Anda di halaman 1dari 8

STILISTIKA MORFOLOGI AL-QURAN JUZ 30

M. Aunul Hakim

Email: aunulhakim@gmail.com
Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Alamat Korepondensi: Jalan Gajayana 50 Malang, Telp/Fax (0341) 570872

Abstract
There are some aspects of al-Quran miracle, among other are the language and content. Al-
Quran is popularly known of using the popular vocabularies that are commonly used by the
people but full up with meaning and decorated with beautiful language style. One of the
characteristics is, in Juz 30 contains short verses, so that they can be read in a beautiful unity of
style, and as consequence, it can be seen and felt harmonious in its rhythm and rhymes. Stylistics
is a branch of language science that observes the language used in literary text, an
interdisciplinary of linguistics and literature. There are found out the morphological stylistics in
the Juz 30 in the form of one addition of morpheme in ‘wazan’, elimination of one morpheme in
wazan, morpheme change in wazan, and change in word meaning. The morphemic addition in
wazan is for example, addition of harf illat, tasydid, and ha’ saktah, while the elimination one
morpheme such as the elimination of harf illat, harf ta’ mudlara’ah, ya’ mutakallim, and alif isim
fail. The change of wazan can be found in the wazan jamak, masdar, isim shifat, fiil and isim. The
change of meaning covers the widening meaning of isim, fi’il and word.
Kata Kunci
Stilistika, Morfologi, Wazan

Pendahuluan morfologi, semantik, dan fonologi al-Quran masih


jarang.
Al-Qur'an, selain isinya, bahasanya pun
merupakan bagian dari mukjizat al-Qur'an yang Ada suatu pertanyaan yang sering diajukan pada
menarik untuk dikaji. Dalam aspek bahasa, al- para pengajar dan pembelajar bahasa Arab atau
Quran memiliki keindahan dan ketinggian nilai masyarakat umum, yakni mengapa bahasa al-
sastra yang belum, dan bahkan tidak akan Quran cenderung lebih sulit untuk dipahami
terkalahkan oleh apapun dan siapa pun. Di dalam dibanding teks bahasa Arab lainnya sehingga
al-Quran juga terpadu keindahan bahasa, memerlukan alat bantu tafsir atau terjemahan?
ketelitian, keseimbangan, kedalaman makna, Apa sesungguhnya yang membedakan teks al-
kekayaan, dan kebenaran, serta kemudahan Quran dengan teks lain yang sama-sama
pemahaman dan kehebatan kesan yang berbahasa Arab?.Penulis berasumsi mungkin
ditimbulkannya. Bahkan, Nashr Hamid kesulitan ini muncul karena bentuk morfologi al-
memandang al-Quran sebagai teks sastra Arab Quran mempunyai keunikan atau kekhasan
yang teragung dalam sejarah. (style) tersendiri. Sementara itu, selama ini
morfologi Arab hanya membahas kaidah-kaidah
Beberapa studi tentang al-Quran telah banyak umum saja dan kalaupun dibahas, morfologi al-
dilakukan, misalnya kajian tentang stilistika al- Quran itu hanya diberikan dalam porsi yang kecil,
Quran yang dilakukan oleh Qalyubi(1997), dan yakni sebagai al-mustatsnayat (perkecualian dari
kajian linguistik-semantik terhadap al-Quran kaidah umum).
yang dilakukan oleh Audah (1995), serta konsep
sastra dalam al-Quran yang diteliti oleh Saifuddin Pengertian dan Obyek Kajian Stilistika
(2005). Kajian-kajian di atas lebih bersifat umum
dalam mengkaji kaitan linguistik atau sastra Stilistika secara sederhana dapat diartikan
dengan al-Quran. Kajian yang lebih spesifik dan sebagai kajian linguistik yang obyeknya berupa
terfokus pada unsur-unsur sastra atau linguistik, style. Sedang style adalah cara penggunaan
misalnya kajian tentang struktur morfologi, bahasa dari seseorang dalam konteks tertentu
dan untuk tujuan tertentu (Lecce, 1984:10).
Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

Menurut Keraf (1984:112), kata style diturunkan balaghah al-Quran, dan menjadikannya sebagai
dari kata lain stilus, yaitu semacam alat untuk ilmu tersendiri sebagai bagian dari ilmu-ilmu al-
menulis pada lempengan lilin. Keahlian Quran. Hanya saja penyusunannya belum
menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas- mengikuti metode stilistika yang dikembangkan
tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Ketika dewasa ini.
dititikberatkan pada keahlian menulis indah,
maka istilah style lalu berubah menjadi Konsep Makna dan Analisis Makna Morfologi
kemampuan dan keahlian untuk menulis atau
mempergunakan kata-kata secara indah. Dari Al-Ashfahani mengemukakan bahwa kata ma’na
kata tersebut muncul istilah linguistik “stilistika”. berasal dari kata ‘ana yang berarti “melahirkan”.
Karena itu makna diartikan sebagai sesuatu yang
Dalam kamus linguistik disebutkan, stilistika dilahirkan dari tuturan. Menurut Mujahid, telaah
adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang ihwal kata dan makna telah menjadi perhatian
dipergunakan dalam karya sastra; ilmu para ulama salaf (baca: klasik) jauh sebelum para
interdisipliner antara lingustik dan ahli linguistik Barat memulainya. Para ahli yang
kesusasteraan (Kridalaksana, 1983:157). Dalam membahas masalah itu dapat dibagi menjadi tiga
literatur Arab, stilistika dikenal dengan istilah kelompok: (1) ahli ushul fiqh, (2) para sastrawan,
uslub. dan (3) ahli bahasa.

