Anda di halaman 1dari 8

REVISI

Pedoman Umum Menerjemahkan

(Alenia atau Paragraf, Perluasan dan Penyempitan)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Metode Terjemah

Dosen Pengampu:

Dr. Ainul Haris, Lc, M. Ag

Disusun Oleh:

M. Wahyu Abdi Nugroho


(2016120020054)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ALI BIN ABI THALIB

SURABAYA

2019/2020
Pedoman Umum Menerjemahkan

(Alenia atau Paragraf, Perluasan dan Penyempitan)

A. Latar Belakang
Agama Islam dengan perkembangannya yang begitu pesat. Sehingga
penyebaran agama Islam ini telah sampai ke berbagai penjuru dunia. Di antara
salah satu sebab penyebaran yang begitu pesat tersebut adalah banyak sumber-
sumber ilmu yang telah dialih bahasakan dari bahasa Arab ke berbagai bahasa.
Salah satu contoh paling konkret adalah Indonesia. Pertumbuhan pemeluk
agama Islam dari tahun ke tahun semakin bertambah jumlahnya. Sehingga
kebutuhan akan sumber bacaan tentang agam Islam semakin besar. Maka
kebutuhan kepada badan-badan penerjemah pun semakin besar pula.
Sebagai seorang yang menggeluti dunia bahasa Arab tidak lengkap rasanya
jika belum mengupas ilmu dasar dari metode penerjemahan. Maka dalam
makalah singkat ini akan kami bahas mengenai pedoman umum dalam
menerjemahkan. Khususnya pada lingkup permasalahan penggabungan alenia
dan pemecahannya, serta strategi perluasan dan penyempitan makna.

B. Alenia atau Paragraf


Alinea adalah kalimat atau himpunan kalimat yang bertalian dalam suatu
rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Dalam alinea itu, gagasan/ide
menjadi jelas oleh uraian-urain tambahan (bukan ide baru) yang bermaksud
untuk memperjelas gagasan dalam alinea tersebut. Dengan demikian, alinea bisa
tersusun dari satu kalimat atau beberapa kalimat, sepanjang kalimat-kalimat
yang dirangkai tersebut masih berfungsi sebagai penjelas bukan mengemukakan
gagasan baru.1

1
Marthen L.Mullik, Alenia atau Paragraf, (Kupang: Universitas Nusa Cendana, 2011), hal. 3.

1
Dalam sebuah karangan, penganeliaan sangat penting karena mempermudah
pengertian dan menegaskan perhatian pembaca secara wajar dan formal yang
lebih lama daripada perhentian oleh titik.2 Sehingga jika di perinci sebab dari
pembentukan paragraf sekurang-kurangnya mempunyai dua tujuan:
a. Memudahkan pengertian dan pemahaman dengan menceraikan suatu tema
dengan tema lainnya. Oleh sebab itu, tiap alinea hanya boleh mengandung
satu tema/gagasan/ide . Bila ada dua atau lebih tema, maka harus dipecah ke
dalam alinea-alinea tersendiri sebanyak tema tersebut.
b. Memisahkan dan menegaskan perhentian secara wajar dan formal, untuk
memungkinkan pembaca berhenti lebih lama daripada perhentian di akhir
kalimat. Dengan perhentian yang lebih lama ini, konsentrasi terhadap tema
alinea yang dibaca akan lebih mendalam.
Sehingga paragraf yang baik hanya memuat satu pokok pikiran dan
beberapa uraian tambahan atau satu-dua penjelasan pokok pikiran tersebut.
Tetapi sejumlah karangan dalam bahasa Arab, bahkan yang ilmiah-pun,
berparagraf dengan tiga atau lebih pokok pikiran dan tiga atau lebih
penjelasannya. Bahkan tidak sedikit satu kalimat dalam bahasa Arab terdiri dari
tiga pokok pikiran dengan sejumlah anak kalimat.3
Dalam menerjemahkan teks seperti ini, sebaiknya kita melakukan
pemenggalan kalimat panjang menjadi dua atau lebih kalimat sempurna
tersendiri. Kita juga dibenarkan membuat paragraf baru tersendiri, jika kita
rasakan bahwa paragraf bahasa sumber itu sangat atau terlalu panjang.4
Demikian pula sebaliknya, dalam bahasa Arab banyak kita jumpai dua atau
lebih paragraf yang hanya memuat satu pokok pikiran. Bahkan antara satu
paragraf dan lainnya sebenarnya memiliki kaitan yang sangat erat dan dekat.
Dalam hal demikian, tidak ada salahnya (atau bahkan sebaliknya) kita
menggabungkan dua atau lebih paragraf tersebut menjadi satu paragraf saja.5

