Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

ULUMUL AL-QUR’AN
MUHKAM DAN MUTASYABIH

Disusun Oleh :

Kelompok 05

Azrian Azari
Muhammad Samsul
Muhammad ijra

Dosen Pengampu :

Ridwan S.I.Q., M.Ag

JURUSAN ILMU QURAN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU QURAN

SUMATERA BARAT

2022 / 2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah Subhanahu


wata’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini. Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk lebih menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai “MUHKAM DAN MUTASYABIH”

Pada kesempatan kali ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman,dosen pengampu,bapak dosen Sulthan Hasri Fendi. SS,M.A serta
kepada seluruh pihak yang telah ikut membantu penyelesaian makalah ini.Kami
sangat menyadari makalah ini masih belum menemukan kata sempurna,oleh karena
itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna hasil yang
lebih baik lagi.

Akhir kata,semoga makalah ini dapat berguna bagi kami dan bagi
semuanya,semoga apa yang kami bahas disini dapat dijadikan tambahan Ilmu
pengetahuan teman-teman semua.

Terimakasih.

Padang, 11 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih ..................................................................... 2
B. Sikap para ulama terhadap ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih ............................ 3
C. Hikmah terhadap ayat -ayat Muhkamat dan Mutasyabih ....................................... 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 7
B. Saran ....................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah dimaklumi bahwa al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab.
Karena itu, untuk memahami hukum-hukum yang di kandung nash-nash
al-Qur'an diperlukan antara lain pemahaman dari segi kebahasaan dalam hal
ini adalah bahasa Arab Para ulama yang ahli dalam bidang ushul fiqh, telah
mengadakan penelitian secara seksama terhadap nash- nash al-Qur'an, lalu
hasil penelitian itu dituangkan dalam kaidah-kaidah yang menjadi pegangan
umat Islam guna memahami kandungan al-Qur'an dengan benar
Kaidah-kaidah itu membantu umat Islam dalam memahami nash-nash yang
nampak samar (tidak jelas), menafsirkan yang global, menakwil nash dan
lainnya yang terkait dengan pengambilan hukum dari nashnya.
Dalam upaya mengenal kaidah-kaidah yang telah dirumuskan oleh para
ulama khusus yang berkaitan dengan aspek kebahasaan, dalam al-Qur'an
disajikan beberapa bahasan antara lain: muhkam dan mutasyabihat, mujmal
dan mufasal, amm, khos dan musytarak, mutlaq dan muqoyyad, 'amr dan
nahi. Pada bagian ini perhatian kita akan dipusatkan pada "Muhkam dan
Mutasyabih" untuk dideskripsikan dan dianalisis sehingga dapat diterapkan
dalam lapangan pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Muhkam dan Mutasyabih?
2. Apa perbedaan antara Muhkam dan Mutasyabih?
3. Bagaimana sikap para ulama terhadap ayat-ayat Muhkam dan
Mutasyabih?
4. Apa hikmah yang terkandung dalam ayat -ayat Mutasyabih?

C. Tujuan Pembelajaran
1. Mampu memahami pengertian Muhkam dan Mutasyabih dan
perbedaannya
2. Mampu memahami ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih?

1
3. Mampu memahami hikmah yang terkandung dalam ayat -ayat
Mutasyabih

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih


Muhkam secara lughawi berasal dari kata hakama. Kata hukm berarti
memutuskan antara dua hal atau lebih perkara, maka hakim adalah orang yang
mencegah yang zalim dan memisahkan dua pihak yang sedang bertikai. Sedangkan
muhkam adalah sesuatu yang dikokohkan, jelas, fasih, dan membedakan antara yang
hak dan yang bathil. Sedang dalam kitab Mabahits fii Ulum al-Qur’an dijelaskan:
‫ما استأثر هللا بعلمه‬: ‫ما عرف المراد منه – والمتشابه‬: ‫المحكم‬
Artinya:
“ Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedangkan
mutasyabih hanyalah diketahui maksudnya oleh Allah sendiri.”
Mutasyabih secara bahasa berasal dari kata tasyabuh yang berarti keserupaan dan
kesamaan yang biasanya membawa kesamaran antara dua hal. Adapun secara istilah,
mutasyabih adalah lafadz yang maksud dan maknanya hanya diketahui oleh Allah
S.W.T., dan tidak dapat diketahui oleh manusia.
Mayoritas ulama ahl al-Fiqh mengemukakan, muhkam ialah lafadz yang tidak dapat
ditakwilkan kecuali hanya satu segi makna saja. Mutasyabih ialah lafadz yang artinya
dapat ditakwilkan ke dalam beberapa segi karena masih terdapat kesamaran, seperti
masalah surga, neraka, dan lain sebagainya.
• Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya,
sedangkan mutasyabih hanyalah diketahui maksudnya oleh Allah sendiri.