Dari beberapa pengertian di atas tampak dua Ahli bahasa memandang bahasa sebagai gudang
aspek yang mencolok dalam kajian stilistika, perbendaharaan yang perlu diungkapkan isinya,
yaitu aspek estetika dan aspek linguistik. Aspek karena itu telaah mereka terhadap hubungan
estetika berkaitan dengan ciri khas yang antara kata dan maknanya meliputi berbagai
digunakan penutur bahasa atau penulis karya aspek, di antaranya tentang etimologi, sinonim,
sastra. Aspek linguistik berkaitan dengan ciri homonim, polisemi, antonim, makna denotatif
khas penggunaan pola-pola gramatika, fonologi, dan konotatif, perubahan makna dan
dan semantik. Mungkin timbul pertanyaan dari pengembangan kata.
mana stilistika memulai kajiannya, dari aspek
estetika atau linguistik? Adapun pandangan sastrawan, dalam hal ini para
ahli balaghah, menurut Hasan memfokuskan
Stilistika mengkaji seluruh fenomena bahasa perhatiannya pada tiga aspek: (1) aspek struktur,
mulai dari fonologi hingga semantik (Ayyad, (2) aspek makna, dan (3) aspek keindahan
1982:48). Agar ranah kajian tidak terlalu luas, ungkapan(Syihabuddin, 2002:26). Ketiga Aspek
kajian stilistika biasanya dibatasi pada suatu teks ini dapat disajikan sebagai berikut.
tertentu dengan memperhatikan preferensi
penggunaan kata atau struktur bahasa, Pertama, aspek struktur. Yang dimaksud struktur
mengamati hubungan-hubungan pilihan itu oleh ahli balaghah ialah jenis-jenis struktur
untuk mengidentifikasi ciri-ciri stilistik seperti dilihat dari gaya kalimat, cara pengungkapan,
morfologi, leksikal, retoris atau deviasi keringkasan, keluwesan ungkapan, dan
(penyimpangan dari kaidah umum tatabahasa) keseimbangan ungkapan dengan maknanya. Ilmu
(Sudjiman, 1993:14). yang seperti ini dibingkai dalam ilmu balaghah
cabang ma’ani.
Stilistika al-Quran
Kedua, aspek makna. Para sastrawan menelaah
Aspek-aspek bahasa yang dikaji dalam stilistika makna kata berdasarkan konvensi pemakaiannya
al-Quran sama seperti aspek-aspek stilistika yang yang melahirkan pembagian kata secara global ke
lain, yaitu meliputi aspek fonologi, semantik, dalam hakikat dan majaz. Ilmu ini terwadahi
gramatika dan leksikologi. Sampai saat ini belum dalam ilmu balaghah cabang bayan. Ilmu bayan
diketahui siapa peletak pertama ilmu stilistika al- membahas kata dilihat dari tiga aspek makna: (1)
Quran. Sejak abad III Hijrah studi ini telah makna konvensional, (2) makna tambahan, dan
dilakukan, namun dalam nuansa ilmu balaghah, (3) makna kontekstual. Dalam linguistik modern,
sebagaimana dilaksanakan oleh al-Rummani kajian seperti ini disebut leksikologi.
(296-386 H) dalam bukunya al-Nukat fi I’jaz al-
Quran, al-Khattabi dalam bukunya Bayan I’jaz al- Ketiga, aspek keindahan ungkapan. Kajian ini
Quran. Mereka memasukkan bahasan ini ke dipayungi dengan ilmu balaghah cabang badi’
dalam ranah kajian balaghah al-Quran. yang memfokuskan perhatiannya pada unsur
keindahan kata, kalimat, dan maknanya.
Menurut Syihabuddin (2002:34), al-Zarqani
dalam bukunya Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran Tujuan utama membaca adalah memahami
telah memisahkan stilistika al-Quran dari makna. Sedangkan Ujaran atau tulisan

18 Stilistika Morfologi Al-Qur’an Juz 30


Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

merupakan sarana untuk meraih tujuan itu. Penambahan tasydid pada kata zarabiyyu tidak
Untuk meraih makna itu. (Syihabuddin, 2002:29). diperlukan karena ia merupakan bentuk jamak
Pembaca atau pendengar harus melakukan dari zarbiyatun, sama halnya dengan kata
analisis struktur, leksikal dan kontekstual. Di sini kursiyyun bentuk jamaknya karasiy tanpa tasydid.
analisis struktur dibagi dua, yaitu sintaksis dan
morfologi. 3. Penambahan ha’ saktah

