Anda di halaman 1dari 12

SALINGKA, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 14 Nomor 2 Edisi Desember 2017 (87—98)

TRADISI, MODERN, DAN KEPERAWANAN


DALAM NOVEL ISTRI UNTUK PUTRAKU KARYA ALI GHALEM
(Tradition, Modern, and Virginity in Novel A Wife for My Son by Ali Ghalem)

Asep Supriadi, Mamad Ahmad


Balai Bahasa Jawa Barat
Jalan Sumbawa Nomor 11 Bandung 40113, Jawa Barat, Indonesia
Telepon/HP, 081575067673, Pos-el: asepsupriadi67@yahoo.co.id
(Diterima tanggal 24 Oktober 2017; Disetujui tanggal 29 November 2017

Abstract
This paper aims to describe the mythical culture, tradition, and modernity of Algerian poeple
in an effort to maintain the tradition of virginity in the society as reflected in the novel A Wife
For My Son by Ali Ghalem, translated by Rizky Nur Zamzami entitled Istri untuk Putraku. This
research uses a gender theory. Library method was used in collecting the data and the
qualitative method used in analizing the data. The results of this research shows the existence
of traditional, modern life, and myth about keeping virginity before marriage in the
community of Algeria. In that traditional society, the married women should live in her
husband’s family home, believing in the superstitions, having no education, and wanting the
birth of boy as a firts child, while modern society instead. In addition, there are myths
about women who should keep their virginity before marriage as evidenced in a custom
event. This led to a tradition of cultural upheavals in society of Algeria.
Keywords: gender, virginity, modern, sexuality, tradition,

Abstrak
Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan tradisi, modernitas, dan budaya masyarakat Alzajair dalam upaya
mempertahankan tradisi keperawanan di masyarakat dalam novel A Wife For My Son karya Ali Ghalem
yang diterjemahkan oleh Rizky Nur Zamzami dengan judul Istri untuk Putraku. Kajian penelitian ini
menggunakan teori gender. Pengumpulan data menggunakan metode pustaka, sedangkan analisisnya
menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kehidupan tradisional,
modern, dan mitos tentang menjaga keperawanan sebelum menikah di masyarakat Aljazair. Pada
masyarakat tradisional, perempuan yang telah menikah harus satu rumah dengan keluarga suami, percaya
terhadap takhayul, perempuan tidak boleh sekolah, mendambakan anak pertama laki-laki, sedangkan
masyarakat modern sebaliknya. Selain itu, ada mitos tentang perempuan harus menjaga keperawanan
sebelum menikah yang dibuktikan dalam sebuah acara adat. Tradisi ini menimbulkan gejolak budaya di
masyarakat Aljazair.
Kata kunci: gender, keperawanan, modern, seksualitas, tradisi

87
SALINGKA, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 14 Nomor 2 Edisi Desember 2017 (87—98)

1. Pendahuluan Beberapa permasalahan tradisi yang


Novel karyaAli Ghalem dengan judulA Wife disinggung dalam novel Istri untuk Putraku
for My Son telah diterjemahkan oleh Rizky Nur dalam masyarakat Aljazair di antaranya, dalam
Zamzamy dengan judul Istri untuk Putraku. Ali masyarakat tradisional, perempuan yang telah
Ghalem adalah seorang penulis berkebangsaan menikah harus satu rumah dengan keluarga suami,
Aljazair. Dia piawai dalam membuat cerita percaya terhadap takhayul, perempuan tidak
sehingga mampu melahirkan novel yang boleh sekolah, mendambakan anak pertama laki-
monumental, seperti novel Istri untuk Putraku laki, sedangkan masyarakat modern sebaliknya.
ini. Dalam novel tersebut, Ghalem menumpahkan Selain itu, ada mitos tentang perempuan harus
keluh kesah perasaannya setelah melihat keadaan menjaga keperawanan sebelum menikah (“pecah
bangsa Aljazair yang semrawut dan buram. Ia durian”).
merekam denyut kehidupan masyarakat Aljazair Seorang perempuan yang mau menikah
dengan berbagai permasalahannya. Potret buram harus dalam keadaan perawan sebagai
karena penjajahan Perancis yang membelenggu persembahan kepada suaminya dalam perayaan
kehidupan bangsa Aljazair selama hampir 150 tradisi pecah durian. Tradisi pecah durian
tahun mengakibatkan kehidupan mereka kurang merupakan upacara malam pertama bagi suami
berkembang. istri yang baru menikah yang dirayakan secara
Awal November 1954 Aljazair merdeka, tradisi sebagai pembuktian bahwa sang istri ketika
tetapi peperangan belum sepenuhnya berakhir. melakukan hubungan badan yang pertama kali
Negara ini mulai menata kehidupan baru. Namun, dengan suaminya dalam keadaan perawaan.
dalam hal kebudayaan tidak terlepas dari pengaruh Pembuktian keperawanan seorang istri harus
budaya Perancis. diketahui oleh keluarga dan masyarakat dengan
Aljazair merupakan negara berkembang di cara sang suami melempar pakaian perempuan
belahan benua Afrika bagian utara. Masyarakat kepada orang-orang yang berada di acara tersebut
Aljazair mengalami konflik berkepanjangan. yang sudah bernoda bercak darah sebagai simbol
Sebagian masyarakatnya tetap memegang teguh keperawanan.
tradisi dan adat-istiadat Aljazair, sementara Berdasarkan latar belakang dan
sebagian lainnya bergeser menjadi masyarakat permasalahan di atas, penulis akan membahas
yang berhaluan modern sebagai pengaruh dari permasalahan gender dalam novel Istri untuk
budaya Perancis. Gambaran masyarakat Aljazair Putraku karya Ali Ghalem.
mempertahankan tradisi dan bepikiran modern Adapun penelitian serupa yang pernah
dilukiskan dalam novel Istri untuk Putraku. dilakukan antara lain, Sungkowati (2010) dengan
Dengan adanya masyarakat memegang teguh judul “Kekerasan Budaya terhadap Kaum
tradisi dan sebagian masyarakatnya telah Perempuan pada Masyarakat Jawa Subetnik
berpikiran modern itu, dalam masyarakatAljazair Banyumas (Studi Kasus Novel Gowok dan Novel
telah terjadi benturan budaya, yaitu antara budaya Lintang Kemukus Dini Hari”. Sungkowati
Aljazair dan budaya Perancis. Hal ini dijelaskan menjelaskan bahwaperbedaan antaragowok dan
secara gamblang oleh Ali Ghalem melalui para gowokan. Gowok adalah sebutan untuk seorang
tokohnya, yakni Fatiha, Husen, Amour, Aisah, perempuan yang sudah berpengalaman dalam
Kaddour, Houria, Allaoua, Maryam, Fatouma, berhubungan seks dengan laki-laki, yang bertugas
Zahra, Noura, Leila, Saleh, dan Mohamed. mengajari, menguji, dan menilai apakah seorang
Tokoh-tokoh inilah yang berbicara dan melukiskan jejaka sudah mampu dan siap menjadi seorang
keadaan bangsa Aljazair pada waktu itu dengan suami atau belum secara seksual. Seoranggowok
berbagai permasalahan kehidupan akibat disewa dengan upah tertentu dan diterima sebagai
perbedaan konsep pemikiran yang ditimbulkan “menantu” sementara di rumah orang tua jejaka
akibat dari penjajahan bangsa Perancis. yang menyewanya.Gowok harus tidur seranjang
layaknya suami istri pengantin baru dengan jejaka