2
Sulhan Jauhari, Metode Terjemah, (Surabaya: STAI ALI BIN ABI THALIB, 2012), hal. 49.
3
Ibid.
4
Ibid.
5
Ibid., hal. 49-50.

2
C. Perluasan dan Penyempitan (Tawassu’ wa Tadhyiq)
1. Penyempitan (Tadhyiq)
Terdapat banyak definisi penyempitan dalam disipilin ilmu
pernerjemahan. Di antara definisi tersebut menyebutkan bahwa
penyempitan adalah penyusutan komponen kata bahasa sumber.6 Sumber
lain pula mengatakan bahwa penyempitan adalah pembuangan atau tidak
menerjemahkan satu-dua bahkan tiga kata dalam satu kalimat bahasa Arab.7
Penyempitan ini dilakukan bukan semata-mata karena alasan
penghematan atau karena prinsip elipsis, tetapi karena gaya bahasa dan cara
bahasa Indonesia memang menghendaki demikian.8
Berikut beberapa strategi dalam penyempitan:
1. Yang boleh atau bahkan harus dibuang dan tidak perlu diterjemahkan
adalah huruf-huruf jar, terutama yang berfungsi sebagai kata tambahan
(ziyadah). Misalnya,9

‫يحتاج المسلمون اليوم إلى العقيدة الصحيحة المأحوذة من الكتاب والسنة‬ .‫أ‬

.‫الصحيحة‬
“Orang-orang Islam saat ini membutuhkan aqidah yang benar yang
bersumber dari al-Qur’an dan hadist yang shohih”
10
.‫انظر إلى أشكالها وأحجامها المختلفة‬ .‫ب‬

“Lihatlah bentuk dan ukurannya yang berbeda-beda”


2. Yang boleh dan sebaikanya dibuang atau tidak perlu diterjemahkan
adalah kata sambung wa, fa, juga tsumma sebagai harf ‘athof
(conjunction=kata tugas) atau huruf harf istima’. Kata sambung
semacam ini sering diterjemahkan menjadi tanda baca koma (,). Kalau
kata sambung tersebut beruntut, maka hanya yang terakhir saja yang

6
Fathur Rohman, Strategi Menerjemah Teks Indonesia-Arab, (Sidoarjo: CV. Lisan Arabi, 2017),
hal. 151.
7
Nur Mufid dan Kaserun AS. Rahman, Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesian, (Surabaya:
Pustaka Progresif, 2007), hal 63.
8
Ibid.
9
Nur Mufid dan Kaserun AS. Rahman, Buku Pintar……., hal. 63.
10
Sulhan Jauhari, Metode Terjemah……., hal. 50.

3
diterjemahkan menjadi ‘dan’. Sering pula wa dan fa hanya menjadi
pemanis saja (mujamalah) dalam bahasa Arab, yang dalam bahasa kita,
jika diterjemahkan secara harfiyah, justru bukan lagi sebagai pemanis
tetapi justru pahit. Misalnya,11
12
.‫ويعتبر هذا الكتاب أساسا في الفكر العربي الحديث‬
“Kitab ini dianggap sebagai akar dari kekufuran bangsa Arab saat ini”

3. Huruf atau kata untuk taukid (emphasis atau penegasan) seperti ( ،‫ قد‬،‫إن‬
‫ )لقد‬dan mashdar sebagai maf’ul muthlaq juga tidak perlu diterjemahkan
menjadi kata yang berbeda dari makna aslinya. Taukid semacam ini
diterjemahkan menjadi kata sangat atau sebenarnya. Misalnya,13
14
.‫ ولقد كانت دعوة هذا الرجل إلى تجديد الفكر اإلسالمي‬.‫أ‬
“Sebenarnya dakwah orang tersebut mengajak kepada revolusi
pemikiran Islam”

