Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ILMU BAYAN DAN GAYA BAHASA

Disusun Oleh :

Nama : sry ida mayang sari

PROGRAM STUDI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
TAHUN PELAJARAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Pasarwajo, 6 Oktober 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................
A. Latar belakang ......................................................................................
B. Rumusan masalah ................................................................................
C. Tujuan ..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................


A. Tasybih .................................................................................................
B. Simile ...................................................................................................
C. Contoh tasybih dalam al-quran dan hadist ...........................................
D. Contoh simile dalam al-quran dan hadist .............................................

BAB III PENUTUP ...........................................................................................


A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Saran ....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu balaghoh adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengolah kata atau
susunan kalimat bahasa arab yang indah namun memiliki arti yang jelas, selain itu gaya
bahasa yang harus digunakan juga harus sesuai dengan situasi dan kondisi. Ilmu bayan adalah
kaidah-kaidah untuk mengetahui cara menyampaikan suatu pesan dengan berbagai macam
cara yang sebagian nya berbeda dengan sebagian yang lain, dalam menjelaskan segi
penunjukan terhadap keadaan makna tersebut.
Sebagai sebuah kitab suci yang diyakini oleh umat Islam sebagai wahyu Ilahi, Al-Qur’an
sudah selayaknya dijadikan sebagi sumber petunjuk bagi mereka. Dalam QS Al-Baqarah ayat
2 Allah berfirman: Artinya: “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk
bagi mereka yang bertaqwa”
Melalui Al-Qur’an, Allah memberikan petunjuk-petunjuk-Nya dengan berbagai metode.
Sebut saja pengulangan kata, parafrase, kisah-kisah, maupun penggunaan gaya bahasa tertentu
seperti perumpamaan atau simile. Allah berfirman dalam QS Az-Zumar ayat 27;
Artinya:“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap macam
perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran.”

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Ilmu Bayan ?
4. apa pengertian dari tasybih ?
5. jelaskan apa yang dimaksud dengan simile ?
6. berikan contoh tasybih dalam al-quran dan hadist ?
7. berikan contoh simile dalam al-quran dan hadist ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian, manfaat, serta contoh dari ilmu bayan dan gaya
bahasa tasybih, simile, contoh tasybih dalam al-quran dan hadist serta contoh simile
dalam al-quran dan hadist.
BAB II
PEMBAHASAN

a. Pengertian Ilmu Bayan


Ilmu bayan berasal dari bahasa arab yang artinya “kias” atau “kiasan”, dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti antara lain : Perbandingan, persamaan dan
ibarat, Sindiran, Analogi. Jadi uslub atau gaya bahasa kiasan yang dibahas dalam ilmu
bayan pada dasarnya dibentuk berdasarkan perbandingan dengan analogi, yakni
membandingkan suatu benda atau suatu keadaan dengan benda atau keadaan lain,
karena keduanya memiliki hubungan kesamaan atau hubungan lain seperti hubungan
sebab akibat, hubungan tempat dan lain sebagainya. Sedangkan arti bayan itu sendiri
yaitu ‫( الكشف وااليضاح‬mengungkapkan, menjelaskan),Firman Allah SWT:
‫َو َم ا َأْر َس ْلَنا ِم ْن َر ُس وٍل ِإاَّل ِبِلَس اِن َقْو ِمِه ِلُيَبِّيَن َلُهْم َفُيِض ُّل ُهَّللا َم ْن َيَشاُء َو َيْهِد ي َم ْن َيَشاُء َو ُهَو اْلَعِز يُز اْلَح ِكيُم‬
Artinya: “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa
kaumnya supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka”.
Maksudnya menjelaskan satu makna dengan berbagai ungkapan atau berbagai
uslub, apakah dengan uslub ‫(التش^^^^^^^^بيه‬perumpamaan) atau dengan
uslub ‫(االستعارة‬metafora, personifikasi) atau dengan uslub kiasan lainnya, tergantung
kepada situasi dan kondisi. Sedangkan Al-bayan menurut istilah ilmu balaghah
adalah :
‫علم يعرف به ايراد المعنى الواحد المدلول عليه بكالم مطابق لمقتضى الحال بطرق مختلفة فى ايضاح الداللة عليه‬
Artinya : Ilmu bayan ialah ilmu untuk mengetahui tentang cara mendatangkan suatu
pengertian yang ditunjukan atasnya dengan perkataan yang muthobaqoh (sesuai)
dengan muqtadhol-halnya dan dengan susunan yang berbeda-beda dalam
menjelaskan dilalahnya.