• Muhkam adalah ayat yang hanya mengandung satu wajah,


sedangkan mutasyabih mengandung banyak wajah.

• Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara lansung tanpa
memerlukan keterangan lain, sedangkan mutasyabih memerlukan penjelasan
dengan merujuk kepada ayat-ayat lain.

Para ulama’ memberikan contoh-contoh ayat muhkam dalam al-Qur’an dengan


ayat-ayat nasikh, ayat-ayat tentang halal, haram, hudud (hukuman), kewajiban, janji,

2
dan ancaman. Sementara untuk ayat-ayat mutasyabih mereka mencontohkan dengan
ayat-ayat mansukh dan ayat-ayat tentang Asma’ Allah dan sifat-sifat-Nya, antara lain:
“Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS. Ta ha [20]: 5)

B. Sikap Para Ulama’ terhadap Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih

Sumber perbedaan pendapat berpangkal pada masalah waqaf dalam ayat :


‫ َو َما يَع َم ُل تَأ ِويلَ ُۤهُ ا اَِّل هللاُ َو ا‬...
}٧ : ‫ {العمران‬....‫الراسِ ُخونَ فِى العِلم ِيَقُولُونَ آ َمناا ِبه‬
Pertama : apakah kedudukan lafaz ini sebagai mubtada’ yang khabarnya adalah
, َ‫يَقُولُون‬dengan “wawu” diperlakukan sebagai huruf isti’nâf (permulaan) dan waqaf
dilakukan pada lafaz .ُ‫َو َما يَع َم ُل تَأ ِويلَ ُۤهُ ا اَِّل هللا‬
Kedua : ataukah ia ma’tȗf, sedang lafaz ‫يَقُولُون‬menjadi hâl dan waqafnya
pada lafadz .‫الراسِ ُخونَ فِى العِلم‬
‫َو ا‬
Ulama yang berpendapat mengenai ayat-ayat muhkam dan mutasyabih terbagi
menjadi dua: Madzhab Ulama Salaf dan Madzhab Ulama Khalaf.

1. Madzhab Ulama Salaf


Orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabih itu dan
menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Mereka mensucikan Allah dari
pengertian-pengertian lahir bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang
diterangkan Al-Qur’an serta menyerahkan urusan mengetahui hakikatnya kepada
Allah sendiri. Ketika Imam Malik ditanya tentang makna istiwa’, dia berkata:
َ ‫عةٌ َواَظُنُّكَ َر ُج َل السُّوءِ اَخ ِرجُو ُه‬
.‫عنِي‬ ُ ‫اََّلِست َِوا ُء َمعلُو ٌم َوالكَي‬
َ ‫ف َمج ُهو ٌل َوالس َاؤا ُل‬
َ ‫عنهُ ِبد‬
Artinya: Istiwa’ itu maklum, caranya tidak diketahui, mempertanyakannya bid’ah
(mengada-ada), saya duga engkau ini orang jahat. Keluarkan olehmu orang ini dari
majlis saya.
Maksud istiwa’ (bersemayam) telah kita ketahui, namun mengenai bagaimana caranya
kita tidak mengetahuinya. Iman kepadanya adalah wajib dan menanyakan adalah
bid’ah. “Rabi’ah bin Abdur-rahman, guru Malik, jauh sebelumnya pernah berkata:
“Arti istiwa’ sudah kita ketahui, tetapi bagaimana caranya tidak diketahui. Hanya
Allahlah yang mengetahui apa sebenarnya. Rasul pun hanya menyampaikan, sedang
kita wajib mengimaninya.” Jadi, jelaslah bahwa arti istiwa’ itu sendiri sudah diketahui
tetapi caranyalah yang tidak diketahui.
Dalam menerapkan sistem ini, madzhab salaf mempunyai dua argumen, yaitu
argumen aqli dan argumen naqli. Argumen aqli adalah bahwa menentukan maksud
dari ayat-ayat mutasyabihat hanyalah berdasarkan kaidah-kaidah kebebasan dan
pengunaannya di kalangan bahasa Arab. Penentuan seperti ini hanya dapat
menghasilkan ketentuan yang bersifat zanni (tidak pasti). Lantaran dasar yang

