Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TARIKH ADAB

SEJARAH SASTRA ARAB MODERN PERIODE RENAISSANCE

Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas akhir mata kuliah


Tarikh Adab (Sejarah Sastra Bahasa Arab)

Dosen Pengampu :
Mohamad Yusuf Ahmad Hasyim, Lc., M.A., Ph.D.

Disusun Oleh :
Daffa’ Savero Rediesya (2303417030)
Defani Iskandar Putri (2303417017)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ASING
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Sejarah Sastra Arab Modern Periode Renaissance” ini dengan lancar. Penulisan makalah
ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Tarikh
Adab. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang penulis peroleh dari sumber-
sumber yang ada seperti makalah, artikel dan lain-lain.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, terutama untuk menambah wawasan kita mengenai sejarah kesusastraan Arab Modern
khususnya pada masa Renaissance. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih
baik.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Halaman judul ................................................................................................. i
Kata pengantar ................................................................................................ ii
Daftar isi ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang ................................................................. 1
2. Rumusan masalah ........................................................... 1
3. Tujuan ............................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Sastra Arab Modern Masa Renaissance……….. 3
2.2 Karakteristik Sastra Arab Modern Masa Renaissance…. 5
2.3 Sastrawan dan karyanya Pada Era Modern Masa Renaissance.. 7

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 14

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra Arab, sebagai entitas budaya, sudah tentu mencerminkan pikiran dan perasaan
bangsa Arab dengan segala kelebihan dan kekurangarnya. Dalam konteks kelebihan bangsa
Arab, maka tidak ada pencapaian kebudayaan dan peradaban manusia yang mampu
menunjukkan nilai-nilainya yang paling otentik dan khas kecuali apa yang telah dicapai oleh
kesusastraan Arab. Puisi adalah diantara bentuk bentuk dominan karya bangsa Arab dan secara
spesifik yang membedakarmya dengan bangsa lain. Pembicaraan ini mendapatkan
pembenararmya dengan adanya fakta tentang pengaruh besar sastra Arab - dalam struktur
maupun fungsi - atas sastra lain yang secara langsung bersentuhan dengannya, seperti, sastra
Persia, Turki, Indostanik, dan yang secara tidak langsung di antaranya adalah sastra (puisi)
Gregorian, sastra Ibrani Abad Pertengahan, dan bahkan sastra Barat sekalipun. Sastra Arab
meninggalkan jejaknya sampai menjelang permulaan era puisi-puisi tradisi Romawi
(Cantarino, 1975).

Sutiasumarga,(2001:114-117) mengatakan ”Kesusastraan arab modern bercermin pada


suasana hidup yang kontemporer dalam semua aspeknya dan manifestasinya yang beraneka
ragam”. Adanya pengaruh barat yang menyebabkan banyaknya penyair-penyair yang menganut
aliran-aliran sastra, seperti romantisme, realisme, surealisme, simbolisme, analisis lirik,
eksistensialisme, ekspresionalisme dan regionalisme dalam tingkat yang berbeda. Apakah
pengaruh ini terletak pada subyek dan isinya ataukah dalam bentuk dan gayanya.

Hal inilah yang melatarbelakangi kami untuk menyusun makalah ini. Yakni
memberikan informasi bagi para pembaca. Agar lebih mengetahui seluk beluk sastra modern.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakan sejarah sastra Arab modern masa renaissance ?
2. Bagaimanakah karakteristik sastra Arab modern masa renaissance ?
3. Siapa sajakah sastrawan dan karyanya pada era modern masa renaissance ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui sejarah sastra Arab modern masa renaissance

1
2. Mengetahui karakteristik sastra Arab modern masa renaissance
3. Mengetahui siapa sajakah sastrawan dan karyanya pada era modern masa renaissance

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Sastra Arab Modern Masa Renaissance

