Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ILMU MA’ANY, KALAM KHABAR INSYA’, DAN HAFDZ DZIKR BIL


MUSNAH WA MUSNAD ILAIH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Balaghah


Dosen Pengampu:
Dr. ASEP MAULANA, M.Pd.

Disusun Oleh:

AHMAD ZAKARIA ( T20192006 )


ALYA EKA JANUARI ( T20192025 )
AYU RAHAYU ( T20192010 )
AZZA NAZILAH ( T20192004 )
DIFLA AFIA ( T20192018 )
NURLIANA FITRIA ( T20192021 )
OLIVIA ANANDA FITRAH ( T20192037 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH. ACHMAD SIDDIQ JEMBER

SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT., yang mana telah memberikan rahmat serta
hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik. Shalawatserta
salam semoga abadi tercurah limpahkan kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW
yang mana telah membawa kita dari zaman berakal hitam menuju zaman berakal bening merona,
yakni agama Islam.
Tidak lupa, rasa terima kasih kami ucapkan kepada orang-orang yang memberi kami
dukungandalam pembuatan makalah ini, baik kepada Ustadz Dr. Asep Maulana, M.Pd.selaku
dosen pembimbing dan pengampu mata kuliah Ilmu Balaghoh, orang tua kami, teman-teman dan
orang-orang yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Makalah ini kami buat dengan harapan dapat memberi pengenalan kepada mahasiswa-
mahasiswi mengenaipembahasan tentang “Ilmu Ma’any, Kalam Khabar Insya’, Dan Hafdz
Dzikr Bil Musnah Wa Musnad Ilaih”. Kami berharap dengan dibuatnya makalah ini
mahasiswa-mahasiswi dapat mempelajari dan memahami mata kuliah Ilmu Balaghah dengan
baik, serta dapat bermanfaat bagi kepentingan-kepentingan lain. Isi dari makalah ini merupakan
gabungan dari beberapa sumber yang kami kumpulkan menjadi satu, serta pemikiran kami
selakumahasiswa.

Dalam pembuatan makalah ini, tentunya masih banyak ditemukan kesalahan, untuk itu
kami sangat mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk pembuatan
makalah selanjutnya.

Jember , 05 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ilmu Ma’any....................................................................................3
2.2 Pengertian Kalam Khabar dan Insya’................................................................4
2.3 Musnad wa Musnad Ilaih..................................................................................13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................18
3.2 Saran..................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Balaghah merupakan cabang ilmu Bahasa Arab dalam bentuk sastra Arab. Belajar
balaghah harus didahului dengan belajar tata Bahasa dalam hal ini ilmu Nahwu atau sintaksis
dan Ilmu Shorof atau Morfologi. Ilmu Balaghah mengkaji makna-makna yang terkandung
dalam Bahasa Arab tidak saja makna yang tersurat namun ada makna yang tersirat dalam
bahasa tersebut. Ilmu balaghoh adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengolah
kata atau susunan kalimat bahasa arab yang indah namun memiliki arti yang jelas, selain itu
gaya bahasa yang harus digunakan juga harus sesuai dengan situasi dan kondisi. Para ahli
balaghoh sepakat membagi ruang lingkup pembahasan ilmu balaghoh menjadi tiga ilmu yang
masing-masing berdiri sendiri dengan pembahasannya, yaitu: ilmu ma’ani, ilmu bayan dan
ilmu badi’. Setelah semester lalu kita mempelajari kajian Ilmu balaghah yang mencakup
bagian-bagian dari Ilmu Ma’ani, meliputi: pengertian Ilmu ma’ani, objek kajian dan
manfaatnya, musnad dan musnad ilaih, kalam khabar, kalam insya, fashl, washl, qashr, ijaz,
ithnab dan musawah.

Pada kesempatan kali ini kita melanjutkan kajian Ilmu balaghah tahap selanjutnya, yakni
Ilmu Bayan. Ilmu bayan adalah kaidah-kaidah untuk mengetahui cara menyampaikan suatu
pesan dengan berbagai macam cara yang sebagian nya berbeda dengan sebagian yang lain,
dalam menjelaskan segi penunjukan terhadap keadaan makna tersebut. Dalam makalah ini
penulis akan membahas lebih lanjut mengenai ilmu bayan dan ruang lingkupnya.

Ilmu Balaghah secara bertahap mengajarkan kita bagaimana mengungkapkan ide secara
teratur dan efektif. Setelah memahami Ilmu Ma’ani, ilmu Bayan mengajarkan kita bagaimana
cara menyusun redaksi yang tepat dengan berbagai opsi penyusunan yang memungkinkan.
Meskipun ide kita hanya satu, namun kita dapat mengutarakannya melalui beberapa konsep
yanng diajarkan pada Ilmu Bayan. Selain memperhatikan aspek ide yang diatur sedemikian
rupa agar dapat diterima oleh Mukhattab dengan baik, Ilmu Balaghah juga mencakup Ilmu
Badi’. Objek kajian dalam ilmu Badi’ yaitu upaya untuk memperindah bahasa, baik pada
lafadz maupun makna. Adapun Ruang lingkup dalam pembahasan ilmu Badi’ yaitu
Muhassinat Lafdziyyah (keindahan-keindahan lafadz) dan Muhassinat Ma’nawiyyah
(keindahan-keindahan makna).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian dari Ilmu Ma’any ?
2. Apa pengertian Kalam Khabar dan Insya’ ?
3. Apa Pengertian Hafdz dan dzikr bil Musnad wa Musnad ilaih ?

1
1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulis membuat makalah ini adalah agar pembaca mampu memahami
materi tentang apa itu Ilmu Balaghah serta cabang di dalam Ilmu balaghah, seperti yang tertera
pada judul makalah ini yakni mengenai Ilmu ma’any dan lainnya, maka dari itu kami mengharap
pembaca mampu memahami apa itu ilmu ma’any, apa itu Kalam khabar dan inysa’, dan
bagaimana contoh-contohnya. Disamping itu adapun tujuan penulis membuat makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Balaghah, dengan tema pembahasan seputar “Ilmu Ma’any,
Kalam Khabar Insya’, Dan Hafdz Dzikr Bil Musnah Wa Musnad Ilaih.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ilmu Ma’any


Ilmu ma'ani adalah jamak dari ma'na, secara bahasa berarti maksud dan secara istilah para
ahli bayan adalah ungkapan dengan lafal ucapan yang menggambarkan isi hati atau ungkapan
yang menggambarkan isi hati. Ilmu ma'ani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara
menyampaikan kalam Arab sesuai dengan situasi dan kondisi. Menyatakan makna yang
tersimpan yang menjadi tujuan pembicaraan mutakalim (orang yang bicara) dengan rangkaian
kata yang mencakup semua makna yang akan disampaikan sesuai dengan situasi dan kondisi
yang ada.1
Ilmu ma’ani adalah ilmu untuk mengetahui keadaan lafadz arab yang sesuai dengan tuntutan
keadaan (‫)مقضى الحال‬
Contoh dalam ayat :
‫ض أَ ْم أَ َرا َد بِ ِه ْم َربُّهُ ْم َر َشدًا‬ ُ
ِ ْ‫َوأَنَّا اَل نَ ْد ِري أَ َش ٌّر أ ِري َد بِ َمن فِي اأْل َر‬
“Dan sesungguhnya saya tidak mengetahui apa kejelekan yang dikehendaki pada orang yang
dibumi atau Tuhan mereka menghendaki kebaikan.
KEADAANNYA BERBEDA
‫اراد بهم ربهم رشدا‬ ‫ام‬ ‫انا ال نريد اشراريد بمن في األرض‬
‫اراد‬ ‫اريد‬
(Ma’lum) (Majhul)
Keterangan: Keadaan(‫ )الحال‬yang mendorong adalah menyandarkan kebaikan (‫ )رشدا‬kepada
Allah dalam lafadz yang kedua (‫ )اراد‬dan tidak menyandarkan kejelekan kepada Allah dalam lafadz
yang pertama (‫)اريد‬.2
Dengan ilmu ma'ani kita tahu bagaimana cara menyusun kalimat Arab yakni makna yang
ingin kita sampaikan tepat pada kondisi yang berbeda-beda, mutakalim mampu menyampaikan
kalam terhadap orang yang polos (kholi dzihni) atau kepada orang yang meragukan (mutaroddid)
ucapan mutakalim atau orang yang menolak (munkir) terhadap perkataan mutakalim.Ilmu ma'ani
tersusun atas dua bagian yaitu Musnad disebut juga mahkum bih dan Musnad ilaih disebut juga
mahkum 'alaih, apabila keduanya bersandar maka disebut dengan isnad.
Yang termasuk dalam musnad adalah:

1. Khobar mubtada'

2.Al-fi'lu at-tam

3. Isim fi'il

4. Mubtada' yang ditetapkan rofa'nya

5. Khobar an-nawasikh

32-31 ‫م ) صو‬2009‫دار الكتاب العلميةو‬:‫السيد احمد الهاشميو جواهر البالغةو(لبنان‬


1

2
M. Faishol amin et all, Durusul Balaghah, Tim IBT,hlm.3.
3
6. Maf ‘ul kedua Dzonna dan saudaranya

7. Maf ‘ul ketiga Aro dan saudaranya

8. Mashdar pengganti dari fi'il amr

 Yang termasuk musnad ilaih adalah :

1. Fa'il

2. Isim an-nawasikh

3. Mubtada' yang ditetapkan khobamya

4. Maf ‘ul pertama Dzonna dan saudaranya

5. Maf ‘ul kedua Aro dan saudaranya

6. Naibfa'il.

2.2. Kalam Khabar dan Kalam Insya’


Kalam terbagi menjadi dua yaitu :
1) Kalam khobar
Kalam khobar adalah perkataan atau ungkapan yang dapat dinilai benar atau
bohong karena isinya menunjukan berita.Yang dimaksud dengan kebenaran suatu berita
adalah jika apa yang dikatakan sesuai dengan apa yang terjadi dan dikatakan berita
tersebut bohong jika apa yang dikatakan tidak sama dengan kenyataan yang terjadi. Oleh
karena itu, kalimat seperti ini disebut kalimat informatif.
Pada dasarnya, ketika seseorang menyampaikan sebuah berita kepada orang lain
ia memiliki dua tujuan yaitu: Ifadah-khobar, memberi tahu audien tentang suatu berita
yang belum diketahui, dan Lazim al-faidah, seorang pembicara memberi tahu audien
tentang berita yang telah diketahui oleh audien, sehingga pada hakikatnya pembicara
bukan semata-mata ingin menyampaikan berita tapi ingin memberi tahu pada orang lain
bahwa dirinya pun mengetahui berita yang telah mereka ketahui.
Dilihat dari keberadaan orang-orang yang menjadi audien dari berita yang disampaikan,
maka kalam khobar dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Khobar ibtidai,
Berita ini dasampaikan pada orang yang masih polos {kholi dzihni) belum menerima
berita apapun. Diantara tanda kepolosannya adalah tidak
menampakan keraguan ataupun pengingkaran terhadap apa yang kita katakan.
2. Khobar tholabi, jika audien menampakan keraguan terhadap berita yang kita
sampaikan, sebaiknya perkataan ini mennggunakan penekanan dengan menambahkan
ّ ) sungguh, karena ungkapan ini ditujukan pada mukkatab mutaroddid ia butuh
kata ( ‫إف‬
ungkapan yang dapat membuat dirinya yakin
3. Khobar inkari, jika audien menampakan penolakan serta pengingkaran terhadap apa
yang kita utarakan kepadanya, maka dalam ungkapan ini sangat diperlukan beberapa

4
penekanan (taukid) dengan menggunakan satu, dua, atau tiga penekanan sesuai dengan
tingkat pengingkarannya.
Dengan demikian kita tahu bagaimana cara menyampaikan ungkapan yang cocok
kepada seseorang agar mereka faham dan yakin dengan apa yang kita sampaikan.Ketika
orang yang menyampaikan khabar bertujuan memberi pengertian pada mukhotob (lawan
bicara), maka kalam harus ringkas sesuai kebutuhan untuk menjauhi suatu yang tidak
berfaedah dalam khabar.3

2) Kalam Insya’
Kalimat (sesuatu) yang tidak mengandung (yang tidak bias disifati) dengan benar atau
tidak benar karena ia hanya berkaitan dengan terjadinya suatu perbuatan atau tidak
terjadinyaa. Al-Insya’ berbentuk perintah (‫ )األمر‬dan larangan (‫)النهي‬.
1. Macam-Macam Al-Insya’
Al-Insya’ dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
a) Al-Insya’ ath-Thalabi
Sesuatu yang mengandung perintah yang hasilnya tidak terwujudkan secara
langsung pada waktu memerintahkan.Al-Insya’ jenis ini terbentuk dari beberapa hal,
yaitu al-amr, an-nahyu, at-tamanni, an-nida’, dan al-istifham.
Dibawah ini akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
a. Al-Amr: meminta (menuntut) pelaksanaan suatu perbuatan dari orang yang
lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah. Dikenal juga
dengan nama perintah. Dalam struktur keluarga, misalnya dari ayah atau ibu
kepada anaknya, dari kakak kepada adiknya. Dalam struktur manajemen
perkantoran, dari pimpinan kepada staf atau bawahan. Dalam ibadah, dari
Allah kepada hambanya atau Rasul kepada umatnya.
 Shigat al-Amr
Adapun shigat (bentuk-bentuk) al-Amr ada empat, yaitu:
1. Berbentuk fi’il amr.Contohnya sebagaimana perintah Allah kepada
manusia:
‫اعبُدُوا هّٰللا َ َواَل تُ ۡش ِر ُك ۡوا بِ ٖه َش ۡيـٔـًًٔــا‬
ۡ ‫َو‬
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu pun….” (QS. An-Nisa’ (4):36)
Fi’il amr pada lafadz ini adalah lafadz‫اعبدوا‬
Contoh lain dalam sebuah syair disebutkan:
ْ ‫ف َوالَ ت‬
‫َطلُ ِع ْي‬ ُ ‫ يَا‬# ْ‫يَا لَ ْي ُل طُلْ يَا نَوْ ُم ُزل‬
ْ ِ‫ص ْب ُح ق‬
“Wahai malam, panjanglah! Wahai tidur, hilanglah! # wahai waktu
Shubuh berhentilah! Dan jangan lagi engkau terbit”.
Fi’il amr pada bait sya’ir ini adalah lafadz ْ‫ ُزل‬, ْ‫ طُل‬dan ‫ف‬
ْ ِ‫ق‬
2. Berbentuk fi’il mudhari’ yang disertai dengan lam al-amr. Contohnya
sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an:
َ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُم ْن َك ِر ۚ َوأُو ٰلَئِكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬
ِ ‫َو ْلتَ ُك ْن ِم ْن ُك ْم أُ َّمةٌ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْال َخي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬

3
M. Faishol amin et all, Durusul Balaghah, Tim IBT,hlm.5.
5
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orangt-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran (3):
104)
Fi’il mudhari’ yang disertai dengan lam-amr adalah lafadz‫َو ْلتَ ُك ْن‬
3. Berbentuk isim fi’il amr. Contohnya ‫ آمين‬Kabulkanlah doa kami
4. Bentuk al-mashdar an-na’ib ‘an fi’il al-amr. Yaitu mashdar yang
menggantikan posisi fi’il al-amr, contohnya: ‫َس ْعيًا فِي َسبِ ْي ِل ال َخي ِْر‬
Berusahalah menuju jalan kebaikan!
al-mashdar an-na’ib ‘an fi’il al-amr adalah‫ َس ْعيًا‬yang berasal dari fi’il
‫ا ْس َع َس ْعيًا‬
 Makna-makna al-amr
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa makna asli dari al-amr adalah
perintah. Tetapi dalam beberapa konteks kalimat terkadang shigat (bentuk) al-
amr keluar dari makna aslinya yang berupa perintah yang sifatnya mengikat dan
wajib dikerjakan kepada makna-makna lain. Hal tersebut diketahui dengan
mengkaji konteks dan redaksi suatu kalimat. Makna-makna tersebut diantaranya:
1. Al-Irsyad (mengarahkan). Contohnya pada lafadz ُ‫ فَ ۡاكتُب ُۡوه‬sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur’an:
‫ٰۤ‌يـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡۤوا اِ َذا تَدَايَ ۡنتُمۡ بِد َۡي ٍن اِ ٰلٓى اَ َج ٍل ُّم َس ّمًى فَ ۡاكتُب ُۡوهُ ‌ؕ َو ۡليَ ۡكتُب ب َّۡينَ ُكمۡ َكاتِ ۢبٌ بِ ۡال َع ۡد ِل‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.Dan hendaklah
seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar”. (QS. Al-Baqarah
(2): 282)
2. Ad-Du’a’. contohnya pada lafadz ‫ اَ ۡو ِز ۡعنِ ۡۤى‬sebagaimana disebutkan dalam Al-
Qur’an:
َّ َ‫ك الَّتِ ۡۤى اَ ۡن َعمۡ تَ َعل‬
‫ى‬ َ َ‫ضا ِح ًكا ِّم ۡن قَ ۡولِهَا َوقَا َل َربِّ اَ ۡو ِز ۡعنِ ۡۤى اَ ۡن اَ ۡش ُك َر نِ ۡع َمت‬
َ ‫فَتَبَ َّس َم‬
“Ya Allah berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang
telah Engkau anugerahkan kepadaku”. (QS. An-Naml (27): 19)
3. Al-Iltimas (memohon dengan penuh). Contohnya pada lafadz ‫ أَ ْع ِطنِ ْي‬pada
kalimat berikut:‫أَ ْع ِطنِ ْي القَلَ َم أَيُّهَا األَ ُخ‬ “Berilah aku pena itu wahai saudara”
4. At-Tamanni (mengharap sesuatu yang mustahil terjadi). Contohnya pada
lafadz ‫ ا ْن َجلِ ْي‬pada syair ini:
‫ْح َو َما اإْل ِ صْ بَا ُح ِم ْنكَ بِأ َ ْمثَ ِل‬ ُ ِ‫ب‬# ‫أَاَل أَيُّهَا اللَّ ْي ُل الطَّ ِو ْي ُل أَاَل ا ْن َجلِ ْي‬
ٍ ‫صب‬
Wahai malam yang panjang! Tampakkanlah # sinar pagimu, dan tidak
ada yang menyerupai sinar pagimu
5. At-Takhyir (memilih). Contohnya pada lafadz ْ‫ تَزَ َّوج‬pada kalimat berikut:
‫تَ َز َّوجْ ِه ْندًا أَوْ أُ ْختَهَا‬
Nikahilah hindun atau saudarinya
6. At-Taswiyah (persamaan). Contohnya pada lafadz ْ pada kalimat
‫اص ـبِرُوْ ا‬
berikut:‫اصْ بِرُوْ ا أَوْ اَل تَصْ بِرُوْ ا‬
Engkau bersabar atau tidak
6
7. At-Ta’jiz (melemahkan). Contohnya pada lafadz ۡ َ‫ ف‬sebagaimana
‫ـــاتُ ۡو‬
disebutkan dalam Al-Qur’an:
‫ب ِّم َّما نَ َّز ۡلنَا ع َٰلى ع َۡب ِدنَا فَ ۡاتُ ۡوا بِس ُۡو َر ٍة ِّم ۡن ِّم ۡثلِ ٖه‬
ٍ ‫َواِ ۡن ُک ۡنتُمۡ فِ ۡى َر ۡي‬
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang kami
wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang
semisal Al-Qur’an itu”. (QS. Al-Baqarah (2): 23)
8. At-Tahdid (mengancam). Contohnya pada lafadz ‫ اِ ْع َملُـــوْ ا‬sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur’an:
ِ َ‫اِ ْع َملُوْ ا َما ِش ْئتُ ْم ۙاِنَّهٗ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ ب‬
‫ص ْي ٌر‬
“Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya dia Maha melihat
apa yang kamu kerjakan”. (QS. Fushshilat (41): 40)
9. Al-Ibahah (membolehkan). Contohnya pada lafadz ‫ ُكلُوْ ا‬dan ‫ا ْش َربُوْ ا‬sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur’an:
‫َو ُكلُوْ ا َوا ْش َربُوْ ا َح ٰتّى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْال َخ ْيطُ ااْل َ ْبيَضُ ِمنَ ْال َخ ْي ِط ااْل َ ْس َو ِد ِمنَ ْالفَجْ ۖ ِر‬
“Makanlah dan minumlah sehingga jelas bagimu benang putih dari benang
hitam yaitu waktu fajar”. (QS. Al-Baqarah (2): 187)
10. Al-Ikram (memuliakan). Contohnya pada lafadz ‫اُ ۡد ُخلُ ۡوهَا‬sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur’an:
َ‫اُ ۡد ُخلُ ۡوهَا بِ َس ٰل ٍم ٰا ِمنِ ۡين‬
“Masuklah kalian kedalamnya (surga) dengan sejahtera lagi aman”. (QS.
Al-Hijr (15): 46)
11. Al-Imtinan (pemberian nikmat). Contohnya pada lafadz ‫ فَ ُكلُـوْ ا‬sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur’an:
‫فَ ُكلُوْ ا ِم َّما َر َزقَ ُك ُم هّٰللا ُ َح ٰلاًل طَيِّب ًۖا‬
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan
Allah kepadamu”. (QS. An-Nahl (16): 114)
12. Al-Ihanah (penghinaan). Contohnya pada lafadz ۡ ُ‫ ُك ۡون‬sebagaimana
‫ــــوا‬
disebutkan dalam Al-Qur’an:
‫قُ ۡل ُك ۡونُ ۡوا ِح َجا َرةً اَ ۡو َح ِد ۡيدًا‬
“Jadilah kalian batu atau besi”. (QS. AL-Isra’ (17): 50)
13. Ad-Dawam (kontinyu atau berkesinambungan). Contohnya pada lafadz‫اِ ْه ِدنَا‬
sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
‫ص َراطَ ْال ُم ْستَقِ ْي َم‬
ِّ ‫ۙ اِ ْه ِدنَا ال‬
“Tunjukilah kami jalan yang lurus”. (QS. Al-Fatihah: 6)
14. Al-I’tibar (mengambil pelajaran). Contohnya pada lafadz ‫ اُ ْنظُر ُْٓوا‬sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur’an:
‫اُ ْنظُر ُْٓوا اِ ٰلى ثَ َم ِر ٖ ٓه اِ َٓذا اَ ْث َم َر َويَ ْن ِع ٖه‬
“Perhatikanlah buahnya diwaktu berbuah dan (perhatikan pula)
kematangannya..”. (QS. Al-An’am (6): 99)
15. Al-Idznu (mengizinkan). Contohnya ‫ ادخل‬masuklah!
16. At-Ta’dib (mengajarkan adab atau sopan santun). Contohnya pada lafadz
َ ‫ُكلْ ِم َّما يَلِي‬
sebagaimana disebutkan pada hadits:‫ك‬
7
“Makanlah apa yang ada didepanmu”.
17. At-Ta’ajjub (kagum atau heran). Contohnya pada lafadz ْ‫ اُ ْنظُر‬sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur’an: ‫ك ااْل َ ْمثَا َل‬ َ َ‫اُ ْنظُرْ َك ْيف‬
َ َ‫ض َربُوْ ا ل‬
“Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan
terhadap-mu…”. (QS. Al-Isra’ (!7): 48)
b. An-Nahyu: meminta (menuntut) penghentian suatu perbuatan dari orang yang lebih
tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah. Dikenal juga dengan nama
larangan. Ia adalah antonym (lawan kata) dari al-amr. Jika al-amr memiliki beberapa
shigat, berbeda dengan an-nahyu yang hanya memiliki satu shigat, yaitu fi’il
mudhari’ yang disertai dengan La Nahiyah. Contohnya sebagaimana firman Allah:

ِ ْ‫َواَل تُ ْف ِس ُدوْ ا فِى ااْل َر‬


‫ض بَ ْع َد اِصْ اَل ِحهَا‬
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya..”. (QS. Al-A’raf (7): 56)
 Makna-makna an-nahyu
An-nahyu terkadang keluar dari maknanya yang asli kepada makna-makna
lain. Hal ini dapat diketahui dengan mengkaji konteks dan redaksi suatu
kalimat. Diantara makna-makna yang dimaksud adalah:
1. Al-Irsyad (memberi petunjuk). Contohnya pada lafadz ‫ اَل تَسْٔـََٔـلُوْ ا‬sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur’an:‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَسْٔـََٔـلُوْ ا ع َْن اَ ْشيَ ۤا َء اِ ْن تُ ْب َـد لَ ُك ْم تَس ُْؤ ُك ْم‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu)
hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu..” (QS. Al-
Ma’idah (5): 101)
2. Ad-Du’a’ (Doa). Contohnya pada lafadz ‫اخ ْذنَٓا‬ ِ ‫ اَل تُ َؤ‬sebagaimana disebutkan dalam
Al-Qur’an:‫َربَّنَا اَل تُؤَ ا ِخ ْذنَٓا اِ ْن نَّ ِس ْينَٓا اَوْ اَ ْخطَأْنَا‬
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami
melakukan kesalahan”. (QS. Al-Baqarah (2): 286)
3. Al-Iltimas (memohon dengan penuh). Contohnya pada lafadz ‫الَ تَــ ُزرْ نِ ْي‬pada
kalimat ini: ً‫يَا أَ ِخ ْي الَ تَ ُزرْ نِ ْي لَ ْيال‬
“Wahai saudaraku, janganlah engkau mengunjungiku pada malam hari”
4. At-Tamanni (mengharap sesuatu yang mustahil terjadi). Contohnya pada lafadz
ْ ‫ف الَ ت‬
‫ الَ تَ ْطلُ ِع ْي‬pada bait syair:‫َطلُ ِع ْي‬ ْ ِ‫ص ْب ُح ق‬ َ ‫يَا لَ ْي ُل‬
ُ ‫ يَا‬# ‫ط َّل يَا نَوْ ُم زَ َّل‬
“Duhai malam yang panjang, munculkanlah # sinar subuhmu, karena tidak ada
yang menyerupai sinar subuhmu ini”.
5. At-Tai’is (mengungkapkan rasa penyesalan). Contohnya pada lafadz ‫اَل تَ ْعتَ ِذرُوْ ا‬
sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:‫اَل تَ ْعتَ ِذرُوْ ا قَ ْد َكفَرْ تُ ْم بَ ْع َد اِ ْي َمانِ ُك ْم‬
“Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman”.
(QS. At-Taubah (9): 66)
6. At-Taubikh (menjelekkan). Contohnya pada lafadzَ‫ الَ تَ ْنه‬pada kalimat berikut:َ‫الَ تَ ْنه‬
ُ‫ت ِم ْثلَه‬ ٍ ُ‫“ ع َْن ُخل‬jangan engkau melarang seseorang berbuat jelek sementara
ِ ‫ق َوتَأ‬
engkau melakukannya”
7. At-Tahdid (mengancam). Contohnya pada lafadz ‫ الَ تُ ِط ْع‬pada kalimat berikut: َ‫ال‬
ْ‫“ تُ ِط ْع أَ ْم ِري‬jangan engkau patuhi perintahku”

8
ْ ِ‫ الَ تَلتَف‬pada kalimat berikut:
8. Al-Karahah (membenci). Contohnya pada lafadz‫ت‬
َ ‫ت َوأَ ْنتَ فِي ال‬
‫صالَ ِة‬ ْ ِ‫“ الَ تَلتَف‬jangan engkau menengok dalam keadaan sholat”
9. Al-I’tinas (menghibur). Contohnya pada lafadz ‫زَن‬ ْ ْ‫ اَل تَح‬sebagaimana disebutkan
dalam Al-Qur’an: ‫اَل تَحْ ز َْن اِ َّن هّٰللا َ َم َعن َۚا‬
“Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah
(9): 40)
ْ ‫ الَ ت‬pada bait syair:
ِ ُ‫َطل‬
10. At-Tahqir (menghina). Contohnya pada lafadz‫ب‬
َ # ُ‫إن ال َمجْ َد ُسلَ ُمه‬
ِ ‫صعْبٌ َو ِعشْ ُم ْست َِر ْيحًا ن‬
‫َاع َم البَا ِل‬ َّ ‫ب ال َمجْ ِد‬ ْ ‫الَ ت‬
ِ ُ‫َطل‬
“janganlah kalian mencari keutamaan, sesungguhnya keutamaan itu tangganya #
sulit. Hiduplah dengan tenang dan hati yang damai”
11. Ad-Dawam (perbuatan yang terus menerus). Contohnya pada lafadz ‫اَل تَحْ َسـبَ َّن‬
ٰ ‫واَل تَحْ سب َّن هّٰللا غَافاًل َعما ي ْعم ُل‬
sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an: َ‫الظّلِ ُموْ ن‬ َ َ َّ ِ َ ََ َ
“Dan janganlah engkau mengira, bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat
oleh orang yang zalim. “ (QS. Ibrahim (!4): 42)
12. Bayan Al-Aqibah (menjelaskan akibat). Contohnya pada lafadz ‫اَل تَحْ َســـبَ َّن‬
sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:

َ‫َواَل تَحْ َسبَ َّن الَّ ِذ ْينَ قُتِلُوْ ا فِ ْي َسبِ ْي ِل هّٰللا ِ اَ ْم َواتًا ۗ بَلْ اَحْ يَ ۤا ٌء ِع ْن َد َربِّ ِه ْم يُرْ زَ قُوْ ۙن‬
“Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan
Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki.”
(QS. Ali Imran (3): 169)

c. At-Tamanni (mengharap sesuatu yang mustahil terjadi atau mungkin tetapi tidak
bisa diharapkan). Contohnya pada lafadz َ‫ لَيْت‬pada bait syair:
ُ‫ فَأ ُ ْخبِ َرهُ بِ َما فَ َع َل ال َم ِشيْب‬# ‫اب يَعُوْ ُد يَوْ ًما‬
َ َ‫أَالَ لَيْتَ ال َّشب‬
Semoga masa muda itu bisa kembali lagi # Supaya saya bisa memberitahu apa yang
dilakukan seseorang di masa tua.
d. An-Nida’: meminta seseorang untuk menghadap dengan menggunakan huruf yang
mengganti fi’il ْ‫ أَ ْد ُعو‬atau ْ‫ أُنَا ِدي‬.Dikenal juga dengan nama memanggil. Adapun huruf-
huruf an-nida’ ada 8, yaitu:‫ الهمزة‬, ‫ آ‬, ‫ َوا‬, ‫ هَيَا‬, ‫ أَيَا‬, ْ‫آي‬  , ْ‫ أَي‬,‫يَا‬ 
Contohnya:ُ‫يَا ُم َح َّمد‬
Dari semua adat an-nida’ diatas ada yang digunakan untuk memanggil yang
jaraknya jauh dan yang jaranya dekat.Untuk memanggil yang jaraknya dekat,
mengunakan ‫ الهمــزة‬dan ‫أي‬. Adapun huruf-huruf yang lain dipergunakan untuk
memanggil yang berjarak jauh. Terkadang untuk memanggil yang jaraknya jauh juga
digunakan lafadz ‫الهمزة‬dan ‫ أي‬. contohnya sebagaimana disebutkan dalamsyair:

ُ‫بِأَنَّ ُك ْم فِ ْي ُرب ِْع قَ ْلبِ ْي ُس َّكان‬  #  ‫ك تَيَقَّنُوْ ا‬


َ ‫أَ ُس َّكانُ نُ ْع َمانَ اأْل َ َرا‬

“Wahai penduduk Nu’mān Al-Arāk, yakinlah # Bahwa sesungguhnya


kalian berada dalam hatiku”

9
Sebaliknya lafadz-lafadz yang digunakan untuk memanggil yang dekat
menggunakan adat-adat an-nida’ yang digunakan untuk memanggil yang jauh
َ َ‫( يَـــا َمـــوْ ال‬wahai tuanku) atau
karena kedudukannya yang tinggi. Contohnya‫ي‬
kedudukan rendah ‫( يَــــا فُالَن‬wahai fulan) atau orang yang sedang tidak
berkonsentrasi ‫( يا هذا‬wahai yang ini).
Terkadang an-nida’ keluar dari makna aslinya kepada makna-makna lain
yang bias diketahui melalui konteks dan redaksi suatu kalimat. Makna-makna
tersebut adalah:
1. ‫اإلغرا ُء‬
َ (menggoda). Contohnya ketika memanggil orang yang berbuat dzalim:
ْ ‫ يا َم‬Wahai orang yang terdzalimi
‫ظلُوْ ُم‬
ُ ‫يَــا لَ ْيتَنِ ْي ُك ْن‬ = Semoga aku
2.    ‫(اَلتَّ َح ُّســر‬mengungkapkan penyesalan).contoh: ‫ت تُ َرابًا‬
kembali menjadi  tanah
3. ‫اَلتَّفَا ُخ ُر‬ (rasa bangga). Contohnya adalah ‫ْف أيُّهَـا ال َّر ُجـ ُل‬ َّ ‫أَنَــا أَ ْكـ َر ُم‬ = Saya tamu
ِ ‫الضـي‬
yang paling mulia
ُ ‫اَلتَّ َو‬  (merendah). Contohnya adalah ‫أنـــا الفقـــير ال ِم ْســـ ِكيْنُ أيهـــا الرجل‬ = Saya
4.  ُ‫اضـــع‬
orang  yang   fakir miskin
5. ‫السـتِغَاثَة‬ ْ ‫يَــا هّلِل ِ لِ ْل ُمـ‬ = Tolonglah orang-
ْ َ‫ا‬ (memohon pertolongan). Contohnya: ‫ـؤ ِمنِيْن‬
orang yang beriman

e. Al-Istifham: meminta untuk mengetahui berita yang tidak diketahui. Dikenal juga
dengan nama bertanya. Ada beberapa adat yang dipakai untuk bertanya,
diantaranya:

ّ َ‫ أ‬، ‫ َك ْم‬، ‫ أَنَّى‬، َ‫ أَ ْين‬، َ‫ َك ْيف‬، َ‫ أَيَّان‬، ‫ َمتَى‬، ‫ من‬، ‫ َما‬، ‫ الهمزة‬، ْ‫هَل‬
‫ي‬
Ada 2 hal yang ingin dicapai (dimaksudkan) oleh pertanyaan, yaitu at-
tasawwur dan at-tashdiq.
1. At-Tasawwur , yaitu mengetahui atau menentukan sesuatu dari 2 hal atau lebih.
2. At-Tashdiq, yaitu membenarkan suatu hal. Ia berfungsi untuk menghilangkan
keraguan dan jawabannya berbentuk ya atau tidak.
a. Bisa dipakai untuk at-tasawwur dan at-tashdiq. Dalam konteks at-tasawwur,
adat (huruf) ‫ الهمــزة‬diikuti oleh obyek yang ditanyakan. Biasanya disebutkan
lawanannya atau penyeimbangnya yang terletak setelah huruf ‫أم‬. Contohnya:
‫أَ َمحْ ُموْ ُد ُم َسافِ ٌر أَ ْم أَحْ َم ُد‬

Apakah si Mahmud yang bepergian atau Ahmad?

Maka jawabannya adalah Mahmud atau Ahmad.Jadi, orang yang bertanya


mempunyai prasangka (I’tikad) kalau ada yang pergi. Cuman masih belum tahu
pasti siapa yang sebenarnya pergi (entah yang pergi itu Mahmud atau Ahmad,
pokoknya salah satu diantara mereka). Kemudian bertanya untuk menentukan
kepastian siapa yang sebenarnya pergi.
Sedangkan dalam konteks at-tashdiq, adat (huruf) dimaksudkan untuk
menghilangkan keraguan antara 2 hal.Jawabannya antara ya atau tidak.

10
Contohnya:
‫أَ َسافَ َر َمحْ ُموْ ُد ؟‬Apakah si Mahmud pergi?Jawab: ”  ya “

Jadi, orang yang bertanya mempunyai prasangka (I’tikad) kalau yang pergi itu
Mahmud, tapi masih ragu mengenai hal tersebut. Kemudian bertanya untuk
menghilangkan keraguannya. Jadi jawabnya menggunakan ‫نعم‬ (ya)
atau  ‫ال‬ (tidak).

b. Adat  ْ‫هَــــــل‬ Khusus dipergunakan untuk at-tashdiq saja. Contohnya:


‫هَلْ جاء صديقك ؟‬
Apakah teman kamu sudah datang?Maka jawabannya adalah “ ya “ atau
“tidak”
Di antara adat-adat istifhām yang lain:
c. ‫ َم ْن‬ (siapa): untuk menanyakan yang berakal seperti manusia. Contoh:
‫؟‬ ‫فتح الباب‬ ‫ َم ْن‬Siapa yang membuka pintu?
d. ‫( َما‬Apakah): untuk menanyakan yang tidak berakal. Contoh:
‫ َما الِقِيَا َمةُ ؟‬Apa kiamat itu?
e. ‫( َمتَى‬kapan): untuk menanyakan waktu. Contoh:
‫ َمتَى ت َْذهَبُ ؟‬Kapan engkau pergi?
f. َ‫( أَيَّان‬kapan): untuk menanyakan waktu yang akan datang. Contoh:
ُ ‫أَيَّانَ يُ ْب َع‬Kapan manusia dibangkitkan dari kuburnya?
‫ث النَّاسُ ِم ْن قُبُوْ ِر ِه ْم ؟‬
g. َ‫( َك ْيف‬bagaimana): untuk menanyakan kondisi. Contoh:
‫ َك ْيفَ أنت ؟‬Bagaimana  kabarmu?
h. َ‫( أَ ْين‬dimana): untuk menanyakan tempat. Contoh:
‫أَ ْينَ بَ ْيتُكَ ؟‬Di mana rumahmu?
i. ‫ أَنَّى‬Sama artinya dengan (darimana), bagaimana, dan kapan. Contoh:
َ ‫أَنَّى لَكَ هَ َذا ْال َم‬Dari mana engkau memperoleh harta benda ini?
‫ال ؟‬
j. ‫( َك ْم‬Bagaimana): untuk menanyakan bilangan. Contoh:
‫ب فِ ْي هَ َذا ْالفَصْ ِل ؟‬
ِ ‫ َك ْم َع َد ُد الطُاَّل‬Berapa jumlah siswa di kelas ini?
k. ُّ‫( أَي‬yang mana): untuk menanyakan salah seorang diantara 2 pelaku. Contoh:
‫أَيُّ ال َّر ُجلَي ِْن أَ ْكبَ ُر ِسنًّا ؟‬Yang mana yang lebih tua umurnya  diantara kalian berdua?
 Makna-makna al-istifham
Lafadz-lafadz istifham terkadang keluar dari makna aslinya kepada makna-
makna lain yang bias diketahui melalui konteks dan redaksi kalimat.
Diantaranya:
a. An-nafyu (peniadaan). Contohnya:
ۚ ‫هَلْ َج َز ۤا ُء ااْل ِ حْ َسان ِااَّل ااْل ِ حْ َس‬
ُ‫ان‬ ِ
“Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman
(55): 60)
b. An-nahyu (larangan). Contohnya:
ُّ ‫اَت َْخ َشوْ نَهُ ْم ۚفَاهّٰلل ُ اَ َح‬
‫ق اَ ْن ت َْخ َشوْ هُ اِ ْن ُك ْنتُ ْم ُّم ْؤ ِمنِي َـْن‬

