Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran adalah mukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad SAW. Kemukjizatannya
terkandung pada aspek bahasa dan isinya. Dari aspek bahasa Al-Quran mempunyai tingkat
fashahah dan balaghah yang tinggi. Sedangkan dari aspek isi, pesan dan kandungan maknanya
melampaui kemampuan batasan-batasan manusia. Ketika Al-Quran muncul banyak didalamnya
terkandung banyak hal yang tidak bisa ditangkap oleh orang-orang pada zamannya, akan tetapi
kebenarannya baru bisa dibuktikan oleh orang-orang pada zaman modern sekarang ini. Pada saat
turunnya Al-Quran, bahasa Arab merupakan bahasa murni dan bermutu. Namun bahasa Arab
pernah mengalami kemunduran karena terkontaminasi oleh bahasa asing lainnya seperti yang
terparah pernah terjadi di Persia. Adanya kemunduran-kemunduran itu membuat orang-orang
Arab merasa prihatin dan mulai berfikir untuk mengembalikan bahasa Arab pada kemurniannya.
Mulailah disusun ilmu nhawu, sharaf dan balaghah. Ilmu balaghah disusun untuk menjelaskan
keistimewaan dan keindahan susunan bahasa Al-Quran dan segi kemukjizatannya. Ilmu ini
muncul setelah ilmu nahwu sharaf.
Memahami ilmu balaghah tidak akan lepas dari ketiga ilmu yang saling berkaitan yaitu
ilmu ma’ani, ilmu bayan, dan ilmu badi’, dalam makalah ini akan mengkaji tentang ilmu bayan,
ilmu bayan sebagai bagian dari ilmu balaghah yang membahas tiga bidang utama yaitu tasybih,
majaz dan kinayah. Tasybih membahas penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain
menggunakan alat.
Majaz merupakan kelanjutan dari tasybih, yaitu adanya aspek kesamaran antara dua hal.
Akan tetapi musyabah dan musyabah bih nya di buang. Oleh karena untuk para pemula atau
orang yang mendalami dan ingin memahami keistimewaan dan keindahan susunan bahasa Al-
Qur’an, atau mendalami sastra Arab sangat penting untuk memahami ilmu balaghah, didalam
makalah ini akan di bahas pengertian majaz lughawi, rukun-rukunnya dan pembagian majaz
dilihat dari ‘alaqah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari majaz lughawi?
2. Apa saja yang termasuk rukun-rukun majaz lughawi ?
3. Ada berapa pembagian majaz lughawi dilihat dari ‘alaqahnya?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami arti dari majaz lughawi
2. Mengetahui rukun-rukun dari majaz lughawi
3. Mengetahui pembagian majaz lughawi dilihat dari ‘alaqahnya
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Majaz Lughawi


Kata majaz diambil dari fiil madhi ‫جاز‬, artinya melewati. Para ulama menamakan suatu
lafadz yang dipindahkan dari makna yang asalnya dengan perkataan majaz karena mereka
melewatkan lafadz tersebut dari makna aslinya.1

‫ أو مجاورة المكان و مفرقته‬,‫المجاز في اللغة معناه التعدي من مكان إلى مكان‬


“Majaz secara bahasa adalah melewati satu tempat ke tempat lain, atau mendekati suatu
tempat, memisah dari suatu tempat.”
Sedangkan arti majaz dalam istilah ilmu balaghah adalah :

‫المجاز هو اللفظ المستعمل في غير ما وضع له في اصطالح التخاطب لعالقة مع قرينة مانعته من ارادة المعنى‬
2
.‫الوضعي‬
“Majaz ialah lafazd yang digunakan pada selain arti yang ditetapkan karena adanya
persesuaian serta qarinah (pertanda) yang mencegah untuk menghendaki makna aslinya.”
Adapun pengertian dari majaz lughawi adalah:

‫المجاز اللغوي كل كلمة أو جملة استعملت خالفا لمعناها األصلي في المعجم‬


“Majaz lughowi adalah setiap kata atau kalimat yang berbeda dari makna aslinya didalam
kamus.”
Kalau kita mengatakan “saya melihat singa di hutan”, maka makna singa pada kalimat
tersebut adalah jelas, yaitu binatang pemangsayang buas. Tetapi kalau kita mngucapkan “saya
melihat singa di madrasah”, maka makna singa tidak mungkin pemangsa yang buas, karena ada
qarinah (pertanda) yaitu di madrasah. Karena itu pasti kata “singa” pada kalimat tersebut
dimaknai seorang manusia. Lalu apakah hubungannya manusia dengan singa? Sifat yang paling
menonjol dari singa adalah berani. Jadi, “singa” dalam kalimat tersebut diartikan seorang