Asal Muasal dan Kondisi Sastra Arab pada Masa Modern Sejarah kesusastraan Arab
Modern dimulai dari akhir Perang Dunia Pertama, khususnya mulai dari tahun 1920, yaitu
ketika lepasnya beberapa Negara Arab dari pemerintahan kolonialisme. Pertama-tama
adalah Irak yang merdeka menjadi sebuah kerajaan pada tahun 1921, kemudian Mesir
yang berhasil memproklamasikan sebuah konstitusi baru, yaitu pada tahun 1923, setelah
pemerintah Inggris berakhir pada tahun 1922, lalu Libanon yang berhasil mendeklarasikan
dirinya sebagai Negara Republik pada tahun 1926, dan setelah itu, negara-negara Arab lainnya
(Sutiasumarga,2000:113).

Kesusastraan Arab pada masa Modern lebih kaya, baik dari segi kuantitas maupun
kualitasnya dibandingkan dengan masa Kebangkitan.Tema-temanya lebih bervariasi dan pada
masa Modern dan orang Arab lebih terbuka terhadap pengaruhpengaruh eksternal, baik dari
Timur maupun dari Barat. Terjemahan karya -karya sastra dari para pengarang dan penyair
besar masa klasik dan modern dapat diperoleh orang-orang Arab dalam kemasan yang
bagus dan kuat. Minat universitas-universitas di Eropa dan Amerika terhadap kesusastraan
Arab modern sama baiknya dengan universitas-universitas Arab(Sutiasumarga,2002:113).

Perkembangan penting lain dalam puisi Arab sebagai akibat dari perluasan wilayah
kekuasaan Islam secara geografis adalah perkembangan dan perluasan wawasan orang-orang
Arab. Berhubungan dengan ini, ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama adalah
munculnya genre deskriptif, terutama dalam puisi-puisi Abu Nawas dan model puisi-puisi alam
yang menggambarkan pemandangan gurun yang banyak di jumpai diwilayah Spanyol Islam,
Sisilia, dan Afrika Utara. Kedua, adalah berkembangnya puisi sufistik yang mencapai
puncaknya dalam karya penyair Mesir,Ibnul-Farid (1182-1235) dan penyair Andalusia Ibnu
Araby (1165-1240). Pada masa Mamluk dan Utsmany, para penyair lebih terfokus pada bentuk
dan cara ekspresi, kelihaian verbal mereka pada akhimya mengalami degradasi dan jatuh dalam
akrobat kata-kata semata(Badawi, 1975:6).

Sebagian sejarawan sastra bersepakat bahwa sastra Arab pada masa Utsmany – periode
yang dimulai dengan penaklukan Utsmany atas Suriah (1510) dan Mesir (1517) sampai pada
masa ekspedisi Napoleon keMesir (1798) –dicatat sebagai masa kemunduran kebudayaan

3
Arab. Akan tetapi, tentu saja periode ini tidaklah betul-betul mengalami kemunduran total
sebagai mana tertulis dalam banyak buku sejarah. Sarjana seperti Gibb dan Bowen teguh
dengan pendiriannya bahwa "menolak semua nilai penting sastra Arab abad ke-18 sungguh
sangat tidak beralasan". Bahkan Gibb dan Bowen mengakui sastra Arab tetap sangat menarik
walaupun pada saat kondisi masyarakat yang melahirkannya mengalami kelelahan. Upaya
penegakan kembali sastra Arab dengan gerakan yang secara luas dikenal dengan Nabda atau
al-Inbi'dts yang bermakna Renaissance, untuk pertama kalinya dimulai di Lebanon, Suriah,
dan Mesir. Dari ketiga negara tersebut gerakan ini menyebar luas ke belahan dunia Arab yang
lain (Badawi, 1975:6).