3
memutuskan dan menyerahkan ketentuan maksudnya kepada Allah Yang Maha
Mengetahui dan Maha Mengenal.
Adapun dalam argumen naqli, mereka mengemukakan beberapa hadits dan atsar.
Diantaranya :
)‫ب‬ ٰ ‫ ٰهذَا‬.‫ع‬.‫ ت َََل َوسُو ُل هللاِ ص‬: ‫عائِ َشةَ قَالَت‬
َ ‫ (ه َُو الاذِى أَنزَ َل‬: َ‫اَّليَة‬
ِ ‫ ـُولُوا البَا‬... ‫الَى قَو ِل ِه‬... ‫علَيكَ ال ِكتَاب‬ َ ‫عن‬َ
ٰ ُ
‫ –رواه‬.‫ فَ ِاذَا َرأَيتَ الاذِىنَ يَتا ِبعُونَ َما تَشَابَهَ مِ نهُ فَأولئِكَ الاذِينَ َس امى هللاُ فَاحذَرهُم‬: .‫ع‬.‫ قَا َل َرسُو ُل هللاِ ص‬: ‫قَالَت‬
-‫البجارى و مسلم‬
“Dari Aisyah, ia berkata: Rasul SAW. membaca ayat: “inilah yang menurunkan
al-Kitab (al-Qur’an) kepadamu”, sampai kepada “orang-orang yang berakal”, berkata
ia : Rasul SAW. berkata: “jika engkau melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat
yang musytabihat daripadanya maka mereka itulah orang-orang yang disebut Allah,
maka hati-hatilah terhadap mereka”. (dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dan yang
lainnya).
Ini menunjukkan bahwa wawu untuk isti’naf(permulaan). Di samping itu, ayat
tersebut juga mencela orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutsyabihat dan
memberikan mereka itu sebagai yang mempunyai kecenderungan kepada kesesatan
dan mencari fitnah. Sebaliknya, ayat yang sama memuji orang-orang yang
menyerahkan pengetahuan tentang itu kepada Allah.

2. Madzhab Ulama Khalaf

Madzhab ini berpendapat, bahwa waqaf(memberhentikan bacaan) dalam ayat


(surat Ali-Imran: 7) di atas adalah lafal : .‫الراسِ ُخونَ فِى العِل ِم‬
‫و ا‬dengan
َ demikian, selain
Allah, orang-orang yang mendala ilmunya juga dapat mengetahui takwil dari
ayat-ayat mutâsyabihât itu. Adapun wawu ( )‫و‬pada
َ lafal ayat tersebut adalah
berkududukan sebagai hurf ‘athf. Oleh karena itu, kata َ‫الراسِ ُخون‬di-‘athaf-kan
‫ا‬ kepada
lafal ‫هللا‬
ُ pada kalimat sebelumnya. Diantara ulama yang berpendapat demikian –
menurut Shubhi al-Shalih- adalah Abu Hasan al-‘Asy’ariy. Pendapat ini diperjelas
lagi oleh Abu Ishaq al-Syirazi yang sekaligus mendukung dengan mengatakan,
“bahwa pengetahuan Allah mengenai takwil ayat-ayat mutasyabihat itu, juga
dilimpahkan kepada para ulama yang mendalam ilmunya. Sebab firman yang
diturunkan itu merupakan pujian bagi mereka yang luas dan mendalam ilmunya. Bila
mereka dianggap tidak mengetahui maknanya berarti tidak ada bedanya dengan orang
awam.”
Mujtahid dan sahabat-sahabatnya, demikian juga al-Nawawi cenderung kepada
pendapat kedua ini. Menurut al-Nawawi, pendapat ini lebih banyak diterima sebab
tidak mungkin Allah akan mengkhithabkan hamba-Nya dengan sesuatu yang tidak
ada jalan untuk mengetahuinya. Selanjutnya madzhab khalaf mengatakan, bahwa
suatu hal yang seyogyanya dilakukan dalam hal memahami ayat-ayat mutasyabihat itu
adalah memalingkan lafal dari kradaan kehampaan yang mengakibatkan kebingungan
manusia, sehingga membiarkan makna itu “terlantar” tidak bermakna. Selama ayat
tersebut memungkinkan untuk dilakukan penakwilan terhadapnya dengan makna yang
benar dan rasional, maka tidak ada halangan bagi nalar manusia -dalam hal ini bagi

