Dosen pengampu:
Dr. Aprinus Salam, M. Hum.
Disusun oleh:
Ardilla Islamiyah
18/434503/PSA/08480
Abstract
This research problem is related to the subject in the novel. The purpose of this
research is to understand the movement of the subject the NajibMahfudz’s
translation novel of "Di Bawah Duli Tuanku" by using the subject theory of
Slavoj Žižek. This research was conducted in three stages. First, establishing
material objects and formal object of research. The material object of this
research is the NajibMahfudz’s translation novel of "Di Bawah Duli Tuanku".
Meanwhile, the formal object of the research related to the Žižekian’s subject.
Second, conducting data collection includes narratives and elements forming
narratives such as dialogue along with the search for secondary data to support
the research obtained from the literature related to the thoughts of Slavoj Žižek.
Third, analyzing data. Data were analyzed using the method of critical discourse
analysis, namely analysis by using all linguistic tools and connecting findings
data with Slavoj Žižek's theoretical framework. The results showed that subjects
took radical action by having sex outside of marriage who were against a
symbolic dimension. Radical actions are triggered by subjects who experience a
moment of emptiness which causes the subject to pursue 'the real'. In an effort to
achieve the 'real thing', the subject experiences a sense of cynicism, which is
knowing the wrong thing but still doing it. However, the subject's action ends with
a failure to fight the symbolic, namely by getting married. This study concludes
that the subject ultimately unable to resist the symbolic.
Pendahuluan
Najib Mahfudz merupakan sastrawan Arab berkebangsaan Mesir yang tidak
asing di telinga masyarakat Arab maupun masyarakat dunia penggiat sastra.
Namanya menggema ke seluruh dunia karena pencapaiannya sebagai orang Afrika
pertama yang berhasil menyabet Nobel dalam bidang sastra pada tahun 1988.
Kehadiran Najib Mahfudz dalam kesusastraan Arab memiliki peran penting
sebagai puncak representasi karya sastra Arab modern terutama pada novel
karangannya yang berjudul “Masjid di Lorong Sempit”.
Najib Mahfudz dinilai sebagai seorang novelis yang memiliki kreatifitas
tinggi yang tidak kalah dengan para penulis di Inggris, Rusia, Prancis, Amerika
dan negara lain. Hal ini ditunjukkan pada kepiawaannya dalam mempengaruhi
pembaca untuk hanyut dalam perasaan-perasaan yang disuguhkan dalam setiap
karya sastranya. Najib menggiring para pembaca untuk melihat realitas dan
perubahan kepribadian pada manusia dengan ‘mata kepala’ mereka sendiri
(Sakkut, 2000: 26-27).
Dalam pengantar novel “Di bawah Duli Tuanku” disebutkan bahwa secara
umum perjalanan sastra Najib Mahfudz melewati empat fase, fase pertama dimana
gaya kepenulisannya masih mengikuti gaya lama yang mementingkan keindahan
bahasa sehingga bersifat romantis. Pada fase ini karya yang lahir di antaranya, Al-
Qadar (1939), Radoubiez (1943), Kifah Thibbah (1944). Fase kedua Najib
berpindah ke bentuk yang lebih realis seperti pada ketiga triloginya berjudul
Bainal-Qashraini (1956), Qasrusy-Syauq (1957), dan As-Sukkariyah (1957). Fase
selanjutnya, Najib Mahfudz mengambil bentuk simbolis filosofis yang tertuang
dalam karyanya berjudul Al-Liss wal-Kila>b (1961), As-Summan wal-Khari>f
(1962), Ath-Thari>q (1964) dan beberapa karya lainnya. Pada fase terakhir Najib
Mahfudz memiliki kecenderungan sufistik.
Sebagian besar karya sastra Najib Mahfudz yang sering diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia adalah karya sastra yang mengangkat permasalahan-
permasalahan sosial seperti perjuangan orang-orang kelas bawah terhadap kelas
atas (read: penguasa). Secara epik, Najib Mahfudz mengemas sebuah realita ke
dalam cerita fiksi yang mewakilinya sebagai subjek nyata dalam subjek imajiner
yang berusaha melepaskan diri dari jerat yang simbolik. Salah satu contohya
adalah novel Hari terbunuhnya Presiden, menceritakan kemelut dan gejolak
politik yang berujung pada penderitaan rakyat, terpuruknya ekonomi dam korupsi
yang merajalela. Hal ini digambarkan melalui tokoh dua pasang kekasih yang
telah enam tahun menjalin hati harus terpisah karena janji-janji cinta tak kuasa
menahan deraan perut lapar yang melilit perih.