Dalam analisis morfologi, pembaca perlu Al-Qur'an merupakan karya sastra tertinggi
memahami tiga hal. Pertama, bahwa kata-kata itu sehingga di dalamnya dijumpai banyak
memiliki sekumpulan makna morfologis, seperti keserasian akhir (sajak). Karena itu, muncul
nominal, verbal, ajektival, preposisional. Kedua, penggunaan ha’ saktah untuk menyelaraskan
bahwa makna-makna morfologis tersebut irama kalimat, sementara dalam ungkapan
disajikan melalui konstruksi yang beragam. bahasa Arab non al-Qur'an jarang dijumpai hal
Konstruksi ini terdiri atas kata dasar (mujarrad), tersebut. Contoh dari kasus ini terdapat di surah
kata yang telah mengalami afiksasi (mazid), dan al-Qari’ah ayat 10 )َِْ‫(وَوَا أّٔدِزَاكّٔ وَا ِِي‬. Asal dari kata
kata dengan morfem zero. Ketiga, konstruksi- maahiyah adalah maa hiya (apa itu?), tanpa ha’
konstruksi itu berhubungan satu sama lain, baik saktah.
hubungan persesuaian maupun pertentangan.
Kedua, Penghilangan Satu Huruf dalam Wazan
Stilistika al-Qur’an juz 30
Ada 5 macam unsur stilistika morfologis yang
Setelah dilakukan identifikasi data stilistika terkait dengan penghilangan satu huruf, yaitu:
dalam al-Qur'an Juz ‘Amma, ditemukan bentuk-
bentuk stilistika morfologis yang dapat 1. Penghilangan harf illat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Ada dua contoh ayat yang di dalamnya terdapat
Pertama, Penambahan satu huruf dalam penghilangan harf illat. Pertama, di surah Al-Fajr
wazan ayat 3 )ِ‫(وَالمَّيِنِ إِذَا يَطِس‬. Pada contoh ini dihilangkan
Ada 3 macam unsur stilistika morfologis yang huruf ya’ pada kata yasri yang merupakan bentuk
terkait dengan penambahan satu huruf, yaitu: mudlari’ dari kata saraa. Adapun alasannya,
menurut al-Akhfasy, dihilangkannya ya’ itu
1. Penambahan harf illat berfungsi untuk memalingkan makna bahwa
malam itu tidak berjalan melainkan dijalankan.
Dalam al-Qur'an terdapat banyak unsur stilistik Kedua, di surah al-‘Alaq ayat 18: )ّٔ‫(ضٍََدِعُ الصَّبَاٌِيَة‬.
morfologis yang terkait dengan penambahan satu
Pada ayat ini dihilangkan huruf illat (wawu akhir)
huruf, misalnya di surah Al-Nazi’at ayat 43 ( َ‫فِيي‬ pada fiil mudlari’ yang tidak dijazemkan.
‫ )أٌِّٔتَ وَِِ ذِكّٖسَاَِا‬dan di surah Abasa ayat 4 ُ‫( ّٔأوِ يَرَّكَّس‬
2. Penghilangan ta’ tafa’ala
)‫فّٔتَ ٍِفّٔعَُْ الرّْكّٖسَى‬. Pada dua ayat ini terdapat kata
dzikra dengan tambahan harf illat dari kata Penghilangan satu huruf berikutnya yaitu ta’
asalnya dzikr, yaitu alif layyinah. Menurut tafa’ala pada surah Abasa ayat 3 َُّْ‫ك لّٔعَم‬
ّٔ ‫(وَوَا يُدِزِي‬
Hanswer (tt:310) antara kata dzikr dan dzikra
)‫يَصَّكَّى‬, surah Abasa ayat 4 )‫(أّٔوِ يَرَّكَّسُ فّٔتَ ٍِفّٔعَُْ الرّْكّٖسَى‬
memiliki makna yang dekat, yaitu remembrance
(mengingat), commemoration (peringatan). , dan surah Abasa ayat 7 )‫(وَوَا عَمّٔيِكّٔ أّٔلَّا يَصَّكَّى‬. Dari
Demikian juga al-Ashfahani mengartikan ketiga ayat ini ada kesamaan bentuk
keduanya dengan hifdz (mengingat) atau penghilangan ta’ zaidah pada wazan tafa’ala.
menjadikan sesuatu sebagai i’tibar (peringatan). Dalam kaidah sharf tidak ditemukan wazan
Bila diamati, penggunaan kata dzikra lebih sering yaffa’ala melainkan yatafa’ala (Nashif, tt:6). Jadi,
dipakai oleh al-Qur'an daripada ungkapan bahasa bentuk asal dari kata-kata di atas adalah
Arab non al-Qur'an. Di sinilah letak stililistika yatazakkaa dan yatadzakkaru.
morfologis al-Qur'an.
3. Penghilangan ta’ mudlaraah
2. Penambahan tasydid
Selain penghilangan ta’ tafa’ala, juga ada
Bentuk lain dari stilistika morfologis yang terkait penghilangan ta’ mudlaraah, sebagaimana
dengan penambahan satu huruf, yaitu terdapat pada surah al-Nazi’at ayat 18 ّٔ‫(فّٔكّٕ ِن َِنِ لّٔك‬
penambahan tasydid. Di surah al-Ghasyiayah ayat
16 )ّ٘‫ (وَشَزَابِيُّ وَبِجُوثَة‬terdapat tambahan huruf ya’ yang )‫إِلّٔى أُِّٔ تَصَكَّى‬, surah Abasa ayat 6 )‫(فّٔأٌِّٔتَ لُّْٔ تَصَدَّى‬,
ditasydid dan bukan termasuk ya’ nisbah. surah Abasa ayat 10 )‫(فّٔأٌِّٔتَ عٍَُِْ تَمَّّّٔى‬, surah al-Qadr