Akan tetapi, dalam perkembangan sastra Arab berikutnya, ternyata di Suriah


keadaannya menjadi terbalik dan cukup memprihatinkan. Hal ini bisa dilihat pada stagnasi
kehidupan sastra Arab yang ditandai, antara lain, dengan tidak adanya majalah sastra, kecuali
hanya "ath-Thali'ah" yang diterbitkan oleh para lulusan perguruan tinggi Eropa. Selain itu,
novel-novel pun tidak banyak bermunculan, kalaupun ada, para penulisnya sulit mendapatkan
penerbit yang berminat mempublikasikannya. Para sastrawannya (penyair) seolah-olah sedang
"tidur panjang" (an-naumuth-thowils) sehingga tiap lima tahun hanya bisa terbit satu
kasidahyangbermutu(ath-Thanthawy, 1992:166-167).

Pada abad ke-18, gejala stagnasi itu makin tampak ketika negara-negara Arab berada
dalam wilayah provinsi kekaisaran Utsmany yang mulai mengalami kemunduran sehingga
wilayah ini terisolasi dari gerakan intelektual yang terjadi di Barat. Provinsi-provinsi pada
kekaisaran ini hidup dalam keterkungkungan dan keterbelakangan budaya.Pada saat yang
bersamaan terjadi ketidakstabilan politik di wilayah-wilayah kekuasaan Turki yang
menyebabkan urusan pendidikan menjadi terbengkalai, jumud, dan hanya mementingkan
pendekatan teosentris belaka. Tidak ada ide-ide baru dan inisiatif yang dilahirkan. Kedudukan
bahasa Arab selama kekuasaan Turki digantikan dengan bahasa Turki sebagai bahasa resmi
pemerintahan. Dengan demikian, kebudayaan Arab mengalami kelumpuhan, termasuk di
dalamnyaadalah sastra. Tidak banyak karya yang mampu dihasilkan. Semua terjebak dalam
romantika kejayaan masa lalu, sebagai akibatnya adalah keterputusan generasi. Pandangan-
pandangan lama sastra Abad Pertengahan tetap mendominasi lapangan sastra. Tidak ada
pembaruan dalam bersastra, hampir semuanya adalah peniruan-peniruan gaya ataumodel-
model lama (Badawi, 1975:7).

4
Sebagian besar puisi Arab abad ke-18 diramaikan dengan kata-kata yang bemuansa
'akrobat'. Apa yang dilakukan penyair adalah untuk menarikdan memberikankesan bagi
audiensnya, dengan cara memanipulasi kata-kata tertentu dan menambahkan beberapa efek
khusus. Mereka berlomba-lomba satu sama lain dalam membuat puisi-puisi dengan cara baru
ini, yaitu setiap kata dalam puisi ini dibuat sarna, atau kata-kata tersebut dimulai dengan huruf-
huruf yang sarna, atau setiap huruf dan kata dibubuhi titik-titik. Ada jugayang menulis puisi
dengan cara memulainya dari belakang. Fenomena gaya penulisan yang tidak serius ini juga
dijumpai dalam badi' (Badawi, 1975:7). Kondisi sastra Arab pada masa yang memprihatinkan
itu disebut sebagai kitsch, yaitu seni semu, yang oleh Eco, seorang linguis Italia, disebut
"sebuah dusta struktural" (bdk. Hartoko, 1986:73). Artinya, dusta yang dibuat secara sengaja
oleh penyair karena kebuntuan pikiran dan daya imajinasinya yang dangkal sehingga puisi-
puisi yang dihasilkannya tidak bermutu.

2.2 Karakteristik Sastra Arab Modern Masa Renaissance

Tidak diragukan lagi bahwa kesusastraan pada masa modern ini lebih kaya, baik dari
segi kualitas maupun kuantitasnya dibanding dengan masa kebangkitan. Tema lebih
bervariasi dan pada masa modern orang-orang arab lebih terbuka terhadap pengaruh
eksternal, baik dari timur maupun barat.