88
Asep Supriadi, Mamad Ahmad: Tradisi, Modern, dan Keperawanan dalam Novel Istri untuk Putraku Karya Ali Ghalem

yang sudah ditunangkan dan siap menikah untuk Ronggeng Dukuh Paruk Jilid Catatan Buat Emak
mengetahui kemampuan seksualnya. Jika sang Karya Ahmad Tohari”. Mereka menyatakan
jejaka dinilai sudah mampu sebagai lelaki sejati, bahwa dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk
perempuan gowok harus melaporkan hasilnya menceritakan perjalanan hidup tokoh perempuan
pada tuan rumah yang menyewanya. Adat bernama Srintil dalam menjalani profesi ronggeng
kebiasaan tradisi tersebut disebut gowokan. sehingga sarat akan wacana seksualitas. Intinya,
Selanjutnya, Sungkowati (2010) wacana seksualitas novel Ronggeng Dukuh
menjelaskan bahwa pencerita novel Gowok Paruk berpusat pada tokoh Srintil. Tokoh Srintil
menilai tradisi gowokan sebagai satu kebiasaan dalam novel tersebut diceritakan berhubungan
aneh karena jejaka yang telah bertunangan dan dengan beberapa lelaki dan dalam cerita tersebut
siap menikah harus diuji oleh seorang perempuan terdapat banyak wacana seksualitas yang diawali
gowok yang sudah berpengalaman. Orang tua dengan penggambaran tokoh Srintil, seorang gadis
jejaka harus menyewa seorang gowok selama berumur belasan tahun yang menjaga
lebih kurang 10 hari, menyediakan kamar lengkap keperawanan sebagai persembahan kepada
dengan tempat tidurnya, dan membiarkan anak suaminya.
jejakanya berlatih menjalani malam pertama Kemudian Mayasari, Rahayu &
pengantin dengannya. Tradisi ini dianggap lumrah Hidayatullah (2013) menerangkan bahwa jika
oleh sebagian masyarakat pendukungnya sehingga lelaki sudah berkehendak, perempuan harus
perempuan gowok tidak dianggap sebagai menerimanya, baik terpaksa maupun tidak
perempuan hina, melainkan perempuan mulia. Ia terpaksa. Dengan demikian, Tohari menunjukkan
diperlakukan dengan baik oleh tuan rumah yang dan mengekalkan nilai patriakal bahwa lelakilah
menyewanya.Gowok dikatakan berbeda dengan yang memegang kendali.Tokoh Rasus pun memilih
perempuan pelacur yang hanya sekadar menjual untuk “tidak” melakukannya. Rasus justru
tubuh karena gowok mengemban “tradisi suci” mengiyakan ajakan Srintil pada kali kedua.
melestarikan tradisi para leluhur, yaitu menjaga Berikut kutipan Srintil yang merengek meminta
keperkasaan dan kekuasaan lelaki. Oleh karena untuk melakukannya untuk kali kedua: “Aku benci,
itu, kedatangannya di satu rumah disambut oleh benci. Lebih baik kuberikan padamu. Rasus
segenap keluarga dan secara resmi tuan rumah sekarang kau tak boleh menolak seperti kau
akan menyerahkan anaknya kepada gowok. lakukan tadi siang. Di sini bukan pekuburan. Kita
Calon mempelai perempuan pun tidak marah takkan kena kutuk. Kau mau, bukan?” (Tohari,
calon suaminya “diperjakai” oleh perempuan lain, 2011: 76). Memang pada peristiwa itu Srintil
tetapi justru merasa bangga jika dia lulus dalam memutuskan untuk menyerahkan
gowokan itu dengan pujian. keperawanannya karena ingin menentukan lelaki
Kemudian menurut Sungkowati (2010), pertama yang berhubungan seks dengannya
dalam novel Lintang Kemukus Dini Hari bukan dari tradisi buka-kelambu. Pembaca diajak
menyinggung tradisigowokanmelalui perjalanan untuk puas pada tindakan Srintil, tetapi tanpa sadar
hidup seorang perempuan ronggeng yang bernama sebenarnya Srintil telah lari dan masuk pada ranah
Srintil.Gowok dalam novel ini dijelaskan sebagai patriakal lainnya tempat lelaki yang memegang
seorang perempuan yang mempersiapkan kuasa.
seorang perjaka agar tidak mendapat malu pada Selanjutnya, Dewi (2014) dengan judul”
malam pengantin baru. Perempuan yang berperan Kedudukan Perempuan Jawa dalam Novel Hati
sebagai gowok adalah Srintil, seorang ronggeng Sinden Karya Dwi Rahayu Ningsih Dilihat dari
yang sangat terkenal dan sudah berpengalaman Perspektif Gender”. Dewi menyatakan bahwa
melayani laki-laki. seksual menjadi salah satu kewajiban yang harus
Selanjutnya, Mayasari, Rahayu & dijalankan Sayem dalam perkawinannya dengan
Hidayatullah (2013) dengan judul penelitian Suparno. Sayem merasa sakit saat melakukan
“Gambaran Seksualitas dalam Novel Trilogi hubungan seksual. Tak ada kenikmatan dalam

