ,‫ يه‬,‫ مه‬,‫ هام‬,‫هو‬ ‫محمد رسول هلل – هو رسول‬ Dia (Muhammad)
Orang ke-3 ‫ هن‬,‫هام‬ ‫هللا‬ adalah utusan Allah

Dia (rumah) itu besar


‫ هو كبري‬-‫البيت كبري‬
Dia (ruangan) itu kecil
‫الغرفة صغرية – يه صغرية‬
Dia (siswi) itu seorang
‫ يه مطعمة‬- ‫الطالبة مطعمة‬ yang taat

Contoh dalam Al-Qur’an :

1. ‫قال اتستبدلون اذلي هو ادىن ابذلي هو خري‬


2. ‫وال مه حيزنون‬
3. ‫قالوا ادلنا ربك يبني لنا ما يه‬
4. ‫آذهب أنت وأخوك بآاييت‬
5. ‫وأان آخرتتك فاسمتع ملايوىح‬

b. Isim alam (nama orang, nama tempat, nama hewan, atau nama apa saja).

Isim yang membahas mengenai nama seseorang, gelarnya, atau lokasinya. Isim
ini tergolong kepada isim yang jelas objeknya. Dalam pengertian lain pula
disebutkan isim alam adalah kata yang menunjukan nama orang, nama kota, nama
pulau, nama negara dan lain-lain termasuk lafadz al-Jalalah. Kata-kata yang
menunjukan nama itu tidak perlu diartikan7.
Contoh :
1. ‫وإ ذقال موىس لقومه‬
2. ‫إهبطوا مرصا فإن لمك ماسألمت‬
3. ‫إن هللا يأمرمك ان تذحبوا بقرة‬
7
Ahmad Thib Raya dan Musdah Mulia, Pangkal Penguasaan Bahasa Arab jilid I, (Jakarta: Pradotama
Wiragemilang, 1999) hal. 78.
c. Isim isyaroh (kata tunjuk)

Adalah kata yang yang diletakan sebagai petunjuk. Isim isyaroh mempunyai 3
tingkatan yaitu :
1. Kata petunjuk untuk sesuatu yang dekat.
2. Kata petunjuk untuk sesuatu yang pertengahan.
3. Kata petunjuk untuk sesuatu yang jauh.

Bentuk isim isyaroh

‫مجع‬ ‫مثىن‬ ‫مفرد‬


‫هؤالء‬ ‫ هذين‬/‫هذان‬ ‫هذا‬
‫أاليت‬ ‫ذين‬/‫ذان‬ ‫ذا‬
‫هؤالء‬ ‫هاتني‬/‫هتان‬ ‫هده‬
‫أ ْولئك‬ ‫تني‬/‫اتن‬ ‫ذه‬

Contoh :
1. ‫عصو واكنو يعتدون‬
ْ ‫ذاكل مبا‬
2. ‫مث يقولون هذا من عند هللا‬
3. ‫قل هذه سبييل أدعو اىل هللا‬
4. ‫قال هؤآلء بنايت إن كنمت فاعلني‬

d. Isim maushul (kata penghubung)

Isim maushul adalah kata penghubung atau isim yang menunjukan kepada
sesuatu tertentu dengan perantara kalimat setelahnya yang dinamakan shilah
maushul8. Isim-isim maushul adalah sebagai berikut :

Contoh Penggunaannya untuk Isim maushul


‫حرض اذلي جنح‬ Mufrod mudzakar ‫أذلي‬
Telah hadir pria yang sukses
‫كوففئت الطالبة اليت تفوقت‬ Mufrod muannats ‫اليت‬
Siswi yang unggul diberi hadiah
‫سافر اذلان أقاما يف الفندق‬ Mutsanna mudzakar ‫اذلان‬
8
Abu Ahmad al-Mutarjim, Terjemah Mulakhos Qowaid al-Lughoh al-Arabiyah , Jakarta: Wordpress. 2015, hal.
238
Telah safar dua pria di hotel
‫التان واظبتا عىل احلضور جنحتا‬ Mustanna muannats ‫التان‬
Dua perempuan yang selalu
hadir itu berhasil
‫ال أحب اذلين يتباوهون بأعامهلم‬ Jama’ mudzakar ‫اذلين‬
Aku tidak suka terhadap orang-
orang yang berbangga dengan
amalannya
‫أحسنت السيدات الاليت تلكمن‬ Jama’ muannats ‫الاليئ و الاليت‬
Mereka (pr) yang berbicara itu
telah berbicara baik

Contoh dalam ayat :