2.2.1 Prosa

Menurut Sutisumarga,(2002:115) Perkembangan prosa dalam kesusastraan arab


dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu :

1) Prosa pada tahap permulaan pembaruan

Unsur-unsur pembaruan dalam prosa arab ini berkembang secara bertahap pada
masyarakat arab, dengan ciri bahwa para pengarang sudah mulai memperhatikan aspek
pemikiran dan makna dalam tulisannya, kebiasaan mengarang sudah mulai meluas di
masyarakat, dan kata-kata fasih yang berbobot sudah mulai digunakan lagi seperti para
pengarang masa sebelum kemunduran.

2) Prosa pada tahap pembaruan

Ciri-ciri prosa pada masa ini adalah lebih memperhatikan unsur pemikiran dari
pada unsur gayanya, tidak banyak menggunakan katakata retoris seperti saja‟ , tib aq,

5
sepert i pada masa sebelumny a. Pemikiranny a runtun dan sistemat i s, penulis tidak
keluar dari satu gagasan ke gagasan yang lain, pendahuluannya tidak panjang-panjang, tema
cenderung pada tema yang sedang terjadi pada masyarakat, seperti masalah politik, sosial dan
agama.

2.2.2 Puisi

Menurut Sutisumarga(2002: 117) Pada masa ini, puisi bebas menjadi lebih populer,
dengan panjang yang bervariasi dan rima yang tidak mengikuti pola tertentu. Lariknya semakin
pendek hingga ada yang hanya menggunakan dua atau tiga suku kata. Dari segi temanya, puisi
pada masa ini dapat dibagi menjadi tiga bagian :

A. Tema-tema lama yang masih dipakai dan semakin banyak digunakan :


1) Wasf (deskripsi) : tema lebih banyak berdiri sendiri dan memberikan gambaran
tentang masalah yang menyangkut perasaan atau jiwa.
2) Fakhr (membanggakan diri) : yang diagung-agungkan dalam tema ini adalah tokoh-
tokoh sejarah, terutama tokoh islam, dan bangsa-bangsa yang dijadikan contoh untuk
membangkitkan semangat perjuangan.
3) Madah (puji-pujian) : Ditujukan pada para pejuang kemerdekaan dan kebangsaan.
4) Religius : Berisi puji-pujian terhadap Nabi Muhammad SAW.

B. Tema-tema yang mengalami sedikit perubahan, seperti :


1) Kritikan (Naqa’id) : Kritikan lebih banyak ditujukan pada persoalan orang banyak
dan bahkan terhadap persoalan negara.
2) Keperwiraan : Tema ini lebih banyak digunakan untuk mengagungkan sebuah bangsa
atau umat.
3) Ritsa (ratapan) : Digunakan untuk meratapi para pejuang yang telah gugur di medan
perang, para pemimpin bangsa yang telah mangkat, dan bahkan untuk bangsa dan
negara yang telah hancur.
4) Ghasal (cinta) : Tema cinta tampaknya merupakan tema yang universal dan ada
sepanjang masa. Tema ini lebih terfokus pada nyanyian -nyanyian cinta yang
melukiskan gelora perasaan jiwa.

6
C. Tema-tema yang baru muncul pada masa modern antara lain :
1) Patriotik : Tema yang berisi tentang rasa cinta dan kasih terhadap negara, tema tentang
kebebasan, kemerdekaan dan penyatuan. Tujuan dari tema ini adalah untuk membakar
semangat rakyat, mencetuskan rasa cinta kepada tanah air dan berkorban segala-
galanya untuk negara.
2) Kemasyarakatan : Sesuai dengan kondisi masyarakat pada waktu itu yang baru saja
lepas dari penjajahan, permasalahan kemiskinan, buta huruf, kesehatan, anak yatim,
anak terlantar, kaum wanita menjadi masalah sosial yang disorot oleh para penyair
pada masa ini.
3) Kejiwaan : Tema ini biasanya ditulis oleh para penyair yang pengetahuannya
banyak dipengaruhi oleh kebudayaan barat dan para penyair yang tinggal di
perantauan.Tema ini adalah tentang rintihan, keluhan jiwa dan hati, penderitaan dan
kesengsaraan, serta harapan dan cita-cita.
4) Puisi Drama : Pada masa ini muncul sebuah tema baru yang kemudian dapat
dianggap sebagai genre baru dalam kesusastraan arab.

