Kelas: 4 D
1444 H/2023M
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT. yang mana atas berkat dan
pertolongan – Nya kita dapat menyelesaikan makalah ini. Terima kasih juga kami ucapkan
kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah Teori Sastra Klasik, Bapak H. Mawardi, M.A. yang
telah membimbing kami sehingga bisa menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang telah
ditentukan.
Shalawat serta salam senantiasa kami haturkan kepada suri tauladan kita Nabi
Muhammad SAW. yang selalu kita harapkan syafa’atnya di hari kiamat nanti. Makalah ini
kami buat dalam rangka untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman mengenai “Unsur
– unsur Puisi Arab”, dengan harapan agar para mahasiswa bisa lebih memperdalam
pengetahuan tentang puisi Arab.
Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis telah berusaha dengan segala daya dan
upaya guna menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca untuk menyempurnakan makalah ini. Atas kritik dan sarannya kami ucapkan terima
kasih.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
C. Tema .............................................................................................................................. 6
D. Diksi ............................................................................................................................... 7
E. Irama (wazan)................................................................................................................. 8
F. Suasana ......................................................................................................................... 10
G. Amanat ......................................................................................................................... 10
H. Imajinasi ...................................................................................................................... 11
ii
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syair dalam bahasa Arab ialah “Syi’ir” yang menurut bahasa berasal dari kata
“Sya’ara” artinya mengetahui atau merasakan. Menurut istilah, syair ialah perkataan yang
sengaja disusun menggunakan irama atau wazan Arab. Syair Arab adalah seni puisi yang
dikembangkan bangsa Arab sepanjang sejarah mereka, sejak zaman pra – Islam hingga dewasa
ini. Syair Arab tidak timbul sekaligus dalam bentuk yang sempurna, tetapi sedikit demi sedikit
berkembang menuju kesempurnaa, yaitu mulai dari bentuk ungkapan kata yang bebas (mursal)
menuju sajak, dan dari sajak menuju syair yang berbahar rajaz. Mulai dari sinilah Syair Arab
dianggap sempurna dan berkembang membentuk qasidah yang terikat dengan wazan dan
qafiyah.
Menurut Ahmad asy – Syayib, syi’ir atau puisi Arab adalah ucapan atau tulisan yang
memiliki wazan atau bahr (mengikuti prosodi atau ritme gaya lama) dan qafiyah (rima akhir
atau kesesuaian akhir baris/satr) serta unsur ekspresi rasa dan imajinasi yang harus lebih
dominan dibanding prosa.
Untuk menciptakan karya sastra puisi yang sesuai kaidah agar bisa dipandang indah
perlulah mengetahui unsur – unsur yang terkandung di dalam puisi. Sama seperti karya sastra
lainnya, puisi mempunyai dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik
adalah unsur yang membangun puisi dari dalam seperti alur, tema, amanat dan lain – lain.
Unsur ekstrinsik adalah unsur – unsur yang membangun sastra dari luar seperti pendidikan,
agama, ekonomi, filsafat, psikologi, moral, dan lain-lainya.
Makalah ini membantu para pembaca mengetahui lebih jelas dan rinci dari unsur –
unsur puisi Arab. Untuk itu, diharapkan para pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah
yang telah disusun oleh kelompok 2.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja yang termasuk ke dalam unsur intrinsik puisi Arab?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk ke dalam unsur intrinsik puisi Arab.
2. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk ke dalam unsur ekstrinsik puisi Arab.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Unsur – unsur Intrinsik Puisi Arab
Unsur intrinsik puisi adalah unsur yang membangun puisi dari dalam, berikut ini
unsur intrinsik puisi:
Arti bait dalam puisi adalah bagian atau kumpulan paragraf dalam puisi yang
didalamnya terdiri dari beberapa baris atau larik yang tersusun harmonis. Sama halnya dengan
paragraf, bait memiliki fungsi sebagai pemisah antara topik inti dan topik pembahasan yang di
ekspresikan dalam sebuah puisi. Fungsi bait puisi, sebagai berikut:
o Umumnya satu bait puisi terdiri dari empat baris, namun ada juga yang menggunakan
lebih dari empat baris dalam satu bait puisi. Bait juga memiliki fungsi, dimana fungsi
ini merupakan unsur penting dalam sebuah puisi.