1. ‫اذلي هو ادين ابذلي هو خري‬ ‫قال أتستبدلون‬
2. ‫ولقد علممت اذلي اعتدوا منمك يف السبت‬
3. ‫والذلان يأتياهنا منمك فآذوهام‬
4. ‫من بعد ما عقلوه ومه يعلون‬
5. ‫قد مسع هللا قول اليت جتادكل يف زوهجا‬
6. ‫وأما من جاءك يسعى‬

e. Isim yang dimasuki oleh huruf ‫( ال‬alif lam)


Isim-isim yang diberi ‫( ال‬alif lam), yang asalnya nakiroh akan menjadi ma’rifah.
Contoh :
1. ‫ورضبت علهيم اذلةل و املسكنة‬
2. ‫إن البقر تشابه علينا وإ ان إشاء هللا ملهتدون‬
3. ‫فويل لذلين يكفرون الكتاب بأيدهيم مث يقولون هذا من عند هللا‬

f. Kalimat yang dimudhofkan kepada isim ma’rifah


Apabila terdapat kalimat-kalimat yang kemudian dimudhofkan kepada isim-
isim ma’rifah maka isim tersebut menjadi isim ma’rifah juga. Maka apabila
memudhofkan kepada salah satu dari golongan isim ma’’rifah (isim dhamir, isim
alam, isim isyaroh, isim maushul, ataun isim yang dima’rifahkan kepada alif lam )
maka itu semua menyebabkan ke-ma’rifahannya.
Contoh :
1. ‫قد عمل لك أانس مرشهبم‬
2. ‫ولوال فضل هللا عليمك ورمحةه‬
3. ‫وإ ذ أخذان مميثاق بين إرسائيل التعبدو إال هللا‬
Catatan tambahan, bahwa ada isim yang akan tetap menjadi nakiroh dan tidak
akan bisa menjadi isim ma’rifah walaupun sudah dimudhofkan kepada isim
ma’rifah, yaitu pada lafal ‫ غري‬,‫ ش به‬,‫ مثل‬. Maka dari itu dibolehkan penggunaannya
sebagai sifat-safat dari isim nakiroh9.
Contoh :
‫قايلت رجال مثكل هو غريك‬
g. Kalimat yang di ma’rifahkan dengan sebab-sebab nida

Isim Nakiroh yang dimaksudkan untuk dipanggil (maqsudah bi al-nida) atau bisa juga
diartikan dengan setiap isim yang dima’rifah dengan huruf nida. Contoh :

‫ اي رخل‬,‫اي مرسع‬
3.3 Kaidah isim al-Ma’rifah dalam Al-Qur’an

Kaidah isim al-Ma’rifah dalam Al-Qur’an mempunyai beberapa fungsi yang


berbeda sesuai dengan konteks ayat (siyaq al-kalam). Penggunaan isim al-ma’rifah ini
dapat dilihat dari pembagiannya, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.
Diantara kaidah-kaidah isim al-ma’rifah dalam Al-Qur’an antara lain:

Pertama, ta’rif dengan dhomir10 (kata ganti, pronominal) karena keadaan


menghendaki demikian baik kata ganti untuk orang pertama (dhomir mutakallim),
orang kedua (dhomir mukhattab) maupun orang ketiga (dhomir ghaib). Seperti
dalam QS. Al-Ahzab [33]: 35

َ ‫الصرِب ٰ ِت َوالْخٰ ِش ِعنْي‬ ّ ٰ ‫الصرِب ِ ْي َن َو‬ ّ ٰ ‫الص ِد ٰق ِت َو‬ ّ ٰ ‫ِا َّن الْ ُم ْس ِل ِمنْي َ َوالْ ُم ْس ِل ٰم ِت َوالْ ُمْؤ ِم ِننْي َ َوالْ ُمْؤ ِم ٰن ِت َوالْ ٰق ِن ِتنْي َ َوالْ ٰق ِن ٰت ِت َو‬
ّ ٰ ‫الص ِد ِقنْي َ َو‬
‫الصى ٰم ِت َوالْ ٰح ِف ِظنْي َ فُ ُر ْوهَج ُ ْم َوالْ ٰح ِف ٰظ ِت َوا َّذلا ِك ِر ْي َن اهّٰلل َ َك ِثرْي ً ا‬ّ ٰۤ ‫الص ۤاى ِمنْي َ َو‬ َّ ‫َوالْخٰ ِش ٰع ِت َوالْ ُم َت َص ِّد ِقنْي َ َوالْ ُم َت َص ِّد ٰق ِت َو‬
ِٕ ِٕ
‫َّوا َّذلا ِك ٰر ِت َاعَدَّ اهّٰلل ُ لَهُ ْم َّم ْغ ِف َر ًة َّو َا ْج ًرا َع ِظ ْي ًما‬

“Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan
perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan
yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah,
Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar".