Sementara itu jika dilihat dari segi bentuknya, puisi pada masa ini dapat dilihat bahwa
ada penyair yang masih tetap menggunakan metrum secara keseluruhan, ada yang
menggunakan puisi bentuk Andalusi, yaitu muwashshah, dan ada yang menggunakan
bentuk bebas terkait dengan metrum (Sutisumarga, 2002:118 -120)

2.3 Sastrawan Pada Era Modern Masa Renaissance dan Karyanya

Banyak sastrawan Arab yang berkontribusi dalam perkembangnya kasusastraan


arab, baik dari sastrawan Mesir, Irak, Libanon, bahkan juga dari Indonesia. Mereka menganut
berbagai aliran sastra yang mempengaruhi hasil karya sastra mereka. Diantaranya adalah

1. Ali Ahmad Bakatsir al-Kindi


Karya-karya Ali Ahmad Bakatsir dilatari oleh berbagai pengalaman dan lawatan yang
dilakukannya ditambah dengan bacaannya terhadap warisan-warisan sastra Arab dan
Barat. Di antara novel-novelnya adalah: Salamah al-Qass, Wa Islamah, Lailah an-
Nahr, asy-Sya'ir al-Ahmar, dan Sirah Syuja'. Di antara naskahnaskah dramanya adalah:
Hamam au fi 'Ashimah, al-Ahqaf, ad-Duktur Hazim, dan ad-Dunya
Faudla(Bahrudin:2002).

7
Di antara karya-karya Bakatsir yang terkenal antara lain, Wa Islamah, sebuah novel
yang menceritakan perjuangan umat Islam saat diserbu pasukan Mongol dan „Audat
al-Firdaus [Kembalinya surga Firdaus] yang bercerita tentang perjuangan rakyat Indonesia
merebut kemerdekaan.
2. Taha Husen (1889-1975)
Karya-karyanya pun bermunculan, di antaranya : Dzikro Abi Al-'Ula (desertasi di Al -
Jami'ah AlAhliyyah), Shuhuf Mukhtaroh min asy-Syi'ri at-Tamtsili Inda al-Yuunaan,
Nidhoom al-Atiimyyim li Aristhothillis, Qoshosh Tamtsiliyah (1924), Ruuh atTarbiyyah
(terjemahan, 1922), Qodah al-Fikr (1925), Fi asy-Syi 'ri al-Jaahih (1926) yang kemudian
diterbitlan lagi dengan judul Fi al-Adah al-Jaahili. Gagasan Thaha Husein dalam
pendidikan pada pokoknya mengacu pada dua sasaran, yaitu peningkatan sarana dan
peningkatan intelektual. Sebagai realisasi dari gagasangagasan tersebut, terlihat antara lain
ketika Thaha Husein diangkat menjadi Menteri Pendidikan (1950-1952), diantara program
pokoknya adalah memberantas buta huruf dan memperbanyak jumlah sekolah dan
perubahan kurikulum(Bahrudin:2002).

Taha husen menulis buku lebih dari 20 buku, seperti novel dan autobiografi.
Autobiografinya telah diterjemahkan sedikitnya 15 bahasa dan salah satunya dalam
Bahasa Indonesia.