o Untuk memisahkan topik atau ide satu dengan yang lainnya.
o Memiliki fungsi sama seperti paragraf yakni berdasarkan letak kalimat utama dalam
sebuah karangan.
o Bait dalam puisi memiliki konsep masing-masing yang tersaji dalam tujuan yang unik.
o Bait dapat terdiri dari baris-baris yang berima atau tidak berima.
o Jumlah bait dalam puisi lama terikat oleh kaidah – kaidah yang telah ditetapkan
sedangkan dalam puisi baru jumlahnya bebas dan tidak dibatasi.1
2. Baris
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), baris adalah deret, leret, banjar, dan
jajar. Dalam sebuah puisi pasti memiliki baris, dan baris ini jumlahnya bermacam – macam
namun, umumnya lebih dari empat baris dan selebihnya tergantung pengarang. Perlu diingat
kembali ketika membuat puisi jangan terlalu banyak baris pada baitnya, mengapa? Karena,
1
Tifani, “Penjelasan Bait Puisi dan Perbedaannya secara Lengkap”,
https://katadata.co.id/intan/berita/6386f0601a8d2/penjelasan-bait-puisi-dan-perbedaannya-secara-
lengkap?utm_campaign=Baca%20Juga%20Redaksi%20Pos%203&utm_medium=Sub-
Kanal%20Berita%20Lifestyle%20Detail&utm_source=Direct (diakses pada 15 April 2023, pukul
06.56).
3
akan memberikan kesan yang bertele – tele kepada audiens dan menyulitkan audiens dalam
memahami maknanya. Jumlah kata dalam pengertian bait dalam puisi dan baris masih dibatasi.
Hal ini karena terdapat sebuah peraturan yang membatasi kata dalam satu baris pada bait dalam
puisi. Namun, pada pengertian bait dalam puisi baru, penggunaan baris di sini dianggap bebas
dibiarkan pengarang yang menentukan jumlah barisnya.
3. Sajak
Pada umumnya, sajak adalah suatu ekspresi tentang pengalaman manusia yang secara
imaginatif dan terjalin di dalam bentuk – bentuk struktur yang tidak terkawal serta mempunyai
bahasa yang indah untuk menemukan nilai rasa dan nilai arti yang seimbang. Ciri utama sajak
seperti juga cerpen, novel dan drama yang mengandungi unsur – unsur emosi, imaginatif, dan
akal budi.
Kesan daripada ketiga – tiga unsur inilah yang terlibat di dalam sajak lebih
memancarkan keinginan dan kecenderungan penyair untuk mengungkapkan pelbagai sentuhan
rasa dan tanggapan daripada mata hatinya (Dharmawijaya, 1998: 222). Manakala, Za’aba
(1965: 41), ada mentakrifkan sajak sebagai “Sejenis karangan yang berangkap cara baru di
dalam bahasa Melayu”. Di antara sifat – sifatnya, ialah hanya tidak memakai timbangan dan
sukatan bunyi yang tetap, serta tiada ukuran rentak yang sama. Kebanyakan sajak tidak
memakai pertentangan bunyi, sama ada tetap dan bertambah di hujung kerat atau di mana –
mana pun, tetapi isinya menentukan perasaan yang kuat dan mendalam dengan bahasa berkias
seperti “Ibarat”. Muhammad Haji Salleh (1984: 1), pula mengatakan sajak sebagai satu bentuk
moden yang lebih bebas dari ikatan bentuk – bentuk tradisi. Menurut Hashim Awang pula
(1985: 168), sajak merupakan puisi baru yang popular, lahir sebagai alternatif kepada puisi
tradisional. Ini karena bentuknya tidak terikat dengan sembarang kontroversi dan lebih bebas.
Menurut Hashim Musa, sajak adalah puisi baru yang bebas daripada peraturan –
peraturan dalam pembentukan rangkap, baris, kata – kata dan rima. Sajak bersifat demikian
supaya dapat mengucapkan fikiran penyair dalam cara yang lebih indah, segar dan bebas.
