MUTASYABIH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqh 2
Dosen pengampu : Nunung Susfita, M.S.I
,
KATA PENGANTAR
Kelompok IV
,
DAFTAR ISI
,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menyampaikan pesan dalam al-qur`an dengan berbagai cara dan bentuk
dalalah baik yang jelas ataupun dengan cara yang samar (mubham).Di antara bentuk
keduanya terdapat bentuk muhkam dan mutasyabih. Itu Semua merupakan karunia
Allah subhanahu wa ta'ala kepada umat manusia agar dapat memahami dengan elastis,
syamil, dan komprehensif.
Di antara gaya penyampaian al-qur`an terkadang menggunakan lafadz dan uslub
yang berbeda-beda tetapi maknanya tetap satu, yaitu sebagian lafadz serupa dengan
sebagian yang lain tetapi maknanya serasi dan cocok, tidak ada yang bersifat umum
dan samar (mutasyabih) dan dapat memberikan peluang bagi para mujtahid dan
cendekiawan untuk dapat mengembalikannya kepada yang tegas maksudnya dan
disebut muhkam, mengembalikan yang sama kepada yang jelas maknanya,
mengembalikan masalah cabang kepada masalah pokok, yang bersifat parsial kepada
yang kulli.
Ayat yang menjadi dasar adanya Muhkam dan Mutasyabihat adalah ayat ke-7 dari
surat Ali-`Imran :
● ٌ َب َوُأ َخ ُر ُمتَ َشابِه
َونDD ٌغ فَيَتَّبِ ُعDات ۖ فََأ َّما الَّ ِذينَ فِي قُلُوبِ ِهم زَ ْي ِ ات ه َُّن ُأ ُّم ْال ِكتَا ٌ ات ُمحْ َك َم ٌ ََاب ِم ْنهُ آي َ ك ْال ِكت َ ه َُو الَّ ِذي َأ ْن َز َل َعلَ ْي
ِدD ٌّل ِم ْن ِع ْنD ِه ُكDَِما تَ َشابَهَ ِم ْنهُ ا ْبتِغَا َء ْالفِ ْتنَ ِة َوا ْبتِغَا َء تَْأ ِويلِ ِه ۗ َو َما يَ ْعلَ ُم تَْأ ِويلَهُ ِإاَّل هَّللا ُ ۗ َوالرَّا ِس ُخونَ فِي ْال ِع ْل ِم يَقُولُونَ آ َمنَّا ب
ِ َربِّنَا ۗ َو َما يَ َّذ َّك ُر ِإاَّل ُأولُو اَأْل ْلبَا
ب
"Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-qur`an) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada
ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi al-qur'an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyabihat. Adapun orang-orang yang hatinya condong kepada kesesatan, maka
mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabih dari padanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang
mengetahuinya melainkan Allah, dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata :
“kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabih, semuanya itu dari sisi Tuhan
kami.” Dan tidak mengambil pelajaran (dari padanya) melainkan orang-orang yang
berakal".
,
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari mutasyabih ?
2. Apa pandangan ulama mengenai ayat mutasyabih?
3. Apa saja ruang lingkup dari mutasyabih?
4. Apa saja contoh dari ayat mutasyabih?
,
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian mutasyabih
Kata Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh, yang secara bahasa berarti
keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal.
Tasyabbaha, Isytabaha sama dengan Asybaha (mirip, serupa, sama) satu dengan yang
lain sehingga menjadi kabur, tercampur. Sedangkan secara terminologi Mutasyabih
berarti ayat-ayat yang belum jelas maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan
takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu,
atau hanya Allah yang mengetahuinya.
Contoh: Surat Thoha ayat 5. ِ ْاَلرَّحْ مٰ نُ َعلَى ْال َعر.
ش ا ْست َٰوى
yang Artinya: (Allah) Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arasy’1.
Maksudnya, tinggi dan berada diatas (nya), bersemayam yang sesuai dengan
keagungan dan kebesaran nya.
Adapun pengertian secara rinci tentang mutasyabih:
1. Menurut kelompok ahlussunnah, ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang
maksudnya hanya dapat diketahui Allah, seperti saat kedatangan Hari Kiamat,
keluarnya Dajjal, dan arti huruf-huruf muqaththa’ah.