b. Ruang Lingkup Ilmu Bayan


Para Ahli balaghah, sepakat bahwa kajian dalam Ilmu Bayan, mencakup tiga hal,
yaitu: (‫ )التشبيه‬At-Tasybih (‫ )المجاز‬Al-majaz dan (‫ )الكناية‬Al-kinayah.
1. ‫( التشبيه‬gaya bahasa simile) Dalam kamus Al-munawir, lafadz ‫ التشبيه‬berarti ‫ التمثيل‬dan
dalam bahasa Indonesia berarti “persamaan”. Sedangkan menurut istilah Ilmu
balaghah:
‫التشبيه هو إلحاق امر بامر بادة التشبيه لجامع بينهما‬
“Yaitu menyamakan suatu hal dengan hal lain dengan menggunakan perangkat
(sarana) tasybih untuk mengumpulkan diantara keduanya”.
Secara etimologis, al-tasybih berarti al-tamtsil (penyerupaan). Sedangkan
secara terminologis adalah menyerupakan antara dua perkara atau lebih yang memiliki
kesamaan sifat (satu atau lebih) dengan suatu alat: karena ada tujuan yang dikehendaki
oleh pembicara. Suatu ungkapan yang menyatakan bahwa sesuatu itu mempunyai
kesamaan dengan yang lainnya dalam sifat, dalam menyamakan tersebut menggunakan
sarana atau perangkat, baik secara eksplisit maupun implisit. Rukun-rukun At-tasybih ada
4, yaitu:
a) Musyabbah (‫ )المشبة‬: sesuatu yang di perbandingkan.
b) Musyabbah bih (‫ )المشبة به‬: Objek yang diperbandingkan.
Gabungan antara Musyabbah dan Musyabbah bih disebut Tharafai tasybih
(‫)طرفي التشبيه‬.
c) Adat At-tasybih(‫ )أداة التشبيه‬Yaitu suatu lafadz yang menunjukkan adanya persamaan
(antara dua hal atau lebih), serta mendekatkan musyabbah pada musyabbah bih dalam
sifatnya. atau bisa dikatakan Sarana atau perangkat untuk menyamakan. Sedangkan
Adat At-tasybih ada tiga macam: pertama dari huruf, yaitu: ‫ الكف‬dan ‫كان‬, kedua: dari
isim, yaitu, ‫ مماثل‬,‫ نحو‬,‫ مشابة‬,‫ مثل‬dan ketiga: dari fiil, yaitu ‫ يحاكى‬,‫ يضارع‬,‫ يشابه‬,‫يماثل‬
d) Wajhu Asy-syabbah(‫ )وجه الَّشبة‬Yaitu makna atau sifat yang dimiliki oleh musyabbah
dan musyabbah bih atau Bentuk kesamaan sifat yang disamakan antara Musyabbah (
‫ )المشبة‬dan Musyabbah bih (‫)المشبة به‬. Adapun untuk lebih jelasnya mari kita amati
contoh dibawah ini:
)Ali laksana harimau dalam keberaniannya( ‫علّي كاآلسد في الجرأة‬
‫ علّي‬sebagai Musyabbah, ‫ اآلسد‬menjadi musyabbah bih, huruf ‫ الكف‬sebagai Adat At-tasybih
dan ‫ في الجرأة‬keterangan dari Wajhu Asy-syabah. Contoh At-tasybih dalam Al-qur’an
adalah: ‫َوِهَي َتْج ِر ي ِبِهْم ِفي َم ْو ٍج َك اْلِج َباِل‬
“ Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung.”
2. ‫( المجاز‬gaya bahasa metafora) Pengertian Majaz menurut istilah Ilmu balaghah:
‫المجاز هو اللفظ المستعمل في غير ما وضع له لعالقة مع قرينة مانعة من إرادة المعنى الساب‬
“Majaz adalah yang digunakan tidak pada tempatnya, karena ada keterkaitan serta
alasan yang mencegah dari makna terdahulu”. Macam-macam Majaz ada 2, yaitu:
a) Majaz ‘aqly
‫ اي في اسناد الفعل او ما في معناه الى غير ما هوله‬,‫يكون في االسناد‬
“Majaz Aqly adalah majaz yang terjadi pada penyandaran fi’il pada fa’il yang tidak
sebenarnya”.
‫ بنى مدير الجامعة مسجدا‬:‫مثال‬
b) Majaz Lughawy
Pengertian majaz Lughawy menurut istilah adalah:
‫المجاز اللغوي هو كلمة استعملت في غير ما وضعت له لعالقة مع قرينة تمنع من إرادة المعنى الحقيقيي‬
“Majaz Lughawy adalah kata yang digunakan tidak pada tempatnya, karena ada
keterkaitan serta alasan yang mencegah dari makna hakiki”.
Adapun Pembagian Majaz Lughawy ada 2, yaitu:
1) Isti’arah (peminjaman kata)
‫االستعارة هي مجاز عالقته المشابهة‬
“Istiarah adalah majaz yang mempunyai hubungan langsung”
Konsep isti‘arah sebenarnya bermuara dari bentuk gaya bahasa tasybih, dan gaya
bahasa isti‘arah adalah ungkapan tasybih yang paling tinggi. Menurut mayoritas ahli
balaghah gaya bahasa isti‘arah mempunyai tiga unsur; 1. musta‘ar lah (musyabbah), 2.
musta‘ar minhu (musyabbah bih), dan 3. musta‘ar (kata yang dipinjam).
Contohnya:
‫ِك َتاٌب َأْنَز ْلَناُه ِإَلْيَك ِلُتْخ ِرَج الَّناَس ِم َن الُّظُلَم اِت ِإَلى الُّنوِر ِبِإْذ ِن َر ِّبِهْم ِإَلى ِصَر اِط اْلَعِز يِز اْلَح ِم يِد‬
“(ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia
dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu)
menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji“.
Pada contoh kalimat diatas, lafadz majazinya adalah ‫ الُّظُلَم اِت‬yang berarti kegelapan,
dan ‫ الُّن وِر‬yang berarti cahaya. Benarkah Al-qur’an dapat mengeluarkan manusia dari
kegelapan ke alam yang terang benderang? Tentu tidak, karena yang dimaksud Allah
dalam firmannya bukanlah makna hakiki, melainkan makna majazinya, yaitu ‫الض^^اللة‬,
yang artinya kesesatan dan ‫ الهدى‬petunjuk.
Kata “nur” di sini dipinjam untuk memperjelas misi dan pesan kenabian, karena
keduanya memiliki fungsi meyakinkan, menghilangkan, serta menepis keraguan atas
kebenaran misi kenabian tersebut. Jadi maksud kata “al-nur” adalah kehadiran Nabi
Muhammad saw.
2) Majaz Mursal.
‫مجاز المرسال هو مجاز تكون عالقة بين المعنى الحقيقة و المجازى قائمة غير المشابهة‬
“Majaz Mursal adalah majaz yang hubungan antara makna hakiki dan makna majazi
merupakan hubungan yang tidak langsung”
Contoh: ‫َو َأِقيُم وا الَّص اَل َة َو آُتوا الَّزَك اَة َو اْر َك ُعوا َم َع الَّر اِكِع يَن‬
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang
ruku’“.
Yang dimaksud oleh Allah dalam ayat tersebut adalah makna majazi, bukan makna
hakiki, yaitu: shalat berjama’ah dan dapat pula diartikan: tunduklah kepada perintah-
perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.