M. Aunul Hakim 19
Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

ayat 4 )َْ‫َصهُ الّٖىَمّٔائِكّٔةّٕ وَالسُّوحُ فِي‬


َّ ٍَ‫ (ت‬. Dari keempat mestinya menggunakan bentuk isim fail yaitu
dengan menambah alif setelah jim, shingga
contoh tersebut terdapat huruf yang dihilangkan
menjadi jaamman. Hal yang sama juga terjadi
yaitu ta’ mudlara’ah. Indikatornya adalah adanya
‘an masdariyah dan dlamir anta yang pada surah al-Nazi’at ayat 11 )ّٗ‫(أئِرَا كٍَّّٕا عِظّٔاوّا ٌَدِ َسة‬.
mengharuskan untuk dijadikan mudlari’ dengan Dalam bacaan Ibn Abbas dan Ibn Mas’ud kata
ta’ sebagai harf mudlara’ahnya. nakhirah ditambah alif sehingga menjadi
naakhirah (al-Qurtubi, 19/173. Jadi menurut
Pada kata tanazzalu, belum terdapat ta’ ta’nits kaidah nahwu, kata nakhirah harus dari isim sifat.
untuk menyesuaikan dengan fail-nya (kata
malaikah). Dalam konteks ini, ada dua alternatif Ketiga, Perubahan wazan
yang harus dipilih, yaitu: tanazzalat (fiil madli)
atau tatanazzalu (fiil mudlari’). Alhasil, jelas Ada 5 macam unsur stilistika morfologis yang
bahwa pada kata di atas, ta’ mudlara’ah belum terkait dengan perubahan wazan, yaitu:
dimasukkan. Inilah yang merupakan bentuk
kekhasan al-Qur'an. 1. Perubahan wazan Jamak

4. Penghilangan ya’ mutakallim Salah satu bentuk stilistika yang terkait dengan
perubahan wazan, yaitu perubahan wazan jamak.
Apabila ya’ mutakallim dilekatkan pada fiil, maka Mengenai hal ini, ada 5 contoh yang terdapat al-
ada kecenderungan untuk mengkasrahkan fiil Qur'an Juz ‘Amma.
dan ini patut dihindari. Untuk itu perlu
dimasukkan nun pelindung terhadap kasrahnya a. Surah al-Humazah ayat 9 )ٍ‫(فِي عَىَدٍ وُىَدَّ َدة‬. Kata
fiil yang disebut dengan nun wiqayah. Meskipun ‘amad merupakan bentuk Jamak dari ‘imad
demikian, justru dalam al-Qur'an yang atau ‘amud yang berarti tiang, belenggu
dihilangkan adalah ya’ mutakallim-nya, dan neraka (al-Qurtubi, 173/20). Bentuk jamak
sebagai gantinya, nun wiqayah dikasrahkan. semacam ini tidak ada dalam wazan katsrah
Contoh dari deskripsi ini adalah pada surah al- maupun qillah. Yang sering dipakai dalam
Fajr ayat 15 )ََِ‫ (فّٔيَكّٕوهُ زَبّْي أّٔكّٖسَو‬dan surah al-Fajr membuat jamak dari kata ‘imad adalah
a’midah.
ayat 16 )ٌََِ‫(فّٔيَكّٕوهُ زَبّْي أَِّٔا‬. Di kedua contoh ini
terdapat nun wiqayah berharakat kasrah yang b. Surah al-Naba’ ayat 12 )‫(وَبٍََيٍَِا فّٔوِقّٔكّٕيِ ضَبِعّا شِدَادّا‬.
asalnya adalah akramanii dan ahananii.
Menurut Hanswer jamak dari wazan fa’iil atau
5. Penghilangan alif isim fail syadiid adalah syidaad atau asyiddaa’, namun
yang sering dipakai adalah yang terakhir,
Unsur berikutnya yang menjadi kekhasan asyiddaa’.
morfologi al-Qur'an, terkait dengan
penghilangan, yaitu penghilangan alif isim fail. c. Surah al-Naba’ ayat 16 )‫أّٔ ّٖلفّٔافّٗا‬ ٍ‫ (وَجٍََّات‬.
Isim fail untuk kata kerja yang terdiri dari tiga Penggunaan wazan af’aal untuk alfaaf
huruf asli (tsulasi mujarrad) memiliki rumus merupakan bentuk jamak yang jarang dipakai
faailun. Khusus bagi fiil dengan huruf akhir ganda dalam ungkapan non al-Qur'an, seakan ia
(mudla’af), bila ingin dibentuk menjadi isim fail, bukan isim shifat bila dilihat dari bentuk
maka ia harus ditambah alif setelah fa’ fiil dan wazannya. Namun, ada yang berpendapat
tasydid dikembalikan menjadi dua huruf. Contoh, bahwa kata tersebut sebagai jamak dari lafiif
kata madda bila dibentuk isim fail, akan menjadi sebagaimana pendapat Abu Ubaidah (al-
maadidun atau maaddun. Qurtubi, 19/154).