Secara umumnya, sajak merupakan sebuah karangan berangkap, bentuk bebas yang
sudah menyimpang daripada bentuk puisi lama. Sajak tidak dilihat dengan jumlah kata, baris
atau skema rima, namun ia amat mementingkan bahasanya sehingga menimbulkan kesan dan
nilai estetika yang tinggi. Sajak juga dianggap sebagai kata – kata yang terbaik dalam susunan
yang terbaik. Selain itu, sajak adalah sejenis karya sastera yang segala – galanya dipesat dan
4
dipadatkan, serta kesatuan bahasa di dalam sajak tidak terlihat oleh logik sintaktik (Atmazaki,
1993: 20). Sifat sajak, sebagai berikut:
o Perbandingan (simile), yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain
dengan mempergunakan kata – kata pembanding seperti bagai, sebagai, bak, seperti,
semisal, umpama, laksana, dan lain – lain.
o Metafora, yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa
mempergunakan kata – kata pembanding.
o Perumpamaan epos (epic simile), yaitu perbandingan yang dilanjutkan atau
diperpanjang dengan cara melanjutkan sifat – sifat perbandingannya dalam kalimat
berturut – turut.
o Personifikasi, ialah kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia di mana benda
mati dapat berbuat dan berpikir seperti manusia.
o Metonimia, yaitu kiasan pengganti nama.
o Sinekdoke, yaitu bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting untuk
benda itu sendiri.
o Allegori, ialah cerita kiasan atau lukisan kiasan, merupakan metafora yang dilanjutkan. 3
2
https://id.scribd.com/document/459206042/Pengertian-sajak diakses pada 15 April 2023
3
Agustinus Suyoto, “Dasar – dasar Analisis Puisi”,
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/19640122198
9031-KHOLID_ABDULLAH_HARRAS/Bahan2_Kuliah/Makalah/dasar-analisis-puisi.pdf (diakses
pada 15 April 2023, pukul 20.52)
5
C. Tema
Tema berasal dari bahasa Yunani tithenia yang berarti ‘menempatkan’ atau
‘meletakkan’. Menurut arti katanya “Sesuatu yang telah diuraikan” atau “sesuatu yang telah
ditempatkan”. Arti tema ini kemudian dipertegas oleh Keraf (1994: 107 – 108), “Tema adalah
suatu perumusan dan topik yang akan dijadikan landasan pembicaraan dan tujuan yang akan
dicapai melalui topik.” Pendapat tersebut mengisyaratkan, tema sebagai landasan pembicaraan
yang dituangkan melalui topik. Topik atau pokok pembicaran ini menempatkan suatu tujuan
yang ingin disampaikan oleh penulis. Dengan mengemukakan topik, berarti penulis sudah
mengemukakan maksud dan tujuan pembicaraan.
Finoza (2008: 215), mempertegas bahwa tema adalah pokok pikiran, ide, atau gagasan
tertentu yang akan melatarbelakangi dan mendoorong seseorang menuliskan karangannya.
Dengan demikian, jika seseorang memikirkan sesuatu atau menentukan tema, tentulah
terkandung maksud tujuan atau sasaran tertentu. Hal inilah yang mendasari latar belakang
tersebut (maksud, tujuan, sasaran) dituangkan ke dalam tulisannya.
Terkait mengenai hakikat tema sebagai gagasan sentral, Baribin dalam Wahyuningtyas
dan Santosa (2011: 2 – 3), menjelaskan bahwa tema merupakan gagasan sentral, sesuatu yang
hendak diperjuangkan dalam suatu tulisan atau karya fiksi. Hal ini jelas bahwa, tema
merupakan gagasan utama atau gagasan sentral penulis dalam karya yang dibuatnya
berdasarkan tujuan – tujuan yang hendak disampaikan oleh penyair atau penulis. Pengertian
tema dipertegas kembali oleh Lord dalam Taum (2013: 103 – 104), menjelaskan bahwa “Tema
adalah sejumlah ide atau kelompok – kelompok ide yang secara teratur digunakan dalam
penceritaan”. Dengan kata lain, tema terdiri atas sejumlah ide atau kelompok – kelompok ide
yang dituangkan dalam sebuah karya. Dengan demikian, tema tidak hanya bisa dirangkai
melalui rangkaian kata – kata saja, melainkan kelompok – kelompok ide atau kelompok
gagasan yang mendukung tujuan pembicaraan. Hal ini dilakukan agar tema itu menjadi dan
lebih hidup. Dengan tema yang baik, akan mencerminkan pandangan atau pemikiran penulis.