1
Sayyid Ahmad al-Hasyimi, Jawahirul Balaghah, Darul Fikri, Beirut, 1994, h.253.
2
Ibid,h.253.
manusia yang memiliki siat pemberani seperti singa. Kata “singa”tersebut adalah majaz dalam
kategori isti’arah.
Persesuaian (‘alaqah) antara makna haqiqi dan makna majaz terkadang “musyabahah”,
artinya penyerupaan. Bila persesuain itu merupakan penyerupaan, maka makna majaz disebut
“istiarah” (‫)االستعارة‬, dan jika bukan penyerupaan, maka disebut majaz mursal (‫)المجاز المرسل‬.
Adapun qarinah atau pertanda yang menunjukkan arti yang dikehendaki, kadang-kadang berupa
keadaan atau haliyyah (‫ )حالية‬sebagaimana yang akan diterangkan.
B. Rukun-Rukun Majaz Lughawi
1. Pengertian ‘Alaqah
‘Alaqah (‫)عالقة‬adalah:

3
"‫المناسبة بين المعنى المنقول عنه والمنقول اليه‬....."
“Persesuaian antara makna yang dipindahkan dan makna yang dipindahi.”
Disebut ‘alaqah karena dengan hal itu makna yang kedua dapat berkait dan bersambung
dengan makna yang pertama. Dengan demikian langsung berpindah dari makna yang pertama
menuju makna yang kedua. Dengan diisyaratkannya melihat persesuain, maka dikecualikan
ucapan yang keliru atau ghalath. Seperti ucapan, “ambillah buku ini”, dengan mengisyaratkan
kepada seekor kuda misalnya. Sebab dalam contoh ini tidak ada persesuain yang bisa dilihat.
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa ‘alaqah adakalanya penyerupaan dan adakalanya
bukan penyerupaan. ‘Alaqah merupakan penyerupaan terdapat dalam isti’arah, sedangkan
‘alaqah yang bukan penyerupaan ada beberapa macam. Diantara macam-macam itu ada yang
khusus terdapat pada majaz mursal, ada yang khusus terdapat pada majaz ‘aqliy dan ada pula
yang bisa berlaku pada kedua macam majaz tersebut.
2. Pengertian Qarinah
Qarinah adalah:
4
"....‫األمر الذي يجعله المتكلم دليال على أنه اراد باللفظ غيرما وضع له‬......"
“Perkara yang dijadikan oleh mutakallim sebagai petunjuk bahwa ia menghendaki
dengan suatu lafadz itu pada selain makna aslinya.”

3
Ibid, h.254.
4
Ibid, h. 253.
Dengan dikecualikannya pertanda atau qarinah dengan ketentuan “menghalangi untuk
menghendaki makna asli”, maka dikecualikan bentuk “kinayah” (‫)الكناية‬.5 Sebab kinayah
mempunyai qarinah yang tidak menghalangi untuk mengehendaki makna asli.
Qarinah itu ada kalanya lafdzdiyyah dan ada kalanya haliyyah. Qarinah disebut
lafzdiyyah apabila qarinahnya diucapkan dalam susunan kalimat. Contohnya ialah seperti
ucapan kita ( ‫ )رأيت أسدا في الفصل‬aku melihat seekor singa di madrasah. Qarinahnya ialah lafzd
madrasah. Karena singa yang sebenarnya mustahil berada di madrasah jadi kalimat tersebut
adalah majaz (isti’arah) yang qarinahnya adalah lafdziyyah.
Qarinah disebut sebagai haliyyah, apabila qarinah hanya dipahami dari keadaan
mutakallim atau dari kenyataan yang ada. Contohnya ialah firman Allah (‫)يجعلون أصبعهم في اذانهم‬
mereka menjadikan jari-jari mereka di dalam telinga mereka. Qarinah dari ayat ini tidak
dipahami dari lafadz-lafadznya melainkan dari keadaannya saja bahwa mustahil memasukkan
jari ke dalam telinga. Karena itu qarinahnya disebut haliyyah.

C. Pembagian Majaz Lughawi di Lihat dari ‘Alaqahnya


Secara umum Ali al-Jarimi dan Musthafa Usman membagi majaz menjadi dua macam,
yaitu majaz lughawi dan majaz ‘aqliy. Majaz lughawi dilihat dari ‘alaqahnya terbagi menjadi
dua bagian, yaitu isti’arah dan majaz mursal.