Novel “Di bawah Duli Tuanku” sendiri merupakan terjemahan dari novel
berjudul chadratul-muchtaram yang menunjukkan kecenderungan sufistik Najib
Mahfudz yang mengalir dari perenungan, pemikiran serta pencarian kebersalahan
dalam diri tokoh utama. Melalui tokoh utamanya pula, Najib melakukan kritik
sosial terhadap peristiwa yang terjadi pada masa itu. Tokoh utama bernama
Usman Bayomi digambarkan sebagai figur rakyat kecil yang harus berjuang
seorang diri melawan penyakit yang sudah berakar-urat menjangkiti politik dan
birokrasi di Mesir, yang menjadi setting cerita ini. Kolusi dan nepotisme, di
manapun di dunia ini selalu menjadi biang kerok bobroknya suatu negara, menjadi
penghambat kemajuan dan pembangunan.
Novel tersebut mengisahkan cerita kehidupan yang sangat kompleks dan
fokus utama dalam penelitian ini adalah tokoh utama Usman Bayomi kaitannya
dengan kisah cinta dirinya terhadap beberapa wanita yang hadir dalam hidupnya.
Yang menarik disini adalah Usman dikenal sebagai sosok religius. Artinya,
Usman menjadi subjek yang terkonstruksi oleh dimensi simbolik yang
mengungkungnya sehingga tindakan yang akan ia lakukan menjadi menarik untuk
diperbincangkan. Benturan antara dimensi simbolik dengan hasrat bercinta
seorang lelaki terhadap perempuan.
Dari uraian ringkas tersebut, subjek menjadi perhatian utama dalam
penelitian ini. Masalah utama penelitian ini selanjutnya diformulasikan dengan
pertanyaan berikut, bagaimana subjek melakukan pergerakan-pergerakan subjek
dalam dunia simbolik yang melingkupinya.
Dalam mengungkap subjek, penelitian ini menggunakan teori Slavoj Žižek
sebagai pisau analisis. Sealur dengan teori Slavoj Žižek, telah ada penelitian yang
menerapkan teori tersebut, di antaranya “Membaca Sinisme Seorang Absurd
dalam Novel Orang Asing Karya Albert Camus: Perspektif Subjek Imanen Slavoj
Žižek (Arifin, 2016), Cerpen Matinya Seorang Penari Telanjang Karya Seno
Gumira Ajidarma Dalam Perspektif Subjek Slavoj Žižek (Zamzuri, 2018)
“Kekerasan Sistemik Pada Masyarakat Modern Tinjauan Filsafat Slavoj Žižek”
(Indah, 2018). Pada kedua penelitian pertema memiliki kesamaan dalam hal
pengoperasian teori Slavoj Žižek, yaitu membahas pergerakan subjek dalam ruang
simbolik. Sedangkan pada penelitian yang terakhir teori Slavoj Žižek digunakan
untuk mengungkap kekerasaan sistemik. Hal yang membedakan dengan penelitian
ini adalah objek material dan objek formal penelitian. Sementara itu, penelitian ini
fokus pada objek material berupa novel terjemahan “Di bawah Duli Tuanku”
karya Najib Mahfudz yang selanjutnya disebut DBDT.
Secara garis besar, teori Žižek disebut sebagai psikoanalisis historis. Istilah
ini hadir karena Žižek menggabungkan pemikiran Lacan untuk menggapai cita-
cita historis seperti yang diidamkan Marx (Akmal, 2018, hlm. 29). Di samping
Lacan-Marx, Žižek juga mendasari pemikiran tentang subjek terhadap definisi
Hegel tentang dialektika (substansi) dan subjek sosial. Dari ketiganya –Hegel,
Lacan, Marx—melandasi lahirnya subjek Žižekian.
Dalam upaya mencapai cita-cita historis Marx melalui subjek Žižekian,
Žižek meletakkan dasar pemikiran dari Triad Lacanian, yakni ‘yang riil’, ‘yang
imajiner’, dan ‘yang simbolik’. ‘Yang riil’ dimaknai sebagai tatanan atau ruang
atau duniaa atau wilayah yang tidak atau belum terbahasakan atau tersimbolkan
(Žižek, 2008, hlm. 182). Fase ini merupakan wilayah psikis yang pada awalnya
menempatkan subjek pada posisi yang tidak berkekurangan karena pada saat itu,
ego mengalami pemenuhan yang sempurna tanpa meminta untuk dipenuhi. “Yang
Riil” tidak dapat dijelaskan keberadaannya kecuali dalam dunia simbolik.
Dari tahap “yang riil” inilah, subjek bergerak pada tahap “yang imajiner”, yaitu
tahap subjek belum dapat membedakan antara dirinya dan the other, tetapi subjek
mulai menjumpai citra yang lain, yang bisa berarti orang lain dan dirinya dalam
bentuk lain. Pada tahapan “yang imajiner” ini, subjek masih seorang individu/ego
yang sejatinya belum menjadi subjek karena belum adanya simbol-simbol yang
merepresentasikan dirinya. Tahapan “yang imajiner” ini sering dianalogikan
dengan tahapan cermin yang menghadirkan citra atas diri secara tidak penuh
karena selalu terjadi misrecognition terhadap pengenalan diri (Sarup, 2003, hlm.
