Pendahuluan
Metode Penelitian
Pembahasan
A. Pengertian I’rab
1
Andra Tersiana, Metode Penelitian ( Yogyakarta: PT. Mustika
Putri, 2018 ) hlm. 10.
اح888 ” واإلفصyakni ; tampak, jelas, fasih2.
Secara terminologi, dalam dunia
grammatikal Arab khususnya sintaksis ( An-
Nahwu) sebagai judul besar dari
pembahasan ini , I’rab didefinisikan menjadi
beberapa definisi yang diberikan oleh Para
Linguis Arab, sebagaimana berikut :
2
Qur, M. A.-. (2019). Linguistik dengan I ’ rab Al- Qur
’ an dan Posisi Bahasa Arab dalam dalam Memahami Al-
Qur’an.
secara lafazh ataupun secara diperkirakan
keberadaannya3)
3
Syamsuddin Muhammad Araa’ini, Ilmu Nahwu Terjemahan
Mutammimah Ajurumiyyah, Terj. Moch Anwar, ( Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2019), hlm 11.
اإلعراب بيان ما للكلمة أو الجملة من وظيفة
لغوية أو من قيمة نحوية ككونها مسندا إليه
أو مضافا إليه أو فاعال أو مفعوال أو حاال أو
غير ذلك من الوظائف التي تؤد بها الكلمات
في ثنايا الجمل و تؤد بها الجمل في ثنايا
الكالم.
4
Tony Fransisca, “ Konsep I’rab dalam Ilmu Nahwu”. Al
Mahāra Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol.1 No.1, 2015,
hlm 77.
adalah untuk menentukan fungsi atau
kedudukan kata itu dalam kalimat atau di
dalam lingustik umum dikenal dengan
istilah kategori kasus Nominatif, Akusatif
dan Genetif5.
B. Sejarah I’rab
5
Moch. Syarif Hidayatullah, Cakrawala Linguistik Arab,
( Jakarta: PT. Grasindo, 2017 ) hlm. 100.
Pada hakikatnya, I’rab adalah inti dari
pembahasan ilmu Nahwu, sedangkan
Nahwu adalah nama dari ilmu yang
memayungi pembahasan tersebut. Itu
artinya, ketika menceritakan sejarah I’rab,
maka secara bersamaan akan diketahui pula
sejarah awal mula munculnya ilmu Nahwu.
Telah diketahui bahwa mulanya muncul
I’rab atau ilmu nahwu adalah akibat dari
banyaknya lahn atau kesalahan berbahasa
yang terjadi. Hal itu pastinya sangat menjadi
masalah, mengingat bahasa Arab bukan
hanya bahasa sosial, namun juga bahasa
agama.
Ada banyak kisah tentang bentuk-bentuk
lahn yang terjadi, diantaranya adalah kisah
Abu Al-Aswad Ad-Duali dengan Putrinya.
Suatu hari ketika putrinya melihat bintang-
bintang yang ada di langit, ia sangat kagum
dengan keindahannya. Kemudian, ia
mengungkapkan rasa kagumnya tadi kepada
َّ ال
ayahnya sambil berkata “س َما ِء َما أَحْ َس ُن ”
, seketika mendengar itu, Abu Aswad pun
َ ُّالتَّ َعج
berkata, “ب ُ إِنَّ َما أَ َر ْد
ت ”. Mendengar
َّ ال
Ungkapan yang pertama “س َما ِء َما أَحْ َس ُن
” adalah bentuk kalimat introgatif yang
berarti “ Apa yang indah di langit ? ”,
sedangkan maksud putrinya adalah ingin
mengungkapkan kalimat ta’ajjub , yakni “!
6
Fauzul Fil Amri, Durrah Al-Nahwi Li Raghib Al-‘ilmi ( Padang:
CV. Jasa Surya, 2018), hlm. 2-3.
semua pendapat menyatakan hal itu, dimana
ada pula pendapat yang menyatakan yang
meletakkan dasar ilmu Nahwu adalah Nashr
bin ‘Ashim, ada juga yang mengatakan ‘Abd
Ar-Rahman bin Hurmuz. Namun
kebanyakan ahli mengatakan bahwa peletak
dasar ilmu Nahwu adalah Abu Al-Aswad
Ad-Duali. Kesimpulan itu diambil dari
banyaknya riwayat-riwayat yang
mengisahkan banyaknya terjadi lahn
khususnya dalam membaca Al-Qur’an kala
itu, kemudian Abu Al-Aswad lah yang
langsung menanggapi masalah itu7.
Seperti kisahnya dalam sebuah riwayat
disebutkan bahwa suatu ketika, Abu Aswad
melihat Ali sedang termenung memikirkan
sesuatu, maka ia mendekatinya dan
7
Hazuar, “Konsep I’rab dalam Pandangan Ibrahim
Musthafa dan Ibrahim Anis“. Jurnal Bahasa Arab, Vol.3 No.1,
2019, hlm. 166.
bertanya: "Wahai Amirul Mu'minin! Apa
yang sedang engkau pikirkan?" Ali
menjawab: "Saya dengar di negeri ini
banyak terjadi lahn, maka aku ingin menulis
sebuah buku tentang dasar-dasar bahasa
Arab". Setelah beberapa hari, Abul Aswad
mendatangi Ali dengan membawa lembaran
yang bertuliskan antara lain:
"ُرسُولُه
َ َو َ"أَ َّن هّللا َ بَ ِري ٌء ِّمنَ ْال ُم ْش ِر ِكين
Dengan mengkasrahkan lam dari kata “
Kesimpulan