1. Isti’arah
Isti’arah adalah tasybih yang dibuang salah satu tharafnya. Oleh karena itu, hubungan
antara makna haqiqi dengan makna majazi adalah musyabahah selamanya. Isti’arah ada dua
macam, yaitu:
a. Tashrihiyah, yaitu isti’arah yang musyabbah bihnya ditegaskan.
b. Makniyyah, yaitu isti’arah yang dibuang musyabbah bihnya, dan sebagai isyarat
ditetapkan salah satu sifat khasnya. 6

5
Kinayah (‫ )الكناية‬ialah lafadz yang dimaksudkan untuk menunjukkan pengertian lazimnya, tetapi dapat dimaksudkan
untuk makna aslinya. Contoh, ‫( أيحب أحدكم أن يأكل لهم أخيه ميتا‬Sukakah salah satu seorang dari kalian memakan daging
saudaranya yang sudah mati. QS. Al-Hujurat/49: 12). Allah menyindir tentang menggunjing dengan kata “manusia
makan manusia”. Demikian ini sangat pantas. Sebab menggunjing adalah mengungkapkan cacat manusia dan
merobek-robek perangai terpujinya. Menutupi perangai terpuji adalah menyamakan manusia makan daging orang
yang digunjingnya.
2. Majaz Mursal
Majaz mursal ialah:
7
.‫هو ا لكلمة المستعملة قصدا في غير معناها األصلي لمالحظة عالقة غير المشابهة مع المعنى الوضعي‬....."

“Majaz mursal ialah kata yang disengaja digunakan untuk menunjukkan selain arti
aslinya karena melihat persesuaian yang bukan penyerupaan serta adanya pertanda yang
menunjukkan untuk tidak menghendaki makna aslinya.”
Majaz ini dinamakan mursal karena lafadz ‫إرسال‬artinya menurut bahasa adalah ‫ إطالق‬,
yang berarti terlepas. Isti’arah terikat karena adanya adanya dakwaan penyatuan makna
musyababbah bih. Sedangkan majaz mursal terlepas dari ikatan tersebut.
Dikatan pula bahwasanya majaz ini dinamakan mursal karena terlepas dari ikatan
(taqyid) dengan persesuaian khusus, tetapi majaz ini mempunyai persesuaian-persesuaian yang
banyak dibandingkan dengan isti’arah yang hanya mempunyai satu persesuaian yaitu musyabbah
(perserupaan).

6
Ali al-Jarm dan Musthafa Amin, t.t., al-Balaghah al-Waadhihah,Bandung: Sinar Baru Algensindo, h.102.
7
Sayyid Ahmad al-Hasyimi, op.cit, h. 254.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Majaz secara bahasa adalah melewati satu tempat ke tempat lain. Majaz adalah lafadz (
kata) yang digunakan pada selain makna aslinya, karena ada ‘alaqah ( persesuaian) disertai
qarinah ( lafadz yang mencegah penggunaan makna asli atau pertanda) yang menunjukan
ketiadaan makna asli. Majaz lughawi adalah setiap kata atau kalimat yang berbeda dari makna
aslinya didalam kamus.
Didalam majaz ada dua rukun : ‘Alaqah dan Qarinah. ‘Alaqah adalah penghubung
(antara makna majaz dan makna hakiki). Majaz yang ‘alaqahnya musyabahah (serupa) disebut
majaz isti’arah, sedangkan majaz yang ‘alaqahnya selain musyabahah di sebut majaz mursal.
Qarinah adalah sesuatu yang digunakan oleh mutakallim sebagai dalil untuk menunjukkan
kehendak yang ingin disampaikan, melalui lafadz yang digunakan pada selain makna aslinya.
Majaz lughawi dilihat dari ‘alaqahnya dibagi menjadi dua, yaitu majaz isti’arah dan
majaz mursal.
B. SARAN
Dalam peyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan lebih berhati-hati dalam menjelaskan tentang makalah dengan sumber-
sumber yang lebih banyak dan dapat lebih dipertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Al- Hasyimi, Sayyid Ahmad, Jawahirul Balaghah, Darul Fikri, Beirut,1994.
__________, Jawahirul Balaghah, diterjemahkan oleh M. Zuhri dan K. Ahmad Chumaidi Umar
dengan judul: Mutiara Ilmu Balaghah dalam Ilmu Ma’ani, Mutiara Ilmu,
Surabaya, Cet. Pertama,1994.
Al-Jarimi, Ali, dan Musthafa Amin, Al-Balaghah al-Wadhihah, Al-Hidayah, Surabaya, 1961.
__________, Al-Balaghah al-Wadhihah, diterjemahkan oleh Mujiyo Nurkholis dkk, Sinar Baru
Algensindo, Bandung, 1993.

Anda mungkin juga menyukai