89
SALINGKA, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 14 Nomor 2 Edisi Desember 2017 (87—98)

hubungan tersebut karena Sayem melakukannya keperkasaannya dengan istrinya pada malam
dengan penuh tekanan dan ketakutan sehingga pertama dengan diadakan pesta. Persamaan
yang dihasilkannya hanya rasa sakit pada tradisi seksual pecah durian dengan tradisi gowok
tubuhnya. dan buka-kelambu adalah agar seorang
Suparno sering bermain perempuan dan perempuan yang belum menikah menjaga
mempunyai istri lebih dari satu, sedangkan keperawanannya. Keperawanan perempuan
terhadap istrinya Suparno mengharapkan bahwa dipersembahkan hanya untuk suaminya,
tubuh dan keperawanannya hanya miliknya. Hal sedangkan keperjakaan laki-laki bukan hanya
tersebut menyebabkan setiap berhubungan intim untuk istrinya saja, melainkan bebas diberikan
Sayem tidak merasakannya. kepada perempuan lain yang disukainya.
Sebaliknya, dalam penelitian Afritianingsih Kedudukan identitas sosial masyarakat
(2014) dengan judul “Sosok Perempuan dari menurut Barker (2009) merupakan identitas yang
Zaman ke Zaman dalam Karya Sastra Indonesia: terkait dengan identitas diri dan identitas sosial.
Studi Kasus Tokoh Nyai Ontosoroh, Pariyem, Konsepsi yang diyakini tentang diri disebut sebagai
dan Clara” menjelaskan bahwa keperawanan identitas diri, sementara harapan dan pendapat
seorang perempuan itu bukan dipersembahkan orang lain dapat membentuk identitas sosial.
kepada suaminya ketika malam pertama Identitas bukan suatu yang tetap, melainkan suatu
pernikahan, melainkan kepada orang yang proses “menjadi”. Identitas merupakan hasil
disukainya sebelum ia menikah. Hal ini dilakukan konstruktif, produk wacana atau cara bertutur
oleh Pariyem yang memberikan keperawanannya yang terarah tentang dunia.
kepada orang yang bukan suaminya. Ketika Lebih lanjut, Barker (2009) menjelaskan
malam pertama Pariyem bukan dalam keadaan bahwa identitas dianggap bersifat personal
perawan karena keperawanannya sudah sekaligus sosial dan menandai persamaan serta
diberikan kepada orang lain, bukan suaminya. perbedaan dengan orang lain. Identitas terkait
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh dengan persamaan serta perbedaan dengan orang
Sugihastuti & Saptiawan (2007) terhadap novel lain. Identitas terkait dengan kesamaan dan
yang berjudul Nyai Dasima karya Rahmat Ali, perbedaan dengan aspek personal, sosial, dan
menjelaskan bahwa hubungan seksual antara bentuk-bentuk refresentasi. Oleh sebab itu,
William dengan Dasima, bila melihat persetujuan identitas adalah sesuatu yang dipahami bukan
kedua belah pihak, terjalin dalam bentuk sebagai entitas yang tetap, melainkan deskripsi
pemaksaan dari Williams. Dasima tidak bisa tentang diri.
menghindar dari usaha Williams untuk merebut Berkenaan dengan mitos, Hasanuddin
seksualitasnya. Dengan demikian, hubungan (2010) mengidentikkan mitos sebagai satu unsur
seksual yang dibangun oleh Williams dapat tradisi sehingga layak dianggap sebagai sistem
dikatagorikan sebagai bentuk perkosaan karena komunikasi yang memberikan pesan berkenaan
tidak melibatkan persetujuan kedua belah pihak dengan aturan masa lalu, ide, ingatan, kenangan,
yang terlibat dalam dalam hubungan seksual. atau keputusan yang diyakini. Ia juga menyatakan
Dari tradisi seksual yang digambarkan dalam mitos selalu berkaitan dengan keyakinan, dan
novel Indonesia, seperti tradisi gowokan dan keyakinan berhubungan dengan kepercayaan,
tradisi buka-kelambu, jika dibandingkan dengan serta kepercayaan bertolak dari tradisi dan
tradisi pecah durian yang dilukiskan dalam novel kebiasaan.
Istri untuk Putraku, ada perbedaan dan Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak lepas
persamaan. Perbedaanya, jika dalam tradisi dari adat dan budaya yang berlaku di masyarakat.
gowokan dan buka-kelambu menggambarkan Hal ini sesuai dengan pendapat Atmazaki (2007)
tradisi seksualitas laki-laki sebelum menikah harus yang menyatakan bahwa adat merupakan
diuji keperkasaannya oleh perempuan lain, kebiasaan yang dipelihara oleh suatu masyarakat
sedangkan dalam tradisi pecah durian melukiskan secara turun-temurun. Ia merupakan konvensi

90
Asep Supriadi, Mamad Ahmad: Tradisi, Modern, dan Keperawanan dalam Novel Istri untuk Putraku Karya Ali Ghalem

yang mengatur tata kehidupan suatu masyarakat Istilah “gender” pertama kali diperkenalkan
sehingga sering disebut sebagai hukum adat. Di oleh Stoller (Nugroho, 2008) untuk memisahkan
dalam sosiologi, adat (custom) merupakan bagian pencirian manusia yang didasarkan pada
dari norma-norma suatu masyarakat, yaitu pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan
kebiasaan (folkways) yang mempunyai kekuatan pendefinisian yang berasal dari ciri-ciri fisik
mengikat anggota-anggotanya. Ia tidak sekadar biologis. Pemahaman dan pembedaan antara
cara (usage), tetapi sudah mengikat tata kelakuan kedua konsep ini sangatlah diperlukan dalam
yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola melakukan analisis untuk memahami persoalan-
perilaku masyarakat. Tata kelakuan itu, di dalam persoalan ketidakadilan sosial yang menimpa kaum
prosesnya, akan menjadi lembaga perempuan. Hal ini disebabkan karena adanya
kemasyarakatan sehingga dikenal, diikuti, dihargai, kaitan yang erat antara perbedaan gender (gender
dan ditaati dalam kehidupan sehari-hari. differences) dan ketidakadilan gender (gender
Gender merupakan suatu sifat yang melekat, inequalities) dengan struktur ketidakadilan
baik pada perempuan maupun laki-laki yang masyarakat secara lebih luas.
dikonstruksi secara sosial-kuktural dan membuat Menurut Sundari (2009) gender berbeda
sifat laki-laki dan perempuan berbeda. Karena dengan seks. Gender adalah perbedaan peran,
hasil konstruksi sosial, sifat-sifat yang dilekatkan fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan
pada perempuan dan laki-laki pun dapat perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial
dipertukarkan tergantung pada konteks sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan
budaya suatu masyarakat (Fakih, 2004: 8—9). zaman, sedangkan seks adalah perbedaan jenis
Kemudian Fakih, (2004:12) menjelaskan bahwa kelamin yang ditentukan secara biologis.
sepanjang tidak menimbulkan ketidakadilan, Prabosmoro (2007) menjelaskan female
perbedaan gender sebenarnya bukan suatu mengacu kepada kondisi biologis perempuan
masalah, tetapi kenyataannya banyak karena itu tidak selalu dapat dengan mudah
ketidakadilan yang ditimbulkan dengan korban diterjemahkan menjadi “perempuan” karena
terbanyak adalah kaum perempuan. perempuan lebih mengacu pada aspek lain yang
Ketidakadilan gender tersebut berbentuk lebih luas daripada kondisi biologis. Menurutnya,
marginalisasi, streotipe, subordinasi, beban ganda, terjemahan yang lebih tepat yaitu dengan kata
dan kekerasan fisik. Lebih lanjut Fakih (2004) “betina”, tetapi secara sosial kata itu tidak layak
mengemukakan bahwa ketidakadilan gender digunakan untuk mengacu kepada perempuan.
terjadi di berbagai tingkatan, yaitu (1) pada tingkat Selanjutnya, menjelaskan femine sebagai
negara tecermin dalam kebijakan, produk hukum, konstruksi sosial (budaya). Kemudian wacana
dan perundang-undangan, (2) tempat kerja, seksualitas sering menjadi bahan perbincangan di
organisasi, dan pendidikan, (3) adat-istiadat masyarakat. Hal yang diperbincangkan tidak
masyarakat di banyak kelompok etnik, kultur etnis, hanya berkenaan dengan hubungan seksnya,
dan tafsir agama yang tergambar dalam tetapi terdapat beragam wacana yang ada di
mekanisme pengambilan keputusan dan norma- belakangnya, termasuk norma yang diyakini
norma di dalam masyarakat, (4) lingkungan masyarakat.
keluarga tecermin dalam mekanisme pengambilan Sementara itu, menurut Sughastuti dan Itsna
keputusan, pembagian kerja, dan interaksi di Hadi Saptiawan (2007) gender merupakan
dalam rumah tangga, dan (5) mengakar dalam dampak proses dikotomis yang dibuahkan dari
keyakinan kaum perempuan dan laki-laki, bahkan peniadaan persamaan dan penekanan berlebih
menjadi ideologi. Dengan demikian, ketidakadilan terhadap perbedaan. Jika benar-benar ada
gender terjadi dari tingkat individual masing- perbedaan biologis, kemunculannya ke
masing orang hingga tingkat negara yang bersifat permukaan terlampau sering dilebih-lebihkan demi
global. melayani kebutuhan akan konstruksi gender.