“Apakah kamu takut kepada mereka, padahal Allah-lah yang lebih berhak
untuk kamu takuti, jika kamu orang-orang beriman”. (QS. At-Taubah (9): 13).
11
Maksudnya La Takhsyauhum “janganlah kalian takut kepada mereka”.
c. Al-amr (perintah). Contoh: َ‫فَهَلْ اَ ْنتُ ْم ُّم ْنتَهُوْ ن‬
“maka tidakkah kamu mau berhenti?” (QS. Al-Maidah (5): 91)
d. Al-inkar (tidak mengakui). Contoh:
ٰ ‫اَ َغ ْي َر هّٰللا ِ تَ ْد ُعوْ ۚنَ اِ ْن ُك ْنتُ ْم‬
َ‫ص ِدقِ ْين‬
“apakah kamu akan menyeru (tuhan) selain Allah, jika kamu orang yang
benar!” (QS. Al-An’am (6): 40)
e. At-taqrir (menetapkan). Contoh:
َ ۙ ‫ص ْد َر‬
‫ك‬ َ َ‫اَلَ ْم نَ ْش َرحْ ل‬
َ ‫ك‬
“Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)?” (QS. Al-Insyirah
(94): 1)
f. At-ta’dzim (mengagungkan).contoh:
‫َم ْن َذا الَّ ِذيْ يَ ْشفَ ُع ِع ْند ٗ َٓه اِاَّل بِا ِ ْذنِ ٖ ۗه‬
“Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya”. (QS. Al-
Baqarah (2): 255)
g. At-tahqir (menghina). Contoh:‫أهَ َذا الذي َم َدحْ تَهُ َكثِيرًا‬
Apakah ini orang yang sering engkau puji?
h. At-ta’ajjub (kaget atau heran). Contoh:
ْ
ِ ۗ ‫َوقَالُوْ ا َما ِل ٰه َذا ال َّرسُوْ ِل يَأ ُك ُل الطَّ َعا َم َويَ ْم ِش ْي فِى ااْل َس َْو‬
‫اق‬
Dan mereka berkata, “Mengapa Rasul (Muhammad) ini memakan makanan
dan berjalan di pasar-pasar?” (QS. Al-Furqan (25): 7)
i. At-taswiyah (menyamakan). Contoh:
َ‫اِ َّن الَّ ِذ ْينَ َكفَرُوْ ا َس َو ۤا ٌء َعلَ ْي ِه ْم َءاَ ْن َذرْ تَهُ ْم اَ ْم لَ ْم تُ ْن ِذرْ هُ ْم اَل ي ُْؤ ِمنُوْ ن‬
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, engkau
(Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak
akan beriman.” (QS. Al-Baqarah (2): 6)
j. At-tamanni (mengharap sesuatu yang tidak mungkin terjadi). Contoh:
‫فَهَلْ لَّنَا ِم ْن ُشفَ َع ۤا َء فَيَ ْشفَعُوْ ا لَنَٓا‬
“Maka adakah pemberi syafaat bagi kami yang akan memberikan pertolongan
kepada kami”. (QS. Al-A’raf (7): 53) 
k. At-tasywiq (merindukan). Contoh:
ٍ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا هَلْ اَ ُدلُّ ُك ْم ع َٰلى تِ َجا َر ٍة تُ ْن ِج ْي ُك ْم ِّم ْن َع َذا‬
‫ب اَلِي ٍْم‬
“ Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu
perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?” (QS.
Ash-Shaff(61): 10)
l. Al-istibtha’ (memperlambat). Contoh:
‫ك ٰي ُموْ ٰسى‬ َ ‫َو َما تِ ْل‬
‫ك بِيَ ِم ْينِ َـ‬
”Dan apakah yang ada di tangan kananmu, wahai Musa? ” (QS. Thaha(20):
17)
m. Al-wa’id (mengancam). Contoh:
‫ك بِ َعا ۖ ٍد‬
َ ُّ‫اَلَ ْم تَ َر َك ْيفَ فَ َع َل َرب‬

12
“Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat
terhadap (kaum) ‘Ad?” (QS. Al-Fajr(89): 6)

b) Al-Insya’ Ghair ath-Thalabi


Sesuatu yang tidak mengandung perintah yang hasilnya tidak terwujudkan secara
langsung pada waktu memerintahkan. Al-insya’ jenis ini terbentuk dari susunan-
susunan kalimat berikut:
a. At-Ta’ajjub, yaitu menunjukkan rasa heran atau kagum. Contoh:‫ما أجْ َم َل ال َس َما َء‬
Alangkah indahnya langit itu
b. Al-Qasam, yaitu bersumpah dengan menggunakan 3 huruf sumpah, yaitu ‫ باء و‬،‫واو‬
‫تاء‬
contoh:‫ باهلل‬،‫ تاهلل‬،‫وهللا‬
c. At-tarajji, yaitu mengharap sesuatu yang mungkin terealisasi. Contoh:
ٓ ٰ ‫َوع‬
‫َسى اَ ْن تَ ْك َرهُوْ ا َش ْئـًًٔـا َّوه َُو خَ ْي ٌر لَّ ُك ْم‬
“Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu”
(QS. Al-Baqarah (2): 216)
d. Fi’il al-Madh dan adz-Dzamm, yaitu fi’il yang digunakan untuk memuji dan
mencela: ‫ نِ ْع َم‬dan ‫ئس‬
َ ِ‫ب‬
Contoh: ٌ‫( نِ ْع َم ال َع ْب ُد أَوَّاب‬sebaik-baik hamba adalah yang banyak bertobat)
ُ ُ‫ئس ال ُخل‬
ُ‫ق ال َك ِذب‬ َ ِ‫( ب‬sejelek-jelek perilaku adalah berdusta)

2.3 Musnad dan Musnad Ilaih

a) Pengertian Musnad dan Musnad Ilaih

Pada pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa susunan kalimat berbahasa Arab


dibagi menjadi dua, yaitu Khabar dan Insya’. Masing-masing dari kedua susunan kalimat ini
terbentuk dari jumlah ismiyyah (terdiri dari mubtada’ dan khabar) dan jumlah fi’liyyah
(terdiri dari fi‘il dan fa‘il). Dalam Ilmu Balagah kedua unsur pembentuk susunan kalimat
tersebut dinamakan Musnad (‫ )المسند‬dan Musnad Ilaih.

Contoh:

‫ُم َح َّم ٌد قَائِ ٌم‬

‫قَا َم ُم َح َّم ٌد‬

Dalam kedua kalimat di atas, kata ( ‫ ) ُم َح َّم ٌد‬merupakan tempat disandarkannya


perbuatan berdiri atau disebut musnad ilaih. Sedangkan kata ( ‫ )قَائِ ٌم‬dan (‫ )قَا َم‬merupakan
perbuatan yang disandarkan kepada Muhammad atau disebut Musnad. Jadi dalam jumlah
ismiyyah, mubtada’ merupakan musnad ilaih dan khabar merupakan musnad. Adapun
dalam jumlah fi’liyyah, fi’il merupakan musnad dan fa’il merupakan musnad ilaih.