3. Gibran Kahlil Gibran


Gibran memiliki gaya penulisan dan gaya ungkapan yang amat khas dan
menarik yang disebut sebagai Jubraniyyah atau Gibranisme. Gaya Gibranisme
memiliki tiga ciri khas, yakni:
a) Romantisme, yakni kecenderungan terhadap kehidupan alami, sesuai fitrah dan
kodrat, dimana perasaan dipakai sebagai dasar utama dan menganalisa segala
sesuatu dalam keindahannya.
b) Memakai gaya simbolis dan kiasan dalam membahas dan khususnya dalam
mengkritik sesuatu.
c) Tidak terlalu terikat dengan aturan-aturan baku tata bahasa dalam
mengungkapkan ide, sebagaimana ciri yang dimiliki oleh setiap para
penyair(Bahrudin:2001).
Menurut Wolf (1985: 745), tulisan-tulisan Gibran dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yakni tulisannya yang berbahasa Arab dan tulisan yang berbahasa Inggris.
Karya-karya Gibran antara lain adalah: Nabadzab fi Fan al-Musiiqa (1905), Al-'Arais

8
al-Muruj (1906), Al-Arwaah al-Mutamarridah "Jiwa-Jiwa Pemberontak" (1908), Al-
Ajnihah al-Mutakassirah "Sayap-Sayap Patah" (1912), Dam’ah wa Ibtisamah "Air
mata dan Senyuman" (1914) dan lain sebagainya.
4. Najib Mahfudz
Mahfudz telah menulis sekitar 70 cerita pendek, 46 karya fiksi, serta sekitar 30 naskah
drama. Hingga saat ini, karyanya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia termasuk
Indonesia. Karya pertama Mahfudz diterbitkan pada tahun 1932, diusia 21 tahun, dalam
bentuk terjemahan berjudul al-Misr alQadimah. Sejak itu berturut -turut Mahfudz
menulis; Hams al-Junun (1938, Cerpen), Abats al-Akdar (1939), serta Redouvis (1943)
dan kisah Kifah Thibah(1944) yang dianggap sebagai akhir dari periode aliran romantisme
yang dianut Mahfudz(Zaini, 1993: 83).
5. Nawal El-Sa‟dawi
Nawal El-Saadawy dikenal sebagai seorang feminist Mesir paling produktif yang
dimilki oleh Mesir. Pikiran-pikirannya dituangkan dalam beberapa karya yang berbeda-
beda, kadang lewat fiksi dan pada kesempatan lain lewat nonfiksi . Novelnya antaralain
Mudhakkirati fi sijin an-nisa(Riwayat hidup seorang wanita dalam penjara) (1958),
Imra’ah ‘inda nuqtat as-sifr(Perempuan di titik nol) (1973), Al-Mar’ah wa Al-
Jins(Perempuan dan Seks), dan kumpulan cerpen: Taalamtu an al-hubb(Aku belajar
mencintai)(1975)(Bahrudin:2002).

9
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesusastraan Arab pada masa Modern lebih kaya, baik dari segi kuantitas
maupun kualitasnya dibandingkan dengan masa Kebangkitan.Tema-temanya lebih
bervariasi dan pada masa Modern dan orang Arab lebih terbuka terhadap
pengaruhpengaruh eksternal, baik dari Timur maupun dari Barat. Terjemahan karya -
karya sastra dari para pengarang dan penyair besar masa klasik dan modern dapat
diperoleh orang-orang Arab dalam kemasan yang bagus dan kuat. Minat
universitas-universitas di Eropa dan Amerika terhadap kesusastraan Arab modern sama
baiknya dengan universitas-universitas Arab.

10
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Bahrudin. 2001. Sejarah & Tokoh Kesusastraan Arab Modern,


(Online),(http://bahrudinblog.wordpress.com/).
Aef, Ahmad.2012.Sajak-Sajak Apa Saja.(Online), (http://achmad-aef.blogspot.com/).

Mansur, Fadlil Munawwar. 2007. Sejarah Perkembangan Kesusastraan Arab Klasik Dan
Modern. Makalah ini dipresentasikan pada Seminar lntemasional BahasaArab dan
Sastra Islam, Agustus 23-25, Bandung.

Sutisumarga, Males. 2001. Kasusastraan Arab Asal Mula


dan Perkembangannya. Jakarta: Zikrul Hakim.

Wikipedia. 2012. (Online),(http://id.wikipedia.org/wiki/Timur_Tengah,).

11

Anda mungkin juga menyukai