91
SALINGKA, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 14 Nomor 2 Edisi Desember 2017 (87—98)

Manusia merupakan makhluk sosial yang menjelaskan bahwa ada dua jenis cara mengutip
tidak lepas dari individu lainnya dalam kehidupan data, yaitu secara langsung dan tidak langsung.
sehari-hari. Seperti yang dikemukakan Atmazaki Sesuai dengan kebutuhan penelitian ini, digunakan
(2007) bahwa relasi gender terjadi dalam berbagai teknik mengutip secara langsung dan tidak
aktivitas manusia. Bentuk-bentuk relasi itu langsung.
sekurang-kurangnya terlihat pada (1) hubungan
orang tua dengan anak, (2) hubungan suami 2. Pembahasan
dengan istri, (3) hubungan antarindividu atau 2.1 Masyarakat Tradisi dan Modern di
kelompok di dalam masyarakat, juga dapat terjadi Aljazair
dalam (a) kepemilikan harta dan sumber-sumber Dalam tulisan ini, penulis menggambarkan
ekonomi, (b) aktivitas sosial budaya, (c) proses perbedaan pemikiran masyarakat tradisi dan
pengambilan keputusan, (d) aktivitas spiritual, dan modern yang diwakili oleh tokoh Husein. Tokoh
(e) aktivitas adat. Setiap relasi itu menimbulkan Husen dimunculkan oleh pengarang memiliki
gender (terutama dalam konteks adat dan agama). watak yang masih memegang erat tradisi dan
Hubungan masyarakat ini adakalanya modern. Husein memegang erat tradisi bangsa
menimbulkan permasalahan baik secara fisik Aljazair yang ditanamkan oleh keluarganya.
maupun non-fisik terhadap perempuan. Seperti terekam dalam kutipan berikut ini.
Fakih (2008) menjabarkan delapan bentuk Sang ayah, yang dikelilingi oleh teman-
kekerasan yang disebabkan oleh pandangan bias teman dan keluarga sambil merokok, betul-
gender. Kedelapan kekerasan itu meliputi, betul puas dengan upacara perkawinan
pemerkosaan, pemukulan dan serangan fisik, tradisional ini. Tradisi yang telah ia
penyiksaan yang mengarah kepada organ alat perjuangkan untuk tetap lestari dalam segala
kelamin, kekarasan dalam bentuk pemaksaan hal, melawan segala tantangan, karena
sterilasi dalam keluarga berencana, kekerasan perjuangan semacam itu harus dilakukan
terselubung serta pelecehan seksual. dalam setiap hal dan terhadap setiap
Data yang digunakan dalam penelitian ini tantangan, jika seseorang tidak ingin
adalah novel terjemahan yang berjudulIstri untuk segalanya hanyut; runtuh dan hancur. Putra
Putrakukarya Ali Ghalem, yang diterbitkan pada patuh terhadap orang tua, dan keduanya
tahun 1989. Kemudian data diiterpretasi dan patuh pada tradisi. Dengan demikian struktur
dideskripsikan dengan menggunakan metode sosial yang diwarisi dari leluhur tetap
penelitian kualitatif. Menurut Sugiono (2009:9), terpelihara (Ghalem, 1989: 28).
penelitian kualitatif pada dasarnya berdasarkan Apa? Aku? Aku sendiri tidak pernah
pada filsafat positivisme yang digunakan untuk terburu-buru, dan aku menikah hanya
meneliti objek yang alamiah, yang menjadikan karena menuruti keinginan orang tuaku.
penelitian sebagai instrumen kunci, teknik (Ghalem, 1989:55)
pengumpulan data secara gabungan, analisis data
bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian Pengaruh tradisi orang tuanya melekat pada
kualitatif lebih menekankan pada makna daripada diri Husein. Husein lebih mengutamakan orang
generalisasi. tuanya daripada istrinya. Apa pun yang dikatakan
Penelitian ini mencari makna yang oleh ibu dan ayahnya akan dituruti tanpa melalui
berhubungan dengan permasalahan seksualitas pemikiran terlebih dahulu. Tindakan yang
dengan cara mengutip kutipan data yang berasal dilakukan oleh Husein terhadap istrinya itu
dari novel Istri untuk Putraku. Hal ini sejalan mengakibatkan penderitaan yang berkepanjangan
dengan pendapat Moleong (2007:11) bahwa bagi istrinya, Fatiha.
laporan penelitian deskriptif akan berisi kutipan- Husein mengikuti pola pikir tradisional
kutipan data untuk memberi gambaran penyajian keluarganya yang menganggap bahwa istri harus
laporan. Selanjutnya, Ratna (2010:207) bertempat tinggal di dalam keluarga sang suami