Pada surah Al-Fajr ayat 19 )‫(وَتَأّٖكّٕمّٕوَُ التُّسَاثَ أّٔكّٖمّٗا لّٔىِّا‬ d. Surah al-Takwir ayat 4 )ِ‫( َوإِذَا الّٖعِشَازُ عُِّّٓمّٔت‬.
, kata lamma adalah masdar yang berarti Menurut al-Qurtubi (19/198) kata i'syar
mengumpulkan barang yang belum jelas halalnya adalah jamak dari kata asyra yang berarti unta
(al-Qurtubi, 48/20). Namun, dalam kalimat bunting, padahal dari 15 kata tanggal
tersebut kata lamman berposisi sebagai kata sifat (mufrad) yang jamaknya fi’al tidak ada yang
yang mestinya menggunakan bentuk isim fail berwazan asyra. Dari segi makna, ternyata
yaitu dengan menambah alif setelah lam, tidak ada kaitan sedikitpun dengan ‘asyarah
laamman. Demikian juga dengan surah Al-Fajr (sepuluh).
ayat 20 )‫(وَتُخِبُّوَُ الّٖىَاهَ حُبِّا جَىِّا‬, kata jamman adalah
masdar yang berarti banyak atau menumpuk (al- e. Surah al-Buruj ayat 6 )ْ‫(إِذِ ُِيِ عَمّٔيَِّا قّٕعُود‬. Sepintas
Qurtubi, 49/20) namun dalam kalimat tersebut kata qu’uud tidak sesuai dengan bentuk
kata jamman berposisi sebagai kata sifat yang mubtada’nya yang berbentuk isim dlamir

20 Stilistika Morfologi Al-Qur’an Juz 30


Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

jamak mudzakkar. Umumnya harus ada masdar ghairu mim (syu’m) (Tafsir Qurtubi,
kesesuaian antara mubtada’ dan khabar 65/20).
dalam hal jamak dan mudzakkarnya, padahal
dalam kalimat tersebut, kata qu’uud j. ‫بِّّٓٔغِوَاَِا‬ ُ‫ثَىُود‬ ِ‫كّٔرَّبَت‬ (QS. al-Syams:11).
berbentuk mufrad dan bukan isim shifat. Penggunaan wazan thagwa sebagai masdar
Penggunaan masdar qu’uud semestinya dari thagha yang mestinya tughyan.
menggunakan isim fail jamak qaa ‘iduun.
k. ‫( إَُِّ إِلّٔى زَبّْكّٔ السُّجِعَى‬QS. al-‘Alaq:8). Penggunaan
2. Perubahan wazan masdar
kata ruj’aa berfungsi sebagai masdar,
Dalam Juz ‘Amma banyak ditemukan perubahan mestinya menggunakan bentuk ruju’ atau
wazan masdar, sebagaimana ayat-ayat di bawah marji’, namun menurut al-Qurtubi, kata ruj’a
ini. merupakan bagian dari masdar raja-a
(20/114)
a. ‫ضكّٖيَاَِا‬
ُ َ‫( ٌَاقّٔةّٔ المَِّْ و‬QS. al-Syams:13). Penggunaan
l. ‫( ضَمّٔاًْ ِِيَ حَتَّى وَّّٖٓمّٔعِ الّٖفّٔحِ ِس‬QS. al-Qadr:5). Menurut
wazan fu’laa yang mestinya masdar (saqyuha)
ali Kisai kata matla’ itu isim zaman yang
manyalahi qiyas (kaidah), semestinya waqta
b. ‫عكّٖبَاَِا‬
ُ ُ‫( وَلّٔا يَدَاف‬QS. al-Syams:15). Penggunaan
tulu’il fajr (Baidlawi, 514/1)
wazan fu’laa yang mestinya masdar
(aqibataha) 3. Perubahan wazan isim shifat

c. ‫( وَكّٔرَّبُوا بِآيَاتٍَِا كِرَّابّا‬QS. al-Naba’:28) dan ‫لّٔا‬ Isim shifat adalah isim yang dapat digunakan
untuk mensifati kata. Isim shifat mencakup isim
‫( يَطِىَعُوَُ فِيَّا لّٔغِوّا وَلّٔا كِرَّابّا‬QS. al-Naba’:35). fail, isim maf’ul, shigat mubalaghah, dan sifat
Penggunaan wazan masdar fi’aal yang musyabbahah. Di bawah ini ditemukan bentuk
mestinya taf’iil. Menurut al-Farra’ kata shifat yang jarang ditemukan dalam ungkapan
kadzdzaab adalah bahasa Arab Yaman dan non al-Qur'an, yaitu:
merupakan bentuk masdar dari kadzdzaba
yukadzdzibu (al-Qurtubi, 19/159). a. ‫( إَُِّ يَوًَِ ا ّٖلفّٔصِنِ كّٔاَُ وِيكّٔاتّا‬QS. al-Naba’:17).
Penggunaan isim zaman yang semestinya isim
d. ٍ‫( أّٔوِ إِطّٖعَاًْ فِي يَوًٍِ ذِي وَطِغَبَة‬QS. al-Balad:14).
maf’ul mawquuta atau sebagai bentuk lain
Penggunaan masdar mim yang mestinya dari kata waqtun.
menggunakan masdar ghairu mim (saghab)
(Tafsir Qurtubi, 62/20). b. ‫وِفّٔاقّٗا‬ ّ‫( جَصَاء‬QS. al-Naba’:26). Penggunaan
wazan fi’aal yang semestinya mafaa’il atau
e. ٍ‫( يَتِيىّا ذَا َوكّٖسَبَة‬QS. al-Balad:15) Penggunaan
mawaqif (Al-Shabuny, tt: 3/509).
masdar mim yang mestinya menggunakan
masdar ghairu mim (qarabah) (Tafsir Qurtubi, c. ‫( وَكّٔأّٖضّا دَِِاقّٗا‬QS. al-Naba’:34). Penggunaan
62/20).
bentuk masdar di tempat yang semestinya
f. ‫( أّٔوِ وِطِكِيٍّا ذَا َوتِسَبَ ٍة‬QS. al-Balad:16) Penggunaan isim sifat (yang bermakna penuh; ‫)ممتمئة‬.
masdar mim yang mestinya menggunakan
masdar ghairu mim (turab) (Tafsir Qurtubi, d. َ‫فّٔكِِّني‬ ‫ا ٌِكّٔمّٔبُوا‬ (QS. al-Muthaffifin:31)
62/20). Penggunaan wazan isim sifat musyabbahah
yang tidak lazim, yaitu fa’ilu.
g. ‫( َوتَ َواصَوْ ا بِ ْال َمرْ َح َم ِة‬Al-Balad 17). Penggunaan
masdar mim yang mestinya menggunakan e. ِْ‫( إِلّٔى زَبّْكّٔ كّٔدِحّا فّٔىُمّٔاقِي‬QS. al-Insyiqaq:6).
masdar ghairu mim (rahmah) (Tafsir Qurtubi,
Penggunaan wazan fa:’ala (mulaqah) yang
64/20).
lazimnya menggunakan wazan fa’ala; liqa’ (Al-
Qurtubi, 9/237).
h. ‫الّٖىَيِىٍََ ِة‬ ُ‫أّٔصِخَاب‬ ّٔ‫إّٔولّٔئِك‬ (QS. al-Balad:18).
Penggunaan masdar mim yang mestinya f. ْ‫( إٌَُِّْ ّٔلكّٔ ِوهْ فّٔصِن‬QS. al-Thariq:13). Penggunaan
menggunakan masdar ghairu mim yamin)
(Tafsir Qurtubi, 64/20). masdar sebagai kata sifat yang semestinya
menggunakan isim sifat.
i. ‫( ُِيِ أّٔصِخَابُ الّٖىَشِأّٔوَ ِة‬QS. al-Balad:19). Penggunaan
masdar mim yang mestinya menggunakan