2. Menurut Al- Mawardi, ayat-ayat mutasyabihat adalah yang maknanya tidak
dapat dipahami akal
3. Ayat mutasyabih memerlukan pentakwilan untuk mengetahui maksudnya
4. Ayat-ayat mutasyabihat juga membicarakan tentang kisah- kisah dan
perumpamaan.
1 Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Hlm. 161
2 Depertemen agama RI, Al Qur'an dan terjemahannya, Toha putra, Semarang, 1989. Hlm.76
,
ٌ َب َوُأ َخ ُر ُمتَ َشابِه
َات ۖ فََأ َّما الَّ ِذينَ فِي قُلُوبِ ِه ْم زَ ْي ٌغ فَيَتَّبِعُون ِ ات ه َُّن ُأ ُّم ْال ِكتَا ٌ ات ُمحْ َك َم ٌ ََاب ِم ْنهُ آي َ ك ْال ِكت َ ه َُو الَّ ِذي َأ ْن َز َل َعلَ ْي
َما تَ َشابَهَ ِم ْنهُ ا ْبتِغَا َء ْالفِ ْتنَ ِة َوا ْبتِغَا َء تَْأ ِويلِ ِه ۗ َو َما يَ ْعلَ ُم تَْأ ِويلَهُ ِإاَّل هَّللا ُ ۗ َوالرَّا ِس ُخونَ فِي ْال ِع ْل ِم يَقُولُونَ آ َمنَّا بِ ِه ُك ٌّل ِم ْن ِع ْن ِد
ِ َربِّنَا ۗ َو َما يَ َّذ َّك ُر ِإاَّل ُأولُو اَأْل ْلبَا
ب
Artinya:
"Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-qur`an) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada
ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi al-qur'an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyabihat. Adapun orang-orang yang hatinya condong kepada kesesatan, maka
mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabih daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-carita`wilnya, padahal tidak ada yang
mengetahuinya melainkan Allah, dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata :
“kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabih, semuanya itu dari sisi Tuhan
kami.” Dan tidak mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang
berakal".
Dari ayat diatas, para ulama berbeda pendapat yang berawal dari lafazd
َوالرَّا ِس ُخونَ فِي ْال ِع ْل ِم, permasalahannya apakah lafaz itu di athof- kan dengan lafadz ( ُ )هَّللا,
atau lafadz َوالرَّا ِس ُخونَ فِي ْال ِع ْل ِمitu merupakan mubtada'.
Berangkat dari sinilah muncul silang pendapat di kalangan ulama. Menurut Ibnu
Abbas dan mujahid (dari kalangan sahabat) berpendapat bahwa manusia dapat
mengetahui arti dan takwil ayat-ayat mutasyabih. Mereka ini berasal dari lafazd
ِ َوالرdiathofkan kepada lafadz ُ هَّللا. Menurut mereka jika hanya Allah yang
َ ُخونDDَّاس
mengetahui dan tidak melimpahkan kepada manusia ( ulama) yang mendalami
ilmunya tentang ayat-ayat mutasyabihat baik tentang pengertian maupun takwil,
berarti mereka sama saja dengan orang awan.3
Walaupun ada ulama yang mengatakan bahwa ayat-ayat mutasyabih ini dapat
ditaqwilkan oleh manusia, namun menurut sebagian besar ulama berpendapat bahwa
bahwa ayat-ayat mutasyabih itu tidak dapat diketahui oleh seorang pun kecuali Allah.
Menurut ulama ini kita sebagai ciptaan Allah tidak perlu mencari - cari takwil tentang
ayat-ayat mutasyabih, tetapi kita harus menyerahkan persoalannya kepada Allah
semata.4
,
Sedangkan ayat- ayat mutasyabih tentang sifat- sifat Allah terdapat lagi perbedaan