92
Asep Supriadi, Mamad Ahmad: Tradisi, Modern, dan Keperawanan dalam Novel Istri untuk Putraku Karya Ali Ghalem

dan harus mengikuti tata cara keluarga tersebut. cadar. Husein juga masih percaya terhadap dukun
Husein telah mengungkung kehidupan Fatiha di dan roh-roh yang dianggap mempunyai kekuatan
rumah orang tuanya, seperti terlukis dalam kutipan magis. Anehnya, Husein selain memegang kuat
di bawah ini yang tergambar dari pembicaraan tradisi keluarga, Husein juga taat melaksanakan
Fatiha. salat. Bahkan Husein juga masih sempat
Setelah membandingkan kedua wanita melaksanakan salat di masjid karena sering diajak
itu, yang ternyata sangat berbeda satu sama ayahnya, Amor.
lain, Fatiha bertanya-tanya dalam hati, Selain kental dengan tradisi, kehidupan
bagaimana mungkin ia bisa hidup tanpa Husein juga mengenal budaya modern. Hal ini
ibunya? Bagaimana mungkin ia bisa tinggal akibat pengaruh dari budaya Perancis karena
seatap dengan wanita itu, yang sebentar lagi Husen pernah bekerja di Perancis sebagai buruh
menjadi ibu mertuanya? Mengapa ia harus kasar. Menariknya, Ali Ghalem memadukan
pindah rumah? Mengapa wanita harus tinggal kehidupan tokoh Husen dengan gaya hidup bangsa
di rumah keluarga suaminya? Mengapa Perancis. Karena kesulitan mencari kerja di
mereka tidak diperkenankan memilih? negerinya, Husein harus menjadi imigran sebagai
Mengapa bukan suaminya yang datang dan buruh kasar di Perancis. Dunia barat dengan
tinggal bersama keluarganya? (Ghalem, budayanya telah menyulap Husein menjadi
1989:19). saeorang lelaki yang suka mabuk-mabukan,
bermain judi, dan gemar bermain perempuan.
Husein membatasi ruang gerak istrinya sesuai Husein telah bergaya hidup a la Perancis. Dia
dengan aturan tradisi orang tuanya tanpa datang ke bar, minum bir sambil mendengarkan
memperhatikan perasaan istrinya, Fatiha. Sesuai musik disko, dan sekali-kali berdansa. Ia juga
dengan aturan orang tuanya, Husein mengekang sering bermain cinta dengan perempuan-
istrinya yang tidak boleh keluar rumah. Jika keluar perempuan nakal yang tanpa harus dibayar, yang
rumah harus dengan suaminya dan harus memakai penting mereka saling memberikan kesenangan.
cadar. Dalam aturan tradisi keluarganya, seorang Budaya Perancis yang glamor, yang disesaki
Istri harus patuh dan setia kepada suaminya. dengan gaya-gaya hidup elite sering bertolak
Padahal, Husen sendiri adalah seorang lelaki yang belakang dengan kehidupan mereka yang tersisih
tidak baik karena telah berkhianat kepada istrinya dan tidak mendapat tempat yang layak, terutama
dengan sering bermain cinta bersama perempuan bagi kaum imigran dari bangsa Aljazair. Hal
lain. tersebut seperti dirasakan oleh Husein ketika ia
Selain itu, gambaran orang tua Husein berada di Perancis sebagai buruh kasar sehingga
memegang teguh tradisi juga tergambar dari kehidupan kaum imigran semakin terpinggirkan.
pembicaraan bapaknya Husein, Amor ketika Apalagi ketika muncul undang-undang tenaga
sedang menonton film barat bersama keluarga kerja tentang perburuhan, kaum imigran semakin
yang memperlihatkan adegan ciuman. Orang tua terpojok. Upah mereka dibayar lebih murah. Pada
Husein tidak membolehkan anak-anaknya saat itu juga secara besar-besaran terjadi
menonton film barat yang ada adegan ciuman. pemulangan kaum buruh ke negara asal mereka,
Sebab, film tersebut dianggap oleh orang tua seperti halnya Husein yang kembali ke negara
Husein tidak sejalan dengan budaya bangsa asalnya, yaitu Aljazair. Dampak dari pengaruh
Aljazair. Hal tersebut seperti tampak dalam budaya Perancis yang dianggap modern oleh
kutipan ini, “Cerita-cerita begini menjauhkan masyarakat Alzajair, terutama oleh Husein di
pemuda-pemuda kita dari tradisi” (Ghalem, 1989: antaranya minum bir sampai mabuk. Hal ini seperti
45). terlihat dalam kutipan di bawah ini.
Husein memandang perempuan sebagai “Aku mau bir …..Aku tidak mau
kaum nomor dua sesuai dengan pemahaman orang mereka menutup barmu. Aku mau bir!
tuanya. Husein mewajibkan istrinya memakai Segelas saja! Bajingan kau, Kadir. Aku