Dengan adanya tema, pembaca lebih mudah menangkap ide atau kelompok ide yang hendak
disampaikan oleh penulis.4
4
Hidayatullah, Ahmad. 2018. Tema Dan Gaya Bahasa Puisi Karya Siswa Kelas Viii Smp Islam
Daar El Arqam Tangerang (Kajian Struktural). Prosiding Pekan Seminar Nasional (Pesona). 126-
128 Diakses dari https://journal.uhamka.ac.id/index.php/pesona/article/view/2369 pada Sabtu, 15
April 2023 pukul 21.06
6
D. Diksi
Menurut Keraf (2008), diksi adalah pemakaian kata yang digunakan untuk dapat
menginformasikan sebuah gagasan dalam bentuk kelompok kata yang sesuai serta tepat dalam
situasi. Sedangkan menurut Enre, diksi yaitu pilihan kata yang tepat dan selaras dalam
mewakili perasaan yang nyata dalam pola sebuah kalimat.
Setelah kita mengetahui tentang istilah diksi, maka selanjutnya bagaimana posisi atau
kedudukan diksi dalam dunia puisi. Seyogyanya, diksi masuk pada karya tulisan yang lain,
seperti: cerpen, novel, novelet, cerbung, dan lain sebagainya.
Namun, pemilihan diksi dari tulisan-tulisan tersebut lebih rumit kita memilih diksi pada
puisi. Kenapa? Sebab, diksi yang akan dinarasikan dan perwakilan dari imajinasi benar – benar
tepat. Selain itu, puisi termasuk karya yang pelit pada diksi. Jadi, pemilihan diksi yang tepat
sangat dibutuhkan untuk menghindari pemborosan kata.
Dari dua pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan diksi adalah pilihan kata
yang digunakan oleh penulis untuk menggambarkan isi atau cerita dari tulisan yang dibuatnya.
Diksi atau biasa disebut dengan untaian kata penuh makna memanglah sangat sakral
dimasukkan ke dalam tulisan, baik itu puisi, karangan, cerpen maupun novel.
Diksi dapat membuat kita mengerti tentang karakter penulis hanya dengan pilihan kata
– kata yang digunakannya dalam sebuah tulisan dan dapat menjadi pembeda antara penulis satu
dengan yang lainnya. Oleh karena itu, diksi dan puisi adalah satu kesatuan yang tak bisa
dipisahkan meskipun sang penyair menemukan karakter sendiri, tetap penyampaiannya
berbentuk titik disebut diksi.
Diksi adalah pemilihan kata yang tepat dalam pembuatan puisi. Kata yang digunakan
dalam puisi biasanya kata yang sangat jarang digunakan dalam kehidupan sehari – hari akan
tetapi mempunyai makna yang sangat istimewa. Namun, ada pula puisi yang diksinya sama
seperti kata – kata yang digunakan dalam sehari – hari namun mempunyai kekuatan kata yang
sangat bagus tergantung penempatan dan pemilihan katanya. Seperti pada penggalan bait syiir
Imam Syafi’i yang berjudul Maasyiatillah5
5
Halut. 2014. Pemikiran Imam Syafi’I Tentang Al-Qur’an, Tafsir dan Ta’wil. (Online),
7
و ما شئتُ إن لم تشأ لم يكن# شئت كان و إن لم أشأ
َ ما
Apa yang Engkau kehendaki pasti terjadi meskipun aku tidak menghendaki # Dan apa yang
aku kehendaki tidak akan terwujud jika Engkau tidak menghendaki
Dilihat dari segi diksi pada bait pertama, antara baris pertama dan baris kedua
Mengandung kata dasar yang sama. Bait pertama ini tersusun oleh lima kata dasar, yaitu ،ما
إن، و، كان،شأ, لم. Pengulangan kata yang terdapat bait ini sangat berpengaruh terhadap keindahan
dan makna puisi. Pengulangan kata ini memiliki keindahan untuk menegaskan pokok pikiran
puisi tentang kehendak.