9
Moh. Abdai Rathomi, Tata Bahasa Arab II, Bandung: Al-Ma’arif, 1975, hal. 221.
10
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Mudzakir, (Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa, 2013), cet. 16, h. 284.
Kata ‫ فُ ُر ْوهَج ُْم‬dhomir hum disini sangat jelas kembali nya kepada َ ‫ َوالْ ٰح ِف ِظنْي‬yaitu orang-orang
yang menjaga kehormatannya.
Kedua, ta’rif dengan ism’alam (nama diri) yang memiliki beberapa fungsi,
diantaranya:11
1. Menghadirkan pemilik nama itu dalam hati pendengarnya dengan
menyebutkan namanya yang khas, seperti dalam QS. al-Ikhlas 112:1-2

‫ قل هو هللا احد هللا الصمد‬.


Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat
meminta segala sesuatu.
2. Menunjukkan arti memuliakan, seperti firman Allah SWT dalam QS. al-
Fath/48:29:

ِ ‫ُم َح َّم ٌد َّر ُس ْو ُل اهّٰلل ِ َۗواذَّل ِ ْي َن َم َع ٗ ٓه َا ِشدَّ ۤا ُء عَىَل ْال ُكفَّ ِار ُرمَح َ ۤا ُء بَيْهَن ُ ْم تَ ٰر ُهى ْم ُركَّ ًعا جُس َّدً ا يَّبْتَغ ُْو َن فَضْ اًل ِّم َن اهّٰلل‬
‫ل َك َز ْرعٍ َاخ َْر َج‬¹ِۚ ‫الس ُج ْو ِد ۗ ٰذكِل َ َمثَلُهُ ْم ىِف التَّ ْو ٰرى ِة َۖو َمثَلُه ُْم ىِف ااْل ِجْن ِ ْي‬ ُّ ‫َو ِرضْ َوااًن ۖ ِس ْي َمامُه ْ يِف ْ ُو ُج ْو ِهه ِْم ِّم ْن َاثَ ِر‬
‫ه فَ ْاس َت ْغلَظَ فَ ْاس َت ٰوى عَىٰل ُس ْو ِق ٖه يُ ْعجِ ُب ُّالز َّرا َع ِل َي ِغ ْيظَ هِب ِ ُم ْال ُكفَّ َار َۗوعَدَ اهّٰلل ُ اذَّل ِ ْي َن ٰا َمنُ ْوا‬¹ٗ‫َش ْطـَٔ ٗه فَ ٰا َز َر‬
ّ ٰ ‫َومَع ِلُوا‬
‫الص ِل ٰح ِت ِمهْن ُ ْم َّم ْغ ِف َر ًة َّو َا ْج ًرا َع ِظ ْي ًما‬
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan
Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama
mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya, … (QS. al-Fath/48:29)

3. Menunjukkan arti menghinakan dan meremehkan, seperti firman Allah


SWT dalam QS. al-Lahab/111: 1:
َّ ‫تَب َّ ْت يَدَ ٓا َايِب ْ لَه ٍَب َّوت‬
ۗ‫َب‬

“binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan binasa” (QS.
al-Lahab/111:1)

Ketiga, ta’rif dengan isim al-isyarah (kata tunjuk),12 baik isim isyarah yang
menunjukkan makna dekat (ism al-isyarah Li al-qarib) maupun jauh (ism al-isyarah Li
al-ba’id). Diantara fungsi ta’rif degan isim isyarah adalah:
1. Menjelaskan bahwa suatu yang ditunjuk itu dekat, seperti firman Allah
AWT dalam QS. Lukman/31:11

ٍ ‫ٰه َذا َخلْ ُق اهّٰلل ِ فَ َا ُر ْويِن ْ َما َذا َخلَ َق اذَّل ِ ْي َن ِم ْن د ُْو ِن ٖ ۗه بَلِ ٰ ّالظ ِل ُم ْو َن يِف ْ ضَ ٰل ٍل ُّم ِبنْي‬

11
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2013, hal. 284.
12
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2013, hal. 284.
“Inilah ciptaan Allah, Maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah
diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah. sebenarnya orang- orang
yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Lukman/31:11)

2. Menjelaskan keadaaannya dengan meggunakan ‘kata tunjuk jauh’, seperti


firman Allah QS. al-Baqarah/2:5

‫او ٰلۤى َك عَىٰل هُدً ى ِّم ْن َّرهِّب ِ ْم ۙ َو ُاو ٰلۤى َك مُه ُ الْ ُم ْف ِل ُح ْو َن‬
ِٕ
“mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah
ِٕ
orang-orang yang beruntung.” (QS. al-Baqarah/2:5)