Musnad dalam ilmu balaghah dinamakan juga mahkūm bih atau mukhbar bih.
musnad ilaih dinamakan juga mahkūm 'alaih atau mukhbar 'anhu.

b) Bentuk Musnad dan Musnad Ilaih


a. Bentuk Musnad

Musnad terletak di tempat-tempat berikut:

1. Fi’il

13
‫قَا َم ُم َح َّم ٌد‬

2. Khabar mubtada’

ٌ‫أَحْ َم ُد طَالِب‬

3. Isim fi’il

‫آ ِميْن‬

4. Khabar kana

‫َكانَ أَحْ َم ُد طَالِبًا‬

5. Khabar inna

ٌ‫إِ َّن أَحْ َم َد طَالِب‬

6. Mashdar pengganti fi’il amar

‫َوبِاْل َوالِ َدي ِْن إِحْ َسانًا‬

b. Bentuk Musnad Ilaih

Musnad ilaih terletak di tempat-tempat berikut:

1. Fa’il

‫قَا َم ُم َح َّم ٌد‬

2. Naibul fa’il

َ ُ‫ق اإْل ِ ْن َسان‬


‫ض ِع ْيفًا‬ َ ِ‫ُخل‬

3. Mubtada’

ٌ‫أَحْ َم ُد طَالِب‬

4. Isim kana

‫َكانَ أَحْ َم ُد طَالِبًا‬

5. Isim inna

ٌ‫إِ َّن أَحْ َم َد طَالِب‬

c) Al-Hafdz dan Dzikr Bil Musnad wal Musnad Ilaih


a. Pembuangan musnad ilaih

Pada dasarnya, pembuangan musnad ilaih bertentangan dengan hukum dasar,


namun boleh terjadi sepanjang terdapat sebab4. Pembuangan musnad ilaih dalam hal ini,
ada yang tampak ketika di-i‟rab, seperti lafazh:

‫اَ ْهاًل َو َس ْهاًل‬

Yang asalnya:

‫ِج ْئتَ اَ ْهاًل َو نَ َز ْلتَ َم َكانًا َس ْهاًل‬

4
Subakir,Subakir. ILMU BALAGHAH Dilengkapi dengan contoh-contoh Ayat, Hadits Nabi dan Sair Arab, IAIN Kediri
Press, hlm 85

14
dan ada yang tampak setelah didalami pengertian dan hubungannya dengan yang
lain. Jenis kedua inilah yang menjadi bahasan utama dalam balâghah sekaligus
merupakan bahasan dalam pembuangan musnad ilaih ini.

Beberapa sebab pembuangan yang dimaksud adalah5:

1) Telah diketahui pendengar, seperti firman Allah:


Contoh:
‫ص َّک ۡت َو ۡجہَہَا َو قَالَ ۡت َعج ُۡو ٌز َعقِ ۡی ٌم‬ ِ َ‫فَا َ ۡقبَل‬
َ ‫ت امۡ َراَتُ ٗہ فِ ۡی‬
َ َ‫ص َّر ٍۃ ف‬
Artinya: “kemudian istrinya datang memekik (tercengang) lalu menepuk
mukanya sendiri seraya berkata: (aku adalah) seorang perempuan tua yang
mandul.”
Kata ana: “aku adalah“ pada ayat di atas tidak disebutkan, karena telah diketahui
pendengar.
2) Menguji kuat tidaknya ingatan pendengar
Contoh:
‫ نوره مستفاد من نور الشمس‬:... .)1
‫ هو واسطة عقد الكواكب‬:... .)2
Pada kedua contoh di atas mengira-ngirakan musnad ilaih : ‫القمر‬
3) Supaya mudah ingkar bila diperlukan
‫فاجر فاسق‬
Ketika ada karinah yang dimaksudkan kepada si A, supaya apabila si A merasa
tersinggung, mudah menolaknya dengan kata-kata tidak bermaksud kepada A,
melainkan kepada orang lain.
4) Bermaksud menutupinya kepada hadirin selain mukhathab tertentu:
‫ جاء‬,‫جاء‬
“Sudah datang”, dengan maksud yang datang itu seseorang bagi orang yang sama-
sama mengetahuinya
5) Karena tergesa-gesa:
‫ سارق‬,‫سارق‬
Yang asalnya: ‫كان سارق‬
6) Untuk mengagungkan dengan tidak menyebut namanya
Contoh:
ِ ْ‫ُمقَرِّ ٌر لِل َّش َرائِ ِع َو ُمو‬
‫ض ْي ٌح لِل َّدلِ ْي ِل‬
“Menetapkan hukum syara’ dan menjelaskannya akan dalil-dalil”: Nabi
Muhammad SAW
7) Untuk menghina:
‫موسوس ملعون ما ضر وما نفع‬
8) Karena darurot nadhom atau sajak:
‫طلب الحبيب الفين فقلت له اين؟‬
Yang asalnya ‫اين هما‬
9) Mengkuti penggunaan bahasa arab:
5
Al-Akhdlori. Ilmu Balaghoh (Ilmu Ma’ani, Bayan, dan Badi’), PT Al-Ma’arif, hlm 95

15
‫رمية من غير رام‬
‫ رمية هذه‬:‫اصله‬
10) Khabar di takhsis dengan lafadz ‫ نعم‬atau ‫ بئس‬atau ‫ حبذا‬seperti pada contoh bait :
‫ تهدي الى المرتبة العلية‬# ‫حبذا طريقة الصوفية‬
b. Pembuangan Musnad

Pembuangan Musnad dimaksudkan untuk:

1) Menghindarkan sesuatu yang tidak berguna (‘abats). Seperti firman Allah:

ٗ‫اَ َّن هّٰللا َ بَ ِر ۤيْ ٌء ِّمنَ ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ ەۙ َو َرسُوْ لُه‬

“bahwa sesungguhnya Allah dan rasulNya berlepas diri dari orangorang


musyrikin.” (QS. 9: 3).

Ayat itu jika dilahirkan akan berbunyi:

‫َو َرسُوْ لُهٗ بَ ِر ۤيْ ٌء ِم ْنهُ ْم‬

Namun karena lafadz “‫ــر ۤيْ ٌء‬


ِ َ‫”ب‬telah disebutkan sebelumnya dan lafazh “
ٗ‫”رسُوْ لُه‬berkedudukan
َ sebagai “athf” maka tidak berarti menyebutkan lafazh “ ‫”بَ ِر ۤيْ ٌء‬
lagi

2) Terbatasnya kesempatan, seperti firman Allah:

ُ ‫س َو ْالقَ َم َر لَيَقُوْ لُ َّن هّٰللا‬ َ ْ‫ت َوااْل َر‬


َ ‫ض َو َس َّخ َر ال َّش ْم‬ َ َ‫َولَ ِٕٕىِـ ْن َسا َ ْلتَهُ ْم َّم ْن َخل‬
ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬

“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakh yang


menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan”? “tentu
mereka akan menjawab: “Allah…” (QS. 29: 61).

Jawaban pada ayat itu mestinya:‫ خلقهن هللا‬namun karena lafazh “‫ ”خلق‬telah
disebutkkan sebelumnya, dan lagi mutakallim dalam kesempatan yang terbatas, maka
lafazh “َ‫ ”خَ لَق‬tidak disebutkan lagi

3) Karena telah banyak berlaku di kalangan orang Arab dalam bahasanya yang fashih.
Seperti pada firman Allah:
َ‫يَقُوْ ُل الَّ ِذ ْينَ ا ْستُضْ ِعفُوْ ا لِلَّ ِذ ْينَ ا ْستَ ْكبَرُوْ ا لَوْ ٓاَل اَ ْنتُ ْم لَ ُكنَّا ُم ْؤ ِمنِ ْين‬

“Orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang


menyombongkan diri: “Kalau tidaklah karena kamu tentulah kami menjadi orang-
orang yang beriman.” (QS. 34: 31).