Pada bait ini, Imam Syafii dengan cerdasnya memainkan seluruh kata – katanya dengan
pengulangan tanpa menghapus esensi makna. Antara baris 1 dan 2 semua kata – katanya
diulang meskipun dengan shighah dan fail yang berbeda. Bentuk – bentuk repetisi yang
digunakan penyair dalam sajak ini adalah repetisi kata لم، إن، و، كان، شأ،ما. Fungsi penggunaan
repetisi dalam bait ini diantaranya untuk:
Dalam puisi “Masyiatillah” tidak ada satupun lafadz هللاmeskipun pada judulnya
tertulis. Imam Syafi’i menggunakan kata ganti Engkau dengan bentuk dhomir mutasil
mutaharrik ت. Puisi seakan – akan adalah “Dialog” antara Imam Syafi’i yang mengadu kepada
Tuhannya serta mengakui kehendak – Nya. Penggunaan kata ganti “Engkau” (Allah) akan
menyuratkan kedekatan antara manusia dan Tuhannya.
E. Irama (wazan)
Irama berarti panjang-pendek atau tinggi rendahnya suara (bunyi) secara teratur. Dalam
puisi Arab terdapat irama-irama yang spesial yang hanya dimiliki oleh puisi Arab. Irama –
irama tersebut seperti lantunan nada – nada dan lagu – lagu. Wazan adalah taf’ilah arudl yang
diulang – ulang dengan tujuan membentuk syi’ir.
Irama (wazan) dalam puisi Arab disebut juga bahar, dinamakan demikian karena
keberadaannya menyerupai bahar (lautan) yang apabila diambil segala sesuatunya, maka
(http://ustadzhalut.blogspot.co.id/2014/11/pemikiran-imam-syafii-tentang-alquran.html), diakses 15
Maret 2017
8
sesuatu tersebut tidak ada habis – habisnya. Demikian pula dengan seorang peyair, apabila
sedang menciptakan buah karya syi’ir maka inspirasi dan imajinasi yang muncul dalam
jiwanya akan selalu menggelora dan terus berkepanjangan seakan – akan tidak ada titik
akhirnya. Menurut ahli Arudh, wazan syi’ir Arab Multazim terbagi menjadi 16 macam, yaitu:
9
مستفع لن فاعالتن فاعالتن# مستفع لن فاعالتن فاعالتن
15. Bahar Mutaqarib, juz tafa’ilnya adalah:
فعولن فعولن فعولن فعولن#فعولن فعولن فعولن فعولن
16. Bahar Mutaqarib, juz tafa’ilnya adalah:
فاعلن فاعلن فاعلن فاعلن#فاعلن فاعلن فاعلن فاعلن
F. Suasana
Dalam sebuah puisi, pembaca dapat merasakan suasana puisi melalui pilihan kata
(diksi) yang digunakan penyair dalam puisi. Misalnya, saat membaca puisi yang
menggambarkan kondisi alam, maka pembaca akan merasa damai. Dalam puisi, penonton atau
pendengar dapat merasakan suasana dalam puisi dengan memperhatikan teknik pembacaan
puisi yang dilakukan oleh pembaca puisi.
Dengan demikian, beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan suasana
dalam puisi yang dibacakan dalam sebuah puisi adalah sebagai berikut.
G. Amanat
Amanat dalam syair adalah pesan yang terkandung dalam syair yang ditujukan oleh
pembuat syair kepada subyek yang di tuju atau pada pembacanya. Amanat ini sendiri sangat
berhubungan dengan sebab – akibat. Amanat dapat kita petik dari dari yang kita pelajari untuk
diterapkan dalam kehidupan sehari – hari. Untuk itu dalam pembuatan puisi menjadi suatu
karya yang utuh amanat sangatlah penting.
o Membaca puisi secara keseluruh, jika belum paham dapat dibaca berulang.
o Mencatat kata – kata sulit dan mencari maknanya dalam kamus.
o Mencatat kata kunci yang dianggap penting.
o Memahami maksud yang ingin disampaikan penyair.