3. Menghinakan dengan menggunakan kata tunjuk dekat, seperti firman


Allah QS. al-Ankabut/29:64:
‫َو َما ٰه ِذ ِه الْ َح ٰيو ُة ادلُّ نْ َيٓا ِااَّل لَهْ ٌو َّولَ ِع ٌۗب َوا َِّن ادلَّ َار ااْل ٰ ِخ َر َة لَه َِي الْ َح َي َو ُۘان لَ ْو اَك ن ُْوا ي َ ْعلَ ُم ْو َن‬
“dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senada gurau dan main-main. dan
Sesungguhnya akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka
mengetahui.”(QS. al-Ankabut/29:64)
4. Memuliakan dengan menggunakan kata tunjuk jauh, seprti firman Allah
swt dalam QS. al-Baqarah/2:2

َۙ ‫ٰذكِل َ ْال ِك ٰت ُب اَل َريْ َب ۛ ِف ْي ِه ۛ هُدً ى لِّلْ ُمتَّ ِقنْي‬


“Kitab(Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa.” (QS. al-Baqarah/2:2)
5. Mengungatkan (tanbih) bahwa sesuatu yang ditunjuk (musyar ‘alaih) yang
diberi beberapa sifat itu sangat layak dengan sifat yang disebutkan
sesudah isim isyarah tersebut. Seperti firman Allahh swt dalam QS. al-
Baqarah/2:2-5:

َّ ‫ٰذكِل َ ْال ِك ٰت ُب اَل َريْ َب ۛ ِف ْي ِه ۛ هُدً ى لِّلْ ُمتَّ ِقنْي َۙ اذَّل ِ ْي َن يُْؤ ِمنُ ْو َن اِب لْ َغ ْي ِب َويُ ِق ْي ُم ْو َن‬
‫الص ٰلو َة َو ِم َّما َر َز ْقهٰن ُ ْم يُ ْن ِف ُق ْو َن‬
ُ ‫الص ٰلو َة َو ِم َّما َر َز ْقهٰن ُ ْم يُ ْن ِف ُق ْو َن ُاو ٰلۤى َك عَىٰل هُدً ى ِّم ْن َّرهِّب ِ ْم ۙ َو ُاو ٰلۤى َك مُه‬ َّ ‫اذَّل ِ ْي َن يُْؤ ِمنُ ْو َن اِب لْ َغ ْي ِب َويُ ِق ْي ُم ْو َن‬
ِٕ ِٕ ‫الْ ُم ْف ِل ُح ْو َن‬
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada
mereka. dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah
diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta
mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. mereka Itulah yang tetap
mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang
beruntung. (QS. al-Baqarah/2:2-5)
Keempat, ta’rif dengan ism al-maushul (kata ganti penghubung), 13 yang berfungsi
sebagai:
1. Tidak disukainya menyebutkan nama sebenarnya, baik hal ini untuk
menutupinya, menghinakan, atau disebabkan hal lain, seperti firman
Allah swt QS. al-Ahqof/46:17

ِ ‫َواذَّل ِ ْي قَا َل ِل َوادِل َ يْ ِه ُا ّ ٍف لَّمُك َٓا َاتَ ِعدَ ا ِنيِن ْ ٓ َا ْن ُاخ َْر َج َوقَدْ َخلَ ِت الْ ُق ُر ْو ُن ِم ْن قَ ْبيِل ْ ۚ َومُه َا ي َْس َت ِغ ْينٰث ِ اهّٰلل َ َويْكَل َ ٰا ِم ْن ۖ ِا َّن َو ْعدَ اهّٰلل‬
¹َ ‫َح ٌّۚق فَ َي ُق ْو ُل َما هٰذَٓا ِآاَّل َا َسا ِطرْي ُ ااْل َ َّو ِلنْي‬
“dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu
keduanya, Apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan
dibangkitkan, Padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku".( QS. al-
Ahqof/46:17)

2. Untuk menunjukkan arti umum, sebagai firman Allah swt dalam QS. al-
Ankabut/29:69
¹َ ‫َواذَّل ِ ْي َن َجاهَدُ ْوا ِف ْينَا لَهَن ْ ِديَهَّن ُ ْم ُس ُبلَنَاۗ َوا َِّن اهّٰلل َ لَ َم َع الْ ُم ْح ِس ِننْي‬
“dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar
akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah
benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”( QS. al-Ankabut/29:69)

3. Untuk meringkas kalimat, sebab, jika nama-nama orang yang dimaksud


disebutkan, maka pembicaraan (kalimat) itu akan semakin panjang,
seperti pada QS. al-Ahzab/33:69:
‫آٰي َهُّي َا اذَّل ِ ْي َن ٰا َمنُ ْوا اَل تَ ُك ْون ُْوا اَك ذَّل ِ ْي َن ٰا َذ ْوا ُم ْوىٰس فَرَب َّ َا ُه اهّٰلل ُ ِم َّما قَالُ ْوا َۗواَك َن ِع ْندَ اهّٰلل ِ َوجِ هْي ًا‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang
yang menyakiti Musa; Maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan
yang mereka katakan. dan adalah Dia seorang yang mempunyai kedudukan
terhormat di sisi Allah.” (QS. al-Ahzab/33:69)