93
SALINGKA, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 14 Nomor 2 Edisi Desember 2017 (87—98)

bersumpah tidak akan pergi, jika tidak demokrasi sebagai perlawanan atas konvensi
mendapatkan bir lagi! Sudah setahun aku tradisional. Perempuan-perempuan Aljazair itu
berlangganan di sini…” (Ghalem, 1989:53). mencoba mengajak masyarakat berpikir modern.
Hal tersebut telah menyebabkan benturan-
2.2 Perempuan-Perempuan Pendobrak benturan budaya pada bangsa Aljazair saat itu.
Tradisi dan Berhaluan Modern
Perempuan-perempuan pendobrak tradisi 2.3 Ketika Keperawanan Masih
dan berhaluan modern di Alzajair yang Dipersoalkan
digambarkan dalam novel Istri untuk Putraku Keperawanan merupakan hal yang perlu
diantaranya adalah Fatiha, Maryam, Fatouma, dijaga oleh seorang wanita. Menurut Yasin
Leila, dan Zahra. Mereka merupakan tokoh (2001:237), perawan adalah wanita yang belum
perempuan yang menyuarakan kesetaraan gender. pecah selaput daranya dan belum pernah disentuh
Mereka berjuang untuk menyakinkan masyarakat oleh laki-laki. Sementara, dalam KBBI V daring,
Aljazair bahwa perempuan sama derajatnya perawan adalah anak perempuan yang belum
dengan laki-laki. Misalnya, Maryam, sepupu pernah bersetubuh dengan laki-laki; masih murni.
Fatiha. Dia merupakan perempuan terpelajar yang Tuhan telah menciptakan perempuan dengan
berpandangan bahwa seorang wanita bebas selaput dara. Sebagian pandangan masyarakat
menentukan hidupnya. Leila seorang guru yang dunia bahwa keberadaan selaput dara juga identik
aktif mengajar telah memberikan andil terhadap dengan nilai keperawanan seorang wanita. Selaput
perkembangan pendidikan, terutama bagi kaum dara merupakan selaput tipis yang mengandung
wanita. Adapun Zahra merupakan seorang darah. Selaput dara berfungsi untuk menutupi
perempuan yang bekerja di pabrik kimia. Dia bagian kewanitaan saat masih perawan.
hidup bersama suami dan anaknya dalam Selain itu, selaput dara juga yang
kebebasan tanpa belenggu dari orang lain. Mereka memisahkan organ-organ reproduksi bagian luar
membesarkan anak-anak mereka secara dengan organ-organ reproduksi bagian dalam. Hal
harmonis, sejalan, dan seimbang sehingga tidak itu menjadi pintu alami bagi keluarnya darah haid
ada yang merasa lebih berkuasa. yang datang setiap bulan. Bentuk selaput dara ini
Sementara itu, Fatouma merupakan seorang memang beragam, ada yang bulat, melingkar, atau
murid SMA yang berambisi memberontak tradisi. ada juga bentuk lonjong. Selaput dara ini akan
Ia ingin memilih suami sendiri, memilih pekerjaan robek saat terjadi hubungan intim untuk yang
sendiri, dan menentukan kehidupan sendiri. pertama kalinya. Robeknya selaput ini ditandai
Fatouma bersama teman-temannya telah dengan keluarnya bercak-bercak darah. Namun,
membuat selebaran yang berisi tuntuntan atas hak- ada pula selaput dara yang memiliki bentuk seperti
hak wanita. Hal ini didiskusikan ketika Fatouma, daging atau karet yang tidak robek saat
Leila, Zahra, Noura, dan Fatiha bertemu di rumah berhubungan intim. Biasanya, selaput dara
sakit. Selebaran itu telah membangkitkan semacam ini akan robek setelah perempuan ini
semangat kaum perempuan untuk bangkit. Mereka melahirkan. Selaput yang tipis dan kecil dalam
memperjuangkan hak-hak mereka yang telah istilah kesehatan disebut dengan hymen. Bagi
direnggut kaum lelaki dengan berkedok tradisi setiap wanita, hymen memiliki arti yang sangat
meskipun di sana sini timbul pro dan kontra. besar, sangat berharga, dihormati, dan menjadi
Bahkan, muncul larangan atas selebaran dan kepuasan bagi laki-laki. Hilangnya keperawanan
siaran-siaran media elektronik yang membahas tidak hanya melalui hubungan initim, tetapi dapat
hak-hak perempuan oleh pemerintah Aljazair. disebabkan kecelakaan, terjatuh, gerak fisik yang
Itulah sebagian perempuan-perempuan berlebihan seperti olah raga, berkuda, bersepeda,
Aljazair yang berhaluan maju. Mereka berpikiran dan sebagainya.
terbuka dan komunikatif sehingga melahirkan Novel Istri untuk Putraku karya Ali
konsep hidup modern. Mereka mengenalkan Ghalem memotret kehidupan Fatiha sebagai

94
Asep Supriadi, Mamad Ahmad: Tradisi, Modern, dan Keperawanan dalam Novel Istri untuk Putraku Karya Ali Ghalem

tokoh Utama. Fatiha digambarkan sebagai Houria tertawa riang dengan air mata
seorang gadis cantik, bertubuh molek, dan mengambang.Anak gadisnya, si kecil Fatiha
terpelajar. Ia mengikuti kursus menjahit, tetapi masih perawan. Telah diketahuinya sejak
kursus menjahitnya terputus karena dipaksa orang dulu, tapi perlu dibuktikan secara terbuka,
tuanya untuk menikah dengan laki-laki yang belum lalu diumumkan demi kehormatan keluarga.
dikenalnya. Untuk itu, Fatiha meminta bantuan Fatiha terus menunduk. Betapa bencinya ia
gurunya, Nyonya Suissi, untuk meyakinkan pada peristiwa yang baru saja terjadi.
Kaddour, ayah Fatiha, bahwa ia masih ingin Dengan seluruh jiwanya ia masih menolak
mengikuti kursus dan belum siap untuk menikah. pemeriksaan semacam ini. Terasa sebagai
Namun, gurunya, Suissi tidak berhasil meyakinkan luka yang tak tertahankan, tak dapat
ayah Fatiha. Hal ini seperti tampak dalam kutipan diterima. Ia tahu itu adat istiadat (Ghalem,
di bawah ini. 1989:14).
Penolakan mereka atas kawin paksa
dan ketidakberdayaan mereka untuk Kemudian puncak tradisi pembuktian
mengubah apa-apa sama sekali. Nyonya keperawanan dilangsungkan ketika pelaksanaan
Suissi tahu Fatiha telah berniat untuk menjadi hari pernikahan dengan mengadakan acara tradisi
seorang seperti dirinya, tapi tidak pernah “pecah durian”. Seperti tergambar dalam kutipan
berani mengucapkannya. Dan sebenarnya di bawah ini.
ia mampu. Nyonya Suissi marah pada Para wanita tidak sabar menunggu
dirinya sendiri karena gagal meyakinkan penyelesaian upacara pecah durian tersebut.
ayah Fatiha (Ghalem, 1989: 21). Di ruang kaum lelaki, penantian terhadap
peristiwa itu tidak jelas terlihat, tapi ia
Duljani dalam (Rose, 2008:306—307), mengarahkan hasrat dan imajinasi, dan
virgin adalah sebuah keadaan ketika seseorang kenangan mereka akan kenikmatan hati dan
belum pernah melakukan hubungan intim dengan tubuh (Ghalem, 1989:33).
lain jenis atau sejenis atau malah dengan dirinya Cepat-cepat Husein keluar dan
sendiri. Nilai-nilai keperawanan yang dianggap melemparkan gaun malam bernoda darah
sebagai amoral, asusila, abnormal diubah menjadi itu kepada para wanita dengan gerakan
nilai-nilai baru, yang dianggap menjadi nilai-nilai seperti yang dilakukan para leluhur.
yang mengekspresikan kebebasan bagi Pengorbanan darah? Wanita-wanita itu
perempuan, perempuan yang mempertahankan menjangkaunya di udara. Dan meledaklah
keperawanan akan disebut sebagai perempuan sorak gembira bagaikan drumband. Mereka
tradisional, sedangkan perempuan yang berani mengibarkan gaun malam itu di atas kepala
melakukan hubungan seks dan melepas dan mulai menari (Ghalem, 1989:35).
keperawanan dianggap sebagai perempuan yang Di bagian wanita, tarian pecah durian
modern. masih terus berlangsung, semakin menggila
Tradisi yang mengakar dalam keluarga dan sedikit liar. Irama yang cepat dan teriakan
Kaddour berdampak pada masa depan Fatiha gembira yang semakin keras, memekakkan,
yang tidak bisa terlepas dari belenggu bahwa dan semakin mencekik tenggorokan,
seorang wanita diciptakan hanya untuk seakan-akan menghadirkan kembali saat-
melengkapi kebutuhan kaum lelaki. Tradisi yang saat yang telah lama lewat (Ghalem, 1989:
sangat menyakitkan bagi perempuan adalah ketika 36).
kaum perempuan harus menjaga keperawanannya Houria mencium anak gadisnya dengan
sebelum ia menikah. Menurut pemahaman orang penuh kasih sayang, mengangkat gaun tidur
tua mereka, keperawanan merupakan kehormatan itu seakan-akan merupakan benda berharga
bagi keluarga. Hal ini seperti tergambar dalam dan memandangnya penuh kebanggaan.
kutipan berikut ini. Nah, saksikan, anakku masih perawan! Ia