o Berdasarkan kata kunci yang dicatat dan sudah diartikan
10
H. Imajinasi
Imajinasi adalah kemampuan menciptakan citra dalam angan – angan atau pikiran
tentang sesuatu yang tidak diserap oleh panca indera, atau yang belum pernah dialami oleh
kenyataan. Imajinasi dapat membantu manusia (sastrawan) untuk merekam peristiwa yang
telah berlalu dan yang akan datang. Imajinasi adalah ungkapan jiwa atau batin seseorang yang
diungkapkan dalam bentuk susunan kalimat syi’ir. Biasanya kata – kata yang dipilih penyair
itu mempunyai arti tersendri baginya, yaitu kata – kata khusus yang memiliki interpretasi.
Dalam sastra Arab, imajinasi tampak pada ungkapan yang berbentuk tasybih, majaz,
ist’arah, kinayah, husn al – Ta’lil, mubalaghah, dan sebagainya. Pada akhirnya, imajinasi
mampu memberikan estetika lebih dalam sebuah karya sastra yang tertuang dalam bentuk
bahasa.6
6
Widodo, “Unsur – unsur Intrinsik Sya’ir Arab”, Journal Pedagogy, Vol. 7 No. 1 (Mei, 2017), 8
– 10
11
C. Kondisi sosial budaya
Kondisi sosial budaya juga mempengaruhi dalam pembuatan karya sastra. Tidak bisa
dipungkiri bahwa budaya yang melekat dari sang penulis akan berusaha ia tuangkan baik secara
sadar maupun tidak. Karya yang baik memang tidak melupakan kondisi sosial budaya yang
melekat.
Hal – hal tersebut tentu saja akan mempengaruhi pola pikir dan juga pola bercerita dari
penulis karya sastra tersebut. Seorang penulis yang berasal dari latar belakang masyarakat
miskin mungkin akan memiliki sudut pandang yang berbeda dengan penulis yang berasal dari
latar belakang konglomerat dan orang kaya.7
E. Psikologi pengarang
Antara lain adalah aspek kejiwaan pengarang yang berhubungan dengan penciptaan
karya sastranya, pengalaman individual dan lingkungan pengarang, dan tujuan khusus yang
mendorong penciptaan karya sastra.
7
Riyan, safitri. Sejarah sastra arab. id.scribd.com diakses pada 13 maret 2023
12
Psikologi pengarang merupakan salah satu wilayah psikologi kesenian yang membahas
aspek kejiwaan pengarang sebagai suatu tipe maupun sebagai seorang pribadi (Wellek &
Warren, 1990:90). Dalam kajian ini yang menjadi fokus adalah aspek kejiwaan pengarang yang
memiliki hubungan dengan proses lahirnya karya sastra.
Seperti dikemukakan oleh Hardjana (1984: 62) kajian yang berhubungan dengan
“Keadaan jiwa” sebagai sumber penciptaan puisi yang baik telah dikemukakan oleh
Wordsworth, seorang penyair romantik Inggris pada awal abad sembilan belas. Wordsworth
mengatakan sebagai berikut “Penyair adalah manusia yang bicara pada manusia lain. Manusia
yang benar – benar memiliki rasa tanggap yang lebih peka, kegairahan dan kelembutan jiwa
yang lebih besar. Manusia yang memiliki pengetahuan yang lebih mendalam tentang kodrat
manusia dan memiliki jiwa yang lebih tajam dari pada manusia – manusia lainnya”.
Wordsworth menjelaskan bahwa “Keadaan jiwa” dengan psikologi khususnya, akan
melahirkan pengungkapan. Bahasa puisi yang khusus pula. Pendirian Wordsworth mengenai
proses penciptaan puisi yang dikatakannya sebagai pengungkapan alamiah dari perasaan-
perasaan yang meluap – luap, dari getaran hati yang berkembang dalam kesyahduan, juga
menunjukkan adanya hubungan antara aspek psikologi dalam proses penciptaan puisi
(Hardjana, 1984: 62).8
8
Ahmad. Pengertian unsur eksterinsik. Gramedia blog https://www.gramedia.com/literasi/unsur-
ekstrinsik-novel-dan-cerpen/ diakses pada 10 maret 2023
13
Cinta yang paling indah adalah cinta ketika seseorang berada dalam keraguan # Apakah sang
kekasih mencintai atau tidak, dan ia selalu dalam harapan dan kekhawatiran.