M. Aunul Hakim 21
Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

g. ‫شكّٔى‬
ِ ّٔ‫( وَيَتَحٍََّبَُّا الّٖأ‬QS. al-A’la:11) Penggunaan dengan thammah karena ia merupakan
bencana besar yang melebihi kedahsyatan
wazan af’al (asyqa) pengganti isim fail syaqiy
bahaya apapun. Kata thamma asalnya berarti
(Tafsir Qurtubi, 21/20).
banjir.
h. ‫لّٕبَدّا‬ ‫وَالّٗا‬ ُ‫أِِّٔمّٔكّٖت‬ ُ‫يَكّٕوه‬ (QS. al-Balad:6).
b. ّٕ‫( فّٔإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّة‬QS. Abasa:33) menurut al-
Penggunaan isim fail dengan wazan fuala yang
Shabuni, arti asal dari sakhkha adalah
berarti banyak atau menumpuk, asalnya
memekakkan telinga. Hari kiamat disebut juga
adalah talabbada (Tafsir Baidlawi, 1/493).
shaakhkhah, karena dentumannya
memekakkan telingan siapapun.
i. ‫شكّٔى‬
ِ ّٔ‫( لّٔا يَصِمّٔاَِا إِلَّا الّٖأ‬QS. al-Lail:15). Penggunaan
bentuk tafdil untuk kata yang semestinya isim c. َ‫عِمِّيّْني‬ ‫( كّٔمَّا إَُِّ كِتَابَ الّٖأّٔبِسَازِ ّٔلفِي‬QS. al-
sifat musyabbahah (syaqiyy) (Al-Shabuny, tt:
Muthaffifin:18) Penggunan bentuk jamak
3/570).
mudzakkar untuk ghairu ‘aqil.
j. ‫( وَضَيُحٍََّبَُّا الّٖأّٔ ِتكّٔى‬QS. al-Lail:17). Penggunaan 2. Perluasan makna fiil
bentuk tafdiil untuk kata yang semestinya
isim sifat musyabbahah (taqiyy) . Di samping ada perluasan makna pada isim,
ditemukan juga perluasan makna pada fiil, yaitu
k. ُ‫الّٖأّٔبِتَس‬ َ‫ُِو‬ ّٔ‫شَاٌِئَك‬ َُِّ‫إ‬ (QS. al-Kautsar:3). pada surah al-Takwir ayat 18 )َ‫(وَالصُّبِحِ إِذَا تٍََفَّظ‬. Arti
Penggunaan wazan isim tafdhil yang asal dari tanaffasa adalah bernafas, namun kata
semestinya isim fail. ini mengalami perluasan makna, menjadi “ketika
waktu subuh sudah memancarkan cahayanya
l. ِ‫( وَأٌِّٔتَ حِنّّ بَِّرَا الّٖبَمّٔد‬QS. al-Balad:2). Penggunaan bagaikan deru nafas manusia .
masdar untuk mengungkapkan pelaku yang
mestinya menggunakan isim fail muhill. 3. Perubahan makna