3. ‫( الكناية‬gaya bahasa mitonimie)


Lafadz ‫ الكناية‬secara bahasa berbentuk mashdar, diambil dari fiil ‫ كنى يكني كناية‬atau
bias juga masdar dari fiil ‫ كنا يكنو كناي^^ة‬yang berarti menerangkan sesuatu dengan
perkataan yang lain, mengatakan dengan kiasan, atau sindiran. Sedangkan
pengertian ‫ الكناية‬menurut istilah Ilmu balaghah adalah: ‫الكناية هو لفظ أطلق و أريد به الزم معنه‬
‫مع جواز إرادة المعنى اآلصلى‬
Artinya: lafadz yang disampaikan dan yang dimaksud adalah kelaziman maknanya,
disamping boleh juga yang dimaksud pada arti yang sebenarnya.
Contohnya: ‫نزلنا على رجل كثير الرماد‬
Artinya: “kita mampir pada seorang laki-laki yang banyak abu dapurnya”.
Dalam kalimat tersebut terdapat ungkapan ‫كث^^ير الرماد‬, yang berarti abu dapur,
makna yang dimaksud dalam kalimat tersebut bukanlah makna sebenarnya, yakni abu
dapur, tetapi makna lain yang menjadi kelazimannya. Makna Yang dikehendaki dari
kalimat ‫ كث^^ير الرماد‬adalah orang yang banyak abu dapurnya, kelazimanya banyak
memasak, orang yang banyak memasak itu kelazimannya banyak menjamin makanan
dan minuman, orang yang banyak menjamu tamu itu kelazimannya banyak tamu, orang
yang banyak tamu kelazimannya baik hati, dermawan, kharismatik atau dihormati dan
disegani.
Jadi untuk mengatakan bahwa seseorang itu dermawan, seseorang tidak
mengatakan ‫ هو ج^^^ود‬melainkan dengan kalimat ‫هو كث^^^ير الرماد‬, suatu lakimat yang
disampaikan namun yang dimaksud adalah makna lain, itulah yang dalam Ilmu bayan
dinamakan Al-kinayah (‫)الكناية‬.
Contoh kinayah dalam Al-qur’an:
‫َو اَل َتْج َعْل َيَدَك َم ْغُلوَلًة ِإَلى ُع ُنِقَك َو اَل َتْبُس ْطَها ُك َّل اْلَبْسِط َفَتْقُعَد َم ُلوًم ا َم ْح ُس وًر ا‬
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah
kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”.
Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu Pemurah.

c. Peletak Dasar Ilmu Bayan


llmu Bayan pertama kali dikembangkan oleh Abu Ubaidah lbn al-Matsani (211
H). sebagai dasar pengembangan irmu ini, ia menulis sebuah kitab dengan judul Mazaj
Qur’an. Dalam perkembangan berikutnya muncul pula seorang tokoh terkemuka
dalam ilmu ini, yaitu; Abd al-Kahir al-Jurzini (471 M). llmu ini terus berkembang dan
disempurnakan oleh para ulama berikutnya, sepeti al- Jahizh ibn Mu'taz, Quddamah,
dan Abu Hilal al-Askari.

d. Manfaat mempelajari Ilmu Bayan


Objek kajian ilmu bayan adalah tasybih, majaz, dan kinayah, Melalui ketiga
bidang ini kita akan mengetahui ungkapan-ungkapan bahasa Arab yang fasih baik dan
benar, serta mengetahui ungkapan-ungkapan yang tidak fasih dan tidak cocok untuk
diucapkan. llmu ini dapat membantu kita juga untuk mengungkapkan suatu ide atau
perasaan melalui bentuk kalimat dan ushlub yang bervariasi sesuai dengan muqtadha
al-hal. Dengan pengetahuan di atas, seseorang bahkan akan mampu menangkap
kemukjizatan al-Qur'an dari aspek bahasanya. Dengan kata lain, lewat kemampuan
yang memadai pada ilmu ini seseorang akan mampu menangkap keindahan,
ketepatan,dan kehebatan ayat al-qur'an, baik pada tataran jumlah, kalimah, sampai
kepada huruf-hurufnya.