Kelima, ta’rif dengan alif-lam, yang memiliki beberapa fungsi diantaranya untuk: 14
1. Menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui karena telah disebutkan
(ma’hud dzikri) seperti dalam beberapa firman Allah berikut ini:

ٌ ‫َك ْو َك‬
 ‫ب‬ ‫ض َمث َ ُل ن ُْو ِرهٖ مَك ِ ْش ٰكو ٍة ِفهْي َا ِم ْص َب ٌۗاح َالْ ِم ْص َب ُاح يِف ْ ُز َجا َج ٍۗة َا ُّلز َجا َج ُة اَك َهَّن َا‬¹ِۗ ‫الس ٰم ٰو ِت َوااْل َ ْر‬ َّ ‫َاهّٰلل ُ ن ُْو ُر‬
‫د ّ ُِر ٌّي ي ُّ ْوقَدُ ِم ْن جَش ََر ٍة ُّمرٰب َ َك ٍة َزيْ ُت ْون َ ٍة اَّل رَش ْ ِقيَّ ٍة َّواَل غَ ْر ِب َّي ٍۙة يَّاَك ُد َز ْيهُت َا يُيِض ْۤ ُء َولَ ْو لَ ْم تَ ْم َس ْس ُه اَن ٌۗر ن ُْو ٌر عَىٰل‬
ٌ ‫ن ُْو ٍۗر هَي ْ ِدى اهّٰلل ُ ِل ُن ْو ِرهٖ َم ْن ي َّشَ ۤا ُءۗ َويَرْض ِ ُب اهّٰلل ُ ااْل َ ْمث َا َل ِللنَّ ِ ۗاس َواهّٰلل ُ ِبلُك ِّ يَش ْ ٍء عَ ِلمْي‬
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.
13
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2013, hal.
284-285.
14
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2013, hal. 285
pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya)
seperti mutiara,.. (QS. an-Nur /24:35)

ۚ ‫فَ َعىٰص ِف ْر َع ْو ُن َّالر ُس ْو َل فَ َاخ َْذنٰ ُه َا ْخ ًذا َّو ِب ْياًل‬


sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir'aun.-
Maka Fir'aun mendurhakai Rasul itu,… (QS. al-Muzammil/73: 16-16)

Menurut Ibn al-Khasysyab bahwa ayat ini termasuk dalam kategori al-
jinsiyah, dengan alasan bahwa ”orang yang bermaksiat kepada seorang
Rasul maka sesungguhnya ia telah bermaksiat pula kepada Rasul secara
keseluruhan. Disis lain ada sebagiian ulama yang mensyaratkan bahwa
lafazh yang diulang tidak harus disebutkan terlebih dahulu, seperti
dalam QS. al-Baqarah/2:13:

‫الس َفهَ ۤا ُء َو ٰل ِك ْن اَّل ي َ ْعلَ ُم ْو َن‬ ُّ ‫َو ِا َذا ِق ْي َل لَه ُْم ٰا ِمنُ ْوا ٓاَمَك ٰا َم َن النَّ ُاس قَالُ ْوٓا َانُْؤ ِم ُن ٓاَمَك ٰا َم َن‬
ُّ ُ ‫الس َفهَ ۤا ُء ۗ آَاَل ِاهَّن ُ ْم مُه‬
“ apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang
lain telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah Kami sebagaimana
orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya merekalah
orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.” (QS. al-Baqarah/2:13)

2. Menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui bagi pendengarnya (ma’hud


dzihni), firman Allah swt QS. at-Taubah/9:40

‫ِااَّل تَ ْنرُص ُ ْو ُه فَ َقدْ نَرَص َ ُه اهّٰلل ُ ِا ْذ َاخ َْر َج ُه اذَّل ِ ْي َن َك َف ُر ْوا اَث يِن َ اثْنَنْي ِ ِا ْذ مُه َا ىِف الْغَا ِر ِا ْذ ي َ ُق ْو ُل ِل َصا ِح ِب ٖه اَل حَت ْ َز ْن ِا َّن‬
ُّ ‫اهّٰلل َ َم َعنَاۚ فَ َا ْن َز َل اهّٰلل ُ َس ِك ْينَ َت ٗه عَلَ ْي ِه َو َايَّدَ ٗه جِب ُ ُن ْو ٍد ل َّ ْم تَ َر ْوهَا َو َج َع َل لَك ِ َم َة اذَّل ِ ْي َن َك َف ُروا‬
َ ‫الس ْفىٰل ۗ َولَك ِ َم ُة اهّٰلل ِ يِه‬
ٌ ‫الْ ُعلْ َياۗ َواهّٰلل ُ َع ِز ْي ٌز َح ِكمْي‬
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah
telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah)
mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika
keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: "Janganlah
kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. at-Taubah/9:40)

