Yusmita Rahmatika
Abstrak
Pendahuluan
Dalam sebuah karya sastra uslub menjadi salah satu hal yang penting.
Karena uslub atau gaya bahasa adalah tingkah laku pengarang dalam
menggunakan bahasa sebagai media penyampaian karyanya. Sebuah karya sastra
jika tidak memiliki uslub yang baik, maka karya tersebut tidak bisa membuat
pembaca merasakan kekuatan emosi atau rasa yang ditulis oleh pengarang.
Dalam kesustraan Arab, adab (sastra) terbagi ke dalam dua bagian besar:
al-adab al-wasfi (sastra deskriptif/nonimajinatif/nonfiksi) dan al-adab al-insya’i
(sastra imajinatif/fiksi). Al-adab al-wasfi terdiri dari tiga bagian: sejarah sastra
(tarikh adab), kritik sastra (naqd al-adab), teori sastra (nazariyah al-adab). Al-
adab al-insya’i secara umum dibagi menjadi tiga bagian besar: puisi (as-syi’r),
prosa (nasr) dan drama (al-masrahiyyah).
Pengertian Uslub
Uslub berasal dari bahasa Latin Stilus yaitu berarti pena, kemudian
berpindah dengan jalan majaz pada setiap hal yang dilakukan dengan menulis,
pada awal mulanya berhubungan dengan tulisan tangan dan menunjukkan pada
sesuatu yang ditulis, kemudian bergeser pada ungkapan kebahasaan yang sastra.
Pada awalnya uslub ditujukan untuk setiap ungkapan yang tertulis, namun
bergeser menjadi setiap ungkapan baik yang tertulis ataupun yang terucap.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa uslub merupakan cara yang
dipilih penutur atau penulis di dalam menyusun kata-kata sebagai media untuk
mengungkapkan fikiran, suatu tujuan, dan makna yang tertuang dalam sebuah
karya sastra.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam gaya bahasa yaitu: 1) medium
gaya adalah bahasa, oleh karena itu sistemnya secara relatif adalah sistem bahasa,
2) genre dan sub-genre dari suatu karya sastra yang seolah-olah memaksa
pengarang atau pemakai bahasa pada gaya tertentu, 3) sastra adalah sistem
kultural yang artinya berkaitan erat dengan latar belakang budaya dimana karya
itu lahir. Kaitan gaya bahasa dengan bahasa, genre maupun budaya itu berarti
gaya sangat erat kaitannya dengan pengarang, sebab pengarang itulah yang
menciptakannya. Oleh karena itu, sangat wajar kalau di katakan le style c’est de
l’homme meme (gaya bahasa merupakan cerminan sang penutur bahasa) (Ratna,
2009: 384).
Nizar Tawfiq Qabbani (dalam bahasa Arab: نزار توفيق قباني, Nizār Tawfīq
Qabbānī). Nizar Qabbani lahir di ibu kota Suriah, Damaskus 21 Maret 1923 dari
keluarga pedagang kelas menengah. Nizar memiliki lima saudara kandung yakni
Haifa, Wisal, Rashid, Sabah, dan Mu’taz. Qabbani dibesarkan di Mi'thnah Al-
Shahm, salah satu tetangga Damaskus lama. Qabbani menempuh pendidikan di
Scientific College School nasional di antara 1930 dan 1941. Sekolah tersebut
dimiliki dan dijalankan oleh teman ayahnya, Ahmad Munif al-Aidi. Ia kemudian
mempelajari hukum di Universitas Damaskus, yang disebut Universitas Suriah
sampai 1958. Ia lulus dengan sarjana hukum pada 1945.
Nizar Qabbani hidup pada masa Kota Damaskus menjadi pusat kehidupan
ekonomi, politik, dan kultural Suriah. Dan sebagaimana umumnya kota besar,
kesenjangan sosial tampak mencolok di Damaskus.
Ada dua situasi sosial besar di Suriah pada masa muda Nizar Qabbani.
Yang pertama ialah kemenangan kaum nasionalis terhadap penjajah Prancis;
kedua, jurang antar generasi. Anak-anak muda yang terlahir semasa Mandat
Prancis (nama lain bagi pendudukan negara-negara Barat pemenang Perang Dunia
I terhadap bekas wilayah Kekaisaran Utsmani) dan mendapat pendidikan Barat
memberontak terhadap nilai-nilai tradisional masyarakat Suriah.