A. TASYBIH (PENYERUPAAN)
Definisi : Tasybih adalah penjelasan bahwa suatu hal atau beberapa hal
memiliki kesamaan sifat dengan hal yang lain. Penjelasan tersebut menggunakan huruf
‫ ك‬atau sejenisnya baik tersurat maupun tersirat. Unsur-unsur Tasybih : Unsur Tasybih
ada empat yaitu musyabbah, musyabbah bih (kedua unsur ini disebut sebagai
tharafait-tasybih/dua pihak yang diserupakan), adat tasybih, dan wajah syibeh. Wajah
syibeh pada musyabbah bih diisyaratkan lebih kuat dan lebih jelas daripada
musyabbah.
Kosakata :
1. Musyabbah : Sesuatu yang hendak diserupakan.
2. Musyabbah bih : Sesuatu yang diserupai.
3. Wajah Syibeh : Sifat yang terdapat pada kedua pihak.
4. Adat Tasybih : Huruf/kata yang menyatakan penyerupaan.
Contoh dalam syair:
Al-Ma’arri menyatakan tentang seseorang yang dipujanya:
‫أنت كالّش مس فى الّضياء وإنجا وزت كيوان فى علّو المكان‬
(Engkau bagaikan matahari yang memancarkan sinarnya walaupun kau berada di
atas planet Pluto di tempat yang paling tinggi).
Syair di atas menjelaskan bahwa si penyair tahu orang yang dipujanya memiliki wajah
bercahaya dan menyilaukan mata, lalu ia ingin membuat perumpamaan yang memiliki
sifat paling kuat dalam hal menerangi dan ternyata ia tidak menjumpai suatu hal pun
yang lebih kuat daripada sinar matahari. Maka ia menyempurnakannya dengan
matahari, dan untuk itu ia bubuhi huruf ‫( ك‬kata perumpamaan/seperti).
- Pembagian Tasybih :
(1) Tasybih Mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybihnya. Contoh:
‫أنا كالماء إنرضيت صفاء وإذاما سخطت كنت لهيبا‬
(Bila aku rela, maka aku setenang air yang jernih; dan bila aku marah, maka aku
sepanas api menyala).
(2) Tasybih Mu’akkad adalah tasybih yang dibuang adat tasybihnya. Contoh:
‫انت نجم فى رفعة وضياء تجتليك العيون شرقا وغربا‬
(Kedudukanmu yang tinggi dan kemashyuranmu bagaikan bintang yang tinggi
lagi bercahya. Semua mata, baik di belahan timur maupun barat, menatap
kearahmu).
(3) Tasybih Mujmal adalah tasybih yang dibuang wajah syibehnya. Contoh:
‫وكأّن الّش مس المنيرة دينار جلته حدائد الّضّراب‬
(Matahari yang bersinar itu sungguh bagaikan dinar {uang logam} yang tampak
kuning cemerlang berkat tempaan besi cetakannya).
(4) Tasybih Mufashshal adalah tasybih yang disebut wajah syibehnya. Contoh:
‫سرنا فى ليل بهيم كأّنه البحر ظالما وإرهابا‬
(Aku berjalan pada suatu malam yang gelap dan menakutkan, bagaikan berjalan
di tengah laut).
(5) Tasybih Baligh adalah tasybih yang dibuang adat tasybih dan wajah syibehnya.
Contoh:
‫الّنشر مسك والوجوه دنا نير واطراف األكّف عنم‬
(Baunya yang semerbak itu bak minyak kesturi, wajah-wajahnya yang berkilauan
bak dinar {uang logam} dan ujung-ujung telapak tangannya merah bak pacar).

 Tasybih Tamtsil adalah tasybih yang wajah syibehnya merupakan gambaran yang

dirangkai dari keadaan beberapa hal, dan disebut ghairi tamtsil bila wajah syibehnya tidak
demikian. Contoh: ‫والماء يفصل بين روض الّز هر فىالّش ّطين فصال‬

‫كبساط وشي جّردت ايدي القيون عليه نصال‬


(Sungai memisahkan taman bunga itu pada kedua pinggirnya, bagaikan baju sulaman yang
dihamparkan, sedangkan di atasnya tergeletak sebilah pedang yang telah terhunus dari
sarungnya).
Abu Firas menyerupakan keadaan air sungai yakni air yang membelah taman menjadi
dua bagian di kedua pinggirnya yang dihiasi oleh bunga-bunga indah berwarna-warni yang
tersebar diantara tumbuhan-tumbuhan hijau segar, diserupakan dengan pedang berkilau yang
dihunus oleh para pembuat senjata lalu diletakkan di atas kain sutera yang bersulamkan aneka
warna. Ia hendak menyerupakan kali yang terletak di antara dua taman berbunga dengan
pedang terhunus yang diletakkan di atas hamparan kain bersulam. Maka wajah syibehnya
adalah gambaran secara menyeluruh bukan mufrad. Gambaran ini diambil dari beberapa hal.
Tasybih di atas adalah tasybih-tasybih yang wajah syibehnya berupa gambaran yang terangkai
dari beberapa hal dan disebut sebagai tasybih tamtsil.

 Tasybih Dhimni adalah tasybih yang kedua tharafnya tidak dirangkai dalam bentuk tasybih
yang telah kita kenal, melainkan keduanya hanya berdampingan dalam susunan kalimat.
Tasybih jenis ini didatangkan untuk menunjukkan bahwa hukum (makna) yang disandarkan
kepada musyabbah itu mungkin adanya.