95
SALINGKA, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 14 Nomor 2 Edisi Desember 2017 (87—98)

tidak mencoreng wajah kami. Aisyah puas tradisi yang kuat, terutama mertua perempuannya,
dan menepuk pipi menantunya (Ghalem, Aisah. Dia mengaku sebagai pewaris adat yang
1989:38). telah mendarah daging dalam kehidupannya.Aisah
menyetir Fatiha agar mau mengikuti aturan-aturan
Gambaran seksualitas tradisi “pecah durian” keluarga yang telah diwariskan secara turun-
yang membuat menderita seorang perempuan temurun. Menurut pengakuannya, terbukti tradisi
seperti Fatiha dapat disimak dalam kutipan itu bagi keluargaAmor suatu keyakinan yang harus
sebagai berikut. dijalankan dan sebagai peraturan yang harus
Husen memeluknya erat-erat. Fatiha dipatuhi dalam berumah tangga dan dalam
mencoba melepaskan diri. Tapi suaminya kehidupan sehari-hari.
memaksanya membuka diri, memaksa untuk Sementara itu, bagi Fatiha, tradisi itu
menerimanya. Hasrat laki-laki itu demikian merupakan pembelengguan dan pelecehan
galak dan mendadak. Kemaluan Fatiha yang terhadap harga diri wanita. Fatiha ingin
sakit kembali mendapat serangan. Ia memberontak, tetapi tidak berdaya. Namun,
menjerit. Bibir Husein membungkam dalam ketidakberdayaannya itu Fatiha mampu
jeritannya. Laki-laki itu menindihnya kuat- membuat riak-riak kecil yang sempat membuat
kuat dan larut dalam irama bercinta. Husein panik keluarga Amor, seperti terlukis dalam
merasakan kenikmatan begitu orgasmenya kutipan berikut ini.
datang dengan cepat. Sekujur tubuhnya Tadinya aku berharap Husein, setelah
diterjang gelombang ekstaksi; pelepasan mencicipi kehidupan di Paris, akan berlaku
ajaib, mempesonakan dan tidak terlukiskan lebih modern, lebih terbuka, sehingga kami
oleh kata-kata (Ghalem, 1989:56). akan bisa berbicara, saling mengerti,
memutuskan kehidupan kami bersama-
Kenikmatan seksual yang dirasakan oleh sama, kehidupan anak-anak kami: tapi
suaminya, Husein tidak dirasakan Fatiha, istrinya. tidak….Ia mengikuti tradisi. Barangkali ia
Justru sebaliknya, hubungan badan itu bagi Fatiha ingin menghindari masalah, dan karena jauh
merupakan penderitaan. Seperti tampak dalam dalam lubuk hatinya, ia tidak peduli (Ghalem,
kutipan berikut ini. 1989:141).
Fatiha masih terjaga. Ia tidak berani
bergerak, takut kalau-kalau membangunkan Perlawanan Fatiha terhadap keluargaAmor,
suaminya. Ia diserbu oleh pikiran-pikiran, terutama Aisah, ibarat perahu diterjang badai di
kesan-kesan, kepedihan seksualnya, dan tengah lautan. Fatiha terombang-ambing dalam
denyut-denyut nyeri. Macam inikah malam tekanan hidup yang jauh dari dermaga. Bukan
bagi suami istri? Membayangkan bahwa hanya dari mertuanya, melainkan badai itu juga
Husein baru saja minum, membuatnya takut, datang dari suaminya, Husein, yang seharusnya
karena di keluarganya alkohol berarti membahagiakannya sekaligus sebagai suami yang
ketidakbahagiaan, dan hampir pasti: bertanggung jawab. Bahkan, tega-teganya Husein
kehancuran (Ghalem, 1989:57). melepaskan diri dari tanggung jawabnya sebagai
Kini seorang wanita tidak boleh keluar/ suami. Husein tidak memenuhi kewajibannya
tanpa cadar karena dilarang keluarga. Tidak kepada sang istri, Fatiha, Ia juga tidak mau
boleh hidup berdua saja dengan suami memenuhi hak-hak istrinya.
karena dilarang tradisi. Tidak boleh bekerja Kebebasan Fatiha telah dirampas dalam
di luar rumah (Ghalem, 1989:139). bungkus tradisi. Bahkan, anehnya, Ia pun
menyakitinya sekaligus turut memperkuat
Kemudian, setelah bersuamikan Husein, kungkungan tradisi yang digelindingkan
Fatiha harus bertempat tinggal di rumah keluarganya kepada Fatiha. Husein menyeret
mertuanya. Mertuanya merupakan penganut Fatiha ke dalam lumpur tradisi yang lebih kuat.