Nizar menikah dengan Zahra Aqbiq, Putri dari Taufiq dan Hudha dengan
dikarunia dua anak, Habda dan Tawfiq. Namun tak sampai akhir hidupnya, Zahra
meninggal dan disusul oleh putranya Tawfiq Qabbani setelah melakukan operasi
jantung di London. Pada tahun 1962, ia bertemu dengan Balqis al-Rawi secara
tidak sengaja dan berhasil membuat Nizar kembali menulis puisi setelah terdiam
beberapa tahun. Balqis al-Rawi adalah seorang guru Irak yang dia temui di sebuah
konser puisi di Baghdad.
Pada tahun 1969, Nizar Qabbani menikahi Balqis dan tinggal di Beirut.
Balqis dikarunia dua anak, Zaenab dan Omar sebelum akhirnya ia terbunuh pada
tahun 1981 dalam sebuah ledakan bom oleh gerilyawan pro-Iran di Beirut, tempat
dia bekerja untuk bagian budaya Kementerian Irak. Nizar Qabbani meninggal
pada 30 April 1998 di London karena serangan jantung pada usia 75 tahun
َحَبَيَبَت
Kekasihku
Dilihat dari aspek diksi, kata-kata yang dipilih oleh Nizar dalam
puisi ini cukup mudah, dan populer (kata-kata biasa, kata-kata sehari-hari,
dan mudah dimengerti masyarakat umum). Misalnya, مجنون بلد, مدينة,يحب
األشعار, أحترف, حبيبة,مرتبة. Kata-kata tersebut tidak membutuhkan penjelasan
lebih, karena kata-katanya yang populer. Makna dari kata populer dapat
dengan mudah dimengerti oleh masyarakat umum.
Pada tahun 1969, akhirnya Nizar menikahi Balqis. Dapat kita lihat
bagaimana optimisnya Nizar dalam menggapai cintanya. Kemudian dalam
puisinya ia menggambarkan cinta layaknya ganja dan opium yang
membuat candu.
Kita juga dapat melihat bagaimana majas atau bahasa kiasan yang
dipakai pada bait ketiga dan keempat, makna kata ganja dan opium
menjelaskan makna pada kata sebelumnya yaitu cinta. Makna yang tersirat
dalam kalimat tersebut yaitu cinta layaknya ganja dan opium yang akan
menjadi candu bagi penggunanya.
Kita juga dapat melihat gaya bahasa antiklimaks dalam puisi ini,
ِ شنَقُ ْونَ ِب
pada bait kelima tertulis اسم ِه َ ( َوMenghukum gantung karena cinta),
ِ ( و َي ْقتُلُ ْونَ ِبMembunuh karena cinta). Dikatakan
dilanjutkan dengan اسم ِه
sebagai gaya bahasa antiklimaks karena tingkatannya dalam menyatakan
sebuah pernyataan berurutan dari tinggi ke rendah.
Jika kita melihat keterkaitan antara bait keenam dan ketujuh, yaitu
ِ ِ( ويَ ْقتُلُ ْونَ بMembunuh karena cinta) dilanjutkan اسم ِه القَانُون
اسم ِه ِ َِويَ ْكتُب ُْونَ ب
(Menetapkan hukum karena cinta), ini merupakan gaya bahasa klimaks.
Karena tingkatannya dari yang rendah yaitu membunuh ke tingkatan yang
lebih tinggi yaitu menetapkan hukum. Jadi jelas disini Nizar Qabbani
mencoba memberikan gambaran mengenai cinta dengan gaya bahasanya
yang beragam.
Dari pemabahasan tersebut, kita dapat melihat gaya bahasa yang dipakai
dalam salah satu puisi dari Nizar Qabbani yang berjudul Habiibatii. Puisinya
banyak dipengaruhi oleh latar belakang keilmuannya dan kondisi sosial budaya
yang terjadi masa itu. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa latar belakang keilmuan
penyair atau pengarang dapat mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya.
Hanif Fathoni. 2012. Gaya Bahasa Dalam Syair “Al-i’tiraf” Karya Abu
Nuwas: Sebuah Analisis Stilistik. Linguistik Arab. 7(2): 1-2.
Kamil, Syukron. 2009. Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern.
Jakarta: Rajawali Pers.
https://tirto.id/puisi-puisi-nizar-qabbani-dan-terjemahannya-yang-
meragukan-cqkZ Diakses pada 29 Desember 2019, pukul 19:50 WIB.
https://geotimes.co.id/opini/farouq-gouida-wajah-lain-nizar-qabbani/
Diakses pada 29 Desember 2019, pukul 20:04 WIB.