‫قد يشيب الفتى و ليس عجيبا ان يرى الّنور فى القضيب الّرطيب‬


(Kadang-kadang seorang pemuda beruban dan hal ini tidaklah mengerankan. Bunga pun
dapat keluar pada dahan yang muda dan lembut).
Dalam syair di atas penyair tidak mengungkapkan tasybih yang jelas karena ia tidak berkata
bahwa seorang pemuda yang telah beruban itu bagaikan dahan muda yang berbunga
melainkan ia menyatakannya secara implisit (tersirat).

 Maksud dan tujuan tasybih adalah:

Menjelaskan kemungkinan terjadinya sesuatu hal pada musyabbah yakni ketika sesuatu yang
sangat aneh disandarkan kepada musyabbah dan keanehan itu tidak lenyap sebelum dijelaskan
keanehan serupa dalam kasus lain.
Menjelaskan keadaan musyabbah yakni bila musyabbah tidak dikenal sifatnya sebelum
dijelaskan melalui tasybih yang menjelaskannya. Dengan demikian, tasybih itu memberikan
pengertian yang sama dengan kata sifat.
Menjelaskan kadar keadaan musyabbah yakni bila musyabbah sudah diketahui keadaannya
secara global lalu tasybih didatangkan untuk menjelaskan rincian keadaan itu.
Menegaskan keadaan musyabbah yakni bila sesuatu yang disandarkan kepada musyabbah itu
membutuhkan penegasan dan penjelasan dengan contoh.
Memperindah atau memperburuk musyabbah.

 Tasybih Maqlub (penyerupaan yang terbalik) adalah menjadikan musyabbah sebagai


musyabbah bih dengan mendakwakan bahwa titik keserupaannya lebih kuat pada usyabbah.
‫كأّن سناها باالعشّي لصبحها تبّسم عيس حين يلفظ باالوعد‬
(Seakan-akan cahaya awan di sore hari sampai menjelang pagi itu adalah senyuman Isa
ketika mengucapkan janji).
Penyair menyerupakan cahaya awan yang terus menerus memantul sepanjang malam dengan
senyuman orang yang dipujinya ketika menjanjikan pemberian. Padahal sudah pasti bahwa
pantulan cahaya awan itu lebih kuat daripada pantulan cahaya senyuman. Dan yang biasa kita
dengar adalah senyuman diserupakan dengan pantulan cahaya awan, sebagaimana kebiasaan
para penyair. Akan tetapi penyair menyatakan tasybih yang sebaliknya.
1. Al-Mutanabbi berucap dalam syairnya yang berbunyi:
‫فال يبرم اآلمر اّلذي هو حالل و ال يحلل اآلمر اّلذي هو يبرم‬
Maka suatu perkara yang memudar tidak bisa ditegaskan, dan perkara yang tegas tidak
dapat dipudarkan. Syair itu tidak fasih karena mengandung dua kata yang tidak sesuai
dengan kaidah sharaf yakni kata haalilu dan yuhlalu. Menurut kaidah sharaf, kedua kata itu
harus dibaca haallun dan yuhallu.
2. Sayyidina Hasan r.a adalah seorang penyair Rasulullah Saw, orang Arab sepakat bahwa ia
adalah tokoh penyair dari kampung. Suatu pendapat menyatakan bahwa ia hidup selama
120 tahun, 60 tahun dalam masa jahiliyah dan 60 tahun dalam masa keislaman. Ia
meninggal pada tahun 54 H.
3. Tanafur adalah huruf-huruf yang bila tersusun dalam suatu kata, kata itu sulit didengar
dan diucapkan. Tidak ada batas kesulitan tersebut kecuali oleh selera yang sehat dapat
diperoleh melalui pengkajian terhadap ucapan bulagha’ (para ahli balaghah) dan uslub
mereka.
4. Imri’ul Qais adalah tokoh penyair Jahiliyah dan yang merintis pembagian bab-bab dan
macam-macam syair. Ia dilahirkan pada tahun 130 sebelum Hijriah. Nenek moyangnya
adalah para raja dan bangsawan Kindah. Ia wafat pada tahun 80 sebelum Hijriah. Syair-
syairnya yang pernah tergantung di Kabah sangat mashyur.
5. Abu Tammam adalah Habib bin Aus Ath-Tha’i. Ia adalah seorang penyair yang mashyur,
satu-satunya orang yang mendalam pengetahuannya tentang ma’ani, fashahah syair dan
banyak hafalannya. Ia wafat di Maushil pada tahun 231 Hijriah.
6. Unnab adalah sejenis pohon yang merah buahnya، bisa dijadikan makanan dan bisa juga
digunakan sebagai obat.
B. SIMILE
a. Pengertian simile
Simile adalah gaya bahasa yang bermaksud tamsil atau kiasan yang membandingkan dua
objek yang mempunyai sifat dan nilai yang sama. Simile selalu menggunakan kata sandi
seperti, bagai, umpama, atau, bak. Secara lebih lanjut Gorys Keraf mendefinisikan simile
adalah perbandingan yang bersifat secara langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal
yang lain. Kata-kata yang biasanya digunakan antara lain: seperti, bagaikan, laksana, sama,
dan sebagainya (Gorys Keraf, 2002; 139).
Sementara itu, pendapat lain menyatakan simile adalah perbandingan antara sesuatu dengan
sesuatu yang lain, yang dibuat secara langsung melalui penggunaan kata-kata tertentu,
misalnya: bak, bagaikan, laksana, ibarat, seperti, umpama, serupa, dan semacamnya.
Contohnya: Bibirnya seperti delima merekah.