Sebagaimana telah banyak berlaku dalam kaidah bahasa arab, bahwa musnad
(khabar) dari musnad ilaih (mubtada‟) yang didahului lafazh ‫لَـــوْ اَل‬harus dibuang.
Karenanya, jika ayat di atas ditakdirkan, berbunyi:

16
6
َ‫لَوْ اَل اَ ْنتُ ْم َموْ جُوْ ُدوْ نَ لَ ُكنَّا ُم ْؤ ِمنِ ْين‬

c. Penyebutan musnad ilaih


1) Menurut hukum dasarnya, musnad ilaih harus disebut, karena merupakan unsur
terpenting dalam setiap kalimat
2) Untuk menunjukkan kehati-hatian, sebab jika dibuang akan menimbulkan salah
faham
3) Lemahnya pemahaman pendengar
4) Memanjangkan perkataan, karena sangat berharap perhatian yang sungguh-sungguh
dari pendengar.
5) Memantapkan jiwa pendengar.
6) Merasa enak mengucapkannya, mendapat berkah, ta‟zhîm, merasa rindu, ihânat
(menghina), kesaksian terhadap pendengar, dan sebagainya.
d. Penyebutan Musnad dimaksudkan untuk:
1) mengikuti hukum asalnya.
2) Menunjukkan lemahnya ingatan pendengar. Seperti firman Allah :
‫الم تر كيف ضرب هللا مثال كلمة طيبة كشجرة طيبة اصلها ثابت وفرعها فى السماء‬
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan
cabangnya (menjulang) kelangit.” (QS. 14: 24).

Jika musnad (lafazh tsâbit) dibuang, tentu pendengar tidak dapat


memahaminya, karena lemah ingatannya.
3) Sebagai jawaban dari pertanyaan mukhâthab (lawan bicara).
Seperti firman Allah:
..........‫قل يحييها الّذى أنشأها أول مرة‬
“Katakanlah : Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali
yang pertama…..”(Q.S.36 :79)
Ayat itu sebagai jawaban dari pertanyaan ayat 78.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Ilmu ma'ani adalah jamak dari ma'na, secara bahasa berarti maksud dan secara istilah
para ahli bayan adalah ungkapan dengan lafal ucapan yang menggambarkan isi hati atau
ungkapan yang menggambarkan isi hati. Ilmu ma'ani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana
cara menyampaikan kalam Arab sesuai dengan situasi dan kondisi. Menyatakan makna yang
Khamim, Subakir. (2018). Ilmu Balaghoh Dilengkapi dengan Contoh-contoh Ayat Hadits Nabi
6

dan Sair Arab. Kediri: IAIN Kediri Perss

17
tersimpan yang menjadi tujuan pembicaraan mutakalim (orang yang bicara) dengan rangkaian
kata yang mencakup semua makna yang akan disampaikan sesuai dengan situasi dan kondisi
yang ada.
Ilmu ma’ani adalah ilmu untuk mengetahui keadaan lafadz arab yang sesuai dengan
tuntutan keadaan (‫)مقضى الحال‬
Contoh dalam ayat :
‫وانا ال اريد اشرأريد بمن في األرض ام اراد بهم ربهم رشدا‬
“Dan sesungguhnya saya tidak mengetahui apa kejelekan yang dikehendaki pada orang yang
dibumi atau Tuhan mereka menghendaki kebaikan.”
Dilihat dari keberadaan orang-orang yang menjadi audien dari berita yang disampaikan,
maka kalam khobar dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Khobar ibtidai, Berita ini dasampaikan pada orang yang masih polos {kholi dzihni) belum
menerima berita apapun. Diantara tanda kepolosannya adalah tidak menampakan
keraguan ataupun pengingkaran terhadap apa yang kita katakan.
b. Khobar tholabi, jika audien menampakan keraguan terhadap berita yang kita sampaikan,
ّ )
sebaiknya perkataan ini mennggunakan penekanan dengan menambahkan kata ( ‫إف‬
sungguh, karena ungkapan ini ditujukan pada mukkatab mutaroddid ia butuh ungkapan
yang dapat membuat dirinya yakin
c. Khobar inkari, jika audien menampakan penolakan serta pengingkaran terhadap apa yang
kita utarakan kepadanya, maka dalam ungkapan ini sangat diperlukan beberapa
penekanan (taukid) dengan menggunakan satu, dua, atau tiga penekanan sesuai dengan
tingkat pengingkarannya.
Insya’ adalah Kalimat (sesuatu) yang tidak mengandung (yang tidak bias disifati) dengan
benar atau tidak benar karena ia hanya berkaitan dengan terjadinya suatu perbuatan atau tidak
terjadinyaa. Al-Insya’ berbentuk perintah (‫ )األمر‬dan larangan (‫)النهي‬. Dibagi menjadi dua yaitu
Insya’ ath Thalabi dan Insya’ Ghair at Thalabi.

Pembuangan musnad ilaih. Pada dasarnya, pembuangan musnad ilaih bertentangan dengan
hukum dasar, namun boleh terjadi sepanjang terdapat sebab. Pembuangan musnad ilaih dalam
hal ini, ada yang tampak ketika di-i‟rab, seperti lafazh:

‫اَ ْهاًل َو َس ْهاًل‬

Yang asalnya:

‫ِج ْئتَ اَ ْهاًل َو نَ َز ْلتَ َم َكانًا َس ْهاًل‬

dan ada yang tampak setelah didalami pengertian dan hubungannya dengan yang lain. Jenis
kedua inilah yang menjadi bahasan utama dalam balâghah sekaligus merupakan bahasan dalam
pembuangan musnad ilaih ini.

Musnad dibatasi dengan; fi‟il, ism fi‟il, khabar mubtada‟,khabar huruf yang berfungsi
seperti laysa, mubtada‟ yang tidakmemakai khabar, karena terdiri dari ism sifah (mubtada‟ lahu
saddama sadda al-khabar), khabar âmil nawâsikh, maf‟ûl kedua dari “zhanna”, maf‟ûl ketiga
dari “ara”, dan mashdar sebagai pengganti fi‟il amr.

18
3.2. Saran
Demikianlah beberapa pembahasanyang dapat kami paparkan dalam makalah ini. Kami
menyadari masih banyak kesalahan dalam pengetikan ataupum yang lain, kami mohon maaf.
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk kesempurnaan pembuatan
makalah yang selanjutnya. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin!

DAFTAR PUSTAKA
Khamim, Subakir. (2018). Ilmu Balaghoh Dilengkapi dengan Contoh-contoh Ayat Hadits Nabi
dan Sair Arab. Kediri: IAIN Kediri Perss

M. Faishol amin et all, Durusul Balaghah, Tim IBT,hlm.3 dan 5.

30-31 ‫م ) صو‬2009‫دار الكتاب العلميةو‬:‫السيد احمد الهاشميو جواهر البالغةو(لبنان‬

Moechtar, Drs.A. Hadlari. 2017. Belajar Ilmu Balaghah. Jember : Pustaka Radja.

19
Amin, M.Faishol, dkk. 2019.Durusul Balaghah. Pasuruan: Sidogiri Penerbit.

‘Ilm Zadah, Faydl Allah Al-Hasani. Fath al-Rahman li Thalab Ayat Al Qur’an. Bandung:
Maktabah Dhlan,ttp.

Akhdlori. (1982). Ilmu balaghoh (Ilmu Ma’ani, Bayan, dan Badi’). Bandung: PT Alma’rif

20

Anda mungkin juga menyukai