96
Asep Supriadi, Mamad Ahmad: Tradisi, Modern, dan Keperawanan dalam Novel Istri untuk Putraku Karya Ali Ghalem

Apa yang dikatakan ibunya sebagai aturan keluarga Suatu ketika Allaoua pernah mengajak
Amor didukung oleh Husein tanpa memikirkan Fatiha dan Yamina untuk menonton bioskop, tetapi
penderitaan Fatiha yang terpenjarakan. Fatiha ketahuan ayahnya. Allaoua dimarahi dan dipukul
hidup di rumah mertua tanpa kasih sayang suami. ayahnya. Allaoua disuruh ibunya agar meminta
Kehidupan Fatiha dihabiskan hanya dengan maaf kepada ayahnya, tetapiAllaoua menolaknya.
melaksanakan kegiatan sehari-hari sebagai ibu Allauoa meyakinkan keluarganya bahwa yang
rumah tangga di bawah pengawasan ketat sang dilakukannya itu tidak salah.
ibu mertua.
Keluarga Amor mempunyai anak yang 3. Simpulan
bernama Allaoua. Allaoua merupakan seorang Novel Istri Untuk Putraku
lelaki remaja yang dilahirkan di tengah-tengah menggambarkan kehidupan masyarakat yang
keluarga Amor yang ketat menjalankan tradisi. masih berpegang teguh pada adat istiadat (tradisi)
Allaoua adalah adik Husein. Allaoua telah dan masyarakat yang modern. Pada kehidupan
berpikiran maju dan berani secara terang-terangan tradisional kaum perempuan sangat dirugikan
melanggar adat yang tidak sesuai dengan karena dibatasi ruang geraknya. Hal itu kebalikan
pendiriannya. Allaoua mendobrak tradisi dari modern kaum perempuan. Adapun dengan
keluarganya yang telah memasung anggota kepercayaan terhadap mitos pecah durian masih
keluarganya. dilakukan oleh masyarakat yang memegang teguh
BahkanAllaoua pernah memaksakan secara adat-istiadat (tradisi). Namun, dalam
paksa hasrat seksualnya terhadap Malika. pelaksanannya menimbulkan pro dan kontra
Peristiwa itu terjadi ketika Malika sedang karena merendahkan derajat kaum perempuan.
menginap di rumahnya.Allaoua baru pertama kali Ada mitos bahwa keperawanan itu ditandai
melakukan itu. Tindakan bejat Allaoua itu dengan adanya bercak darah saat berhubungan
dilakukan karena meniru teman-temannya yang badan pertama kali. Hal ini sangat merendahkan
sudah biasa melakukan hubungan badan di luar perempuan karena dianggap sudah tidak perawan
nikah. lagi ketika bercak darah itu tidak nampak.
Allaoua berontak atas aturan-aturan dalam Sementara itu, laki-laki tidak dituntut
keluarganya. Dia tidak mau dikawinkan seperti keperjakaannya.
Husein, kakaknya, dengan istri pilihan orang tua
yang tidak dia kenal sebelumnya. Dia ingin Daftar Pustaka
menentukan pilihannya sendiri tanpa campur
tangan orang tua. Allaoua bisa membaca dan Afriatiningsih, I. (2014). “Sosok Perempuan dari
menulis. Dia juga sedang mengikuti pelatihan Zaman ke Zaman dalam Karya Sastra
dalam mempersiapkan kesempatan kerjanya di Indonesia: Studi Kasus Tokoh Nyai
pabrik. Ia juga telah mendukung Fatiha untuk lepas Ontosoroh, Pariyem, dan Clara”. Jurnal
dari kungkungan tradisi keluarganya. Yamina yang Sirok Bastra, (2) 1:25—33.
tidak bersekolah dan tidak bisa baca tulis telah Atmazaki. 2007. Dinamika Gender dalam
menggugah Fatiha dan Allaoua untuk Konteks Adat dan Agama. Padang: UNP
membantunya agar ia bisa membaca dan menulis. Press.
Secara sembunyi-sembunyi, Fatiha dengan Badan Penegmbangan dan Pembinaan Bahasa
dibantuAllauoa mengajariYamina untuk bisa baca Kemendikbud. 2016. Kamus Besar
tulis. Allaoua bersepakat dengan Fatiha untuk Bahasa Indonesia V. https://
melawan tradisi itu dengan jalan memperlihatkan kbbi.kemdikbud.go.id. Diunduh pada
ketidaksetujuannya atas aturan-aturan yang telah tanggal 11 Desember 2017, pukul 9.11
dijalankan keluarga Amor terhadap anggota WIB.
keluarga, terutama kepada menantunya, Fatiha.

97
SALINGKA, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 14 Nomor 2 Edisi Desember 2017 (87—98)

Barker, Chris. 2009. Cultural Studies: Teori dan Nugroho, Rianto. 2008. Gender dan Strategi
Praktik. (Terjemahan Nurhadi). Pengarusutamaannya di Indonesia.
Yogyakarta: Kreasi Wacana. Yogyakarta: Jalasutra.
Dewi, A.R., 2014. “Kedudukan Perempuan Jawa Prabosmoro, Aquarini P. 2007. Kajian Budaya
dalam Novel Hati Sinden Karya Dwi Feminis Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop.
Rahyuningsih dilihat dari Perspektif Yogyakarta: Jalasutra.
Gender”. Jurnal Sirok Bastra (2) 1: 1-15. Ratna, N.K., 2010. Metode Penelitian Kjian
Fahlevi, M. Alfeisyahri. 2016. “Virginity Value Budaya dan Ilmu Sosial Humanioran
Pada Remaja Putri Broken Home”. e- pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka
Journal Psikologi, 4 (3): 306—318. Pelajar.
Fakih, Mansoer. 2004. Analisis Gender dan Sugihastuti&Saptiawan I.H. 2007. Gender dan
Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Imferioritas Perempuan: Praktik Kritik
Pelajar. Sastra Feminis. Yogyakarta: Pustaka
Ghalem, A. 1989. Istri untuk Putraku (Rizky Pelajar.
Nur Zamzamy, penerjemah). Jakarta: Sugiono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan
Yayasan Obor Indonesia. (Karya asli Pendekatan kuantitatif, dan R & D.
diterbitkan pada 1979). Bandung: Alfabeta.
Hasanuddin WS. 2010. “Keberagaman Akar Sundari, Sri Sasongko. 2009. Konsep dan Teori
Sastrawan dan Transformasi Budaya dalam Gender. Jakarta: Pusat Pelatihan Gender
Sastra Indonesia”. Makalah Disampaikan dan Peningkatan Kualitas Perempuan.
dalam Seminar Nasional “Sastra Indonesia Sungkowati, Y. (2010). “Kekerasan Budaya
Mutakhir: Kritik dan Keragaman” Temu Terhadap Kaum Perempuan pada
Sastrawan Indonesia III Kota Tanjungpinang Masyarakat Jawa Subetnik Banyumas
Provinsi Kepulauan Riau, pada tanggal 28— (Studi Kasus Novel Gowok dan Novel
31 Oktober 2010. Lintang Kemukus Dini Hari)”. Jurnal
Mayasari, G.N., Rahayu, L.N., & Hidayatullah, Salingka, 7(1): 1—12.
M.I. (2013). “Gambaran Seksualitas dalam Tohari, Ahmad. 2011. Ronggeng Dukuh Paruk.
Novel TrilogiRonggeng Dukuh Paruk Jilid Jakarta: Gramedia.
Catatan Buat Emak Karya Ahmad Yasin, M.Nu’im. 2001. Fiqih Kedokteran.
Tohari”. Jurnal Metasastra. 6(1): 22—33. Jakarta: Pustaka Al-Kausar.
Moleong, L.J. (2007). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

98

Anda mungkin juga menyukai