b. AlQur’an Dan Gaya Bahasanya


Manna‟ Khalil Al-Qatthan dalam bukunya Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an
memberikanpengertian sehubungan dengan penamaan AlQur‟an. Ia menyebutkan
bahwapara Ulama telah menyebutkan defenisi Al-Qur‟an yang mendekati maknanya dan
membedakannya dari yang lain (Al-Qatthan, 1981). Selanjutnya, ia memberikan pengertian
bahwa Al-Qur‟an itu adalah kalam Allah yang di turunkan kepada nabi Muhammad SAW
yang pembacanya adalah suatu ibadah.
Al-Qur‟an mempunyai gaya bahasa yang khas dan tidak dapat ditiru oleh para sastrawan
Arab. Hal itu karena adanya susunan yang indah yang berlainan dengan setiap susunan Yang
diketahui mereka dalam bahasa Arab.Mereka melihat Al-qur‟an memakai bahasa dan lafazh
bahasa Arab, tetapi bukan puisi, bukan prosa atau sya‟ir. Mereka tidak mampu membuat
seperti itu dan putus asa yang selanjutnya merenungkan hingga timbul rasa kagum dan
menerimanya, lalu sebagian dari mereka masuk Islam seperti Umar bin Khattab.
Bahasa dan kalimat demi kalimat dalam AlQur‟an semuanya mempunyai keistimewaan
sendiri yang berbeda dengan kalimat biasa di luar AlQur‟an.Bahasa Al-Qur‟an mampu
menjelaskan sesuatu yang abstrak dengan menggunakan sesuatu yang kongkrit dan dapat
dirasakan oleh panca indera. Penggunaan bahasa seperti itu yang lazim di sebut matsal
(perumpamaan) tidak akan mengalami krisis bahasa, senantiasa sesuai dan serasi selamanya.
Sejarah mengatakan bahwa para sastrawan Arab telah terkenal dengan kemampuan untuk
merangkai kata-kata dalam satu bentuk kemasan yang indah, baik dalam bentuk puisi
maupun prosa. Akan tetapi, tidak seorangpun di antara mereka yang berani
memproklamirkan dirinya untuk menentang gaya bahasa Al-Qur‟an. Sejarah juga mencatat
bahwa turunnya Al-Qur‟an terjadi pada saat orang-orang Arab mencapai kejayaan dalam
kesustraan.Saat itu bahasa Arab Telah mencapai satu titik kesempurnaan kehalusan serta
keindahan sampai-sampai hasil sebah karya sastra dapat dijual dengan harga yang tinggi di
pusat-pusat pasar sastra. Dalam kondisi demikianlah Al-Qur‟an berdiri tegak di hadapan
para ahli bahasa dengan sikap menantang agar manusia mendatangkan semisal Al-Qur‟an,
lalu volume tantangan di turunkan dengan hanya membuat sepuluh surat semisal Al-Qur‟an.
Setelah itu volume tantangan itu lebih di peringan lagi dengan hanya membuat surat saja
semisal Al-Qur‟an. Namun demikian, tidk seorang pun dari mereka yang sanggup
menandingi atau mengimbanginya, padahal mereka adalh orangorang yang pantang
dikalahkan (Al-Qatthan, 1981; 261).
Waktu terus berjalan silih berganti melewati ahli-ahli bahasa Arab, namun
kemukjizatan Alqur‟an tetap tegar bagai gunung yang menjulang tinggi.Di hadapannya
semua kepala bertekuk lutut, tidak terpikir oleh mereka untuk mengimbangai dan
mengalahkan Al-Qur‟an. Hal ini senantiasa akan tetap demikian keadaanya hingga hari
kiamat kelak.
Gaya bahasa Al-Qur‟an sebenarnya tidak keluar dari aturan-aturan kalam yang telah di buat
oleh orang-orang Arab itu sendiri, baik lafazh dan hurufhurufnya maupun susunan dan
uslub-uslubnya.Akan tetapi, kelebihan Al-Qur‟an adalah adanya keserasian jalinan huruf-
hurufnya, susunan bahasa dan uslubuslubnya. Ungkapannya indah, uslubnya manis,
ayatayatnya teratur, serta memperhatikan siatuasi dan kondisai dalam berbagai macam
bayannya.

c. Tujuan Penggunaan Simile dalam Al-Qur’an


Penggunaan simile atau perumpamaan dalam Al-Qur’an tentu saja memancing rasa
penasaran kita. Bahkan rasa penasaran itu digambarkan dalam firman-Nya QS Al-Baqarah :
26 yang berbunyi;
Artinya:“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau
yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa
perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir
mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?."
Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan
itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah
kecuali orang-orang yang fasik,”
Allah tentu saja tidak menggunakan perumpamaan dalam penyampaian wahyu-Nya
tanpa alasan dan tujuan yang kuat. Dalam QS Az-Zumar : 27 Allah
berfirman, “Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap
macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran.” Dalam ayat tersebut, Allah
menyebutkan bahwa penggunaan perumpamaan-perumpamaan dalam Al-Qur’an adalah
untuk memancing pemikiran-pemikiran kritis bagi hamba-hamba-Nya agar mereka mampu
menemukan kebenaran dari perumpamaan-perumpamaan tersebut. Dengan menggunakan
metode analogi, manusia mampu memahami suatu hal yang asing bagi mereka dengan
mencari persamaan konsep yang sudah dipahami sebelumnya.
Harrison (2006) menyatakan bahwa penyelidik yang terdiri daripada ahli saintis,
psikologi dan pendidik telah menggunakan analogi sebagai alat komunikasi dan mereka
ciptakan pengetahuan baru sejak 40 tahun yang lalu. Analogi telah menjadi salah satu
pendekatan dalam mempelajari subjek yang bersifat abstrak atau memahami sesuatu
fenomena yang tidak dapat diperhatikan dengan mata kasar. Selain itu, penggunaan analogi
dapat memberi ruang kepada pelajar untuk berpikir. Dalam hal ini, pelajar perlu berpikir
untuk mengaitkan analogi dengan konsep yang hendak dipahami.