3. Sesuatu yang sudah diketahui karena ia hadir pada saat itu (‘ahdi al-
Hudhuri). Seperti terdapat dalam firman Allah swt QS. al-Maidah/5:3:

‫ُح ّ ِر َم ْت عَلَ ْيمُك ُ الْ َم ْي َت ُة َوادلَّ ُم َولَ ْح ُم الْ ِخزْن ِ ْي ِر َو َمٓا ُا ِه َّل ِل َغرْي ِ اهّٰلل ِ ِب ٖه َوالْ ُم ْن َخ ِن َق ُة َوالْ َم ْوقُ ْو َذ ُة َوالْ ُمرَت َ ِ ّدي َ ُة َوالنَّ ِط ْي َح ُة‬
‫الس ُب ُع ِااَّل َما َذكَّ ْيمُت ْ ۗ َو َما ُذب َِح عَىَل النُّ ُص ِب َو َا ْن ت َ ْس َت ْق ِس ُم ْوا اِب اْل َ ْزاَل ِۗم ٰذ ِلمُك ْ ِف ْسقٌۗ َالْ َي ْو َم ي َى َس اذَّل ِ ْي َن‬ َّ َ ‫َو َمٓا اَلَك‬
ُ ‫َك َف ُر ْوا ِم ْن ِديْ ِنمُك ْ فَاَل خَت ْ شَ ْومُه ْ َواخْشَ ْو ِ ۗن َالْ َي ْو َم اَمْك َلْ ُت لَمُك ْ ِديْنَمُك ْ َو َاتْ َم ْم ُت عَلَ ْيمُك ْ ِن ْع َميِت ْ َو َر ِضي ُْت ِٕ لَمُك‬
ٌ ‫ااْل ِ ْساَل َم ِديْنًاۗ فَ َم ِن اضْ ُط َّر يِف ْ َمخْ َم َص ٍة غَرْي َ ُمتَ َجا ِن ٍف اِّل ِمْث ۙ ٍ فَ ِا َّن اهّٰلل َ غَ ُف ْو ٌر َّر ِحمْي‬
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama
bagimu.” (QS. al-Maidah/5:3).

4. Untuk mencakup semua satuannya (istighraq al-afrad), seperti firman


Allah QS. al-Ashr/103:2:

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali


orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.”(QS. al-Ashr/103:2).

5. Untuk menghabiskan segala karakteristik jenis, seperti firman Allah swt


dalam QS. al-Baqarah/2:2:
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa.” (QS. al-Baqarah/2:2). Maksudnya adalah bahwa al-Qur’an
merupakan kitab yang sempurna petunjuknya dan mencakup semua isi
kitab yang diturunkan dengan segala karakteristiknya.

6. Untuk menerangkan esensi, hakikat dan jenis. Seperti firman Allah dalam
QS. al-Anbiya/21:30:
“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.”( QS. al-Anbiya/21:30).
Maksudnya adalah kami (Allah) pada mulanya menjadikan segala
sesuatu yang hidup dari satu jenis, yaitu air.

3.4 Pengulangan kata benda (al-ism)

Apabila isim disebutkan dua kali, maka dalam hal ini ada empat
kemungkinan, yaitu :
1. Keduanya dalah ism al-ma’rifah
2. Keduanya dalah isim al-nakirah
3. Yang pertama ism nakirah sedangkan yang kedua isim ma’rifah
4. Yang pertama ism al-ma’rifah sedang yang kedua adalam ism al-nakirah

Untuk jenis yang disebutkan pertama ( kedua duanya ism al-ma’rifah ) pada
umumnya kaidah yang berlaku adalah bahwa yang kedua pada hakikatnya adalah
yang pertama. Seperti firman Allah:
“Tunjukilah Kami jalan yang lurus, - (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri
nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka
yang sesat”. (QS. al-Fatihah/1:6-7).