4
mereka yang sudah memiliki ilmu yang mendalam dan kemampan tinggi- untuk
melakukannya.”
Secara naqli, mereka mengemukakan atsar sahabat :
‫ لَو لَم يَعلَ ُموا تَأ ِويلَهُ لَم يَعلَ ُموا نَاسِ َخهُ مِن َمنسُوخِ ِه َو ََّل َح ََللُهُ مِن َح َرامِ ِه َو ََّل ُمح َك َمهُ مِن‬: ‫ضحااكِ قَا َل‬
‫عن ال ا‬
َ
- ‫ –اخرجه ابن ابى حاتم‬. ‫ُمتَشَا ِب ِه‬
Dari al-Dahhak, berkata ia: “orang-orang yang mendalam ilmunya mengetahui
takwilnya. Sekiranya mereka tidak mengetahuinya, niscaya tidak mengetahui nasikh
dan mansukhnya, halal dan haramnya, dan muhkam ari mutasyabihnya”. (H.R. Ibn
Abi Hatim)

C. Hikmah terhadap ayat ayat Muhkamat dan Mutasyabihat


Hikmah ayat ayat muhkamat
1. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Dengan
adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya
bagi mereka.

2. Memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka
dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-
ajarannya.
3. Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-
Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas
pulauntuk diamalkan.

4. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena
lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya, tidak harus
menuggu penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain

Hikmah ayat ayat mutasyabih

1. Sebagai rahmat Allah kepada manasia agar merely berpikir Allah merahasiakan banyak hal,
agar mereka mencari dan berupaya mendapatkan serta membuka misteri-misteri itu. Maka
dengan adanya ayat-ayat mutasyobihat manusia tidak bergantung secara terus menerus pada
penjelasan Allah, tetapi mereka bisa bergerak sendiri untuk mencari kebenaran dengan
bantuan cahaya ayat-ayat Allah.

2. Sebagai cobaan dari Allah, Maksudnya dengan adanya ayat-ayat mutasyobihat, manusia diuji
keimanannya, apakah mereka tetap percaya dan tunduk kepada ayat-ayat Allah atau berpaling
dan cenderung memperalat ayat-ayat Allah untuk kepentingan pribadi (mengikuti hawa
nafsu).

3. Sesuai dengan perkataan Fakhr ar Raziy, t-ayat al Quran ditupilan kepada semua memnia,
Oleh karena itu ia diformulasikan dalam bahasa yang universal dan mengandung berbagai
kemungkinan untuk ditakwilkan. Didalamnya mengandung berbagai isyarat dan ketentuan-
ketentuan yang pasti. Dengan demikian ayat-ayat mutasyabihat adalah konsekuensi yang tidak
dapat dielakkan untuk menjaga keutuhan dan universalitas al Quran itu sendiri.

4. Untuk menjadi bukti kelemahan manusia das kebesaran Allah dan ketinggian ayat-aye-Nye
Dengan adanya ayat-ayat mutasyabihat, manusia dijadikan tunduk terhadap ketentuan-Nya
dan menghancurkan kesombongannya terhadap ketetapan-ketetapan Allah. Selanjutnya

5
ayat-ayat mutasyabihat menunjukkan keterbatasan manusia yang harus mereka sadari setiap
saat.

5. Untuk memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbeda dalam penafsiran dalam rangka
menjadikan mereka lebih terbuka dan toleran. Sekiranya semua ayat adalah muhkamat, maka
yang terjadi adalah kebekuan dan statis, madzhab hanya satu, dan manusia tidak lagi
berkompetisi dalam mencari kebenaran

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
• Ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang,
baik melalui tokwil maupun tidak. Sedangkan ayat mutasyobih adalah ayat
yang maksudnya hanya dapat diketahui oleh Allah, seperti datangnya hari
kiamat, dajjal dan huruf-huruf muquththo'ah.
• Ayat muhkam adalah ayat yang segera dapat diketahui tanpa ditakwil.
Sedangkan ayat mutasyobih adalah ayat maksudnya dapat diketahui dengan
penakwilan.
• Ibn Hatim mengatakan bahwa, 'Ikrimah, Qatadah dan yang lainnya
mengatakan bahwa ayat muhkam adalah ayat yang harus dimani dan
diamalkan. Sedangkan ayat mutasyobih adalah ayat yang harusdiimani tetapi
tidak harus diamalkan,

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih banyaknya kesalahan baik
dalam kata dan kurang kesempurnaannya. Oleh karena itu kami berharap dari
teman-teman diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan terkait dengan
Amtsal Al-Qur’an, serta memberikan saran dan kritikan yang membangun atas
makalah ini.

6
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan,Manna.2004.Mabahits fii Ulumil Qur’an.Kairo:Maktabah Wahbah


Muhammad Chirzin, Al Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima
Yasa, 2000), 70.
Ahmad Syadali dan Ahmad Rafi’i, Ulumul Qur’an I (Bandung: Pustaka Setia, 2000).
Usman, Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Teras, 2000).

Anda mungkin juga menyukai