C. CONTOH TASBIH DALAM ALQURAN DAN HADIST


Tasybih adalah suatu ungkapan yang menyerupai dengan yang lainnya dalam satu sifat
atau lebih dengan menggunakan perantara. Rukun tasybih ada 4 yaitu musyabah, musyabah
bih, adat tasybih, dan wajah syabah. Berikut ini ada beberapa contoh tasybih dalam Al-
Qur’an.
‫ُهَّن ِلَباٌس َلُك ْم َو َأْنُتْم ِلَباٌس َلُهَّن‬
Artinya: Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.
(QS. Al-Baqarah: 187) ‫ِنَس اُؤ ُك ْم َح ْر ٌث َلُك ْم َفْأُتوا َح ْر َثُك ْم َأَّنى ِش ْئُتْم‬
Artinya: Isteri-isterimu adalah tempat bercocok tanam bagimu, maka datangilah tempat
bercocok-tanammu itu sebagaimana kamu kehendaki. (QS. Al-Baqarah: 223)
‫َأَلْم َتَر َكْيَف َضَر َب ُهَّللا َم َثاًل َك ِلَم ًة َطِّيَبًة َكَش َجَرٍة َطِّيَبٍة َأْص ُلَها َثاِبٌت َو َفْر ُع َها ِفي الَّسَم اِء‬
Artinya: Tidaklah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.
(QS. Ibrahim: 24) ‫ٍ َو َم َثُل َك ِلَم ٍة َخ ِبيَثٍة َكَش َجَر ٍة َخ ِبيَثٍة اْج ُتَّثْت ِم ْن َفْو ِق اَأْلْر ِض َم ا َلَها ِم ْن َقَر ار‬
Artinya: Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah
dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.
(QS. Ibrahim: 26) ‫َو َلُه اْلَج َو اِر اْلُم ْنَش َآُت ِفي اْلَبْح ِر َك اَأْلْعاَل ِم‬
Artinya: Dan kepunyaan-Nya lah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana
gunung-gunung. (QS. Ar-Rahman: 24) ‫ِإَّن َهَّللا ُيِح ُّب اَّلِذ يَن ُيَقاِتُلوَن ِفي َس ِبيِلِه َص ًّفا َك َأَّنُهْم ُبْنَياٌن َم ْر ُصوٌص‬
Artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan
yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.
(QS.Ash-Shaf: 4) ‫َس َّخ َر َها َع َلْيِه ْم َس ْبَع َلَياٍل َو َثَم اِنَيَة َأَّياٍم ُحُسوًم ا َفَتَر ى اْلَقْو َم ِفيَها َص ْر َعى َك َأَّنُهْم َأْع َج اُز َنْخ ٍل َخ اِوَيٍة‬
Artinya: Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari
terus menerus; maka kamu lihat kaum 'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan
mereka tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).(QS.Al-Ahqaf: 7) ‫َو اْلِج َباَل َأْو َتاًدا‬
Artinya: Dan (kami jadikan) gunung-gunung sebagai pasak. (QS. An-Naba’: 7)‫َو َجَع ْلَنا الَّلْيَل ِلَباًسا‬
Artinya: Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. (QS. An-Naba’: 10)
‫ َو َتُك وُن اْلِج َباُل َك اْلِع ْهِن اْلَم ْنُفوِش‬.‫َيْو َم َيُك وُن الَّناُس َك اْلَفَر اِش اْلَم ْبُثوِث‬
Artinya: Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung
adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (QS. Al-Qari’ah: 4-5).‫ٍ َفَجَع َلُهْم َك َع ْص ٍف َم ْأُك ول‬
Artinya:Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).(QS.Al-Fil:5)
‫َفَأْص َبَح ْت َكالَّص ِريِم‬
Artinya: Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita (QS. Al-Qalam: 20)
‫َك َأَّنُهْم ُح ُم ٌر ُم ْسَتْنِفَر ٌة‬
Artinya: Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut (QS. Al-Mudatstsir).