4. Kata ganti (Dhamir/Dhamir Muttashil)


Berbeda dengan bahasa-bahasa yang lain, bahasa Arab sangat banyak
menggunakan dhamir. Dalam menerjemahkan dhamir ke dalam bahasa
Indonesia, penerjemah harus membuang satu-dua dhamir. Hal ini
demikian karena rasa bahasa Indonesia tidak bisa menerima penggunaan
dhamir yang berlebihan. Misalnya,15
16
.‫فقد قرأ هذا األديب اآلداب العربية وعرف مذاهبها وأساليبها الفنية وأنواعها‬
“Sastrawan ini telah membaca karangan-karangan sastra Arab sehingga
ia mengetahui ideologi dan gaya bahasanya serta jenis-jenisnya”

11
Nur Mufid dan Kaserun AS. Rahman, Buku Pintar……., hal. 67.
12
Sulhan Jauhari, Metode Terjemah……., hal. 50.
13
Nur Mufid dan Kaserun AS. Rahman, Buku Pintar……., hal. 70.
14
Sulhan Jauhari, Metode Terjemah……., hal. 51.
15
Nur Mufid dan Kaserun AS. Rahman, Buku Pintar……., hal. 72.
16
Sulhan Jauhari, Metode Terjemah……., hal. 51.

4
5. Kata ‫وأخبارها‬ ‫ كان‬juga seringkali harus dibuang. Misalnya,
17
.‫هذه اللغة أن تكون جميلة فصيحة واضحة في آن واحد‬
“Bahasa ini menjadi bahasa yang indah dan jelas dalam waktu yang
sama”

6. ‫أفعال شروع‬ seperti ‫بدأ‬ dan ‫شرع‬ sering tidak diterjemahkan.

Misalnya,
18
.‫بدأت أشعر بأشعة الشمس تلفح وجهي‬
“Aku merasakan cahaya matahari membakar wajahku”
7. Tidak sedikit pula kata-kata, selain yang disebutkan di atas, yang harus
dibuang.19

2. Perluasan (Tawassu’)
Dalam beberapa kasus, penerjemahan secara setia menyebutkan hasil
terjemahan yang kurang atau tidak enak dibaca. Bahkan bisa jadi
membingungkan pembaca hasil terjemahan tersebut. Banyak teks bahasa
Arab yang perlu mendapat penambahan satu-dua kata ketika diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia. Misalnya,20

.‫ولكن هذا كله يزيد في قلقي ويضاعف اضطرابي‬


(Tetapi ini semua justru semakin menambah kegelisahan dan
kegundahanku)
Dalam kata ‘justru’, yang dalam teks aslinya (Arab) tidak ada padanya,
tetapi konteks kalimat Indonesia menghendaki kehadiran kata tersebut.
Akan beda rasanya jika kalimat tersebut diterjemahkan menjadi ….tetapi ini
semua semakin menambah…. kurang menyentuh.21
D. Kesimpulan

17
Ibid.
18
Ibid.
19
Ibid.
20
Nur Mufid dan Kaserun AS. Rahman, Buku Pintar……., hal. 77.
21
Ibid.

5
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa urgensi memahami
pedoman umum penerjemahan sangat besar. Karena dengan memahami
pedoman-pedoman tersebut, seorang penerjemah dapat menyampaikan
informasi dari suatu bahan terjemahan sesuai dengan keinginan penulisnya.
Dan di antara pedoman-pedoman umum penerjemahan ialah sebagai
berikut:
1. Pemenggalan dan penggabungan alenia
2. Perluasan dan penyempitan makna

6
DAFTAR PUSTAKA

Jauhari, Sulhan. 2012. Metode Terjemah. STAI ALI BIN ABI THALIB: Surabaya.
L. Mullik, Marthen. 2011. Alenia atau Paragraf. Universitas Nusa Cendana:
Kupang.
Mufid, Nur, Kaserun AS. R. 2007. Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesia.
Pustaka Progresif: Surabaya.
Rohman, Fathur. 2017. Strategi Menerjemah Teks Indonesia-Arab. Lisan Arabi:
Sidoarjo.

Anda mungkin juga menyukai