di kalangan ulama
1. Mazhab shalat
Yaitu orang orang yang mempercayai dan mengimani sifat sifat mutasyabihat
ini dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri . Para ulama salaf
mengharuskan kita berwakaf atau berhenti dalam membaca Al Qur'an surah
Ali Imran ayat 7 pada lafal jalalah .hal ini memberikan pengertian bahwa ya
Allah yang mengerti takwil dari ayat-ayat mutasyabihat yang ada,Mazhab ini
juga disebut Mazhab mufawwidhah atau tafwidh.5
2. Mazhab Khalaf
Yaitu orang orang yang ditakwilkan(mempertanggungkan) lafal yang mustahil
zahirnya kepada makanan yang layak dengan zat Allah dalam memahami Al
Qur'an surah Ali Imran ayat 7 ,Mazhab ini mengwakafkan bacaan mereka
pada lafal "warrasiqunakaha fill Ilmi".hal ini memberikan pengertian bahwa
yang mengetahui takwil dari ayat-ayat mutasyabih adalah Allah dan orang-
orang yang rasikh (mendalam) dalam ilmunya .6
,
2. Makna.
Terjadi kemiripan yang terdapat dalam suatu ayat Al-qur’an biasanya
terdapat dalam ayat-ayat yang menginformasikan berita-berita ghaib seperti
sifat-sifat Tuhan ,malaikat,kondisi akhirat, surga, neraka, hari akhir dan lain
sebagainya. Semua itu tidak akan jelas bagi siapapun karena semua orang
didunia ini belum pernah merasakannya. Sehingga apa yang ditulis dalam Al-
qur’an tentang semua itu tidak dapat dibayangkan secara tepat dalam benak
kita.
3. Lafal dan makna.
Ruang lingkup yang ketiga adalah kesamaran dari segi makna maupum
lafalnya.8Menurut Al-Raghib Al-Isfahani, kesamaran tersebut dapat dilihat
dari lima aspek, yaitu kuantitas, kualitas, waktu, tempat dan persyaratan sah
atau batalnya suatu perbuatan. Contoh ayat Qur’an yang kesamaran makna
dan lafalnya dapat dilihat pada surat al baqarah ayat 189 yang berbunyi
ْأ
ِ ْس ْالبِرُّ بَِأ ْن تَ تُوا ْالبُيُوتَ ِم ْن ظُه
:ُورهَا َ َولَي
,
ayat lain (Laysa kamitslihi syaiun) dan sifat wajib Allah mukhalafatuhu lil hawadits
(Allah berbeda dengan makhluk).
Contoh ayat mutasyabihat yang ke 2 adalah QS az-Zumar: 53 yang berbunyi,
وب َج ِميعًا ۚ ِإنَّهۥُ هُ َو ْٱل َغفُو ُر ٱل َّر ِحي ُم ۟ ُوا َعلَ ٰ ٓى َأنفُ ِس ِه ْم اَل تَ ْقنَط
ُّ وا ِمن رَّحْ َم ِة ٱهَّلل ِ ۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ يَ ْغفِ ُر
َ ُٱلذن ۟ ُى ٱلَّ ِذينَ َأس َْرف
َ قُلْ ٰيَ ِعبَا ِد
".Allah mengampuni seluruh dosa "
Di sini maksudnya bisa mengampuni seluruh dosa orang yang bertobat atau dosa
orang yang tidak bertobat. Namun dalam surat Thaha ayat 82 jelas bahwa Allah
mengampuni dosa orang yang bertobat. Jadi, maksud dari ayat 53 az-Zumar adalah
Allah dapat mengampuni seluruh dosa orang yang bertobat .
BAB III
,
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah diatas meliputi:
1. mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum jelas sehingga
memerlukan pentakwilan untuk mengetahui maksudnya.
2. Ayat-ayat mutasyabih adalah merupakan salah satu kajian dalam ilmu Al
Qur'an yang para ulama menilainya dengan alasannya masing-masing menjadi
dua macam, yaitu pendapat ulama salaf dan Khalaf.
3. Ruang lingkup mutasyabih yang dimana terdapat dari segi lafaznya , dari segi
maknanya, dan dari segi lafaz dan maknanya sekaligus
DAFTAR PUSTAKA
,
As- Suyuthi, Al- itqan fi ulumul Qur'an, juz 2, Dar Al Fikri, hlm.2
Depertemen agama RI, Al Qur'an dan terjemahannya, Toha putra, Semarang, 1989.
Hlm.76
Subhi Soleh, ko. Cit,.hlm. 373
Ibid., Hlm. 373
Subhi Sholih, op. Cit. Hlm.284 manna' Al -qaththan, loc. Cit
Ibid, hlm. 6
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Hlm. 161