D. CONTOH SIMILE DALAM ALQURAN DAN HADIST


1. Contoh-contoh Simile dalam Al-Qur’an
Terdapat banyak simile yang digunakan di dalam Al-Qur’an. Diantara simile-simile
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Perumpamaan Kondisi Pasukan Gajah Ibarat Daun yang Dimakan Ulat (QS.Al-Fiil:5)
Artinya:“Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).”
Dalam ayat tersebut Allah menceritakan tentang kondisi pasukan bergajah Raja Abrahah
yang sangat mengenaskan setelah mereka dilempari batu neraka oleh burung Ababil dalam
upaya penghancuran Ka’bah. Tubuh mereka dipenuhi lubang yang menyerupai dedaunan
yang telah dimakan oleh ulat.
2. Perumpamaan Cahaya Allah seperti Cahaya yang Sangat Terang (QS An-Nur :35)
Artinya:“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita
itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,
yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang
tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang
minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas
cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki,
dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.”
Ayat ini mengumpamakan betapa agungnya cahaya Allah yang tiada tandinganya.
Cahaya Allah diumpamakan seperti cahaya dalam kaca yang berbinar yang dinyalakan
dengan minyak zaitun. Cahaya tersebut akan membimbing manusia yang dikehendaki oleh-
Nya.
3. Peringatan Bagaikan Badai bagi Orang Munafik (QS Al-Baqarah : 19)
Artinya:“atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap
gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena
(mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang
kafir.”
Keadaan orang-orang munafik itu, ketika mendengar ayat-ayat yang mengandung
peringatan, adalah seperti orang yang ditimpa hujan lebat dan petir. Mereka menyumbat
telinganya karena tidak sanggup mendengar peringatan-peringatan Al Quran itu.
4. Barisan Perang Laksana Bangunan Kokoh (QS As-Shaf : 4)
Artinya:“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan
yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian Ilmu bayan adalah kaidah-kaidah untuk mengetahui cara menyampaikan
suatu pesan dengan berbagai macam cara yang sebagian nya berbeda dengan sebagian yang
lain, dalam menjelaskan segi penunjukan terhadap keadaan makna tersebut. Kajian dari Ilmu
bayan adalah meliputi: 1. At-tasybih 2. Majaz : Majaz ‘Aqly dan Majaz Lughawy
Objek kajian ilmu bayan adalah tasybih, majaz, dan kinayah, Melalui ketiga bidang ini
kita akan mengetahui ungkapan-ungkapan bahasa Arab yang fasih baik dan benar, serta
mengetahui ungkapan-ungkapan yang tidak fasih dan tidak cocok untuk diucapkan. llmu ini
dapat membantu kita juga untuk mengungkapkan suatu ide atau perasaan melalui bentuk
kalimat dan ushlub yang bervariasi sesuai dengan muqtadha al-hal.
Dalam menyampaikan firman-Nya melalui Al-Qur’an, Allah banyak menggunakan
simile atau perumpamaan-perumpamaan baik untuk memberikan gambaran yang baik
maupun gambaran yang buruk. Diantara ayat-ayat yang mengandung simile dalam Al-
Qur’an adalah QS Al-Fiil : 5, QS An-Nur :35, QS Al-Baqarah : 19, dan QS As-Shaf : 4.
Tentu saja masih banyak lagi ayat-ayat yang mengandung perumpamaan dalam Al-Qur’an.
Dalam QS Az-Zumar : 27 Allah berfirman, “Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi
manusia dalam Al Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat
pelajaran.”. Hal ini senada hasil penelitian para ahli yang membuktikan efektivitas dari
pendekatan analogis dalam memahami konsep-konsep baru. Penggunaan analogi dapat
memberi ruang kepada pelajar untuk berpikir. Perumpamaan digunakan dalam Al-Qur’an
untuk memudahkan manusia dalam memahami pelajaran yang Allah berikan. Ini adalah
sebuah bukti dari kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya.

B. Saran
Al-Qur’an banyak menggunakan majas simile atau perumpamaan yang mana perlu
pemikiran untuk mampu mencernanya. Oleh sebab itu, perlu dipahami tentang penggunaan
gaya bahasa ini di dalamnya. Hal ini bukan hanya membantu dalam memahami kebenaran-
kebenaran dalam Al-Qur’an, namun juga mampu memberikan pelajaran tentang cara
memberikan pengajaran yang lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Q.S. Ibrahim: 4.


[2] D. Hidayat, Al-Balaghotu lil Jami’, (Jakarta: PT. Karya Toha Putra, 2002), h. 112.
[3] Muhammad Yasin bin ‘Isa Al-Fadani, Hasan As-Shiyaghah, (Al-Barakah, 2007), h.
86.
[4] Fadhil Hasan ‘Abbas, Al-Balaghah Fununiha wa Afnaniha, (Al-Irdan: Daar Al-Furqan,
1986), h. 17.
[5] Ahmad al-Hasyimiy, Jawahir al-Balaghah fi al-Ma‘aniy wa al-Bayan wa al-Badi‘,
(Maktabah Daar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1960), h. 246.
[6] Mardjoko Idris, Ilmu Balaghah antara Al-bayan dan Al-Badi’, (Yogyakarta: Teras,
2007), h. 13.
[7] Ahmad Qalas, Taisir Al-Balaghah, (Jeddah: Mathba’ah Ats-Tsighr, 1995), h. 69.
[8] Q.S. Hud: 44.
[9] Bakri Syaikh Amin, Al-Balaghah al-‘Arabiyah fi Tsaubiha al-Jadid al-Bayan, juz.II,
(Beirut: Dar ‘Ilm li al-Malayin, 1995), h. 18
[10] Q.S. Ibrahim: 1.
[11] Q.S. Al-baqoroh: 43.
[12] Abu Hilal Al-‘Askary, Al-Balaghah Al-‘Arabiyyah fi Tsaubiha Al-Jadid, (Beirut:
Daar Al-‘Ilm, 1996), h. 46.
[13] Ghufran Zainul Alim, Jawahir Al-Balaghah, (Bandung: Sinar baru Al-gesindo, 2010),
hlm. 75
[14] Q.S. Al-Isra’: 29.
[15] Mamat Zaenuddin dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung: PT.

Anda mungkin juga menyukai