عيْبٌ ِسوانا
َ َوما ِلزَ مانِنا# والعيب فِيْنا
ُ يب زمانَنا
ُ نَ ِع
Kita mencela zaman kita, padahal celaan itu ada pada diri kita sendiri # Dan zaman tidaklah
memiliki aib kecuali kita sendiri.
Dan barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar # Maka ia kelak harus mampu
menahan perihnya kebodohan.
َ َوشي َمت ُ َك ال َسما َحةُ َو# ً َو ُكن َر ُجالً َعلى األَهوا ِل َجلدا
الوفا ُء
Jadilah kamu seorang yang kuat menghadapi ketakutan # Dan jadikanlah kelapangan dada
dan kesetiaan sebagai sifatmu.
َوشي َمت ُ َك ال َسما َحةُ َوال َوفا ُء# ً َو ُكن َر ُجالً َعلى األَهوا ِل َجلدا
Jadilah kamu seorang yang kuat menghadapi ketakutan # Dan jadikanlah kelapangan dada
dan kesetiaan sebagai sifatmu.
ث َكقَ ْنـ ِو النَّ ْخلَ ِة ْال ُمت َ َعثْ ِك ِل ِ َع َي ِز ْي ُن ْال َمتْنَ أَس َْودَ ف
ٍ ْاح ٍم أ َ ِثيـ ٍ َو فَ ْر
14
Ketika kami berdua telah lewat dari perkampungan, dan sampai di tempat yang aman dari
intaian orang kampung
Maka kutarik kepalanya sehingga Ia (Unaizah) dapat melekatkan dirinya kepadaku seperti
pohon yang lunak
Wanita itu langsing, perutnya ramping dan dadanya putih bagaikan kaca
Lehernya jenjang seperti lehernya kijang, jika dipanjangkan tidak bercacat sedikit pun,
karena lehernya dipenuhi kalung permata
Rambutnya yang panjang dan hitam bila terurai di bahunya bagaikan mayang kurma. (Al-
Zauziny, 16-17 dan Al Muhdar, 1983: 48).
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Umumnya, unsur – unsur puisi Arab dengan unsur puisi Indonesia sama. Unsur puisi
Arab mempunya 2 unsur pembangun, yaitu unsur intrinsic (unsur yang membangun puisi dari
dalam) dan unsur ektrinsik (unsur yang membangun puisi dari luar). Adapun unsur intrinsik
meliputi: bait, gaya bahasa, tema, diksi, suasana, Irma, amanat, dan imajinasi. Sedangkan,
unsur ekstrinsik meliputi: nilai agama dan kepercayaan, kondisi politik negara, kondisi sosial
budaya, latar belakang pengarang, dan psikologi pengarang. Itulah, pembahasan dari makalah
kelompok 2 ini.
3.2 Saran
Tim penulis tentu menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan
juga jauh dari kata sempurna. Untuk itu para pembaca dipersilakan menggali informasi kepada
sumber lainnya terkait dengan materi unsur – unsur puisi Arab.
Adapun nantinya tim penulis segera melakukan perbaikan susunan makalah ini dengan
menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa embangun dari para
pembaca.
16
DAFTAR PUSTAKA
Hidayatullah, Ahmad. 2018. Tema Dan Gaya Bahasa Puisi Karya Siswa Kelas VIII
SMP Islam Daar El Arqam Tangerang (Kajian Struktural). Prosiding Pekan Seminar Nasional
(Pesona) 1 (1): 126 – 128.
Widodo. 2017. Unsur – unsur Intrinsik Sya’ir Arab. Jurnal Ilmiah Pedagogy 7 (1): 8 -
10.
Riyan, safitri. Sejarah sastra arab. Id.scribd.com diakses pada 13 maret 2023
Mas’an Hamid, Dr, Ilmu Arudl dan Qawafi, Surabaya: Al-Ikhlas, 1995.
Kamil, Sukron, Teori Kritik Sastra Arab, Jakarta: Rajawali Pres, 2009.
iii