Lafazh shirath (jalan) yang terdapat pada ayat diatas terulang dua kali,
pertama dalam ism al-ma’rifah yang ditandai dengan memberi kata sandang alif-lam
ma’rifah (al); dan yang kedua dalam bentuk ma’rifah juga, yang ditandai dengan
susunan idhafah (shirath al-ladzina). Berdasarkan kaidah yang pertama ini, maka yang
dimaksud dengan shirath (jalan) yang kedua sama dengan yang pertama.
Penggunaan ism al-ma’rifah pada ayat tersebut berfungsi sebagai
kategorisasi. Artinya, bahwa lewat ism al-ma’rifah tersebut ditunjukkan dua
kategori jalan (shirath). Pertama adalah jalan yang lurus (al-mustaqim). Jalan ini
adalah jalan orang-orang yang diberi nikmat dari Allah. Kategori yang kedua adalah
jalan (shirath) bagi orang-orang yang dimurkai (al-maghdhub ‘alaihim), atau jalan
orang-orang yang sesat (al-dhallin).
Untuk jenis yang disebutkan kedua, (keduanya ismal-nakirah ) maka kaidah
yang biasa berlaku adalah bahwa yang kedua bukanlah yang pertama. Seperti
firman Allah:
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan
(kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan
Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa”(QS. al-Rum/30:54).
Lafazh dhu’f pada ayat diatas ism al-nakirah, ditandai dengan ketiadaannya
kata sandang (al, alif-lam ma’rifah). Dalam hal ini Allah telah mengulang lafazh
tersebut sebanyak tiga kali. Kaidah kedua ini menyatakan bahwa apabila ada dua
ism al-nakirah yang terulang dua kali maka yang kedua pada hakikatnya bukanlah
yang pertama. Dengan demikian, ketiga lafazh dhu’f tersebut memiliki makna yang
berbeda-bedda. Lafazh dhu’f yang disebutkan pertama berarti seperma (al-nuthfah).
Sedangkan lafazh dhu’f yang disebutkan kedua berarti masa bayi (al-thufuliyah).
Sementara itu, lafazh dhu’f yang disebutkan terakhir berarti masa lanjut usia (al-
syaikhukhah).
Untuk jenis yang disebutkan ketiga ( pertama ism al-nakirah dan kedua ism al-
ma’rifah ) kaidah yang berlaku adalah sama seperti kaidah yang pertama, yaitu isim
yang disebutkan kedua pada hakikatnya adalah yang pertama. Allah berfirman:

“… sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir'aun. Maka
Fir'aun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa Dia dengan siksaan yang berat”. (QS. al-
Muzammil/73:15-16)

Pada ayat diatas kata rasul terulang sebanyak dua kali, pertama dengan
menggunakan ism al-ma’rifah dan kedua ism al-nakirah yaitu dengan
menambahkan alif-lam ma’rifah pada lafazh rasul. Berdasarkan kaidah yang ketiga
ini, maka yang dimaksud dengan rasul pada penyebutan yang kedua adalah sama
dengan yang pertama, yaitu Musa.
Sementara itu, untuk jenis yang disebutkan terakhir (pertama ism al-ma’rifah
dan kedua ism al-nakirah ) maka kaidah yang berlaku adalah yang tergantung
kepada indikatornya (al-qarinah) adakalanya indikator menunjukkan bahwa
keduanya memiliki makna yang berbeda. Hal ini seperti ditunjukkan oleh firman
Allah:
“dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; "Mereka tidak
berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)". seperti Demikianlah mereka selalu
dipalingkan (dari kebenaran)”. (QS.ar-Rum/30:55)

Lafazh al-sa’ah pada ayat diatas terulang sebanyak dua kali, yang pertama
menunjukkan ism al-ma’rifah sedangkan yang kedua menunjukkan ism al-nakirah.
Dalam kasus ini lafazh sa’ah yang disebutkan kedua pada hakikatnya bukanlah yang
pertama. Pengertian ini dapat diketahui dari syaq al-kalam. Lafazh al-sa’ah yang
disebutkan pertama berarti hari kiamat (yaum al-hisab), sedangkan lafazh sa’ah yang
disebutkan kedua lebih terkait pada waktu.
Disisi lain ada juga indikator yang menyatakan bahwa keduanya adalah sama.
Hal ini seperti ditunjukkan oleh firman Allah:

“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini Setiap macam
perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran. - (ialah) Al Quran dalam bahasa Arab yang
tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa”.(QS. az-Zumar/39:27-28)

Lafazh qur’an pada ayat diatas juga terulang sebanyak dua kali, yaitu pertama
dalam bentuk ism al-ma’rifah dan yang kedua dalam bentuk ism al-nakirah. Dalam
kasus ini yang dimaksud dengan qur’an yang disebutkan kedua sama hakikatnya
dengan qur’an yang disebutkan pertama.15

3.5 Perbedaan Contoh Ma’rifah dan Nakirah

1. (ash-Shaf:7)
2. (al-An’am; 21)
3. (al-A’raf:37)
4. (Yunus: 17)