4. Perubahan jenis fiil Ada perbedaan sedikit antara perubahan makna


dengan perluasan makna. Perluasan makna
Ditemukan pula perubahan jenis fiil yang menjadi masih memiliki benang merah dengan kata
kekhasan al-Qur'an, yaitu pada surah al-Insyiqaq asalnya. Sedangkan perubahan makna memiliki
ayat 2 )ِ‫حكَّت‬
ُ ‫ (وَأّٔذٌَِتِ لِسَبَّّْا َو‬. Penggunaan bentuk pengertian sebuah perubahan ekstrim yang
memutuskan hubungannya dengan kata asal atau
mabni majhul untuk kata kerja haqqa jarang bahkan kontradiksi makna asalnya. Berikut ini
terjadi karena ia bukan termasuk kata kerja contoh-contoh perubahan makna:
transitif (muta’addi).
a. ِ‫( وَالطَّىَاءِ ذَاتِ السَّجِع‬QS. al-Thariq:11). Adapun
5. Perubahan wazan isim
makna raj’i di sini adalah hujan, sehingga bisa
Dalam surah al-Bayyinah ayat 6-7, terdapat dua dikatakan bukan bentukan dari fiil alias jamid.
kata sama yang berubah dari bentuknya semula,
yaitu ِ‫ شَسُّ الّٖبَسِيَّة‬dan ‫خَيِسُ الّٖبَسِيَّة‬. Menurut Imam Nafi’ b. ِ‫( َيكّٕولّٕوَُ ّٔأئٍَِّا لّٔىَسِدُودُوَُ فِي الّٖخَافِسَة‬QS. al-Nazi’at:10).
dalam tafsir al-Baidlawi, asal dari kata bariyyah Menurut sebuah pendapat kalimat tersebut
adalah bariiah yang berarti watak atau sifat, jadi termasuk isim fail dengan makna isim maf’ul
bukan ya’ nisbah. yaitu mahfuurah (sesuatu yang digali/tanah).

Keempat, Perubahan makna c. ّ٘‫( فّٔإٌَِّىَا ِِيَ شَجِسَةّ٘ وَاحِدَة‬QS. al-Nazi’at:13). Bila
dilihat asal katanya zajara berarti larangan,
Ada 3 macam unsur stilistika morfologis yang namun dalam ayat tersebut berarti tiupan.
terkait dengan perubahan makna, yaitu:
d. ِ‫( فّٔإِذَا ُِيِ بِالطَّاِِ َسة‬QS. al-Nazi’at:14). Pemaknaan
1. Perluasan makna isim
kata sahirah yang tidak mencerminkan pelaku
Dalam al-Qur'an Juz ‘Amma, banyak ditemukan (isim fail) melainkan bermakna permukaan
perluasan makna, yaitu: bumi.

a. ‫( فّٔإِذَا جَاءَتِ الَّّٓاوَّةّٕ الّٖكّٕبِسَى‬QS. al-Nazi’at:34) e. ٍ‫ضفّٔ َسة‬


َ ‫( بِأّٔيِدِي‬QS. Abasa:15), kata safarah
menurut Ibn Abbas dalam Mukhtashar Ibn diartikan malaikat yang menjadi duta antara
Katsir 3/598, hari kiamat itu disebut juga Allah dengan manusia utusannya. Kaitannya