36-38). Dari misrecognition inilah kemudian pengenalan diri sebagai subjek
secara penuh terjadi pada tahapan “yang simbolik”, yaitu ketika diri telah
bersinggungan dengan bahasa. Bahasa menempatkan diri (subjek) dalam posisi
tertentu menjadi subjek tertentu. Subjek bernegosiasi dengan bahasa sehingga
identifikasi imajinernya ditundukkan oleh identifikasi simbolik. Dalam tahapan
simbolik, bahasa mengikat subjek menjadi subjek terbelah, di satu sisi harus
memenuhi panggilan the other dan di sisi lain harus menjadi keinginan the other
melaui jalan negatif, walau berakhir pada kekosongan (Žižek, 2008, hlm. 202).
Dalam kekosongan itu, subjek memiliki pilihan untuk tetap terjerat atau bergerak
menuju sesuatu “yang riil” yang sesuai pengetahuannya.
Tindakan terkategorikan menjadi radikal karena kontingensi yang
menstimulasikan aktifasi tindakan tersebut berada yang melampaui simbolik.,
tatanan sosial, tatanan ideologis dan lain sebagainya, sebagaimana hal ini seperti
melepaskan diri dari segala moralitas yang konstruktif, dan oleh karena itu
tindakan ini lebih korelatif dengan etika daripada moral. Dari sini, Žižek mulai
memasukkan ranah Kant mengenai moral dan nilai-nilai otentisnya. Bagi Žižek,
Kant memisahkan tindakan menjadi dua prioritas, pertama tindakan dilakukan
atas dasar korporasi dengan entitas lain seperti kepentingan, kebanggan, maksud
lain, dan lain sebagainya. Kedua, tindakan yang dilakukan atas dasar tindakan itu
sendiri (Žižek, 1992, hlm. 90).
Sinisme adalah jawaban dari budaya yang berkuasa ke subversi sinis:
mengakui dan memperhitungkan, minat khusus di balik universalitas ideologis,
jarak antara topeng ideologis dan kenyataan, tetapi masih menemukan alasan
untuk mempertahankan topeng. Sinisme ini tidak posisi langsung dari imoralitas,
lebih seperti moralitas yang dimasukkan ke dalam pelayanan imoralitas - model
kebijaksanaan sinis adalah untuk memahami kejujuran, integritas, sebagai bentuk
ketidakjujuran tertinggi, dan moral sebagai bentuk tertinggi dari pemborosan,
kebenaran sebagai bentuk kebohongan yang paling efektif. Oleh karena itu,
sinisme semacam ini merupakan semacam 'negasi negasi' dari ideologi resmi:
dihadapkan dengan pengayaan ilegal, dengan perampokan, reaksi sinis dengan
mengatakan bahwa pengayaan hukum jauh lebih efektif dan, apalagi, dilindungi
oleh hukum (Žižek, 2008, hlm. 27). .
Metode Penelitian
Penelitian ini didasarkan pada bentuk penelitian kualitatif dengan metode
riset pustaka. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilandasi strategi
pikir fenomenologis yang bersifat lentur dan terbuka dengan menekankan analisis
induktif (Sutopo, 2002: 47). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah novel terjemahan berjudul “Di bawah Duli Tuanku” (2000) karya Najib
Mahfudz. Data yang digunakan mencakup narasi dan elemen-elemen pembentuk
narasi seperti dialog. Selain itu, data-data sekunder didapat dari literatur-literatur
yang berhubungan dengan pemikiran Slavoj Žižek terkait subjek. Setelah tahap
pengumpulan data, tahap berikutnya adalah analisis data. Pada tahap analisis, data
akan dianalisis menggunakan metode analisis wacana kritis, yakni analisis dengan
menggunakan seluruh perangkat kebahasaan dan menghubungkan data temuan
dengan kerangka teoretik Slavoj Žižek. Hal pertama yang dilakukan dalam
analisis adalah menemukan tokoh cerita dan ruang simbolik yang melingkupi
tokoh. Kedua, menemukan keinginan dan menggolongkan jenis tindakan subjek
yang direlasikan dengan subjek dalam perspektif Slavoj Žižek. Setelah tahapan
analisis data, hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk deskripsi.
Daftar Pustaka
Akmal, R. (2018). Melawan Takdir: Subjektivitas Pramodya Ananta Toer dalam
Perspektif Psikoanalisis Historis Slavoj Žižek. (Adhe, Ed.) (I).
Yogyakarta: Octopus Publishing.
Zamzuri, Ahmad. (2018). Cerpen Matinya Seorang Penari Telanjang Karya Seno
Gumira Ajidarma Dalam Perspektif Subjek Slavoj Žižek. Jurnal Aksara,
V.30il226, hlm. 1-16.
Žižek, Slavoj. (1992). Everything You Always Wanted to Know About Lacan (But
Where Afraid to Ask Hitchcock. London and New York: Verso
__________ (2008). The Sublime Object of Ideology. London and New York:
Verso.