Ayat-ayat di atas beredaksi mirip tetapi memiliki perbedaan. Namun yang


menjadi pembahasan disini ialah lafal (al-kaziba) dengan memakai (alif lam), ini
disebut ma’rifah dan lafal (kaziban) tanpa memakai (alif lam) ini disebut nakirah. Di
dalam redaksi yang di kutip di atas terlihat dengan jelas, lafal (al-kazibi) hanya
disebut satu kali dalam bentuk ma’rifah, yaitu di dalam ayat pertama; semantara
pada ayat kedua dan seterusnya juga membawa lafal tersebut tapi dalam bentuk
nakirat. 16

15
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2013, hal.
283-286.
16
Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur’an, Anggota IKAPI, 2002, hal. 234
3.6 Analisis Redaksi yang Mirip
Setelah diteliti, ternyata perbedaan itu disebabkan bedanya konteks ayat-ayat
tersebut. Ayat pertama misalnya merupakan gambaran lebih lanjut dari sikap
Yahudi yang mendustakan ayat-ayat Allah dan Rassul-Nya. Karena itulah ayat
pertama tersebut membawa lafal (‫ذب‬¹¹ ‫ )االك‬dengan memaki alif-lam sebagai isyarat
Allah atas kedustaan yang telah mereka lakukan sebelumnnya karena alif lam di
dalam struktur bahasa Arab dapat berfungsi sebagai ‘ahd al-dzikir (menunjukkan
bahwa kata tersebut sudah disebut sebelumnya secara eksplisit, atau sebagai ‘ahd al-
dzhn (menunjukkan bahwa makna kata itu telah disebut sebelumnya) 17

PENUTUP
KESIMPULAN
Ma’rifah dan nakirah adalah seuatu bidang ilmu yang terdapat di dalam nahwu
sharaf dan juga ada pada kaidah-kaidah penafsiran. Ma’rifah didalam Al-Qur’an
terdapat beberapa macam, yaitu:
 Ta’rif dengan dhomir
 Ta’rif dengan ism’alam
 Ta’rif dengan isim al-isyarah
 Ta’rif dengan ism al-maushul
 Ta’rif dengan alif-lam
Lalu apabila isim disebutkan dua kali maka aka ada empat kemungkinan yang
bisa terjadi:
1. Apabila kedua duanya ma’rifah maka pada umumnya yang kedua
hakekatnya adalah yang pertama.
2. Jika kedua-duanya nakirah, maka yang kedua biasanya bukan yang pertama.
3. Jika yang pertama nakirah dan yang kedua adalah ma’rifah maka yang kedua
hakekatnya dalah yang pertama.
4. Jika yang pertama ma’rifah sedang yang kedua nakirah, maka apa yag
dimaksudkan bergantung pada qarinah.

17
Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur’an, Anggota IKAPI, 2002, hal. 234
DAFTAR PUSTAKA

Abdai Rathomi, MohTata Bahasa Arab II, Bandung: Al-Ma’arif, 1975.


Abu Ahmad al-Mutarjim, Terjemah Mulakhos Qowaid al-Lughoh al-
Arabiyah , Jakarta: Wordpress. 2015.
Abu Hamzah Yusuf, Pengantar Mudah Belajar Bahasa Arab, Bandung:
Pustaka Adwa 2007.
Ahmad Jaris Abdullah, Maharotil Nahwi wal I’rob, Yordania: Dar Al-
Hamid, 2010.
Al-Ghulayain, Musthofa Jami al-Durus al-Arabiyyah, Beirut: Maktabah al-
Ashriyyah, 1993.
Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, diterjemahkan dari bahasa
Arab oleh Mudzakir, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2013.
As-Suyuthi, Jalaluddin, Samudera Ulumul Qur’an, Surabaya: Bina Ilmu, 2006.
Baidan, Nashruddin, Metode Penafsiran Al-Qur’an, Anggota IKAPI, 2002.
Banjarmasin, 2012.
Chirzin, Muhammad, Al-qur’an dan Ulumul Qur’an , Yogyakarta: Dana Bhakti
Prima Yasa, 1998.
Hamka Ilyas, “An Nakiroh Wa Al Ma-rifah”, Jurnal Hamka Ilyas, Vol. III,
nomor 2, Januari-Juni 2015.
Muhammad bin Muhammad al-Khudori, Hasyiyah al-Khudhori a’la Syarh
Ibnu Aqil a’la Syarh Alfiyah Ibn Malik, Beirut: 2003.
Oensyar, Kamil Ramma dan Urea Hasnan Sidik, praktis belajar bahasa arab,
Warson Munawir, Ahmad, al-Munawir Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta:
Unit Pengadaan Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren “al-
Munawir”, 1984.

Anda mungkin juga menyukai