22 Stilistika Morfologi Al-Qur’an Juz 30


Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

dengan kata safara yang berarti pergi, setiap menggembala. Tetapi maksud dari ayat adalah
duta pasti akan melakukan bepergian ke rumput yang menguning
tempat yang diperintahkan.
p. ٍ‫( لّٔيِظَ لُّّٔيِ طّٔعَاًْ إِلَّا وَِِ ضَسِيع‬QS. al-Ghasyiyah:6)
f. ِ‫( َوإِذَا الّٖعِشَازُ عُِّّٓمّٔت‬QS. al-Takwir:4). Kata i’syar Kata dlari’ bila dilihat dari bentuk katanya ia
adalah jamak dari asyra yang berarti unta berwazan isim sifat musyabbahah (fa’iil)
bunting, padahal dari 15 mufrad yang
jamaknya fi’al tidak ada yang berwazan asyra. q. ْ‫( وَلّٔا يُوثِلُ وَثَاقُّْٔ أّٔحَد‬QS. al-Fajr:26). Kata yutsiq
Dari segi makna ternyata tidak ada kaitan tersebut berasal dari autsaqa yang berarti
sedikitpun dengan ‘asyarah (sepuluh). mengikat, sedangkan watsaq bukan bentuk
masdar tetapi isim jamid yang berarti tali .
g. ِ‫( فّٔمّٔا إّٔقّٖطِيُ بِالّٖدٍَُّظ‬QS. al-Takwir:15). Kata
khunnas adalah bintang-bintang yang muncul r. ٍ‫( ّٔلكّٔدِ خَّٔمكٍَّٖا الّٖإٌِِطَاَُ فِي أّٔحِطََِ َتكّٖوِيي‬QS. al-Tiin:4).
di siang hari sehingga mata tidak mampu Penggunaan istilah taqwim yang diatikan
menangkapnya. Kata khanis arti asalnya bentuk, merupakan isim masdar dari
menerobos masuk. qawwama yang berarti menilai atau
meluruskan
h. ِ‫حوَازِ الّٖكٍَّّٕظ‬
َ ّٖ‫( ال‬QS. al-Takwir:16). Kata kunnas
adalah kapal-kapal laut yang berjalan seiring s. ٍ‫( أّٔلّٔيِ يَحِعَنِ كّٔيِدَُِيِ فِي تَضِمِين‬QS. al-Fiil:2).
matahari dan bulan, lalu bersembunyi di Penggunaan wazan taf’iil pada dlalla sangat
malam hari. Arti asal dari kunnas adalah langka, yang umum adalah dlalal.
lobang persembunyian biawak.
t. َ‫( وَأّٔزِضَنَ عَمّٔيِِّيِ طّٔيِسّا أّٔبَابِين‬QS. al-Fiil 3). Kata ababil
i. َ‫( وَالمَّيِنِ إِذَا عَطِعَظ‬QS. al-Takwir:17). Kata as’as
bukanlah nama burung, tetapi kata sifat yang
adalah kebalikan dari kata tanaffas, yakni berarti berbondong-bondong .
ketika malam berselimutkan kegelapan.
u. َُ‫( وَيَىٍَِعُوَُ الّٖىَاعُو‬QS. al-Maun 7). Kata ma’un
j. ٍ‫( لّٔفِي ضِحّْني‬QS. al-Muthaffifin:7). Kata sijjiin
berarti zakat dan ia termasuk jamid.
sangat dekat dengan sijnun yang berarti
penjara. Dalam ayat tersebut diartikan v. ْ‫( وَلّٔيِ يَكَِّٕ لُّْٔ كّٕفّٕوّا أّٔحَد‬QS. al-Ikhlas 4). Kata
sebagai lapisan tanah paling bawah yang
sangat sempit. kufuwan sangatlah dekat artinya dengan
kufu’un, kufwun atau kuf’un, semuanya punya
k. ٍ‫تَطٍِِيي‬ َِِ‫و‬ ُُْ‫وَوِصَاج‬ (QS. al-Muthaffifin:27) arti serupa, sebangun.
Penggunaan wazan yang mirip masdar taf’iil, Penutup
tetapi sebenarnya tidak berasal dari kata kerja
dan berarti mata air surga. Surah-surah pendek dalam al-Qur'an yang
terdapat pada Juz 30 memiliki stilistika yang
l. َُ‫( وَالمَُّْ أّٔعِمّٔ ُي بِىَا يُوعُو‬QS. al-Insyiqaq:23). Kata sangat menarik untuk diperhatikan dan dikaji
yu’uun berasal dari kata wi’a yang berarti sehingga dapat ditemukan bentuk-bentuk
wadah kecil dan bukan dari wa’a yang berati stilistika melalui telaah kitab-kitab tafsir. Lafadz-
sadar, tapi berarti menutupi atau menjaga . lafadz pada juz ini tidak selalu mengikuti lafadz-
lafadz yang digunakan oleh penutur Arab sendiri.
m. ِ‫( يَدِسُجُ وَِِ بَيَِِ الصُّمّٖبِ وَالتَّسَائِب‬QS. al-Thariq:7). Kata Ketika lafadz-lafadz itu dibacakan sebagai satu
kesatuan dalam satu surah al-Qur’an, akan
tara’ib adalah bentuk jamak dari taribah menimbulkan beberapa pengaruh yang antara
bukan dari turab, yang berarti tulung rusuk lain keserasian sajak dan kesamaan huruf akhir
perempuan tiap ayat yang hal ini makin menambah
keindahan ayat-ayatnya jika diperdengarkan.
n. ِ‫( وَالّٖأّٔزِضِ ذَاتِ الصَّدِع‬QS. al-Thariq:12). Kata
shad’u berasal dari kata shada’a yang berarti Adapun bentuk-bentuk stilistika morfologis pada
pecah, tetapi yang dimaksud adalah juz 30 ini adalah penambahan satu huruf dalam
tumbuhan. wazan, penghilangan satu huruf dalam wazan,
perubahan bentuk wazan, dan perubahan makna
o. ‫( وَالَّرِي أّٔخِسَجَ الّٖىَسِعَى‬QS. al-A’la:4) Penggunaan kata.Secara terperinci penambahan satu huruf ini
isim makan (mar’a) dari kata ra’a yang berarti mencakup penambahan harf illat, tasydid, dan ha’
saktah. Untuk penghilangan satu huruf memuat

M. Aunul Hakim 23
Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 – ISSN 1693-4725

penghilangan harf illat, ta’ tafaala, ta’ mudlara’ah, shifat, jenis fiil, dan wazan isim. Untuk perubahan
ya’ mutakallim, dan alif isim fail. makna mencakup perluasan makna isim’, makna
fi’il dan perubahan makna.
Adapun yang terkait dengan perubahan wazan
terdapat perubahan wazan jamak, masdar, isim

DAFTAR PUSTAKA

Al-Shabuny, Muhammad Aly. Tanpa tahun. Shafwah al-Tafasir. Beirut: Dar al-Fikr.

Ayyad, Syukri Muhammad. 1982. Madkhal ila Ilm al-Uslub, Riyadh: Dar al-Ulum.

Keraf, Gorys. 1993. Komposisi. Flores: Penerbit Nusa Indah.

Kridalaksana, Harimurti. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.

Lecce, Geoffrey. 1984. Style in Fiction. London: Longman.

Nashif, Hafni dkk. Tanpa tahun. Qawa'id al-Lughah al-Arabiyyah. Surabaya: Al-Hidayah.

Sudjiman, Panuti.1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Syihabuddin. 2002. Teori dan Praktik Penerjemahan Arab – Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti
Diknas.

24 Stilistika Morfologi Al-Qur’an Juz 30

Anda mungkin juga menyukai